Minggu, 22 Juni 2014
KARYA ANAK BANGSA DI SELAT MELAKA
Perhatian kami tiba-tiba tertuju pada konvoi kapal patroli yang sedang melintas, tidak jauh dari boat tempat kami yang sedang lego jangkar. Sebelumnya saya tidak tahu, program apa yang sedang dijalani oleh kapal-kapal patroli ini. Tidak besar tapi tampak gagah dan lincah. Perhatian kami terfokus pada sebuah kapal yang paling keren, KRI Alamang..! Sebuah KCR, yang diproduksi PT Palindo Marines and Shipyard di Batam.
Setelah pulang ke rumah, saya segera mencari informasi yang berkaitan dengan kehadiran kapal-kapal milik TNI tersebut. Ternyata, kedatangan mereka adalah untuk mengikuti program tahunan yang bertajuk Patkor Malindo 2014. Ada kekaguman dan kebanggaan yang begitu dalam tatkala menyaksikan karya anak bangsa melenggang di negeri orang. Tidak sedikit dari sekian banyak prajurit dan perwira Angkatan Laut dari kedua negara yang rela bersusah payah untuk mengabadikan sosok seksi yang sengaja didatangkan dari pangkalannya di Lantamal 1 Belawan, Medan.
Patkor Malindo, yang telah diakui dunia sebagai sebuah wadah koordinasi pengawalan dan pengamanan selat Melaka paling sukses, kini akan lebih fokus pada pengaman selat Melaka dari aktivitas penyelundupan manusia dan pendatang haram. Apalagi dalam seminggu ini, telah dua kali berturut-turut terjadi kecelakaan kapal yang merenggut korban dari Indonesia. Untuk itu, kedua institusi terkait telah sepakat untuk mencari pangkal permasalahannya.
Dikabarkan dari Singapore, bahwa kedua kapal tersebut telah dan sedang mengantongi surat izin berlayar dari Aceh-Singapore-Aceh. Pertanyaannya, mengapa kapal itu tiba-tiba ada di Port Klang, dan bukan hanya mengangkut barang, tetapi juga banyak mengangkut orang. Inilah misteri klasik yang akan menjadi materi utama Patroli Koordinasi tahun ini.
Nun di tengah laut selat Melaka, aktivitas kapal-kapal patroli, nelayan dan fery, nampak begitu sibuk. Sejauh ini, modus penyelundupan manusia dan pendatang ilegal dari dan ke Melaka, memang terbilang jarang atau mungkin hampir tidak pernah terjadi. Setidaknya itulah info yang dirilis oleh TLDM pada publik sejauh ini. Mungkin karena letak pelabuhan Melaka yang diapit oleh berbagai fasilitas ketentaraan, sehingga para pelaku kejahatan menjadi kurang bernyali untuk beraksi di kota pelabuhan ini. Lain halnya dengan Port Klang, yang banyak dikelilingi oleh pulau-pulau kecil dan kampung nelayan, serta disinggahi kapal-kapal barang bertonase besar, sehingga dianggap lebih aman untuk bermain petak umpet dengan pihak keamanan.
Langit begitu cerah, matahari di atas kepala seakan enggan untuk berhenti menyemburkan panasnya yang melelehkan peluh-peluh di tubuh. Angin laut yang kadang terasa lebih kencang, sesekali seperti ingin mencabut ujung air laut, mencabut dan membantingnya, sehingga kapal-kapal kecil yang kerap lalu-lalang, menjadi ikut bergoyang..! Tapi konvoi kapal-kapal TNI AL ini, seakan tidak terpengaruh dengan debur ombak yang sesekali datang menampar.
Sungguh indah..! Kami membayangkan bagaimana saudara-saudara kita saat membangun KCR 40 di Batam. Mereka telah bekerja tanpa mengenal lelah, untuk sebuah atau beberapa masterpiece seni alutsista persembahan TNI AL. Inilah akumulasi dari sebuah pembelajaran yang gigih, bekerja tangguh dan berpikir positif. Hehehe..! Anda masih meragukannya..? Mari kita belajar lagi..! Selamat berakhir pekan bung..! (by:yayan@indocuisine / Kuala Lumpur, 21 June 2014).
JKGR.
Panther AS-565 MB Skadron 400
Rasa gembira menaungi Skadron Udara 400 (Anti Kapal Selam) TNI AL. Pasalnya sebagian rekan mereka tengah berada di Prancis untuk menguji coba dan memilih spesifikasi Helikopter Anti Kapal Selam (AKS) Panther AS-565 MB yang sedang dibeli Kementerian Pertahanan. Gembira karena ada alutsista baru yang segera menemani helikopter AS332 Super Puma, Bell 412EP dan BO-105c, milik Skadron 400. Gembira karena kapal perang mereka akan semakin gahar dan diperhitungkan lawan.
Helikopter AS 565 MB merupakan multi purpose: naval version, serach and rescue, berbasiskan AS 365 N3 (maritime patrol and surveillance platform).
AS 565 MB, bisa digunakan untuk misi: fire support, Anti-Submarine (ASW) dan Anti-Surface Warfare (ASuW), yang bisa dipersenjatai dengan: AS15TT anti-ship missiles, searchlight, Magnetic Anomaly Detector (MAD), dipping sonar, search radar, anti-tank missiles, gun pods, rockets, torpedo dan lain sebagainya. Panther juga dijual oleh Eurocopter ke Amerika Serikat untuk United States Coast Guard (USCG) sebagai HH-65 Dolphin.
Dari 11 helikopter yang dibeli TNI AL, tidak semuanya untuk AKS, namun ada juga versi AKPA dan versi Intai Taktis. Helikopter Panther AS-565 MBe yang dibeli seharga 23 USD/unit ini, sedang disiapkan oleh Skadron 400 TNI AU dan pihak Prancis, untuk mendapatkan spesifikasi yang terbaik, bagi Indonesia.
Untuk misi operasi Naval, AS565MB bisa dikatakan nyaris sempurna: senyap, biaya perawatan murah, multi purpose untuk: surveillance kapal permukaan, Anti-Surface unit Warfare (ASuW) dan Anti-Submarine Warfare (ASW).
Anti Kapal Permukaan
Dengan durasi terbang selama 4 jam, AS565MB masuk kedalam kelas helikopter medium. Helikopter ini dapat melakukan misi Over-the-Horizon Targeting (OTHT) dengan membawa rudal jarak jauh, sehingga efektif sebagai anti-surface warfare (ASUW).
Apalagi jika helikopter ini didukung oleh rudal generasi baru seperti MBDA’s Future Anti Ship Guided Weapon (FASGW), maka AS565MB dapat melakukan pencarian, memilah sasaran, serta membayangi atau menyerang sasaran dari balik lengkung bumi (OTHT) secara presisi, tanpa mampu dideteksi oleh kapal musuh. Kapal musuh akan terkendala oleh pola lengkung bumi (OTHT). Ketahanan terbang helikopter ini mencapai waktu 4 jam dengan kecepatan medium (14o km/jam) atau terbang dengan mode OTHT.
Anti Kapal Selam
Sonar yang dipasang di badan kapal laut memiliki kemampuan deteksi yang terbatas, akibat gangguan temperatur maupun tingkat keasinan permukaan air. Daya endusnya sekitar 18 km, untuk melacak kapal selam. Perbedaan permukaan air laut membuat posisi kapal berubah-ubah yang menghasilkan suara dan kecepatan kapal yang berubah-ubah, sehingga mempengaruhi daya endus sonar kapal.
Jangkauan yang terbatas ini bisa tangani lewat helikopter seperti AS565MB yang terbang jauh dan memiliki variable-depth and towed sonar arrays untuk menyelidiki setiap layer, sehingga daya deteksi bisa berkembang jauh mencapai 185 km dan mampu mendeteksi lokasi kapal selam musuh dengan presisi.
Helikopter ini tinggal menunggu agar kapal selam masuk jangkauan torpedo untuk melakukan penembakan “fire and forget”. Tentu ada pula kapal selam yang memiliki rudal anti udara, namun umumnya masih jarak pendek.
Dengan peralatan anti kapal selam yang dibawa oleh helikopter, kapal teman dapat melakukan pelacakan dengan radius yang lebih jauh terhadap kapal selam musuh, dibandingkan mendeteksi tanpa menggunakan helikopter.
Mengisi KRI Diponegoro Class.
AS 565MBe mampu melakukan misi Anti Kapal Selam dan Anti Kapal Permukaan selama 4 jam ketika terbang dengan kecepatan 140km/jam. Helikopter ini memiliki kecepatan maksimum +300 km/jam dengan daya jelajah 792 km dengan tanki standar.
Helikopter ASW Panther AS565 MB, akan ditempatkan di KRI Korvet Diponegoro Sigma Class, untuk memperkuat mata dan telinga kapal tempur tersebut.
Sejumlah senjata akan melengkapi helikopter Panther TNI AL, antara lain Torpedo MU 90, Light Anti Ship Missile,maupun canon mounted 20 mm.
Jika TNI AL menggunakan Panther AS-565 MBe, maka Basarnas Indonesia juga menggunakan helikopter buatan Eurocopter ini, yakni versi Dauphin yang versi sipil.
Dari pembelian ini, Indonesia mendapatkan transfer of technology, yang akan diserap oleh PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Selain TNI AL dan Basarnas, TNI AD juga membeli helikopter baru buatan Eurocopter yakni Fennec AS 550. Begitu pula dengan TNI AU yang membeli Eurocopter EC725 Cougar.
Semua angkatan membeli helikopter baru dari Eurocopter. Dengan demikian, perawatan helicopter tersebut semakin mudah dan bisa langsung ditangani di dalam negeri oleh PT DI yang memiliki kemampuan mumpuni, untuk urusan helikopter.
Kerjasama yang komprehensif antara TNI AD, TNI AL, TNI AU dan Basarnas dengan Eurocopter, merupakan peluang besar yang harus dimanfaatkan Indonesia.
Helikopter-helikopter itu dikerjakan secara Co-Production dengan PT DI. Diharapkan kedepannya PT DI mampu mewujudkan helikopter buatan dalam negeri, antara lain melanjutkan proyek helikopter Gandiwa atau jenis lainnya. (Sumber : Jalo dan Eurocopter).
JKGR.
Membangun mimpi Propelan Indonesia
Bordeaux - PT Dahana menggandeng Indo Pacific
Communication and Defence, anak perusahaan Artha Graha untuk membuat
perusahaan patungan bagi industri propelan dengan dua perusahaan Prancis
Roxel dan Eurinco. Perusahaan munisi yang akan dibangun di Subang itu
akan menelan investasi US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 20 triliun. Wakil
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin meminta agar pembangunan industri
propelan di Subang bisa direalisasikan sebelum bulan Oktober 2014.
Saat mengunjungi Industri Propelan Roxel di Bordeaux, Prancis, Jumat
(20/6/2014), Sjafrie mengatakan perjanjian kerja sama pertahanan antara
Pemerintah Indonesia dan Prancis harus direalisasikan ke dalam kegiatan
nyata. Ia mengapresiasi langkah yang ditempuh PT Dahana dan Roxel untuk
membuat perusahaan patungan.
“Saya sangat mengharapkan rencana pendirian perusahaan patungan
antara Dahana dan Roxel di Subang bisa segera berjalan. Saya akan
membantu agar produk industri propelan nanti tidak hanya dipakai oleh
TNI, tetapi juga oleh negara-negara ASEAN,” kata Sjafrie.
Presiden Direktur Roxel, Jacques Desclaux mengaku kaget atas semangat
yang diperlihatkan Wamenhan. Ia akan berusaha dengan PT Dahana untuk
bisa segera melaksanakan rencana pembangunan industri propelan di
Subang.
Investasi Rp 20 triliun
Direktur Utama PT Dahana F. Harry Sampurno melihat pembangunan industri propelan merupakan sesuatu yang harus dilakukan Indonesia. Masalahnya, sekarang ini hampir semua kebutuhan amunisi bagi TNI dipenuhi dari impor.
Direktur Utama PT Dahana F. Harry Sampurno melihat pembangunan industri propelan merupakan sesuatu yang harus dilakukan Indonesia. Masalahnya, sekarang ini hampir semua kebutuhan amunisi bagi TNI dipenuhi dari impor.
“Pengadaan amunisi melalui impor sangatlah riskan. Pertama, pasokan
kebutuhannya tergantung kepada pasokan pihak produsen. Kedua, jumlah
impor amunisi mudah diketahui negara lain dan itu berkaitan dengan
kemampuan pertahanan negara kita,” kata Harry
Atas dasar itu PT Dahana mendukung langkah Kementerian Pertahanan
untuk membangun industri propelan di dalam negeri. Kehadiran industri
propelan akan memperkuat kemampuan pertahanan Indonesia.
Menurut Harry, PT Dahana sudah menyiapkan lahan bagi pembangunan
industri propelan di Subang. Di sanalah diharapkan bisa dibangun
industri propelan yang bukan hanya memasok kebutuhan TNI, tetapi juga
untuk keperluan ekspor.
Harry merasa bersyukur bisa bekerja sama dengan Roxel dan juga
Eurinco. Sebab, Roxel sudah mengembangkan munisi dan industri propelan
sejak tahun 1660. Investasi yang diperlukan untuk membangun industri
propelan, menurut Harry, diperkirakan mencapai US$ 1,8 miliar atau
sekitar Rp 20 triliun. Indonesia akan memiliki 51 persen saham,
sementara Roxel dan Eurinco sebanyak 49 persen.
Anggota Komite Kebijakan Industri Pertahanan Muhammad Said Didu
mengatakan kerja sama yang dilakukan PT Dahana dan Roxel serta Eurinco
sangat baik bagi Indonesia. Dengan model membentuk perusahaan patungan,
maka Indonesia akan terlibat langsung dalam proses produksi, sehingga
alih teknologi bisa terjadi.
“Pihak Roxel akan menyerahkan seluruh kepemilikan saham kepada
Indonesia apabila putra-putra Indonesia bisa mengerjakannya sendiri.
Divestasi itu diperkirakan akan terjadi setelah enam tahun perusahaan
berjalan,” kata Said Didu.
Untuk memenuhi kebutuhan investasi, PT Dahana menggandeng anak
perusahaan Kelompok Artha Graha untuk bergabung, Indo Pacific
Communication and Defence. Apabila groundbreaking bisa dilaksanakan
bulan Oktober, pembangunan industri propelan diharapkan bisa selesai
dalam waktu 40 bulan.
Produk munisi yang dihasilkan akan mampu memenuhi kebutuhan peluru
yang diperlukan TNI dan juga peluru kendali. Bahkan peluru kendali yang
diproduksi bisa berbentuk peluru kendali dari darat ke darat, dari darat
ke udara, dan dari udara ke udara.(finance.detik.com).
KAPAL SELAM DI INDONESIA DAN HUBUNGAN DENGAN PENYELAMAN TNI AL
Pada permulaan abad ke-20 tepatnya tahun 1916 pemerintah Belanda membuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk memperoleh pendidikan kelautan, tetapi kesempatan itu masih terbatas. Meskipun kesempatan untuk memperoleh pendidikan sudah terbuka, namun untuk menduduki jabatan penting di bidang pemerintahan khususnya bidang kelautan masih tertutup bagi bangsa Indonesia. Sampai berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia yang memperoleh pendidikan kelautan masih sangat sedikit jumlahnya.
Begitu juga kesempatan menempati kedudukan yang baik di bidang perhubungan laut seperti di Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) dan di Governement Marine (GS) boleh dikatakan tidak ada. Kebanyakan dari mereka yang telah memperoleh pendidikan hanya berpangkat bintara. Mereka ditugaskan sebagai crew di kapal-kapal perang atau di kapal Maskapai Pelayaran Belanda dan sebagai pegawai rendahan di kantor-kantor pemerintahan Belanda.
Pada sekitar tahun 1930 jumlah pelaut Indonesia sudah cukup banyak, diantaranya 4.800 orang di KPM dan 2.400 orang di Koninklijke Marine (KM). Mereka inilah yang nantinya merintis usaha pembangunan di bidang kelautan.
Sejalan dengan perkembangan pergerakan nasional Indonesia, pemuda pelaut yang bekerja di kapal-kapal Belanda berusaha membentuk berbagai organisasi kelautan antara lain, Inlandsche Marine Bond (IMB) dan Christtelijke Inlandsche Marine Bond (Ch IMB). Melalui organisasi ini para pelaut Indonesia berhasil membangkitkan kesadaran nasional serta mempertebal semangat kelautan.
Seperti telah dikemukakan, bahwa pada masa penjajahan Belanda pemuda Indonesia telah mendapat kesempatan mengikuti pendidikan kelautan yang masih terbatas. Pembatasan ini disebabkan Belanda khawatir apabila para pemuda yang mendapat pendidikan itu menjadi besar potensi militernya, sehingga dapat membahayakan kekuasaannya di Indonesia. Kesempatan pendidikan yang terbatas inilah yang dimanfaatkan oleh D. Ginagan putra kelahiran Sibolga, Sumatera Utara 23 April 1918 untuk belajar di negeri Belanda atas biaya sendiri.
Pada tahun 1937 D.Ginagan pergi ke Belanda untuk memperdalam pendidikan kepelautan, ia masuk Gemeentelijke Zeevaartschool di Den Helder mengambil jurusan pelaut selama 3 tahun. Setelah lulus kemudian memperdalam pengetahuannya pada jurusan mesin di Groningen selama 2 tahun. Setelah selesai pendidikan ini, D.Ginagan tinggal di negeri Belanda sampai 1946. Selama tinggal di negeri Belanda, D. Ginagan bekerja pada perusahaan perkapalan Belanda sebagai Stuurman, Pada tanggal 10 Mei 1940 sebelum Jerman menyerang Belanda, D.Ginagan merencanakan untuk berangkat ke Amerika Serikat dengan kapal Belanda. Namun karena Jerman menyerang Belanda rencana tersebut dibatalkan.
Selama tinggal di negeri Belanda D. Ginagan ikut aktif berjuang untuk kepentingan bangsa Indonesia baik sebelum diproklamirkan kemerdekaan Indonesia manpun sesudahnya. Karena aktifitasnya dalam membela kepentingan Indonesia, pada tahun 1946, D. Ginagan diusir dari negeri Belanda, kemudian ia kembali ke Indonesia pada bulan Desember 1946.
Melihat situasi perjuangan yang banyak memerlukan tenaga-tenaga terampil untuk membantu meningkatkan kemampuan tentara kita, setelah sampai di tanah air, D. Ginagan melaporkan ke Kementerian Pertahanan dan sesuai keahliannya ditempatkan di Kementerian Pertahanan bagian Angkatan Laut dengan status sebagai pegawai sipil. Selama menjadi pegawai sipil inilah timbul ide/gagasan untuk membuat kapal selam.
Proyek Kapal Selam Indonesia
Selama ini banyak yang mengira bahwa perkembangan kapal selam di TNI AL dimulai sejak tahun 1958, yaitu dengan adanya proyek pengambilan kapal di Polandia dalam rangka Trikora, di bawah pimpinan Laksamana O.B. Syaaf. Sebenarnya pemikiran atau gagasan untuk membuat kapal selam sendiri di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1946.
Selama ini banyak yang mengira bahwa perkembangan kapal selam di TNI AL dimulai sejak tahun 1958, yaitu dengan adanya proyek pengambilan kapal di Polandia dalam rangka Trikora, di bawah pimpinan Laksamana O.B. Syaaf. Sebenarnya pemikiran atau gagasan untuk membuat kapal selam sendiri di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1946.
Banyak orang di kalangan TNI AL sendiri yang tidak tahu, siapa sebenarnya tokoh yang mempunyai gagasan untuk membuat kapal selam di Indonesia. Tokoh tersebut adalah warga TNI AL sendiri yang pada waktu itu masih berstatus pegawai sipil pada Kementerian Pertahanan Bagian Angkatan Laut yaitu, D. Ginagan. Inspirasi ide tersebut timbul setelah melihat pameran kapal selam yang dikendalikan oleh satu orang (Eenpersoons D/tikboof) di Groningen, Belanda pada tahun 1946. Kapal ini adalah kapal yang dipakai oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II, dan pada waktu sedang dikembangkan oleh Jerman.
Untuk melaksanakan ide tersebut, D. Ginagan segera mengajukan permohonan kepada Kementerian Pertahanan, rupanya gagasan itu disetujui. Segera setelah ijin disetujui, ia menghubungi Penataran Angkatan Laut (PAL) sekarang PT PAL dan pabrik besi/Perbi di Yogyakarta. Dalam melaksanakan ide tersebut, D. Ginagan banyak dibantu oleh M. Susilo pegawai Perencana Perkapalan terutama dalam pembuatan gambar (design). Pembuatan kapal selam ini dimulai sekitar bulan Juli 1947 di Perbi Yogyakarta dengan anggaran ± 35.000 (ORI).
Data kapal selam yang tidak berperiskop ini adalah sebagai berikut: panjang 7 m, lebar 1 m dan DWT 5 ton. Kapal selam tersebut dilengkapi dengan sebuah torpedo kapal terbang yang banyak terdapat di lapangan terbang Maguwo Yogyakarta, peninggalan Jepang dengan panjang 5 meter. Alat penggerak kapal tersebut sebuah mesin mobil Fiat berkekuatan 4 PK, sedangkan sebagian badan kapal digunakan untuk tangki bensin.
Kapal selam ini adalah kapal selam mini yang dikemudikan oleh satu orang dan mampu meluncurkan torpedo dengan jarak tembak lebih kurang 1 – 1½ mil yang direncanakan untuk menerobos blokade laut Belanda yang pada waktu itu telah menutup sebagian besar perairan Indonesia. Setelah kapal tersebut selesai dibuat, lalu diadakan uji coba di Kalibayem, Yogyakarta yang dihadiri oleh masyarakat Yogyakarta dan pejabat-pejabat penting pemerintah seperti, Menteri Pertahanan dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Presiden Soekarno sendiri sempat rneninjau kapal selam tersebut sebelum diadakan uji coba di Kalibayem. Dalam percobaan tersebut yang berjalan selama 1 jam kapal dikendalikan sendiri oleh D. Ginagan dan dapat berlayar namun belum bisa menyelam, karena belum ada baterainya.
Keberhasilan uji coba ini membawa dampak yang sangat positif bagi perjuangan bangsa Indonesia, terutama dalam menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air dan rela berkorban demi untuk tetap tegaknya kemerdekaan Indonesia. Reaksi yang timbul dari pemenntah Belanda terhadap uji coba kapal selam ini sangat meremehkan sekali. Hal tersebut dapat diketahui dari siaran radio Belanda yang bernada penghinaan. “Wah, orang Indonesia di Kali membuat kapal selam dari drum”.
Sebetulnya ungkapan dari pihak Belanda terhadap keberhasilan uji coba ini merupakan bukti kekhawatiran pihak Belanda akan kemampuan bangsa Indonesia dalam mempersenjatai tentaranya. Bahkan dampaknya perjuangan melawan Belanda semakin berkobar di seluruh wilayah Indonesia.
Pada waktu agresi Belanda II kapal selam ini masih dalam tarap perbaikan, kemudian D. Ginagan mendapat tugas mendampingi KSAL ke Aceh. Ketika kembali dari Aceh dalam rangka persiapan pembentukan Staf Angkatan Laut RI di Aceh, kapal selam mini tersebut telah ditarik kembali ke pabrik besi Perbi. Namun karena pada waktu itu situasi perjuangan semakin mernanas akibat agresi Belanda II dan semuanya sibuk berjuang menjadikan perbaikan terhadap kapal selam ini terhenti. Sejak tahun 1948, D. Ginagan masuk Angkatan Laut Republik Indonesia dengan pangkat Kapten serta pensiun tanggal 31 Agustus 1961 dengan pangkat Letnan Kolonel.
Lalu bagaimana dengan Belanda alias Holand alias Kompeni?
Hindia Belanda semasa “diasuh” oleh Holand, merupakan termasuk negara koloni yang lamban memodernisasi alat utama sistem senjata yang dimilikinya, banyak peralatan yang digunakan merupakan produk kelas dua dari pabrikan Amerika maupun tinggalan perang dunia pertama. Namun pemerintah Kolonial Hindia-Belanda nampaknya boleh bangga karena mereka memiliki sejumlah kapal selam di masa itu yang sempat dioprasikan semasa pecah perang pasifik.
Hindia Belanda semasa “diasuh” oleh Holand, merupakan termasuk negara koloni yang lamban memodernisasi alat utama sistem senjata yang dimilikinya, banyak peralatan yang digunakan merupakan produk kelas dua dari pabrikan Amerika maupun tinggalan perang dunia pertama. Namun pemerintah Kolonial Hindia-Belanda nampaknya boleh bangga karena mereka memiliki sejumlah kapal selam di masa itu yang sempat dioprasikan semasa pecah perang pasifik.
Menurut catatan sejarah, kapal selam hindia belanda jumlahnya cukup banyak, diantaranya adalah K-VIII, K-IX, K-X, K-XVIII, K-XVII, K-XV, K-XIV, K- XIII dan K- XII, istilah “K” sendiri mengacu pada nama Kolonien. Kapal-kapal selam ini dulunya sebelum diberangkatkan ke Hindia Belanda sempat berpangkalan di galangan kapal Rotterdam, kemudian sejak 1934 beberapa kapal selam tersebut telah ditempatkan di Nieuwediep (Belanda).
Kapal selam ini dibuat di galangan kapal Rotterdamse Droogdok Maatschappij, Rotterdam, serta didesain oleh orang Belanda sendiri JJ van der Struyff, B.Sc.
Pada tanggal 7 pebruari 1934, kapal-kapal selam ini berangkat menuju Hindia belanda dengan mengambil rute melalui Lisbon, Cadiz, Palermo, Port Said, Suez, Aden dan Kolombo. Kemudian pada tangga 12 Apr 1934, Kapal selam tiba di Padang dan dilayarkan ke pangkalan angkatan laut di Surabaya.
Kiprah kapal selam ini mulai muncul kepermukaan setelah tanggal 19 Nov 1941, Submarine Divisi III yang terdiri dari K-XIV, K-XV dan K XVI berangkat dari Surabaya menuju Tarakan. Sejak tanggal 22 November, kapal-kapal ini sudah meronda disekitar perairan Tarakan.
Kekuatan kapal-kapal selam ini dibagi-bagi lagi, pada 8 Desember 1941 di malam hari, ada Perintah kepada Submarine Divisi III untuk membentuk garis piket Utara-Barat ‘Stroomenkaap’ dalam rangka untuk menutupi pintu masuk utara ke Selat Makassar. Dari posisi ini kapal-kapal selam itu juga bisa digunakan untuk pertahanan Tarakan (Kalimantan).
Mata-mata Jepang rupanya juga mengetahui, posisi pulau Tarakan hanya dipertahankan segelintir kapal selam yang selalu berpindah-pindah posisi, selain harus meronda di sekitar Manado, ada juga yang di tarik Ke Balikpapan, alhasil di hari pendaratan tentara Jepang kapal selam yang meronda di sekitar perairan Tarakan cuma sebiji belakangan diketahui kapal selam yang mempertahankan Tarakan adalah K-X yang bukan dari Divisi III, kapal selam ini dikomandoi oleh Letnan P. G. de Back, tiba di Tarakan pada 8 januarai 1942 setelah melakukan pelayaran dari Ambon.
Tugas utama K-X saat itu adalah mengawal kapal penabur ranjau Prins Van Orange, namun kalah jumlah dan moril dari tentara penyerang, kapal selam sekutu ini gagal mempertahankan pulau Tarakan.
Walau begitu bukan berarti kiprah kapal selam kolonial di perairan Tarakan tamat, setidaknya diketahui pada tahun 1943 dan 1944, tak lama setelah pendaratan Jepang di Tarakan, kapal selam Hindia Belanda ini sempat melancarkan operasi pendaratan mata-mata dengan kode sandi “Phiton” dan “Squirel” di sekitar perairan Sesayap dan Sesanip
Dinas penyelaman dan pengangkatan (Pasukan Selambair TNI AL)
Setelah menyerahkan kedaulatan belanda pada tahun 1950 TNI-AL pada waktu itu melanjutkan dinas Penyelaman Belanda dengan nama “Mijn Dyik En Bergingst“ kemudian oleh TNI-AL diberi nama “Dinas Penyelaman dan Pengangkatan“ (DPP). Dpp di bawah Komando Skoadron 10 (sepuluh) ranjau (Konjeran).
Setelah menyerahkan kedaulatan belanda pada tahun 1950 TNI-AL pada waktu itu melanjutkan dinas Penyelaman Belanda dengan nama “Mijn Dyik En Bergingst“ kemudian oleh TNI-AL diberi nama “Dinas Penyelaman dan Pengangkatan“ (DPP). Dpp di bawah Komando Skoadron 10 (sepuluh) ranjau (Konjeran).
- Pada tahun 1952 pendidikan pertama dengan Instruktur dari misi Tentara Belanda dengan diikuti oleh perwira, bintara dan tamtama.
- Pada tahun 1959 dikirim beberapa perwira TNI-AL untuk pendidikan di US Diver.
- Pada tahun 1960 dikirim kembali para perwira, bintara dan tamtama mengikuti pendidikan penyelaman di polandia.
- Pada tahun 1962 ( 30 april 1962 ) mulai penggunaan instalasi penyelam ( Diving Center ) atau berdirinya “ Pusat Pendidikan Penyelaman Angkatan Laut “ ( PPAL ).
- Pada tahun 1963 ( 30 september 1963 ) diganti namanya menjadi “Sejusal “ ( Sekolah Juru Selam ) dibawah organisasi KPBA.
- Pada tahun 1965-1966 para perwira, bintara dan tamtama mengikuti kembali pendidikan penyelaman di USR.
- Pada tahun 1966 peresmian Diving Center dan penggantian nama KPBA menjadi “ KOPEBAL “ ( Komando Penyelaman Bawah Air ) dibawah organisasi Menpangal.
- Pada tahun 1971 “ KOPEBAL “ diganti menjadi “ Dislambair “ dibawah armada dan tidak lama kemudian menjadi “ Dislamatarma “ masih dibawah armada.
- Pada tahun 1985 diganti namanya menjadi “ Dislambair “ di bawah lantamal Surabaya.
- Pada tahun 2001 diganti namanya kembali menjadi “ KOPEBAL “ di bawah komando Armada Timur.
- Pada tahun 1959 dikirim beberapa perwira TNI-AL untuk pendidikan di US Diver.
- Pada tahun 1960 dikirim kembali para perwira, bintara dan tamtama mengikuti pendidikan penyelaman di polandia.
- Pada tahun 1962 ( 30 april 1962 ) mulai penggunaan instalasi penyelam ( Diving Center ) atau berdirinya “ Pusat Pendidikan Penyelaman Angkatan Laut “ ( PPAL ).
- Pada tahun 1963 ( 30 september 1963 ) diganti namanya menjadi “Sejusal “ ( Sekolah Juru Selam ) dibawah organisasi KPBA.
- Pada tahun 1965-1966 para perwira, bintara dan tamtama mengikuti kembali pendidikan penyelaman di USR.
- Pada tahun 1966 peresmian Diving Center dan penggantian nama KPBA menjadi “ KOPEBAL “ ( Komando Penyelaman Bawah Air ) dibawah organisasi Menpangal.
- Pada tahun 1971 “ KOPEBAL “ diganti menjadi “ Dislambair “ dibawah armada dan tidak lama kemudian menjadi “ Dislamatarma “ masih dibawah armada.
- Pada tahun 1985 diganti namanya menjadi “ Dislambair “ di bawah lantamal Surabaya.
- Pada tahun 2001 diganti namanya kembali menjadi “ KOPEBAL “ di bawah komando Armada Timur.
Perkembangan dari penyelaman kebanyakan disebabkan karena keperluan untuk melaksanakan tugas bawah air yang khusus. Dengan majunya penyelaman itu sendiri dan juga dengan terciptanya alat-alat baru dengan tehnik-tehnik khusus yang mutakhir semakin banyak tugas-tugas bawah air yang dapat dilaksanakan.
a. Penyelamatan kapal ( Ship Rescue Salvage ).
1). Penyelamatan unsur apung Armada RI.
2). Pengangkatan kapal tenggelam / kandas.
3). Pembersihan alur laut
2). Pengangkatan kapal tenggelam / kandas.
3). Pembersihan alur laut
b. Pertolongan kapal selam (submarine Rescue).
Membantu para awak kapal selam dalam hal kedaruratan dengan Free Ascent.
c. Pencarian dan penemuan (Search and Recovery).
1). Torpedo latihan.
2). Benda jatuh dilaut.
3). Orang jatuh dilaut.
2). Benda jatuh dilaut.
3). Orang jatuh dilaut.
d. Pemeriksaan dan perbaikan (Inspection And Repair ).
1). Pemeliharaan kapal bawah Waterline ( garis air )
2). Fasilitas pelabuhan.
2). Fasilitas pelabuhan.
e. Bangunan (Contruction).
1). Dermaga.
2). Jembatan.
1). Dermaga.
2). Jembatan.
3). Terowongan.
f. Penyelaman taktis (Terbatas penggunaannya pada penyelam tempur).
Selain tugas-tugas di atas, penyelaman bagi militer dapat dipergunakan antara lain untuk : pemotongan tali / rantai jangkar kapal lawan agar hanyut, membor atau melobangi lambung kapal lawan serta membuat rintangan-rintangan pelabuhan, sebagai usaha untuk dapat menghancurkan musuh secara meluas, di samping itu juga mendukung kegiatan operasi kapal perang dan fasilitas labuhnya menjadi tugas penyelam-penyelam militer. Dengan kemajuan teknologi penyelaman maka berhasil dibuat berbagai peralatan selam yang sesuai dengan tujuan operasi militer yang membuat para penyelam-penyelam militer (pasukan) dapat lebih efisien dan efektif dalam menjalankan operasinya.
by Pocong Syereem
JKGR.
Jumat, 20 Juni 2014
Master –T: Radar Hanud Tercanggih Perisai Ruang Udara Indonesia
Meski armada jet tempur TNI AU kian bertaring, tapi bukan berarti
momen hadirnya black flight bisa dihilangkan begitu saja. Penerbangan
gelap tanpa identitas bisa bisa muncul kapan saja dan di masa saja. Black flight
pun tak melulu terkait misi intai dan spionase, bisa juga terkait kasus
penerbangan sipil tak beridentitas jelas yang secara sengaja atau tidak
melintasi wilayah udara Indonesia.
Salah satu yang menarik dicermati pada kasus raib-nya Boeing 777-200ER Malaysia Airlines, semenjak pesawat itu berbalik arah dan mematikan transponder, maka jadilah ia sebuah black flight, yang pada rute pelariannya diduga keras berusaha menghindari pantauan radar militer Indonesia yang tergabung dalam Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas).
Nah, bicara seputar radar menjadi bahasan yang menarik, di artikel
sebelumnya kami pernah mengulas radar-radar yang digunakan TNI. Dalam
lingkup radar Kohanudnas pernah diulas Nysa P-30 B/C dan Thomson TRS-2215/2230.
Dan, kini rasanya lebih menarik lagi jika yang diulas adalah radar
Kohanudnas paling baru, dan tentunya punya fitur paling canggih.
Bicara radar Kohanudnas paling baru maka merujuk pada jenis Master-T
buatan Thales Raytheon System Perancis. Dirunut dari berbagai informasi,
radar ini mulai digunakan Satuan Radar (Satrad) TNI AU/Kohanudnas
antara tahun 2005 – 2007, dan hingga kini beberapa Master-T akan
didatangkan guna melengkapi kebutuhan radar khusus militer.
Lalu, seperti apa kemampuan radar Master-T ini? Radar ini menganut
sistem tiga dimensi (ketinggian, jarak dan azimuth) dengan desain yang
lebih kompak (solid state) dan beroperasi pada bandwidth 400 Mhz. Sebelumnya, radar ini berfungsi sebagai Early Warning (EW). Dikutip dari situs Kohanudnas.mil.id,
disebutkan berdasar surat Pangkosekhanudnas I Nomor B/338-10/01/01/
Kosekhanudnas I, 30 September 2008 tentang Perubahan Fungsi Radar dari
EW menjadi Radar Ground Control Interception (GCI). Dari segi jangkauan, radar dapat memindai area sejauh 444 km, sementara jangkauan minimum 8 km dengan coverage 360 derajat. Sedangkan untuk ketinggian deteksi bisa mencapai 100.000 kaki (30,48 km).
Dengan elevation coverage hingga 20 derajat, radar dapat
mendeteksi keberadaan pesawat berukuran kecil dari jarak 390 km. Khusus
untuk deteksi obyek berupa pesawat tempur yang punya kecepatan dan
manuver tinggu, akurasi deteksi pada kisaran 30 meter hingga 200 meter
pada ketinggian 2.000 kaki (0,6 km ) dengan jarak pantau efektif 100
nautical mile (185,2 km). Dalam skenario, setelah suatu obyek
mencurigakan terdeteksi, selanjutnya informasi dan data secara real time
dikirim ke Pusat Operasi Sektor Pertahanan Udara Nasional dengan
menggunakan sistem komunikasi satelit berupa stasiun bumi mini. Adapun
peralatan yang digunakan dalam pengiriman data secara real time adalah
CRC Thales yang dilengkapi dengan SBM V-Sat Plus II. Barulah, setelah
ancaman dianalisis, maka dapat dilakukan tindakan lanjutan, seperti misi
penyergapan (intercept) dengan jet tempur sampai mengaktifkan elemen Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) guna melindungi obyek vital.
Master-T masuk dalam golongan radar 3D modern yang punya kemampuan PSR (Primary Surveillance Radar) dengan mengadopsi teknologi Full Solid State (sudah tidak menggunakan Waveguide sebagai sarana mentransfer/memancarkan signal tegangan tinggi) dan beroperasi pada frekuensi S-Band. Sementara untuk SSR (Secondary surveillance Radar) didukung kemampuan aktif IFF (Identification Friend or Foe) untuk mendeteksi kawan atau lawan. Secara umum, radar Master-T mempunya komponen utama :
Aerial Antena.
Dengan teknologi yang serba compact, aerial antenna menggabungkan transmitter/receiver cabin, RP Cabin dan antenna menjadi satu unit. Dengan penggabungan 3 unit cabin menjadi satu unit, maka akan lebih memudahkan dalam pelaksanaan Radar move.
Dengan teknologi yang serba compact, aerial antenna menggabungkan transmitter/receiver cabin, RP Cabin dan antenna menjadi satu unit. Dengan penggabungan 3 unit cabin menjadi satu unit, maka akan lebih memudahkan dalam pelaksanaan Radar move.
Pallet.
Unit cabin ini adalah otak dari keseluruhan kerja Radar. Didalamnya terdapat RSG/RSR (radar signal generator/radar signal receiver)cabinet, SP/DP (signal processing/data processing) cabinet, PDC (power distribution cabinet), CPLU (Cooling Liquid Production Unit) dan ACU (Air Condition Unit). Pada Radar Palet juga terdapat system BITE (Built In Test Equipedment) yang memberikan informasi apabila terjadi gangguan pada system. Radar Master T didesain dengan sistem BITE yang memudahkan personel teknik untuk dapat melaksanakan pemeliharaan dengan mudah dan tepat guna.
Unit cabin ini adalah otak dari keseluruhan kerja Radar. Didalamnya terdapat RSG/RSR (radar signal generator/radar signal receiver)cabinet, SP/DP (signal processing/data processing) cabinet, PDC (power distribution cabinet), CPLU (Cooling Liquid Production Unit) dan ACU (Air Condition Unit). Pada Radar Palet juga terdapat system BITE (Built In Test Equipedment) yang memberikan informasi apabila terjadi gangguan pada system. Radar Master T didesain dengan sistem BITE yang memudahkan personel teknik untuk dapat melaksanakan pemeliharaan dengan mudah dan tepat guna.
Keunggulan lain dari Master-T yakni pada sisi desain yang kompak dan
relatif mudah dalam mobilitas. Wujudnya seluruh komponen Master-T dapat
dipindahkan cukup dengan satu unit pesawat angkut berat C-130H Hercules.
Jika dipindakan lewat jalan darat, komponen Master-T dapat diangkut
dengan dua truk berkapasitas 10 ton. Begitu pun, radar ini mudah
dipindahkan lewat jalur kereta api dan kapal laut.
Dalam hal kecepatan instalasi radar, dengan dukungan 4 personel maka
radar dapat dipersiapkan maksimum dalam hitungan 30 menit. Dan, sepuluh
menit kemudian radar sudah dapat menampilkan citra radar 3D dengan jarak
pantau 440 km dengan jangkauan 360 derajat. Sebagai perangkat
elektronik, Master-T juga punya batasan operasional hingga 1.500 jam.
Setelah melewat batas tersebut, ada komponen suku cadang yang harus
diganti.
Hingga saat ini, Master-T sudah digunakan oleh Satrad 213 di Tangung
Pinang, Satrad 242 di Tanjung Warari, Satrad 243 di Timika, Satrad 244
di Merauke, dan Satrad 245 di Saumlaki. Proyeksi radar ini memang
difokuskan untuk wilayah Indonesia Timur, sementara wilayah Indonesia
bagian Barat relatif sudah ter-cover banyak radar, baik radar
sipil dan militer. Untuk kondisi saat ini, Kohanudnas sudah memiliki 20
unit radar. Rencananya, sebanyak 4 unit radar baru khusus militer
berjenis radar primer bakal didatangkan tahun ini. Hal ini tertuang
dalam rencana strategis Kementerian Pertahanan 2009-2014. Menteri
Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menilai radar khusus militer di Indonesia
masih kurang. Untuk menutupi kekurangan tersebut, Kemenhan bekerja sama
dengan radar sipil atau radar sekunder.
“Kekurangannya kami hitung sekitar 32-34 unit radar di seluruh Indonesia,” ucap Purnomo di Landasan Udara Ranai, Natuna, pada 30 Oktober 2013 silam. (Bayu Pamungkas)
“Kekurangannya kami hitung sekitar 32-34 unit radar di seluruh Indonesia,” ucap Purnomo di Landasan Udara Ranai, Natuna, pada 30 Oktober 2013 silam. (Bayu Pamungkas)
Spesifikasi Master-T
Frekuensi : S-band
Bandwidth : 400 Mhz
Transmitter : Full solid state
Deteksi max : 444 km
Deteksi min : 8 km
Ketinggian deteksi max : 30,48 km
Elevetion coverage : 20 derajat
Jangkauan : 360 derajat
Frekuensi : S-band
Bandwidth : 400 Mhz
Transmitter : Full solid state
Deteksi max : 444 km
Deteksi min : 8 km
Ketinggian deteksi max : 30,48 km
Elevetion coverage : 20 derajat
Jangkauan : 360 derajat
Rapim Kemhan, dari KFX hingga Apache dan Panther
"Program
pesawat tempur KFX/IFX kita lanjutkan". Demikian pernyataan Menteri
Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, sesaat setelah membuka Konferensi Pers
Rapat Pimpinan Kementrian Pertahanan tahun 2014, di Aula Bhineka Tunggal
Ika, Kementrian Pertahanan, Selasa (08/01) siang. Menhan juga
menjelaskan kelanjutan program kerja sama pembuatan pesawat tempur ini
dipastikan lanjut setelah parlemen serta pemerintah Korea Selatan
memastikan kelanjutannya. Lebih lanjut menurut Menhan, penundaan yang
terjadi disebabkan adanya pergantian kekuasaan di negeri Ginseng itu.
Lalu Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsuddin juga menambahkan lebih detail. Untuk kelanjutan program ini, Korea Selatan menyediakan dana senilai US$ 20 Juta, sementara Indonesia wajib menyediakan dana US$ 5 Juta. Dana ini dianggarkan pada tahun 2015, untuk membiaya riset lanjutan yang kini memasuki tahap Enginering Manufacturing Design (EMD). Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemhan pun tersenyum saat ARC menyambangi dalam acara tersebut. Namun, sayangnya ia sendiri belum mau berbicara secara detail mengenai perkembangan KFX/IFX.
Di dalam arena konferensi pers itu, redaksi ARC juga mendekati Kabaranahan Kemhan, Laksda Rachmad Lubis. Darinya muncul lah penjelasan mengenai pengadaan alutsista yang tengah berjalan. Salah satunya, ia menjelaskan bahwa pembelian Heli Apache sudah final dan tanda tangan kontrak. Namun lantaran menggunakan skema FMS, Kabaranahan tidak mengetahui persis detailnya. "Tapi kami usahakan agar oktober 2014, barangnya sudah tiba", demikian tegas Laksda Rachmad Lubis.
Selain itu, Perwira tinggi matra laut ini juga mengabarkan, proses pengadaan heli Anti Kapal Selam sedang dalam tahap finalisasi. Heli yang dipilih pun dipastikan baru dan dari jenis Panther buatan Eurocopter. Pasalnya menurutnya, ini berkaitan dengan sumber pendanaan. "Soalnya dulu kita menganggarkan untuk pembelian 11 heli bekas, namun keduluan oleh negara lain", jelas Kabaranahan. Nah, semoga saja semua proses berjalan lancar tanpa gangguan suhu politik yang akhir-akhir ini makin tinggi.
ARC.
Lalu Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsuddin juga menambahkan lebih detail. Untuk kelanjutan program ini, Korea Selatan menyediakan dana senilai US$ 20 Juta, sementara Indonesia wajib menyediakan dana US$ 5 Juta. Dana ini dianggarkan pada tahun 2015, untuk membiaya riset lanjutan yang kini memasuki tahap Enginering Manufacturing Design (EMD). Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemhan pun tersenyum saat ARC menyambangi dalam acara tersebut. Namun, sayangnya ia sendiri belum mau berbicara secara detail mengenai perkembangan KFX/IFX.
Di dalam arena konferensi pers itu, redaksi ARC juga mendekati Kabaranahan Kemhan, Laksda Rachmad Lubis. Darinya muncul lah penjelasan mengenai pengadaan alutsista yang tengah berjalan. Salah satunya, ia menjelaskan bahwa pembelian Heli Apache sudah final dan tanda tangan kontrak. Namun lantaran menggunakan skema FMS, Kabaranahan tidak mengetahui persis detailnya. "Tapi kami usahakan agar oktober 2014, barangnya sudah tiba", demikian tegas Laksda Rachmad Lubis.
Selain itu, Perwira tinggi matra laut ini juga mengabarkan, proses pengadaan heli Anti Kapal Selam sedang dalam tahap finalisasi. Heli yang dipilih pun dipastikan baru dan dari jenis Panther buatan Eurocopter. Pasalnya menurutnya, ini berkaitan dengan sumber pendanaan. "Soalnya dulu kita menganggarkan untuk pembelian 11 heli bekas, namun keduluan oleh negara lain", jelas Kabaranahan. Nah, semoga saja semua proses berjalan lancar tanpa gangguan suhu politik yang akhir-akhir ini makin tinggi.
ARC.
CARAT-Wira Elang dan Cope Taufan 2014 Tetangga Jiran
Tanggal 9 Juni 2014 yang lalu sampai dengan 20 Juni 2014, pesawat
tempur dan helikopter Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) dan Royal
Malaysia Air Force (RMAF) alias TUDM, melakukan latihan tempur bersama
dengan sandi Cope Typhoon 2014 yang kalau di melayukan menjadi Cope
Taufan. Latihan bilateral ini menandai beberapa tonggak kemajuan
hubungan pertahanan antara Malaysia dan USA.
Armada yang terlibat :
TUDM
6 dan 15 SKN – BAE Systems Hawks 208
11 SKN – Sukhoi Su-30MKM
17 SKN – Mikoyan MiG-29
18 SKN-Boeing F/A-18D Hornets
11 SKN – Sukhoi Su-30MKM
17 SKN – Mikoyan MiG-29
18 SKN-Boeing F/A-18D Hornets
USAF
131 Fighter Squadron, 104th Fighter Wing, Barnes Air National Guard Base, Massachusetts (F-15C)
199 Fighter Squadron, 154 Wing, Pangkalan Bersama Pearl Harbor-Hickam, Hawaii (F-22A)
19th Fighter Squadron, 154 Wing, Pangkalan Bersama Pearl Harbor-Hickam, Hawaii (F-22A)
36th Airlift Squadron, 374 Airlift Wing, Yokota Air Base, Jepang (C-130)
517 Airlift Squadron, 3rd Wing, Pangkalan Bersama Elmendorf-Richardson, Alaska (C-17)
535 Airlift Squadron, 15 Wing, Pangkalan Bersama Pearl Harbor-Hickam, Hawaii (C-17)
204 Airlift Squadron, Wing 154, Pangkalan Bersama Pearl Harbor-Hickam, Hawaii (C-17)
199 Fighter Squadron, 154 Wing, Pangkalan Bersama Pearl Harbor-Hickam, Hawaii (F-22A)
19th Fighter Squadron, 154 Wing, Pangkalan Bersama Pearl Harbor-Hickam, Hawaii (F-22A)
36th Airlift Squadron, 374 Airlift Wing, Yokota Air Base, Jepang (C-130)
517 Airlift Squadron, 3rd Wing, Pangkalan Bersama Elmendorf-Richardson, Alaska (C-17)
535 Airlift Squadron, 15 Wing, Pangkalan Bersama Pearl Harbor-Hickam, Hawaii (C-17)
204 Airlift Squadron, Wing 154, Pangkalan Bersama Pearl Harbor-Hickam, Hawaii (C-17)
Latihan Cape Taufan 2014 melibatkan 3 pangkalan udara TUDM yaitu :
Butterworth, Kuantan dan Subang dekat ibukota Malaysia Kuala Lumpur. Di
Pangkalan udara ini akan dilakukan latihan direktorat dan fleksibilitas
dalam menggunakan aset udara sebagai misi yang dapat digunakan untuk
berbagai kepantingan di Laut Andaman di sebelah barat atau ke timur di
Laut China Selatan.
Sebuah pernyataan dari Pacific Air Forces AS mengatakan: “Cope Taufan
merupakan kesempatan yang baik untuk meningkatkan kesiapan gabungan dan
kerjasama antara USA dan Malaysia, Latihan ini dititik beratkan pada
superioritas udara, dukungan udara dekat, airlift dan dukungan udara
taktis, serta peran SAR tempur. Latihan perang ini bisa dibilang adalah
pertukaran teknik dan prosedur untuk meningkatkan kerjasama antara USA
dan Malaysia”.
Dari latihan ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
Pertama, enam F-22As Raptor yang berdatangan sejak
tanggal 6 Juni 2014, membuat RMAF adalah angkatan udara pertama di ASEAN
yang mendapat kesempatan menjajal kemampuan Raptor ini dalam
manuver-manuver latihan. Nilai belajar untuk RMAF yang didapat adalah
keinginan untuk memaksimalkan kemampuan pilot-pilot mereka saat
mendapatkan “sparing partner” pilot-pilot asli dari F-22 Raptor dan F-15
Eagle. Soalnya jarang-jarang pilot-pilot mereka mendapatkan kesempatan
langsung seperti ini, latihan langsung dengan F-22As Raptor di wilayah
udara mereka sendiri.
Sementara dari sudut pandang USA, pilot-pilot mereka mungkin akan
menikmati kesempatan untuk terbang bertempur melawan pesawat tempur
MiG-29 dan Su-30 yang nota bene buatan Rusia, yang bisa dibilang adalah
musuh sejati mereka, alias pesawat-pesawat ini lah yang diprediksi akan
sering dihadapi oleh petempur mereka.
Kedua, Cope Taufan akan melihat militer Amerika
Serikat mengerahkan Joint Deployable Electronic Warfare Range (JDEWR) ke
Malaysia untuk pertama kalinya. Bantuan Pelatihan ini harus memberikan
nilai tambah pada TUDM karena akan memungkinkan fighters-fighters
Malaysia untuk memahami dan menghargai bagaimana taktik tempur udara
harus dilaksanakan. Hal ini dapat menimbulkan pergeseran pola pikir
Malaysia dari pandangan platform sentris perang ke jaringan-enabled yang
melibatkan platform yang terintegrasi bekerja sama satu sama lain. Hal
itu akan menandai pergeseran paradigma dalam cara dan taktik bertempur
mereka.
Ketiga, kuantitas dan kualitas aset udara Amerika
yang diboyong ke Malaysia dalam latihan ini merupakan sinyal bahwa USA
memang terlibat dalam kestabilan regional. Karena sebelumnya Singapura
pun telah melaksanakan latihan serupa dengan sandi Tempa Saber yang
dilaksanakan di Amerika sana. Hal ini menunjukkan bahwa USA memiliki
alternatif lain kehadiran militernya di Asia Tenggara dan siap untuk
bekerja sama dengan negara mitra selain Singapura.
Selain latihan tempur di udara, USA dan Malaysia juga melakukan
latihan bersama unsur darat dengan sandi CARAT-Wira Elang (Wira adalah
bahasa Melayu untuk Hero). Dimana skenario dalam latihan ini adalah
menyerang dari laut, Pasukan gabungan mereka menyerbu pantai di Tanjung
Resang, di utara Mersing. Latihan yang dimulai sejak tanggal 31 Mei 2014
ini melibatkan 729 orang prajurit dari kedua pihak.
Armada yang digunakan dalam penyerbuan pantai ini adalah LCAC
hovercraft, ATM Vamtacs dan USMC Hummers, yang dilepaskan dari USS
Ashland (LSD-48). Sementara kekuatan pendarat Malaysia terdiri dari
unsur-unsur 9 RAMD (Para) (Rejimen Askar Melayu Diraja), yang merupakan
bagian dari retak 10 Brigad Para (10th Parachute Brigade) dan Pasukan
Atur gerak CEPAT atau (Rapid Deployment Force) angakatan darat Malaysia.
Sekedar catatan : Pasukan dari 9 RAMD ini merupakan Batalyon terjun
payung (LINUD kalo di TNI) dan juga spesialis pendaratan amfibi.
Pada CARAT-Wira Elang kemarin, pasukan Malaysia setelah mendarat
melakukan pertahanan udara di pantai pendaratan dengan mengerahkan unit
MANPADS dengan tujuan melindungi gelombang berikutnya pasukan pendarat
dari serangan oleh pesawat tempur musuh yang terbang rendah atau
helikopter yang mencoba menyerang. Kemudian kekuatan gabungan tersebut
melanjutkan pertempuran mengalahkan infanteri musuh dan peperangan hutan
di Bukit Sisek, Mersing, yang menguasai area tersebut.
Dari latihan ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
Bahwa latihan mereka ini bisa jadi merupakan satu pematangan taktik,
kerjasama dan keupayaan operasi dalam menghadapi situasi
sebenar-benarnya peperangan di hutan dan kawasan pantai.
by Pocong Syereem
Langganan:
Postingan (Atom)