Selasa, 10 Juni 2014

Perlukah Air Marshal?


           
Keberadaan air marshal kembali diungkapkan dalam pertemuan tentang Keamanan Penerbangan di ICAO. Akankah Indonesia mengadopsi sistem keamanan yang satu ini?

            Setelah lebih dari sepuluh tahun, keberadaan petugas keamanan di atas pesawat terbang kembali  diperbincangkan lagi. Petugas keamanan atau yang biasa disebut air marshal atau sky marshal sebenarnya sudah dicanangkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional  (ICAO) pada Protocol Tokyo 1963. Tugasnya menangani keamanan di pesawat pada saat terbang, terutama di kawasan udara internasional yang tidak dipengaruhi hukum negara manapun.

Akibat 9-11
            Seiring waktu, keberadaan air marshal meredup. Keberadaan air marshal kembali mengemuka setelah terjadi peristiwa pembajakan beberapa pesawat di AS secara serempak pada 11 September 2001. Pada peristiwa yang terkenal dengan sebutan 9-11 itu, pesawat terbang dijadikan senjata mematikan untuk menggempur obyek-obyek penting di darat sehingga menimbulkan ribuan korban jiwa.

            Pasca peristiwa itu, kemanan penerbangan diperketat. Bahkan pada hal-hal yang kecil yang sebelumnya tidak terpikirkan. Misalnya saja alat-alat makan seperti sendok, garpu, pisau roti yang sebelumnya dari logam, diganti dengan perangkat dari plastik. Hal ini untuk mengantisipasi alat-alat logam tersebut dijadikan senjata untuk melakukan kejahatan.

Seorang petugas keamanan di pesawat terbang pun disiagakan. Terutama di beberapa negara yang merasa menjadi target teror seperti AS dan beberapa negara Eropa seperti Perancis dan Inggris Raya.

            Sayangnya pada waktu itu keberadaan air marshal mendapat tentangan oleh beberapa negara dan beberapa maskapai. Sekretaris Jenderal Brirish Air Line Pilots Association (BALPA), Jim McAuslan meyatakan beberapa negara di Eropa justru menolak keberadaan air marshal karena dianggap terlalu mahal. “Orang Amerika menganggap air marshal bagus untuk masa depan, tapi banyak dari kita di Eropa menganggapnya tidak relevan,” ujarnya. (Aviation Today, 12 Januari 2004).

            Keberadaan air marshal tersebut dianggap terlalu mahal. Terutama jika dibanding dengan misalnya investasi untuk penggunaan bahan  tahan peluru  pada pintu yang menghubungkan kokpit dan kabin.

            Untuk memasang satu pintu tersebut diperlukan biaya sekira 20.000- 40.000 dolar AS, tergantung ukuran pintunya.  Pintu tersebut bisa dipakai bertahun-tahun. Bandingkan dengan gaji satu air marshal per tahun yang mencapai 55.000 dolar AS. Selain itu, keberadaan air marshal berarti juga mengurangi pendapatan dari satu kursi penumpang. Jika diasumsikan satu tiket penerbangan harganya 400 dolar AS dan air marshal terbang 30 kali per tahun, maka pendapatan yang hilang mencapai 12.000 dolar AS.

            Selain itu juga ada biaya untuk pelatihan ulang, terutama koordinasi,  terhadap kru penerbangan terkait keberadaan air marshal di dalam pesawat terbang.

            Di sisi lain, maskapai juga meminta keamanan di bandara diperketat. Baik itu yang terkait orang dengan barang bawaannya serta kargo. Alat-alat pendeteksi barang berbahaya harus  disiagakan dan digunakan di bandara-bandara terutama yan berlabel internasional. Para penumpang juga diberi peringatan untuk tidak membawa benda-benda tajam dari logam serta benda-benda berbentuk liquids (cair), gels (jelly) dan aerosols.

            Seiring berjalannya waktu, ada atau tidaknya air marshal tidak dipermasalahkan lagi. “Hal ini karena kalau dihitung rate-nya, peristiwa pembajakan pesawat sangat kecil. Dibanding peristiwa penerbangan pesawat sehari-hari yang berjumlah jutaan,” ujar  Direktur Quality, Safety and Security Sriwijaya Air Capt. DR. Toto Soebandoro.

            Menurut Toto, karena keamanan penerbangan dianggap sudah tinggi levelnya, beberapa hal yang dulu dihilangkan, sekarang mulai ada lagi. “Contohnya, sekarang sudah biasa ditemui lagi alat-alat makan yang dari logam tersebut,” lanjutnya.

Di Indonesia
            Di Indonesia, keberadaan air marshal sampai saat ini memang belum terwujud. Paska peristiwa 9-11, bisnis penerbangan di Indonesia justru naik pesat. Indonesia kebanjiran pesawat-pesawat dari AS dan Eropa yang kondisi bisnis penerbangannya sedang turun tajam.

            Terkait keamanan penerbangan, sempat hangat juga dibicarakan mengenai keberadaan air marshal. Namun pemerintah lebih memilih untuk mengantisipasi keamanan di darat. Pada 31 Maret 2007 dikeluarkan SKep Dirjen Perhubungan Udara, no. 43/III/2007 yang merujuk pada surat ICAO no. AS-8/11-06/100 tanggal 1 Desember 2006 tentang Recommended Security Control Guidelines for Screening Liquids, Aerosols and Gels.

            Selain itu pemeriksaan barang bawaan penumpang juga diperiksa ketat di bandara. Terutama barang bawaan yang berbahan logam.
 

Skuadron F16 datang bertahap ke Pekanbaru

Skuadron F16 datang bertahap ke Pekanbaru
pesawat tempur F-16 TNI AU (ANTARA FOTO/Septianda Perdana)
 
Komandan Lapangan Udara (Danlanud) Angkatan Udara Republik Indonesia Roesmin Nurjamin Pekanbaru menyatakan, pesawat tempur Skuadron F16 sebanyak 16 unit akan datang bertahap ke daerah tersebut.

"Juni atau Juli empat unit F16 akan tiba di Madiun, setelah itu pada Oktober datang lagi empat unit dan diperkirakan November atau Desember, empat unit pertama akan berpangkalan di Pekanbaru," kata Danlanud Roesmin Nurjamin Kol Pnb Kahiril Lubis di Pekanbaru, Selasa.

Selanjutnya, kata dia, empat unit kedua akan datang juga pada awal tahun depan dan hingga akhir tahun 2015 sudah ada 16 unit akan berpangkalan di "Kota Bertuah", julukan Kota Pekanbaru.

Saat ini, tambahnya, Roesmin Noerjamin sedang proses untuk menjadikan landasan dari tipe B ke tipe A dan perkembangannya saat ini tengah dibangun hanggar dan shelter pesawat.

Lalu ketika empat pesawat pertama datang ke Pekanbaru tiba, lanjutnya, akan ada proses penyambutan sekaligus persmian pesawat.

"Biasanya proses peresmian dilakukan dengan penyambutan," ungkapnya.

TNI AU mendatangkan F-16 Fighting Falcon blok 25 bekas Perang Irak, yang direncanakan akan ditingkatkan kapasitasnya (upgrade) ke blok 52+.

Meskipun hibah dari Amerika Serikat, pemerintah tetap mengeluarkan biaya untuk upgrade dengan total sekitar 400 juta dolar AS memakai skema pembayaran foreign military sales.

Senin, 09 Juni 2014

Maneuvre Your Dream and Sound Of Freedom

Disaat tengah asyik bekerja sembari ditemani secangkir kopi, tiba-tiba pesan masuk lewat jaringan internet. Pesan itu berupa gambar MBT Leopard pesanan Pemerintah RI yang tengah belajar berlari serta menerkam. "Maneuvre Your Dream and Sound Of Freedom, tolong dikasih judul demikian", demikian tambahan dari pesan singkat itu.

(kredit foto: Mns Ilham Aira)

Jauh di Jerman sana, kawan ARC tengah berjibaku berlatih menjinakan sang Macan. Tidak banyak yang dapat ARC ceritakan mengenai pelatihan di Jerman itu. Gambar yang ada pun tidak bisa semua dipublikasi. Namun demikian, yakinlah Prajurit muda kavaleri berusaha sekuat tenaga menundukan sang Macan.

ARC.

KRI Sampari 628: Generasi Pertama KCR 60 TNI AL

e0f2a-kcr-60-bumn-18122013-1819
Mengingat luasnya wilayah lautan Indonesia dengan ribuan pulaunya, adalah wajar bila TNI AL menjadi jawara pemilik armada kapal cepat terbesar di Asia Tenggara. Melengkapi jumlah dan kualitas yang ada, Satuan Kapal Cepat (Satkat) TNI AL kembali kedatangan ‘warga’ baru, yakni dari jenis KCR (Kapal Cepat Rudal) 60. Yang dimaksud adalah KRI Sampari 628 dan KRI Tombak 629, dan bakal menyusul kemudian KRI Halasan 630, ketiganya dibuat oleh industri Dalam Negeri, PT. PAL di Surabaya.
Sesuai dengan rencana strategis yang telah dicanangkan dalam MEF (Minimium Essential Force), belakangan ini frekuensi kemunculan nama-nama KRI baru di kelas kapal cepat dan kapal patroli begitu sering terdengar. Belum lama berselang, TNI AL menerima KCR 40, yaitu KRI Clurit 641, KRI Kujang 642, KRI Beladau 643, dan KRI Alamang 644. Keempatnya dibuat oleh galangan PT. Palindo Marine di Batam. Dan, melengkapi stugas Satuan Kapal Cepat, dikembangkan pula KCR 60 yang punya spesifikasi lebih tinggi dari KCR 40. Meski bila diperhatikan, baik KCR 40 dan KCR 60, punya rancangan desain yang tak jauh beda, yakni mengunggulkan lambung berdesain stealth, bahkan kapal generasi anyar ini punya tampilan anjungan model streamline, mirip dengan korvet SIGMA Class.
Menilik spesifikasi yang telah dikupas di berbagai pemberitaan KCR 60 yang kemunculan perdananya diwakili KRI Sampari 628, punyai panjang keseluruhan 60 meter dan berbot total 460 ton. Sebagai kapal cepat, KRI Sampari disokong 2 mesin diesel yang masing-masing punya kekuatan 2880 KW. Dari mesin tersebut, dapat dicapai kecepatan maksimum 28 knot, kecepatan jelajah 20 knot, dan kecepatan ekonomis 15 knot. Dengan jumlah awak 55 personel, KRI Sampari dirancang untuk mampu berlayar terus menerus selama 9 hari. Jarak jelajahnya bisa mencapai 2.400 nautical mile pada kecepatan 20 knot.
24796_large
24794_large
KRI Sampari dengan latar frigat Van Speijk.
KRI Sampari dengan latar frigat Van Speijk.

Bicara tentang persenjataan, platform KCR 60 dirancang untuk bisa membawa empat peluncur rudal C-705, dimana masing-masing dua peluncur menghadap arah yang berlawanan. Inilah yang membedakan antara KCR 40 dan KCR 60, bila KCR 40 hanya disiapkan untuk membawa dua peluncur rudal anti kapal C-705. Hanya saja, dalam peluncurannya, nampak KRI Sampari baru dipasang dua peluncur rudal. Senjata lain yang jadi andalan adalah meriam reaksi cepat kaliber 57 mm pada sisi haluan. Kemudiam ada bekal kanon PSU (Penangkis Serangan Udara) kaliber 20 mm. Untuk menangkal serangan udara, kapal ini juga dibekali 2 decoy launcher. Untuk penempatan, KRI Sampari akan memperkuat Satkat Armada Timur (Armatim), sesuai dengan medan yang dihadapi, kapal ini dirancang untuk berlayar di kondisi cuaca lautan level Sea Stage 6.

Downgrade dan Upgrade Senjata di Haluan
Hal lain yang menarik dari KRI Sampari terletak dari elemen senjata. Bila seharusnya senjata pada haluan adalah meriam kaliber 57 mm, maka yang terlihat dalam foto adalah meriam Bofors 40 mm L/70. Adopsi meriam ‘lawas’ dengan kubah ini jelas terasa timpang dengan desain kapal yang futuristik. Dari sisi daya getar, penggunaan Bofors 40 mm ini jelas kurang member efek getar, apalagi meriam ini pengoperasiannya masih manual. Bila boleh menerka, besar kemungkinan Bofors 40 mm pada KRI Sampari adalah bekas lungsuran dari KRI Teluk Semangka 512, yakni jenis LST (landing ship tank) buatan Korea Selatan yang telah dipensiunkan oleh TNI AL.
Pemasangan Bofors 40 mm pada KCR 60.
Pemasangan Bofors 40 mm pada KCR 60.
Visual KCR 60 dengan meriam Bofors 57 mm.
Visual KCR 60 dengan meriam Bofors 57 mm.
brtj
Tapi jangan berkecil hati dulu, sebab ada kabar bahwa Bofors 40 mm L/70 di KCR 60 hanya bersifat sementara. Besar kemungkinan, bila melihat pada tampilan mock up desain, yang bakal dipasang nantinya minimal adalah meriam reaksi cepat jenis Bofors 57 mm MK.2, atau bisa jadi tipe MK.3. Bagi TNI AL sendiri, penggunaan Bofors 57 mm MK.2 sudah bukan hal baru, pasalnya armada KCR/KCT (Kapal Cepat Torpedo) FPB-57 memang mengandalkan meriam buatan Swedia ini pada haluannya. Bila nantinya meriam ini yang dipasang, selain efek getarnya cukup dahsyat, juga rancangan desain kubahnya menjadi sangat pas dan menyatu dengan kontur desain kapal secara keseluruhan.
Soal downgrade dan upgrade senjata sebelumnya sudah terjadi pada KCR 40, tepatnya pada KRI Clurit 641 dan KRI Kujang 642. Dalam platform standar yang dipresentasikan, senjata haluan kapal ini memang dirancang untuk mengadopsi jenis kanon CIWS (Close in Weapon System), tapi nyatanya dalam peluncuran perdananya, senjata kedua kapal tampil downgrade dengan kanon Vektor G12 kaliber 20 mm buatan Afrika Selatan. Baru kemudian, secara mengejutkan kedua kapal cepat ini terlihat sudah di upgrade dengan mengadopsi kanon CIWS AK-630M.
kcr60e
KRI Alamang 644, dengan peluncur rudal C-705.
KRI Alamang 644, dengan peluncur rudal C-705.
KCR 60 lebih menekankan untuk menghadapi sasaran permukaan dan udara.
KCR 60 lebih menekankan untuk menghadapi sasaran permukaan dan udara.
Penempatan sistem senjata baru, tentu juga terkait dengan elemen pada SEWACO (Sensor, Weapon and Command) sebagai sistem senjata terpadu kapal. Semisal bila menggunakan Bofors 57 mm MK.2, dibutuhkan perangkat pemandu tembakan jenis Lirod MK.2, secara meriam ini selain bisa dioperasikan manual, dapat pula dikendalikan secara otomatis.
Secara keseluruhan, Kementerian Pertahanan RI telah memesan 16 KCR 60 dan 16 unit KCR 40. Rencananya, seluruh pesanan KCR ini rampung dibangun pada tahun 2024. Menteri Pertahanan mengatakan dengan kemampuan yang dimiliki KCR, alutsista TNI Angkatan Laut tak bisa disepelekan lagi. Apalagi masing-masing KCR dilengkapi dengan empat rudal seri C-705 dan C-802 yang memiliki daya jelajah hingga 140 kilometer.
Jika kelak TNI AL memiliki 32 KCR, maka pertahanan laut sudah tidak lagi diragukan. “Kalau kita sudah lengkap 32 KCR dan masing-masing KCR berisi 4 rudal dengan daya jelajah 140 Km, kita pasti sangat digdaya di laut,” ujar Purnomo Yusgiantoro. Semoga saja semua dapat berjalan sesuai rencana, sembari terus memberdayakan kemandirian industri alutsista di Dalam Negeri.
Nama KRI Sampari 628 diambil dari nama sebuah senjata di Bima, Sumbawa. Sampari selain dari sebagai senjata untuk penunjang aktivitas juga sebagai simbol harga diri, keperkasaan, keuletan dan keberanian seorang ksatria yang berani menghadapi segala cobaan dan masalah. (Bayu Pamungkas)

Spesifikasi KRI Sampari 628 KCR 60
Panjang keseluruhan : 60 meter
Panjang garis air : 54,82 meter
Lebar : 8,10 meter
Tinggi pada tengah kapal : 4,85 meter
Berat muatan penuh : 460 ton
Kecepatan : ekonomis 15 Knot, Jelajah 20 Knot dan max 28 Knot.
Jumlah awak : 55
Ketahanan berlayar : 9 Hari
Jarak jelajah : 2.400 nautical mile (setara 4.444 km) pada kecepatan 20 knot
Mesin pendorong : 2 x 2880 KW

TNI Tembak Mati Komandan OPM di Puncak Jaya


Anggota TNI Batalyon Infanteri 751/Vira Jaya Sakti Kodam XVII/Trikora menembak mati komandan Organisasi Papua Merdeka di Tingginambut, Puncak Jaya, Papua, Sabtu (7/6/2014).

"Komandan OPM yang tewas diketahui atas nama Timika Wonda," ujar Kapuspen TNI Mayjen TNI M Fuad Basya melalui siaran pers kepada Kompas.com, pada Sabtu malam.

Menurut catatan TNI, dia adalah salah satu komandan gerakan pengacau keamanan yang kerap meneror masyarakat, TNI dan Polri di seputar Puncak Jaya.

Fuad, masih dalam siaran persnya mengaku, penembakan tersebut terjadi pada Sabtu pukul 05.00 WIT, ketika para prajurit TNI tengah melaksanakan patroli di sekitar lokasi penembakan.

Belum ada penjelasan lagi dari Puspen TNI soal di mana jenazah Wonda disemayamkan serta apa imbas sosial penembakan komandan OPM tersebut.

Kelompok sipil bersenjata OPM di Papua merupakan kelompok Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka(TPN-OPM) yang selalu mengganggu keamanan di wilayah Puncak Jaya. Mereka sering melakukan penembakan ke pihak keamanan serta penyerangan ke pihak anggota TNI maupun Polri yang sedang bertugas di Puncak Jaya.

Sumber : KOMPAS

Membandingkan latihan komando pasukan Malaysia dan TNI

Membandingkan latihan komando pasukan Malaysia dan TNI
Grup Gerak Khas
Pasukan Kopassus TNI AD menggelar latihan bersama Grup Gerak Khas (GGK) 21 Tentera Darat Malaysia. Latihan dua pasukan komando itu digelar sejak akhir Mei lalu. GGK-21 sudah beberapa kali menggelar latihan dengan Kopassus TNI AD.

Pasukan GGK merupakan pasukan baret hijau Malaysia. Salah satu pasukan elite berkualifikasi komando dan antiteror kebanggaan negeri Jiran.

Pasukan komando ini pertama dibentuk tahun 1965. Saat itu mereka dilatih 40th British Royal Marines Commando. Dari 300 sukarelawan, hanya 15 orang yang lulus pendidikan komando. Merekalah yang akhirnya mengembangkan GGK-21.

Para pengamat militer dunia menilai pasukan elite Indonesia masih lebih baik dari Malaysia. Disejajarkan dengan Navy Seal, Delta Force (AS), SAS (Inggris), Sayeret Matkal (Israel).

Namun bukan berarti kemampuan pasukan elite Malaysia rendah. Pasukan GGK punya prestasi yang selalu mereka banggakan.

Misalnya di Mogadishu Somalia tahun 1993 saat helikopter Black Hawk Amerika ditembak jatuh milisi. GGK punya andil besar menyelamatkan Ranger Amerika yang terjebak kelelahan. Mereka juga beberapa kali mengatasi perompak Selat Malaka.

Seperti pasukan khusus lain, Grup Gerak Khas juga melatih prajuritnya dengan kemampuan komando untuk bertempur lewat darat, laut dan udara.

Mari intip bagaimana Malaysia melatih prajurit andalannya sekaligus perbandingannya dengan pasukan komando Indonesia seperti Kopassus TNI AD dan Korpaskhas TNI AU.

Secara garis besar ada persamaan. Namun bobot, materi dan pengembangan tentu berbeda sesuai dengan tugas yang diemban pasukan elite masing-masing negara.

1.
Latihan Dasar

 Membandingkan latihan komando pasukan Malaysia dan TNI
Tulisan besar 'DATANGMU TIDAK DIUNDANG, JIKA RAGU SILA PULANG' akan menyambut setiap calon pasukan komando di Kem Sungai Udang Melaka. Markas pasukan baret hijau tua ini.

Di Pusdikpassus Batujajar, Jawa Barat juga ada tulisan serupa. "RAGU-RAGU KEMBALI SEKARANG JUGA" Begitu juga di Margahayu Bandung, tempat pelatihan Komando Paskhas TNI AU.

Ini jelas menunjukkan pendidikan komando di negara mana pun, tak akan mudah.

Tahap awal, para calon prajurit komando Malaysia akan menghadapi latihan dasar yang dinamakan 'Latihan Pemanas Badan'. Selama lima minggu mereka akan digodok supaya menjadi prajurit yang tak kenal kasihan pada musuh.

Di tahap awal mereka belajar menggunakan aneka senjata. Bahan peledak, orientasi medan maupun meluncur dari tebing dan helikopter.

Fisik mereka juga diforsir habis. Lari lintas medan puluhan kilo dan cuma dapat waktu tidur 3 jam setiap hari.

2.
Latihan Survival

 Membandingkan latihan komando pasukan Malaysia dan TNI
Latihan selanjutnya adalah survival atau Ikhtiar Hidup. Semua pasukan komando dituntut jago bertahan hidup di segala medan dengan perbekalan seadanya. Prajurit komando harus hidup dari tumbuh-tumbuhan dan berburu di hutan untuk menyambung hidup mereka.

Selama tiga minggu calon anggota Grup Gerak Khas terus bergerak ke target yang ditentukan. Mereka harus tidur di bivak alam dan hanya dibekali parang dan tempurung kelapa untuk bertahan hidup.

Selain di hutan, mereka juga berlatih survival di rawa. Dengan tubuh penuh lumpur calon prajurit komando harus tetap bertempur dan menghindari ular serta binatang buas lain.

Latihan komando pasukan Indonesia pun sama. Mungkin lebih berat.

Prajurit Kopassus dilatih di Situ Lembang, sementara Prajurit Korpaskhas menghabiskan masa-masa latihan perang hutan dan survival di Ciwidey, Jawa Barat.

3.
Pertempuran laut


Membandingkan latihan komando pasukan Malaysia dan TNI
Setelah survival, calon pasukan komando Malaysia kembali ke Kem Sungai Udang untuk menghadapi latihan tahap laut.

Mereka dilatih berenang ke dasar laut, penyerangan amfibi serta menggunakan perahu karet atau kayak.

Prajurit Komando Paskhas TNI AU dan Kopassus TNI AD pun harus menyelesaikan tahapan rawa laut.

Kopassus berlatih di Cilacap, Jawa Tengah. Sementara Korpaskhas menggembleng pasukannya di Pamengpeuk, Garut, Jawa Barat.

Materi yang diajarkan tak jauh berbeda. Intinya pasukan komando harus mampu menyusup lewat laut. Senyap dan mematikan.

4.
Camp Tawanan

Membandingkan latihan komando pasukan Malaysia dan TNI


Setelah menempuh latihan gunung hutan dan rawa laut, tibalah pada saat paling mengerikan selama pendidikan komando.

Pelatihan ini dinamakan Escape & Evasion (E&E) oleh pasukan Grup Gerak Khas Malaysia. Sedangkan di Indonesia sebutan camp tawanan lebih populer.

Mula-mula para siswa komando melakukan serangan. Setelah itu mereka harus meloloskan diri. Para pelatih akan memburu mereka sampai dapat.

Jika tertangkap, para siswa komando akan dihajar habis-habisan. Mereka diperlakukan seperti tawanan perang yang tertangkap.

Mulai dipukuli, disetrum, hingga aneka siksaan harus diterima tanpa menyerah atau membocorkan rahasia.

Jika lolos pelatihan ini, barulah seorang prajurit layak menyandang brevet komando.

5.
Latihan terjun

 Membandingkan latihan komando pasukan Malaysia dan TNI
Pasukan komando atau pasukan elite rata-rata memiliki kemampuan terjun payung. Pasukan Gerak Khas Malaysia pun memiliki kualifikasi lintas udara. Artinya setiap personelnya minimal memiliki kemampuan terjun statik atau para dasar.

Kemampuan lanjutan yang dimiliki adalah terjun bebas atau free fall dengan teknik HAHO dan HALO.

Mereka dilatih untuk diterjunkan sebagai tim pengendali tempur dalam sebuah pertempuran. Sebelum pasukan besar terjun, pasukan elite ini lebih dulu diterjunkan untuk mengumpulkan informasi dan menyiapkan pendaratan pasukan payung.

Korpaskhas TNI AU menggelar latihan terjun payung statik (para dasar), para lanjut tempur hingga pengendalian tempur di Lanud Sulaiman Bandung.

Sementara Kopassus terjun di Lanud Suparlan, Pusdikpassus Batujajar, Jawa Barat.
Sumber : Merdeka

BOM PRODUK DISLITBANGAU, AKAN DIUJI COBA DENGAN PESAWAT SUKHOI DAN F-16

http://www.lanud-iswahjudi.mil.id/galeri/img_gambar/399265.jpg
                Pen Iwj Magetan, (5/6/2014). Sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap produk-produk luar negeri dan sebagai wujud kemandirian terhadap industri pertahanan di Tanah Air, Dislitbangau akan mengadakan uji coba bom di Lanud Iswahjudi.
               Sehubungan dengan hal tersebut, sebelum pelaksanaan uji coba bom, Tim dari Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Udara (Dislitbangau), memaparkan produk yang akan diuji coba, guna menyamakan persepsi terhadap hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan oleh Dislitbangau dengan satuan pengguna, sehingga akan diketahui hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus.
              Tim yang dipimpin oleh Kasubdis Rudalsen Dislitbangau Kolonel Tek Adang Heri Respati diterima langsung oleh Komandan Lanud Iswahjudi Marsekal Pertama TNI Donny Ermawan T., M.D.S., didampingi para pejabat Lanud Iswahjudi, di ruang rapat Malanud Iswahjudi, Kamis (5/6/2014).
              Dalam paparan tersebut disampaikan bahwa bom jenis BTN-100 dan BT-500, hasil penelitian dan pengembangan Dislitbangau akan diuji dengan menggunakan pesawat tempur Sukhoi dan F-16 Fighting Falcon dalam waktu dekat.
              Dalam kesempatan tersebut, Komandan Lanud Iswahjudi Marsekal Pertama TNI Donny Ermawan T., M.D.S., merasa bersyukur dan bangga atas hasil yang telah dicapai Dislitbangau dalam kaitan dengan keterbatasan anggaran. �Diharapkan produk yang dihasikan Dislitbangau tersebut, kedepan dapat dikembangkan sehingga dapat menghemat anggaran�, Ungkap Danlanud Iwj
Keterangan Gambar : Komandan Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi Letkol Pnb Firman D.C., melontarkan pertanyaan kepada Tim Dislitbangau di ruang Rapat Malanud Iwj, Kamis (5/6/2014). (Foto : Pentak Lanud Iswahjudi).
Sumber : penlanudiwj