Kisah
ini sengaja saya tulis berdasarkan catatan-catatan tertulis yang saya
punya dan juga cerita-cerita dari para “Silent Warrior” pinisepuh saat
mereka dulu bertugas mengawaki “Hiu-hiu besi” kita dalam menjaga
Kedaulatan NKRI yang mungkin selama ini belum pernah terpublikasikan.
Dan tulisan ini saya dedikasikan juga kepada seluruh “Beliau-beliau”
tadi berikut juga dengan para “Silent Warrior” muda yang kini masih
bertugas mengawal NKRI.
Kalau
di jilid ketiga saya mengulas sedikit tentang KS Whiskey Class maka di
Jilid 4 ini akan saya tuliskan juga beberapa kisah yang benar-benar
terjadi dari adik-adiknya Whiskey Class kita. Dan enggak lupa tulisan
ini saya buat secara bersambung (soale dibuat di sela-sela kesibukan
saya alias kalau lagi mood dan ada waktu luang ya nulis, kalau enggak
mood ya males nulis soale kerjaan saya bejibun banyaknya). So harap
maklum kalau-kalau nanti artikel sambungannya lamaaa banget keluarnya.
Torpedo yang berbalik arah
Dalam
suatu latihan terpadu, setelah torpedo siap di dalam kapal maka langkah
selanjutnya adalah berlayar menuju daerah latihan penembakan torpedo.
KS senantiasa mendapat perintah untuk berlayar sehari terlebih dulu
karena kecepatannya yang relatif rendah dibandingkan dengan kapal atas
air yang akan mengikuti latihan ini. Pelayaran menuju daerah latihan
penembakan torpedo berjalan sebagaimana biasaya dan dibarengi juga
dengan segala macam peran latihan kedaruratan.
|
Whiskey Class Submarine |
Tiba
di daerah latihan kita masih selalu harus menunggu dengan lego jangkar,
karena kapal kapal lain yang harus ikut berpartisiasi dalam latihan
belum datang. Awak KS kita masih punya waktu untuk istirahat menenangkan
pikiran semalam sambil dibuai ombak lambung, sampai keesokan harinya di
mana kapal partner maupun kapal sasaran telah tiba dan siap mengikuti
latihan.
Dinihari jam empat pagi mulailah peran angkat jangkar.
Sesuai dengan apa yang ditentukan dalam Rencana Operasi maka kapal
sasaran akan mengambil posisi tertentu. Dan KS kita menyelam
mendekatinya sampai suatu jarak penembakan torpedo latihan yang paling
efektif. Hal ini lalu berarti bahwa setelah melewati sasaran torpedo
masih punya tenaga untuk berenang kemana sukanya.
Lalu mulailah
komunikasi data tentang sasaran antara Komandan yang mengintai sasaran
dari atas, dirubka atau bilik tempur lewat periskop serang (dikenal juga
sebagai periskop Komandan), dengan Starpom atau KKM yang mengendalikan
manajemen penembakan torpedo dan Perwira Torpedo serta Juru TAS-L 2 yang
meneruskan perintah Komandan ke torpedo melalui putaran jentera roda
gigi TAS- L 2 nya.
Sesekali terdengar pemberitahuan Komandan:
“Baringan sasaran sekian Derajat, …turunkan periskop”. Lalu lagi,
“naikkan periskop,…. .baringan sasaran sekian Derajat, …turunkan
periskop”. Kemudian Periskop dinaikkan sebentar lagi, Komandan membaring
sasarannya, lalu periskop diturunkan lagi, semua ini dilakukan agar
kapal lawan tidak sempat tahu kalau sedang kita intai. Kadang-kadang
malah masih satu kali lagi, “naikkan periskop, ….baringan sasaran sekian
Deradjat,…. turunkan periskop”.
Nah dari data dua baringan atau
maksimal tiga baringan sasaran itulah Starpom yang bekerja sama dengan
Perwira Navigasi Satu sudah harus dapat memperkirakan kemana haluan
sasaran dan berapa kecepatannya, sehingga dapat menghitung pada menit
kesekian dan detik kesekian sasaran akan berada di titik mana. (Di KS
U-209 dan K 887 K4b, ada alat untuk menghitung segitiga penembakan
torpedo yang amat praktis dan serba digital).
Juru TAS-L
diperintahkan memasukkan data posisi sasaran sesuai perhitungan Starpom.
Perwira Torpedo mengechek kebenaran Juru TAS-L dalam memasukkan data.
Dengan data tersebut, TAS-L akan menginterpolasikannya dengan kecepatan
torpedo, dan selama jarak itu masih dalam jangkauan torpedo, TAS-L lalu
akan memberikan saran yaitu torpedo harus diset pada kecepatan berapa
untuk dapat mengenai sasaran dengan salvo tunggal.
Kedalaman
luncur diset sesuai dengan besarnya kapal, kalau kapal lawan yang
ditembak besar dan sarat kapalnya dalam maka kedalaman luncur diset
lebih dalam. Kalau boleh dikatakan TAS-L adalah semacam NTDS (Naval
Tactical Data System) tapi masih manual dan “sdelano mbwi CCCP”, alias:
made in USSR. Hehehe….
Setelah semua data yang diperlukan diset,
maka Perwira Torpedo akan melaporkan bahwa torpedo siap untuk
ditembakkan. Komandan untuk kepastian memerintahkan menaikkan lagi
periskop untuk terakhir kali, guna melihat apakah sasaran masih tetap
dalam kecepatan dan arah sesuai pengamatan awal, dan bila ya, ia akan
memerintahkan turunkan periskop dan siap menembakkan torpedo.
Cross
check dilakukan dengan melihat juga pada monitor sonar atau sesekali
menggunakan radar Flag dengan pancaran sektoral yang mengarah kesasaran
saja, dengan pancaran yang intermittent, terputus putus, sehingga tidak
akan sempat disadap radar detector lawan, untuk mengetahui kearah mana
kapal sasaran akan bergerak dan bagaimana ketetapan haluannya.
Kadang-kadang
karena sebenarnya Komandan juga menghitung sendiri dalam benaknya
karena tidak yakin pada perhitungan segitiga penembakan torpedo yang
dibuat oleh Starpom dan Team Penembakan Torpedonya, atau ia memiliki
pertimbangan lain, bisa saja berdasarkan hasil cross check dari sonar
maka ia akan mengambil keputusan lain. Dan tentu saja keputusan Komandan
lah yang akan dilaksanakan.
Tibalah saat yang paling mendebar
debarkan dan yang paling dinantikan. Semua jerih payah hampir dua bulan
lebih mempersiapkan kapal untuk penembakan torpedo, akan dilihat
hasilnya saat ini.
(Catatan: Team Penembakan Torpedo tidak begitu
saja tiba-tiba berlatih menembakkan torpedo latihan di laut, atau
penembakan basah, nashen feuer atau wet firing. Mereka telah
berminggu-minggu sebelumnya digembleng, berlatih di Attack Teacher dalam
suatu penembakan kering di suatu ruangan simulasi penembakan torpedo,
dimana ada periskop miniatur yang dapat benar-benar berfungsi sebagai
periskop, ada Juru Sonar, ada Juru TAS-L 2, pokoknya semua yang
diperlukan dalam peran penembakan torpedo yang harus ada disentral juga
ada di situ. Dan di laut di luar kendali Komandan ada simulator kapal
sasaran yang bergerak senaknya sendiri tergantung skenario para pelatih,
dan dari sinilah sang Komandan mengetahui apakah ia dapat senantiasa
mempercayai perhitungan segitiga penembakan torpedo Starpom beserta team
Penembakan Torpedonya atau masih harus menghitungnya sendiri lagi).
Akhirnya,
datanglah perintah itu. “….Peluncur siap, awas, tembak….” Dan, greg,
kapal agak goyah sedikit ketika harus memuntahkan torpedo seberat dua
ton dengan tekanan udaranya. Lalu meluncurlah torpedo dengan mulus. Pada
saat ini Juru Sonar mulai dengan pekerjaannya yang menentukan nasib
kapal lawan. Ia harus senantiasa mendengarkan dengan benar arah torpedo
meluncur. (Dalam pertempuran yang sebenarnya, kalau saja arah luncuran
torpedo berbeda dengan arah yang akan dituju kapal sasaran, dimana
berarti tidak akan ada titik temu diantara keduanya, ia harus segera
melaporkan hal ini kepada Komandan, karena ini akan berarti kita harus
menembakkan torpedo berikutnya.)
Kali ini laporannya Sang Juru
Sonar terdengar sepertinya baik-baik saja: “torpedo meluncur menuju
sasaran”, ….beberapa saat kemudian, diulangi lagi, “torpedo masih
meluncur menuju ke arah sasaran”. Sementara itu baik Starpom maupun
Komandan dan Perwira Navigasi Satu menghitung dengan stopwatch, sudah
harus sampai di mana torpedo dengan kecepatan yang diset tersebut pada
waktu ini. Cross check untuk itu sekarang ada pada ketelitian telinga
Juru Sonar.
Bila segala sesuatunya tepat sesuai perhitungan dan
Oke, semua anggota Team Penembakan Torpedo bisa tersenyum. Pada awalnya
semua tepat sesuai perhitungan. Juru Sonar melaporkan bahwa torpedo tiba
tepat di bawah kapal sasaran tepat sesuai waktu yang diprediksi oleh
Team Penembakan Torpedo lewat perhitungan dengan stopwatchnya. Tentunya
hal ini membuat gembira seluruh Awak KS yang berarti penembakan torpedo
pada latihan kali ini berhasil.
Tetapi tidak lama kemudian
tiba-tiba Juru Sonar berteriak terkejut, “Komandan, torpedo berhenti
meluncur, …ulangi, torpedo berputar, , ..,Komandan,….torpedo berbalik
arah,…….Komandan, torpedo mengarah ke kapal kita…Komandan, torpedo
mengarah ke kapal kita……”.
Seluruh Awak KS kita kaget, tidak akan
mungkin Juru Sonar berani bermain-main dengan laporannya dalam situasi
yang seserius ini, apalagi dari teriakan suaranya terdengar betul kalau
dia panik dan ketakutan. Komandan mengkonfirmasikan dari signal yang
diterima sonar segera memerintahkan kapal untuk menyelam cepat. Tangki
Penyelam Cepat diisi dan dengan pertambahan daya apung negatif seberat
sebelas ton, kapal yang awalnya welltrimm dan meluncur dengan manis pada
kedalaman periskop, dengan amat cepat masuk menuju kekedalaman aman,
sekitar tiga puluh lima meter tepat pada saat torpedo kita lewat di atas
kita!.
Suara baling-baling gandanya serta desis uap yang dibuang
mesin turbinnya benar-benar seperti suara kereta api express yang lewat
di atas jembatan yang tepat di atas ubun-ubun Awak KS kita. Ya tepat di
atas ubun-ubun KS kita! Dan Alhamdulillah KS kita selamat!.
Tapi
betapapun kita syukuri bahwa torpedo yang lalu jadi seperti bumerang
berbalik menuju kearah KS kita tadi cuma sekedar ‘numpang lewat’ dan
sama sekali tidak menyinggung kapal. Memang kelihatan nya “cuma” torpedo
latihan. Tapi walaupun cuma torpedo latihan kalau bergerak dengan
kecepatan 40 knot dan massanya seberat dua ton dengan kepala yang pejal
lalu kena KS kita, apa ya akan tahan yang namanya pressure hull KS kita?
Pasti bikin bocor juga kan?.
Kapal selam akan senantiasa
memiliki cara tersendiri dalam mengatasi masalah kedaruratan dan
menyelamatkan dirinya dari segala keadaan kedaruratan apapun juga
bentuknya. Kali ini menghindar dari torpedonya sendiri yang mengejarnya
dengan kemampuannya menyelam cepat. Yang penting prinsipnya adalah :
“harus selalu ada cukup kedalaman air di bawah lunas”,
Catatan :
penembakan torpedo dengan kepala latihan yang berbalik arah menuju kapal
kita ini benar-benar terjadi di Daerah Latihan di perairan G.G,, dengan
para pejabat / perwira kapal, Komandan Mayor U.S (alm, terakhir,
laksda) dan Starpom Kapten A.S (alm, terakhir laksda) serta Perwira
Torpedo Kapten J.R, Perwira Torpedo Dua Kapten S.A. dan Perwira Navigasi
Satu Kapten R.. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1970.
Membuat Surprise Instruktur KS Jerman.
Kisah
ini terjadi pada tahun 1978, ketika sekelompok awak KS Whiskey class ex
Rusia TNI AL, ditugaskan untuk belajar di Untersee Bootlehrgruppe Zwei,
Sekolah Kapal Selam Angkatan Laut Jerman, dalam rangka mempersiapkan
diri mengawaki KS gress kita tipe U-209/1300 ton. Pada saat itu
kelihatan betul para instruktur KS Jerman menganggap bahwa rombongan
awak KS kita ini bagaikan serombongan anak kecil murid “Kindergarten”
alias Taman Kanak Kanak yang ingin tamasya di Halle satu, yang penuh
dengan dummy peralatan KS U-206 mereka.
Pelajaran demi pelajaran
diberikan dengan amat lambat, diulang-ulang, takut kalau para awak KS
kita tidak dapat menerima pelajaran tersebut dengan baik, mungkin
dipikiran instruktur KS jerman itu patut diduga kalau para awak KS kita
itu belum pernah melihat kapal selam sama sekali sebelumnya (hehehe…
belum tahu mereka!).
Pelajaran bagaimana mempersiapkan KS untuk
schnorkeling, mengisi baterai dengan menjalankan diesel saat kapal selam
berada di bawah permukaan air pada kedalaman periskop, bagaimana
menghentikan pengisian baterai bila tiba tiba ada pesawat terbang musuh
menyerang kita lalu membawa kapal menyelam cepat, semua diberikan dengan
amat berhati hati. Wajah mereka para instruktur Jerman itu kelihatan
betul tidak mempercayai kemampuan para awak KS kita menterjemahkan
pelajaran tersebut.
Akhirnya tiba saatnya pengujian yang
dilaksanakan untuk mempraktekkan keseluruhan pelajaran tersebut
disimulator pengendalian kapal di Halle satu. Awak KS kita diperintahkan
mempersiapkan diesel untuk start, gampang!. Awak KS kita diberi masalah
untuk mengatasi gangguan generator mengalami tahanan isolasi rendah,
juga dengan mudah dapat diatasi. Setelah diesel berjalan, belum sampai
tujuh menit (memang ternyata skenarionya demikian) tiba-tiba seorang
instruktur meneriakkan aba-aba, “alarm!, alarm! ……schnell auf sechzig
meter gehen…” ( “alarm, ada bahaya, cepat bawa kapal menyelam ke
kedalaman enam puluh meter…”). Saat itu Awak KS kita baru sadar apa arti
mereka memberikan pelajaran dengan amat berhati-hati dan memaksa harus
mengerti betul apa maksud pelajaran tersebut.
Segera saja Awak KS
kita bertindak cepat, KKM meneriakkan perintah untuk stop diesel
(dilaksanakan oleh Sersan JBP Budihardjo), dan menutup katup gas bekas
luar dan dalam (dilakukan oleh Sersan Kamari, juru torpedo satu) lalu
menurunkan schnorkel, dan menunggu sesaat. Setelah schnorkel turun
penuh, memerintahkan kemudi horizontal depan dan belakang untuk menyelam
penuh (dilakukan oleh Sersan Ilyas Mardiyanto), serta mengawasi
glubinomehr/alat pengukur kedalaman. Segala sesuatunya berjalan sesuai
dengan urutan yang diajarkan dan dengan tindakan yang tepat benar. Semua
kejadian itu terjadi tidak lebih dari dua puluh empat detik!.
Para
instruktur KS Jerman kaget bukan main! Mereka lalu bersorak dan
bertepuk tangan riuh, mereka tidak menyangka sama sekali bahwa para
anak-anak dari “kindergarten” yang dididiknya mampu melaksanakan
prosedur alarm, justru jauh lebih cepat dari pada yang dilakukan oleh
anak didik mereka yang asli orang Jerman!.
Kejadian ini
disaksikan oleh Laksamana Mochtar, Kayekdakap (Kepala Proyek Pengadaan
Kapal) saat itu (1979), yang kebetulan melaksanakan kunjungan kerja
meninjau Satgas Yekdakasel (Satuan Tugas Proyek Pengadaan Kapal selam)
di Kiel, Jerman, dan beliau tersenyum lebar sambil manggut-manggut
bangga ketika mendengar pujian para instruktur KS Jerman tentang
kelebihan reflex para Awak KS kita, yang merupakan tinggalan dari hasil
didik para instruktur ex Rusia dulu di Whiskey class!.
Sebagai
bukti ketulusan mereka mengakui kemampuan anak-anak “kindergarten” ini
melakukan tugas sebagai awak KS, mereka mengijinkan dua kelompok crew
inti kasel U-209/1300 kita menggunakan brevet kapal selam Angkatan Laut
Jerman! dengan syarat bahwa brevet tersebut baru boleh dipakai setelah
para Awak KS kita berhasil melayarkan kapal selam baru kita itu dengan
selamat dari Jerman sampai ke Indonesia!.
Aqualung dan pukulan di perut
Untuk
mengikuti pelayaran praktek dengan KS tipe U-206 milik Angkatan Laut
Jerman salah satu persyaratannya antara lain adalah harus lulus dalam
pelatihan menyelamatkan diri dari kedalaman air tiga puluh dua meter
tanpa menggunakan peralatan apapun alias cuma bawa diri doang. Persiapan
untuk pelatihan ini dimulai dengan pelajaran berenang di Tief Tauch
Topf (Kolam Penyelaman Dalam), ULG II, U-boot Rettungs Schule (Sekolah
Penyelamatan Kapal Selam Angkatan Laut Jerman). Kolam ini sendiri
sebenarnya merupakan suatu menara setinggi tiga puluh dua meter yang
dasarnya dapat diangkat, sehingga kedalaman kolam bisa diatur.
Pelajaran
kemudian diteruskan dengan menyelam tanpa alat di kedalaman satu meter
(anak kecil juga jago, iya kan?), diteruskan dengan memakai topeng selam
dan peralatan skuba. Sebenarnya pelajaran-pelajaran tersebut tidak
istimewa, semua penyelam yang pernah mengikuti training POPSI awak KS
pasti mengalaminya. Akan tetapi yang tidak biasa bagi awak KS kita
adalah kalau disuruh berenang sambil menyelam dengan menggunakan
aqualung. Berenang melalui antara kaki Instruktur (tinggi mereka
rata-rata seratus sembilan puluh senti lebih, Maklum mereka adalah
prajurit kampfschwimmer (manusia katak) yang pilihan, kalau disini
setara dengan KOPASKA Marinir) yang dikangkangkan dan pada saat kita
lewat lalu tiba-tiba tubuh kita dikempit dengan kedua kakinya lalu
topeng pernapasan kita dilepas paksa. Setelah itu topeng diberikan lagi
kepada kita dan kita harus meniupnya untuk membuang air dari dalam
topeng tersebut lalu baru bisa menghisap napas lagi dari aqualung.
Sementara itu kita sendiri sudah tersedak dan minum air kolam sekitar
kira-kira seperempat liter!
Pelatihan demi pelatihan dikolam
tersebut berjalan terus selama dua minggu dan akhirnya tibalah saat
penentuan lulus atau tidak untuk dapat diijinkan mengikuti pelayaran
praktek dengan KS Jerman tipe U-206. Kita dibawa kedasar kolam yang
merupakan simulasi dari ruang kontrol kapalselam yang tenggelam dan
berada didasar laut dikedalaman 32 meter dan posisinya miring.
Di
ruangan tersebut Awak KS kita harus menghisap udara sebanyak-banyaknya
ke dalam paru-paru sebagai bekal untuk melepaskan diri dari kedalaman
tersebut tanpa menggunakan peralatan sama sekali. Kemudian menunggu
aba-aba lalu naik ke connimg tower yang telah penuh tergenang air dan
membuka pintu luar. Setelah itu awak KS kita harus keluar menuju ke
permukaan air yang jauhnya tiga puluh dua meter di atas. Dalam
perjalanan ke permukaan awak KS kita harus menghembuskan udara dari
paru-paru ke luar, untuk mencegah terjadinya barotrauma paru paru.
Dalam
perjalanan berenang ke permukaan inilah terjadi hal hal yang tidak
pernah diceriterakan ketika pelatihan. Pada setiap perubahan kedalaman
tiap sepuluh meter, pasti ada saja “mahluk-mahluk” guede besar yang
berenang mendekati kita dan terus menerus mengamati kita, mahluk-mahluk
itu adalah para kampfschwimers petugas-petugas ULG I yang akan memeriksa
apakah awak KS kita dalam perjalanan menuju ke permukaan air
menghembuskan nafas terus menerus atau tidak. Bila ada awak KS kita
kedapatan menahan nafas, sudah pasti Mahluk Guede itu tidak segan-segan
akan memukul perut awak KS kita dengan keras dan ikhlas, “bukk…..,”
dan,… uhhukk…, Awak KS kita pasti akan terbatuk serta terpaksa
menghembuskan nafas yang tadinya tertahan.
Rupanya mereka-mereka
ini bertugas menjamin bahwa Awak KS kita menuruti aturan main yang
mereka ajarkan. Sebab bila kita menahan nafas karena takut akan
kehabisan nafas saat masih di bawah air, setelah mencapai permukaan kita
akan mengalami penyakit yang disebut dengan barotrauma paru-paru.
(Catatan
buat Warjagers : Penyakit barotrauma paru-paru terjadi karena gelembung
paru-paru kita pecah, hal ini disebabkan karena tekanan udara yang kita
hirup di dalam conning tower di bawah bertekanan besar, sekitar empat
atmosfir, dan setelah kita tiba di permukaan, tekanan tinggal satu
atmosfir, sehingga tidak ada keseimbangan antara tekanan di dalam
gelembung dan di luar gelembung. Ketidakseimbangan inilah yang akan
menyebabkan pecahnya gelembung udara paru-paru kita.)
Masalahnya di sini adalah mukulnya itu lho, keras banget!
U 206 TNI AL
Di
tahun 1996 TNI AL kita diprogramkan oleh Pemerintah saat itu untuk
penambahan armada Kapal selam. Setelah sekitar tahun 1993 Armada Kapal
Atas Airnya telah ditambah dengan pembelian beberapa unit Kapal Second
Hand ex Jerman Timur mulai dari Korvet Parchim, Pemburu Ranjau kelas
Condor dan LST tipe Frosch.
Tipe yang diajukan oleh pemerintah
adalah KS dari kelas Scorpene CM-2000 dengan berat 1.600 ton buatan
Perancis yang saat itu dibanderol seharga $400jt (dalam keadaan kosong)
dan apabila full arnament termasuk persenjataan seharga $600jt per
unitnya. KSAL kita saat itu Laksamana Arief Kushariadi setelah menimbang
dan memikirkan, lalu memutuskan untuk menolak usulan pemerintah
tersebut dan lebih memilih untuk mengadakan KS Second Hand Tipe U206
dengan berat 450 Ton dari Jerman.
Saat itu dengan harga sebesar
$600jt kita bisa mendapatkan 4 sampai 5 unit KS U206 second tersebut
dengan full arnament. Pertimbangannya adalah sebagai berikut,
dikarenakan dalamnya perairan yang bersinggungan langsung dengan
negara-negara tetangga di Kawasan Indonesia bagian barat adalah
rata-rata 40 meter maka akan lebih optimal bila TNI AL memiliki KS
dengan bobot tonase yang rendah.
Sebagai contoh: dengan
menggunakan KS type U-209 /1300 yang kedalaman selam amannya saja
minimal 30 meter, Resiko yang akan dihadapi oleh KS tersebut baik itu
resiko kandas karena sempitnya ruang gerak manuver bawah air sangatlah
besar (dengan panjang 59,5 meter, pada kedalaman selam 30 meter, apabila
trimm ke depan saja sekitar 7 derajat, hidung KS sudah dipastikan
tinggal berjarak sekitar 2 meter saja dari dasar laut, yang dalam
kenyataannya kontur dasar laut itu tidak semuanya rata).
Di tahun
1997 pelaksanaan overhaul dan tropikalisasi KS type U-206 / 450
sebanyak 4 unit (dan belakangan bertambah menjadi 5) kapal, yang
dilaksanakan di galangan HDW (Howaldtswerke-Deutsche Werft) di Kiel,
Jerman mulai dikerjakan. KS kita juga sudah memakai nomer lambung 403,
404, 405, 406, dan 407. Masing-masing pun sudah dinamai, yakni KRI
Nagarangsang (eks U-13), KRI Nagabanda (eks U-14), KRI Bramasta
(eks-U19), dan KRI Alugoro (eks U-20), KRI Cundamani (eks U-21).
Bahkan
ketika para ahli dan teknisi dari HDW dan TNSW masih kebingungan saat
mencari space alias tempat bagi peralatan tropikalisasi seperti AC,
reverse osmosis , kompresor dan ruang pendingin bahan makanan serta
kompresor UTT dublir. Ada perwira KS kita yang sanggup memberikan saran
yang matang dan bahkan sudah dengan perhitungan kesetimbangan “Buoyancy
equal to Gravity” serta “sigma moment equal to zero” saat kapal
menyelam. Dan Kebenaran perhitungan Perwira KS kita tersebut terpaksa
mendapat acungan jempol dan diakui oleh Pimpinan team HDW saat itu
(Dipl. Ing.Walter Freitag dan Dipl.Ing.Schuld) dan team kepala TNSW
(Dipl.Ing Klein), dengan disaksikan oleh Pak Aboe dari BPPT kita, yang
sempat berkomentar: “gila, masak Jerman yang nenek moyangnya pembuat
kapal selam masih harus diajari menghitung keseimbangan untuk
melaksanakan modifikasi tropikalisasi kapal selamnya sendiri oleh
kita!”.
|
Kapal Selam Kilo 877 |
Muncul tiba-tiba di dekat KS Armada VII
Kejadian
ini merupakan yang terbaru dari tugas-tugas KS kita dalam menjaga
wilayah kedaulatan Indonesia, peristiwa inilah yang sering dibilang oleh
sebagian Warjagers sebagai peristiwa KS kita yang menyundul KS
Nuklirnya Armada ke VII USA. Sebetulnya bukan menyundul akan tetapi ikut
menyembul alias muncul kepermukaan hampir bersamaan.
Singkat
cerita saat itu KS kita dari type 877 K4b sedang berpatroli rutin di
bagian terluar wilayah selatan menuju timur perairan kita, ketika
tiba-tiba saja Juru Sonar menangkap suara “baling-baling” dikejauhan dan
suara itu terus mendekat kearah KS kita.
Komandan KS kita yang
sigap saat itu langsung memerintahkan agar KS turun ke kedalaman operasi
menuju maksimal dan mengatifkan rezim motor ekonomis yang noiseless
sambil menunggu “Baling-baling” tadi mendekat.
Benar saja, tidak
lama kemudian suara baling-baling itu semakin dekat dan kemudian
melewati KS kita. Dari suara baling-baling itu bisa ditebak kalau yang
lewat barusan itu adalah sebuah KS juga, akan tetapi belum diketahui
milik siapa.
Komandan kemudian segera melaporkan kejadian ini ke
markas yang kemudian ditinjak lanjuti ke Pusat dan kemudian keluar
perintah agar terus membayang-bayangi KS asing tersebut. Dan perintah
tersebut dilaksanakan oleh KS kita yang terus membuntuti KS Asing
tersebut.
Awalnya Awak KS kita menduga KS asing itu adalah KS
Collins nya Australian Navy, akan tetapi arah berlayar KS asing tersebut
tidak menuju ke Australia sana, melainkan terus menyusuri kedalaman ZEE
kita sampai terus ke selatan Pulau Jawa. Dan mendekati alur ALKI 1 KS
itu berbelok arah menuju lautan lepas Samudra Indonesia.
Kali ini
bisa dipastikan kalau KS asing tersebut adalah KS miliknya Armada VII,
benar saja setelah jauh keluar dari ZEE kita KS asing itu perlahan-lahan
mulai berlayar naik ke kedalaman aman, lalu ke kedalaman periskop
hingga setelah merasa aman KS asing itu menyembul kepermukaan laut dan
berlayar di permukaan laut Samudera Indonesia.
KS kita pun tidak
mau kalah, menyadari KS asing itu hendak menyembul ke permukaan,
Komandan KS kita juga memerintahkan agar KS kita juga ikut menyembul
tidak jauh dari KS asing itu muncul kepermukaan. Sebagai tanda dan
pembelajaran kalau KS kita sebetulnya telah menguntit KS mereka sejak
lama.
Benar saja, betapa kagetnya para awak KS asing itu ketika
tidak berapa lama setelah mereka muncul kepermukaan laut, tiba-tiba saja
ada KS Indonesia yang ikut-ikutan muncul tanpa bisa mereka deteksi
kehadirannya. Bisa jadi kalau saja perintah dari pusat kepada KS kita
dari awal adalah “mentorpedo” KS asing itu, bisa jadi mereka sudah
wassalam semuanya.
Komandan KS asing itu mungkin karena merasa
malu aksinya ketahuan kemudian berbasa-basi kepada Komandan KS kita
mengajak untuk latihan bersama, yang tentu aja ditolak secara halus saat
itu.
Sejak kejadian itu saat transfer karena harus melakukan
tour of duty alias berpindah tugas sebagai bagian Armada ke VII Pasifik
dari Samudra Pasifik bagian barat dari Yokosuka di Jepang ke Samudera
Indonesia di Guam atau sebaliknya, dengan melalui Selat Bali maupun
Selat Lombok di ALKI 2 maupun melintas Sumadera Pasifik, Laut Seram,
Laut Banda di ALKI 3, KS mereka tidak akan berani lagi melakukan
innocent passage dengan menyelam diam-diam, tetapi sudah sopan meminta
izin clereance dan berlayar di permukaan, karena mereka tahu bahwa hal
tersebut bertentangan dengan Hukum Laut Internasional dan mereka juga
sadar bahwa aksi mereka itu pasti ketahuan oleh KS Angkatan Laut
Republik Indonesia yang dapat mengamati mereka dan kalau mau bisa saja
mentorpedo mereka.
HMAS Kanimbla hampir ditorpedo
Kejadian
ini terjadi saat Konflik Timor-timur lepas dari pangkuan Ibu Pertiwi.
Saat itu KS kita type U 209/1300 yang sedang melaksanakan patroli di
laut timor menangkap noise suara baling-baling asing yang bergerak
menuju kearah Timor-timur.
KS kita kemudian melakukan infiltrasi
secara diam-diam menuju arah suara baling-baling tersebut, begitu agak
mendekat baru ketahuan kalau asal suara tersebut adalah pergerakan dari
beberapa Kapal Atas Air. perlahan-lahan KS kita naik ke kedalaman
periskop dan mengintai malalui periskop dan ternyata asal suara itu
adalah konvoi Kapal Perang Australia jenis LST HMAS Kanimbla yang saat
itu dikawal oleh 2 kapal Frigate milik Selandia Baru, sedang bergerak
melewati terotori wilayah kita tanpa izin menuju Timor-timur sana.
KS
kita terus mendekati konvoi kapal perang tersebut sampai pada jarak
point blank range torpedo dan sudah dalam posisi siap menembakkan
torpedo. Akan tetapi kehadiran KS kita yang mengintai itu kedetect oleh 2
fregat pengawal HMAS Kanimbla akan tetapi kedua fregate itu tidak bisa
mendetect posisi yang jelas dari KS kita saat itu ada di mana.
Saat
itu pula kedua Frigate pengawal sudah siap-siap mengambil stance posisi
tempur bertahan. Sementara itu di saat yang bersamaan HMAS kanimbla
mengadu kepada induk semangnya tentang posisinya yang terancam dan mau
ditorpedo itu dan
Jakarta langsung ditelepon.
Hasilnya jelas,
KS kita tipe U209 itu akhirnya keluar ke permukaan dan terus
membayang-bayangi konvoi Kapal Perang tersebut hingga mereka merapat ke
Dili timor-timur
Setelah konflik keberanian awak KS kita itu diapresiasi oleh Sonotan.
(Closer
to home, the mischief-making potential of submarines was highlighted in
a little-reported incident during the Interfet operation to East Timor
in September 1999, when Australia was just one miscalculation away from
war with Indonesia.
As an Australian-led convoy made its way to
Dili, two New Zealand frigates went to action stations after detecting
an Indonesian submarine aggressively challenging the convoy. Urgent
signals went back to Canberra. In turn, a flurry of diplomatic and
political messages went to Jakarta, warning against any threat to the
allied ships.
The issue was resolved when the Indonesians
withdrew the submarine, but not before it caused “enormous consternation
here in Canberra”, says Andrew Davies, the author of the ASPI report.)
Bersambung…..
“Wira Ananta Rudhiro”
“Jalesveva Jayamahe”
“NKRI harga mati!”
( by. Pocong Syereem | JKGR )