Jumat, 09 Mei 2014

Tenaga Profesional Penerbangan: Targetnya Ekspor Pekerja Terampil

Loka Banyuwangi

Masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tenaga profesional di sektor penerbangan Indonesia. Dari segi jumlah, dibutuhkan ribuan pilot, teknisi pesawat udara, dan ATC (Air Traffic Controller). Belum lagi pemenuhan kompetensi dan kapabilitas para tenaga profesional tersebut, yang sampai saat ini kualitasnya masih harus terus ditingkatkan. Begitu pula kompetensi para tenaga pendukunnya, seperti awak kabin, serta petugas pasasi, ground support equipment, dan keamanan atau aviation security (avsec), profesionalitasnya perlu terus dikembangkan. Padahal ada target agar mereka bisa menjadi tenaga-tenaga profesional kelas dunia, bukan sekadar memenuhi kebutuhan nasional. Untuk mengetahui berapa jumlah tenaga profesional penerbangan yang dibutuhkan serta melihat dan memahami bagaimana kondisi pendidikan dan pelatihannya, Reni Rohmawati, Remigius Septian Hermawan, dan Gatot Raharjo menyajikannya dalam Fokus kali ini. 

                Sampai saat ini masih sering kita dengar bahwa Indonesia kekurangan tenaga penerbang, teknisi pesawat udara, dan ATC. Apakah betul kita memerlukan banyak tenaga profesional penerbangan itu? Apa yang sudah dan akan dilakukan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, untuk mengatasi persoalan tersebut?

                Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Perhubungan, Santoso Edi Wibowo, menguraikan tentang isu strategis kebutuhan tenaga kerja di sektor penerbangan. Dari data CMO 2013-Boeing yang dirilisnya, dunia membutuhkan 980.799 pilot, 1.164.969 Teknisi Pesawat Udara (TPU), dan 139.793 ATC (Air Traffic Controller), sampai tahun 2030. Sementara itu, di negara-negara Asia Tenggara dibutuhkan 47.700 TPU dan 42.200 pilot sampai tahun 2029. Kebutuhan Indonesia diperkirakan 10 persennya dari angka kebutuhan di ASEAN atau 4.770 TPU dan 4.220 pilot, juga 1.000 ATC. 

Secara terinci, ia menyebutkan bahwa kebutuhan mereka per tahun untuk periode 2015-2019 adalah 700 pilot, 800-900 TPU, dan 200-300 ATC. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, saat ini BPSDM Perhubungan hanya dapat memenuhi 70-90 pilot, 60-90 TPU, dan 120-130 ATC per tahun. Namun selama lima tahun ke depan (2015-2019) pihaknya menargetkan dapat memasok 3.000 pilot, 4.000 TPU, dan 945 ATC.

BPSDM Perhubungan memang memiliki prasarana dan sarana untuk mencetak para profesional penerbangan, termasuk meningkatkan kompetensinya. Sampai tahun ini, sekolah atau tempat diklatnya adalah STPI (Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia) Curug, ATKP (Akademi Teknis dan Keselamatan Penerbangan) Medan, ATKP Surabaya, ATKP Makassar, ATKP Surabaya, dan Loka Diklat Penerbang Banyuwangi. Ada lagi BPP (Balai Pendidikan dan Pelatihan) Penerbangan Palembang dan BPP Jayapura untuk diklat kompetensi insan penerbangan.

Ke depan, kata Santoso, akan dibentuk BP3 (Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan), organisasi baru sebagai penyelenggara pelatihan atau kursus untuk penambahan kompetensi. Secara bertahap, seluruh pelatihan yang ada STPI pun akan dialihkan ke BP3 agar STPI fokus sebagai sekolah pendidikan tinggi, bahkan akan ditingkatkan untuk menghasilkan master of aviation.

Dijamin kerja
                Siswa-siswa yang dididik di lembaga pendidikan milik BPSDM Perhubungan dijamin masuk kerja. “Untuk tenaga ATC, kami punya MoU dengan AirNav Indonesia, sehingga dijamin masuk kerja, tapi dengan catatan IP-nya minimal 2,75,” ujar Yudhi Sari Sitompul, Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Udara BPSDM. Para siswa ATC yang sekolah di STPI Curug dan ATKP sampai jenjang D3 atau D4 ini pun harus belajar dengan giat untuk mencapai angka tersebut. “Belakangan kami sudah salurkan 100 ATC,” ungkapnya.

                Begitu juga untuk siswa Teknik Navigasi Udara, yang masih dibutuhkan oleh AirNav Indonesia, serta PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II. Namun untuk jurusan Teknik Listrik serta Teknik Bangunan dan Landasan, secara bertahap jumlahnya akan dikurangi karena kebutuhannya tidak banyak. Apalagi perguruan tinggi lain juga dapat mencetak tenaga-tenaga ini. “Kita reduce supaya uang negara tak terbuang sia-sia,” kata Yudhi.

                Dibandingkan dengan tenaga-tenaga tadi, kebutuhan teknisi dan pilot memang lebih banyak. Para siswa yang dididik di Curug ataupun di ATKP-ATKP langsung direkrut operator penerbangan dan fasilitas perawatan pesawat (MRO, Maintenance Repair Overhaul). Karena itulah, untuk memenuhi kebutuhan pilot, BPSDM Perhubungan tahun lalu membuka Loka Diklat Penerbang di Banyuwangi. “Mudah-mudahan Agustus nanti angkatan pertama yang lulus. Ada 12 orang,” ujar Yudhi.

                Sekolah penerbang di Banyuwangi lebih cepat karena jenjangnya non-diploma, sedangkan di Curug D2 atau dua tahun pendidikan. Menurut Yudhi, rencana ke depan, diklat penerbang di Curug akan “dikeluarkan” dari STPI dan menjadi non-diploma. Tempatnya tetap di Curug, tapi difokuskan menjadi diklat atau sekolah pilot yang menghasilkan penerbang dengan kompetensi memuaskan.

Kenapa sekarang ini pilot dari STPI sampai jenjang D2? Karena diklatnya menjadi bagian dari STPI dan sekolah tinggi diharuskan minimal mencetak anak didik dari jenjang D2 ke atas. Padahal di negara mana pun untuk menjadi pilot cukup non-diploma, yang umumnya ditempuh dalam waktu rata-rata satu tahun. “Kenapa kita pun tidak fokus saja untuk mendidik profesional pilot?” ucap Yudhi.

Pilot Curug dipertanyakan
                Target BPSDM Perhubungan untuk mencetak pilot sebanyak mungkin dan berkualitas tinggi menjadi harapan banyak pihak. Namun beberapa kalangan mempertanyakan kondisinya sekarang ini, terutama menyangkut uang negara yang menjadi bea siswa bagi para siswanya.

Dalam setahun, seperti digambarkan di atas, STPI hanya meluluskan 70 pilot. Padahal setiap tahun merekrut siswa sampai 200 orang dan uang negara yang dikucurkan juga tidak sedikit. Kalau setiap siswa mendapat dana Rp400 juta, berapa yang dikeluarkan dalam setahun? Pertanyaan ini diungkap oleh para praktisi penerbangan, terutama yang terjun di sekolah penerbang.

TRUE STORY Secuil Kisah Awak Hiu Kencana (Bagian 4)

Kisah ini sengaja saya tulis berdasarkan catatan-catatan tertulis yang saya punya dan juga cerita-cerita dari para “Silent Warrior” pinisepuh saat mereka dulu bertugas mengawaki “Hiu-hiu besi” kita dalam menjaga Kedaulatan NKRI yang mungkin selama ini belum pernah terpublikasikan. Dan tulisan ini saya dedikasikan juga kepada seluruh “Beliau-beliau” tadi berikut juga dengan para “Silent Warrior” muda yang kini masih bertugas mengawal NKRI.

Kalau di jilid ketiga saya mengulas sedikit tentang KS Whiskey Class maka di Jilid 4 ini akan saya tuliskan juga beberapa kisah yang benar-benar terjadi dari adik-adiknya Whiskey Class kita. Dan enggak lupa tulisan ini saya buat secara bersambung (soale dibuat di sela-sela kesibukan saya alias kalau lagi mood dan ada waktu luang ya nulis, kalau enggak mood ya males nulis soale kerjaan saya bejibun banyaknya). So harap maklum kalau-kalau nanti artikel sambungannya lamaaa banget keluarnya.

Torpedo yang berbalik arah
Dalam suatu latihan terpadu, setelah torpedo siap di dalam kapal maka langkah selanjutnya adalah berlayar menuju daerah latihan penembakan torpedo. KS senantiasa mendapat perintah untuk berlayar sehari terlebih dulu karena kecepatannya yang relatif rendah dibandingkan dengan kapal atas air yang akan mengikuti latihan ini. Pelayaran menuju daerah latihan penembakan torpedo berjalan sebagaimana biasaya dan dibarengi juga dengan segala macam peran latihan kedaruratan.
Whiskey Class Submarine

Tiba di daerah latihan kita masih selalu harus menunggu dengan lego jangkar, karena kapal kapal lain yang harus ikut berpartisiasi dalam latihan belum datang. Awak KS kita masih punya waktu untuk istirahat menenangkan pikiran semalam sambil dibuai ombak lambung, sampai keesokan harinya di mana kapal partner maupun kapal sasaran telah tiba dan siap mengikuti latihan.

Dinihari jam empat pagi mulailah peran angkat jangkar. Sesuai dengan apa yang ditentukan dalam Rencana Operasi maka kapal sasaran akan mengambil posisi tertentu. Dan KS kita menyelam mendekatinya sampai suatu jarak penembakan torpedo latihan yang paling efektif. Hal ini lalu berarti bahwa setelah melewati sasaran torpedo masih punya tenaga untuk berenang kemana sukanya.

Lalu mulailah komunikasi data tentang sasaran antara Komandan yang mengintai sasaran dari atas, dirubka atau bilik tempur lewat periskop serang (dikenal juga sebagai periskop Komandan), dengan Starpom atau KKM yang mengendalikan manajemen penembakan torpedo dan Perwira Torpedo serta Juru TAS-L 2 yang meneruskan perintah Komandan ke torpedo melalui putaran jentera roda gigi TAS- L 2 nya.

Sesekali terdengar pemberitahuan Komandan: “Baringan sasaran sekian Derajat, …turunkan periskop”. Lalu lagi, “naikkan periskop,…. .baringan sasaran sekian Derajat, …turunkan periskop”. Kemudian Periskop dinaikkan sebentar lagi, Komandan membaring sasarannya, lalu periskop diturunkan lagi, semua ini dilakukan agar kapal lawan tidak sempat tahu kalau sedang kita intai. Kadang-kadang malah masih satu kali lagi, “naikkan periskop, ….baringan sasaran sekian Deradjat,…. turunkan periskop”.

Nah dari data dua baringan atau maksimal tiga baringan sasaran itulah Starpom yang bekerja sama dengan Perwira Navigasi Satu sudah harus dapat memperkirakan kemana haluan sasaran dan berapa kecepatannya, sehingga dapat menghitung pada menit kesekian dan detik kesekian sasaran akan berada di titik mana. (Di KS U-209 dan K 887 K4b, ada alat untuk menghitung segitiga penembakan torpedo yang amat praktis dan serba digital).

Juru TAS-L diperintahkan memasukkan data posisi sasaran sesuai perhitungan Starpom. Perwira Torpedo mengechek kebenaran Juru TAS-L dalam memasukkan data. Dengan data tersebut, TAS-L akan menginterpolasikannya dengan kecepatan torpedo, dan selama jarak itu masih dalam jangkauan torpedo, TAS-L lalu akan memberikan saran yaitu torpedo harus diset pada kecepatan berapa untuk dapat mengenai sasaran dengan salvo tunggal.

Kedalaman luncur diset sesuai dengan besarnya kapal, kalau kapal lawan yang ditembak besar dan sarat kapalnya dalam maka kedalaman luncur diset lebih dalam. Kalau boleh dikatakan TAS-L adalah semacam NTDS (Naval Tactical Data System) tapi masih manual dan “sdelano mbwi CCCP”, alias: made in USSR. Hehehe….

Setelah semua data yang diperlukan diset, maka Perwira Torpedo akan melaporkan bahwa torpedo siap untuk ditembakkan. Komandan untuk kepastian memerintahkan menaikkan lagi periskop untuk terakhir kali, guna melihat apakah sasaran masih tetap dalam kecepatan dan arah sesuai pengamatan awal, dan bila ya, ia akan memerintahkan turunkan periskop dan siap menembakkan torpedo.

Cross check dilakukan dengan melihat juga pada monitor sonar atau sesekali menggunakan radar Flag dengan pancaran sektoral yang mengarah kesasaran saja, dengan pancaran yang intermittent, terputus putus, sehingga tidak akan sempat disadap radar detector lawan, untuk mengetahui kearah mana kapal sasaran akan bergerak dan bagaimana ketetapan haluannya.

Kadang-kadang karena sebenarnya Komandan juga menghitung sendiri dalam benaknya karena tidak yakin pada perhitungan segitiga penembakan torpedo yang dibuat oleh Starpom dan Team Penembakan Torpedonya, atau ia memiliki pertimbangan lain, bisa saja berdasarkan hasil cross check dari sonar maka ia akan mengambil keputusan lain. Dan tentu saja keputusan Komandan lah yang akan dilaksanakan.

Tibalah saat yang paling mendebar debarkan dan yang paling dinantikan. Semua jerih payah hampir dua bulan lebih mempersiapkan kapal untuk penembakan torpedo, akan dilihat hasilnya saat ini.

(Catatan: Team Penembakan Torpedo tidak begitu saja tiba-tiba berlatih menembakkan torpedo latihan di laut, atau penembakan basah, nashen feuer atau wet firing. Mereka telah berminggu-minggu sebelumnya digembleng, berlatih di Attack Teacher dalam suatu penembakan kering di suatu ruangan simulasi penembakan torpedo, dimana ada periskop miniatur yang dapat benar-benar berfungsi sebagai periskop, ada Juru Sonar, ada Juru TAS-L 2, pokoknya semua yang diperlukan dalam peran penembakan torpedo yang harus ada disentral juga ada di situ. Dan di laut di luar kendali Komandan ada simulator kapal sasaran yang bergerak senaknya sendiri tergantung skenario para pelatih, dan dari sinilah sang Komandan mengetahui apakah ia dapat senantiasa mempercayai perhitungan segitiga penembakan torpedo Starpom beserta team Penembakan Torpedonya atau masih harus menghitungnya sendiri lagi).

Akhirnya, datanglah perintah itu. “….Peluncur siap, awas, tembak….” Dan, greg, kapal agak goyah sedikit ketika harus memuntahkan torpedo seberat dua ton dengan tekanan udaranya. Lalu meluncurlah torpedo dengan mulus. Pada saat ini Juru Sonar mulai dengan pekerjaannya yang menentukan nasib kapal lawan. Ia harus senantiasa mendengarkan dengan benar arah torpedo meluncur. (Dalam pertempuran yang sebenarnya, kalau saja arah luncuran torpedo berbeda dengan arah yang akan dituju kapal sasaran, dimana berarti tidak akan ada titik temu diantara keduanya, ia harus segera melaporkan hal ini kepada Komandan, karena ini akan berarti kita harus menembakkan torpedo berikutnya.)

Kali ini laporannya Sang Juru Sonar terdengar sepertinya baik-baik saja: “torpedo meluncur menuju sasaran”, ….beberapa saat kemudian, diulangi lagi, “torpedo masih meluncur menuju ke arah sasaran”. Sementara itu baik Starpom maupun Komandan dan Perwira Navigasi Satu menghitung dengan stopwatch, sudah harus sampai di mana torpedo dengan kecepatan yang diset tersebut pada waktu ini. Cross check untuk itu sekarang ada pada ketelitian telinga Juru Sonar.

Bila segala sesuatunya tepat sesuai perhitungan dan Oke, semua anggota Team Penembakan Torpedo bisa tersenyum. Pada awalnya semua tepat sesuai perhitungan. Juru Sonar melaporkan bahwa torpedo tiba tepat di bawah kapal sasaran tepat sesuai waktu yang diprediksi oleh Team Penembakan Torpedo lewat perhitungan dengan stopwatchnya. Tentunya hal ini membuat gembira seluruh Awak KS yang berarti penembakan torpedo pada latihan kali ini berhasil.

Tetapi tidak lama kemudian tiba-tiba Juru Sonar berteriak terkejut, “Komandan, torpedo berhenti meluncur, …ulangi, torpedo berputar, , ..,Komandan,….torpedo berbalik arah,…….Komandan, torpedo mengarah ke kapal kita…Komandan, torpedo mengarah ke kapal kita……”.

Seluruh Awak KS kita kaget, tidak akan mungkin Juru Sonar berani bermain-main dengan laporannya dalam situasi yang seserius ini, apalagi dari teriakan suaranya terdengar betul kalau dia panik dan ketakutan. Komandan mengkonfirmasikan dari signal yang diterima sonar segera memerintahkan kapal untuk menyelam cepat. Tangki Penyelam Cepat diisi dan dengan pertambahan daya apung negatif seberat sebelas ton, kapal yang awalnya welltrimm dan meluncur dengan manis pada kedalaman periskop, dengan amat cepat masuk menuju kekedalaman aman, sekitar tiga puluh lima meter tepat pada saat torpedo kita lewat di atas kita!.

Suara baling-baling gandanya serta desis uap yang dibuang mesin turbinnya benar-benar seperti suara kereta api express yang lewat di atas jembatan yang tepat di atas ubun-ubun Awak KS kita. Ya tepat di atas ubun-ubun KS kita! Dan Alhamdulillah KS kita selamat!.

Tapi betapapun kita syukuri bahwa torpedo yang lalu jadi seperti bumerang berbalik menuju kearah KS kita tadi cuma sekedar ‘numpang lewat’ dan sama sekali tidak menyinggung kapal. Memang kelihatan nya “cuma” torpedo latihan. Tapi walaupun cuma torpedo latihan kalau bergerak dengan kecepatan 40 knot dan massanya seberat dua ton dengan kepala yang pejal lalu kena KS kita, apa ya akan tahan yang namanya pressure hull KS kita? Pasti bikin bocor juga kan?.

Kapal selam akan senantiasa memiliki cara tersendiri dalam mengatasi masalah kedaruratan dan menyelamatkan dirinya dari segala keadaan kedaruratan apapun juga bentuknya. Kali ini menghindar dari torpedonya sendiri yang mengejarnya dengan kemampuannya menyelam cepat. Yang penting prinsipnya adalah : “harus selalu ada cukup kedalaman air di bawah lunas”,

Catatan : penembakan torpedo dengan kepala latihan yang berbalik arah menuju kapal kita ini benar-benar terjadi di Daerah Latihan di perairan G.G,, dengan para pejabat / perwira kapal, Komandan Mayor U.S (alm, terakhir, laksda) dan Starpom Kapten A.S (alm, terakhir laksda) serta Perwira Torpedo Kapten J.R, Perwira Torpedo Dua Kapten S.A. dan Perwira Navigasi Satu Kapten R.. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1970.

Membuat Surprise Instruktur KS Jerman.
Kisah ini terjadi pada tahun 1978, ketika sekelompok awak KS Whiskey class ex Rusia TNI AL, ditugaskan untuk belajar di Untersee Bootlehrgruppe Zwei, Sekolah Kapal Selam Angkatan Laut Jerman, dalam rangka mempersiapkan diri mengawaki KS gress kita tipe U-209/1300 ton. Pada saat itu kelihatan betul para instruktur KS Jerman menganggap bahwa rombongan awak KS kita ini bagaikan serombongan anak kecil murid “Kindergarten” alias Taman Kanak Kanak yang ingin tamasya di Halle satu, yang penuh dengan dummy peralatan KS U-206 mereka.

Pelajaran demi pelajaran diberikan dengan amat lambat, diulang-ulang, takut kalau para awak KS kita tidak dapat menerima pelajaran tersebut dengan baik, mungkin dipikiran instruktur KS jerman itu patut diduga kalau para awak KS kita itu belum pernah melihat kapal selam sama sekali sebelumnya (hehehe… belum tahu mereka!).

Pelajaran bagaimana mempersiapkan KS untuk schnorkeling, mengisi baterai dengan menjalankan diesel saat kapal selam berada di bawah permukaan air pada kedalaman periskop, bagaimana menghentikan pengisian baterai bila tiba tiba ada pesawat terbang musuh menyerang kita lalu membawa kapal menyelam cepat, semua diberikan dengan amat berhati hati. Wajah mereka para instruktur Jerman itu kelihatan betul tidak mempercayai kemampuan para awak KS kita menterjemahkan pelajaran tersebut.

Akhirnya tiba saatnya pengujian yang dilaksanakan untuk mempraktekkan keseluruhan pelajaran tersebut disimulator pengendalian kapal di Halle satu. Awak KS kita diperintahkan mempersiapkan diesel untuk start, gampang!. Awak KS kita diberi masalah untuk mengatasi gangguan generator mengalami tahanan isolasi rendah, juga dengan mudah dapat diatasi. Setelah diesel berjalan, belum sampai tujuh menit (memang ternyata skenarionya demikian) tiba-tiba seorang instruktur meneriakkan aba-aba, “alarm!, alarm! ……schnell auf sechzig meter gehen…” ( “alarm, ada bahaya, cepat bawa kapal menyelam ke kedalaman enam puluh meter…”). Saat itu Awak KS kita baru sadar apa arti mereka memberikan pelajaran dengan amat berhati-hati dan memaksa harus mengerti betul apa maksud pelajaran tersebut.

Segera saja Awak KS kita bertindak cepat, KKM meneriakkan perintah untuk stop diesel (dilaksanakan oleh Sersan JBP Budihardjo), dan menutup katup gas bekas luar dan dalam (dilakukan oleh Sersan Kamari, juru torpedo satu) lalu menurunkan schnorkel, dan menunggu sesaat. Setelah schnorkel turun penuh, memerintahkan kemudi horizontal depan dan belakang untuk menyelam penuh (dilakukan oleh Sersan Ilyas Mardiyanto), serta mengawasi glubinomehr/alat pengukur kedalaman. Segala sesuatunya berjalan sesuai dengan urutan yang diajarkan dan dengan tindakan yang tepat benar. Semua kejadian itu terjadi tidak lebih dari dua puluh empat detik!.

Para instruktur KS Jerman kaget bukan main! Mereka lalu bersorak dan bertepuk tangan riuh, mereka tidak menyangka sama sekali bahwa para anak-anak dari “kindergarten” yang dididiknya mampu melaksanakan prosedur alarm, justru jauh lebih cepat dari pada yang dilakukan oleh anak didik mereka yang asli orang Jerman!.

Kejadian ini disaksikan oleh Laksamana Mochtar, Kayekdakap (Kepala Proyek Pengadaan Kapal) saat itu (1979), yang kebetulan melaksanakan kunjungan kerja meninjau Satgas Yekdakasel (Satuan Tugas Proyek Pengadaan Kapal selam) di Kiel, Jerman, dan beliau tersenyum lebar sambil manggut-manggut bangga ketika mendengar pujian para instruktur KS Jerman tentang kelebihan reflex para Awak KS kita, yang merupakan tinggalan dari hasil didik para instruktur ex Rusia dulu di Whiskey class!.

Sebagai bukti ketulusan mereka mengakui kemampuan anak-anak “kindergarten” ini melakukan tugas sebagai awak KS, mereka mengijinkan dua kelompok crew inti kasel U-209/1300 kita menggunakan brevet kapal selam Angkatan Laut Jerman! dengan syarat bahwa brevet tersebut baru boleh dipakai setelah para Awak KS kita berhasil melayarkan kapal selam baru kita itu dengan selamat dari Jerman sampai ke Indonesia!.

Aqualung dan pukulan di perut
Untuk mengikuti pelayaran praktek dengan KS tipe U-206 milik Angkatan Laut Jerman salah satu persyaratannya antara lain adalah harus lulus dalam pelatihan menyelamatkan diri dari kedalaman air tiga puluh dua meter tanpa menggunakan peralatan apapun alias cuma bawa diri doang. Persiapan untuk pelatihan ini dimulai dengan pelajaran berenang di Tief Tauch Topf (Kolam Penyelaman Dalam), ULG II, U-boot Rettungs Schule (Sekolah Penyelamatan Kapal Selam Angkatan Laut Jerman). Kolam ini sendiri sebenarnya merupakan suatu menara setinggi tiga puluh dua meter yang dasarnya dapat diangkat, sehingga kedalaman kolam bisa diatur.

Pelajaran kemudian diteruskan dengan menyelam tanpa alat di kedalaman satu meter (anak kecil juga jago, iya kan?), diteruskan dengan memakai topeng selam dan peralatan skuba. Sebenarnya pelajaran-pelajaran tersebut tidak istimewa, semua penyelam yang pernah mengikuti training POPSI awak KS pasti mengalaminya. Akan tetapi yang tidak biasa bagi awak KS kita adalah kalau disuruh berenang sambil menyelam dengan menggunakan aqualung. Berenang melalui antara kaki Instruktur (tinggi mereka rata-rata seratus sembilan puluh senti lebih, Maklum mereka adalah prajurit kampfschwimmer (manusia katak) yang pilihan, kalau disini setara dengan KOPASKA Marinir) yang dikangkangkan dan pada saat kita lewat lalu tiba-tiba tubuh kita dikempit dengan kedua kakinya lalu topeng pernapasan kita dilepas paksa. Setelah itu topeng diberikan lagi kepada kita dan kita harus meniupnya untuk membuang air dari dalam topeng tersebut lalu baru bisa menghisap napas lagi dari aqualung. Sementara itu kita sendiri sudah tersedak dan minum air kolam sekitar kira-kira seperempat liter!

Pelatihan demi pelatihan dikolam tersebut berjalan terus selama dua minggu dan akhirnya tibalah saat penentuan lulus atau tidak untuk dapat diijinkan mengikuti pelayaran praktek dengan KS Jerman tipe U-206. Kita dibawa kedasar kolam yang merupakan simulasi dari ruang kontrol kapalselam yang tenggelam dan berada didasar laut dikedalaman 32 meter dan posisinya miring.

Di ruangan tersebut Awak KS kita harus menghisap udara sebanyak-banyaknya ke dalam paru-paru sebagai bekal untuk melepaskan diri dari kedalaman tersebut tanpa menggunakan peralatan sama sekali. Kemudian menunggu aba-aba lalu naik ke connimg tower yang telah penuh tergenang air dan membuka pintu luar. Setelah itu awak KS kita harus keluar menuju ke permukaan air yang jauhnya tiga puluh dua meter di atas. Dalam perjalanan ke permukaan awak KS kita harus menghembuskan udara dari paru-paru ke luar, untuk mencegah terjadinya barotrauma paru paru.

Dalam perjalanan berenang ke permukaan inilah terjadi hal hal yang tidak pernah diceriterakan ketika pelatihan. Pada setiap perubahan kedalaman tiap sepuluh meter, pasti ada saja “mahluk-mahluk” guede besar yang berenang mendekati kita dan terus menerus mengamati kita, mahluk-mahluk itu adalah para kampfschwimers petugas-petugas ULG I yang akan memeriksa apakah awak KS kita dalam perjalanan menuju ke permukaan air menghembuskan nafas terus menerus atau tidak. Bila ada awak KS kita kedapatan menahan nafas, sudah pasti Mahluk Guede itu tidak segan-segan akan memukul perut awak KS kita dengan keras dan ikhlas, “bukk…..,” dan,… uhhukk…, Awak KS kita pasti akan terbatuk serta terpaksa menghembuskan nafas yang tadinya tertahan.

Rupanya mereka-mereka ini bertugas menjamin bahwa Awak KS kita menuruti aturan main yang mereka ajarkan. Sebab bila kita menahan nafas karena takut akan kehabisan nafas saat masih di bawah air, setelah mencapai permukaan kita akan mengalami penyakit yang disebut dengan barotrauma paru-paru.

(Catatan buat Warjagers : Penyakit barotrauma paru-paru terjadi karena gelembung paru-paru kita pecah, hal ini disebabkan karena tekanan udara yang kita hirup di dalam conning tower di bawah bertekanan besar, sekitar empat atmosfir, dan setelah kita tiba di permukaan, tekanan tinggal satu atmosfir, sehingga tidak ada keseimbangan antara tekanan di dalam gelembung dan di luar gelembung. Ketidakseimbangan inilah yang akan menyebabkan pecahnya gelembung udara paru-paru kita.)
Masalahnya di sini adalah mukulnya itu lho, keras banget!

U 206 TNI AL
Di tahun 1996 TNI AL kita diprogramkan oleh Pemerintah saat itu untuk penambahan armada Kapal selam. Setelah sekitar tahun 1993 Armada Kapal Atas Airnya telah ditambah dengan pembelian beberapa unit Kapal Second Hand ex Jerman Timur mulai dari Korvet Parchim, Pemburu Ranjau kelas Condor dan LST tipe Frosch.

Tipe yang diajukan oleh pemerintah adalah KS dari kelas Scorpene CM-2000 dengan berat 1.600 ton buatan Perancis yang saat itu dibanderol seharga $400jt (dalam keadaan kosong) dan apabila full arnament termasuk persenjataan seharga $600jt per unitnya. KSAL kita saat itu Laksamana Arief Kushariadi setelah menimbang dan memikirkan, lalu memutuskan untuk menolak usulan pemerintah tersebut dan lebih memilih untuk mengadakan KS Second Hand Tipe U206 dengan berat 450 Ton dari Jerman.

Saat itu dengan harga sebesar $600jt kita bisa mendapatkan 4 sampai 5 unit KS U206 second tersebut dengan full arnament. Pertimbangannya adalah sebagai berikut, dikarenakan dalamnya perairan yang bersinggungan langsung dengan negara-negara tetangga di Kawasan Indonesia bagian barat adalah rata-rata 40 meter maka akan lebih optimal bila TNI AL memiliki KS dengan bobot tonase yang rendah.

Sebagai contoh: dengan menggunakan KS type U-209 /1300 yang kedalaman selam amannya saja minimal 30 meter, Resiko yang akan dihadapi oleh KS tersebut baik itu resiko kandas karena sempitnya ruang gerak manuver bawah air sangatlah besar (dengan panjang 59,5 meter, pada kedalaman selam 30 meter, apabila trimm ke depan saja sekitar 7 derajat, hidung KS sudah dipastikan tinggal berjarak sekitar 2 meter saja dari dasar laut, yang dalam kenyataannya kontur dasar laut itu tidak semuanya rata).

Di tahun 1997 pelaksanaan overhaul dan tropikalisasi KS type U-206 / 450 sebanyak 4 unit (dan belakangan bertambah menjadi 5) kapal, yang dilaksanakan di galangan HDW (Howaldtswerke-Deutsche Werft) di Kiel, Jerman mulai dikerjakan. KS kita juga sudah memakai nomer lambung 403, 404, 405, 406, dan 407. Masing-masing pun sudah dinamai, yakni KRI Nagarangsang (eks U-13), KRI Nagabanda (eks U-14), KRI Bramasta (eks-U19), dan KRI Alugoro (eks U-20), KRI Cundamani (eks U-21).

Bahkan ketika para ahli dan teknisi dari HDW dan TNSW masih kebingungan saat mencari space alias tempat bagi peralatan tropikalisasi seperti AC, reverse osmosis , kompresor dan ruang pendingin bahan makanan serta kompresor UTT dublir. Ada perwira KS kita yang sanggup memberikan saran yang matang dan bahkan sudah dengan perhitungan kesetimbangan “Buoyancy equal to Gravity” serta “sigma moment equal to zero” saat kapal menyelam. Dan Kebenaran perhitungan Perwira KS kita tersebut terpaksa mendapat acungan jempol dan diakui oleh Pimpinan team HDW saat itu (Dipl. Ing.Walter Freitag dan Dipl.Ing.Schuld) dan team kepala TNSW (Dipl.Ing Klein), dengan disaksikan oleh Pak Aboe dari BPPT kita, yang sempat berkomentar: “gila, masak Jerman yang nenek moyangnya pembuat kapal selam masih harus diajari menghitung keseimbangan untuk melaksanakan modifikasi tropikalisasi kapal selamnya sendiri oleh kita!”.
Kapal Selam Kilo 877


Muncul tiba-tiba di dekat KS Armada VII
Kejadian ini merupakan yang terbaru dari tugas-tugas KS kita dalam menjaga wilayah kedaulatan Indonesia, peristiwa inilah yang sering dibilang oleh sebagian Warjagers sebagai peristiwa KS kita yang menyundul KS Nuklirnya Armada ke VII USA. Sebetulnya bukan menyundul akan tetapi ikut menyembul alias muncul kepermukaan hampir bersamaan.

Singkat cerita saat itu KS kita dari type 877 K4b sedang berpatroli rutin di bagian terluar wilayah selatan menuju timur perairan kita, ketika tiba-tiba saja Juru Sonar menangkap suara “baling-baling” dikejauhan dan suara itu terus mendekat kearah KS kita.

Komandan KS kita yang sigap saat itu langsung memerintahkan agar KS turun ke kedalaman operasi menuju maksimal dan mengatifkan rezim motor ekonomis yang noiseless sambil menunggu “Baling-baling” tadi mendekat.

Benar saja, tidak lama kemudian suara baling-baling itu semakin dekat dan kemudian melewati KS kita. Dari suara baling-baling itu bisa ditebak kalau yang lewat barusan itu adalah sebuah KS juga, akan tetapi belum diketahui milik siapa.

Komandan kemudian segera melaporkan kejadian ini ke markas yang kemudian ditinjak lanjuti ke Pusat dan kemudian keluar perintah agar terus membayang-bayangi KS asing tersebut. Dan perintah tersebut dilaksanakan oleh KS kita yang terus membuntuti KS Asing tersebut.

Awalnya Awak KS kita menduga KS asing itu adalah KS Collins nya Australian Navy, akan tetapi arah berlayar KS asing tersebut tidak menuju ke Australia sana, melainkan terus menyusuri kedalaman ZEE kita sampai terus ke selatan Pulau Jawa. Dan mendekati alur ALKI 1 KS itu berbelok arah menuju lautan lepas Samudra Indonesia.

Kali ini bisa dipastikan kalau KS asing tersebut adalah KS miliknya Armada VII, benar saja setelah jauh keluar dari ZEE kita KS asing itu perlahan-lahan mulai berlayar naik ke kedalaman aman, lalu ke kedalaman periskop hingga setelah merasa aman KS asing itu menyembul kepermukaan laut dan berlayar di permukaan laut Samudera Indonesia.

KS kita pun tidak mau kalah, menyadari KS asing itu hendak menyembul ke permukaan, Komandan KS kita juga memerintahkan agar KS kita juga ikut menyembul tidak jauh dari KS asing itu muncul kepermukaan. Sebagai tanda dan pembelajaran kalau KS kita sebetulnya telah menguntit KS mereka sejak lama.

Benar saja, betapa kagetnya para awak KS asing itu ketika tidak berapa lama setelah mereka muncul kepermukaan laut, tiba-tiba saja ada KS Indonesia yang ikut-ikutan muncul tanpa bisa mereka deteksi kehadirannya. Bisa jadi kalau saja perintah dari pusat kepada KS kita dari awal adalah “mentorpedo” KS asing itu, bisa jadi mereka sudah wassalam semuanya.

Komandan KS asing itu mungkin karena merasa malu aksinya ketahuan kemudian berbasa-basi kepada Komandan KS kita mengajak untuk latihan bersama, yang tentu aja ditolak secara halus saat itu.

Sejak kejadian itu saat transfer karena harus melakukan tour of duty alias berpindah tugas sebagai bagian Armada ke VII Pasifik dari Samudra Pasifik bagian barat dari Yokosuka di Jepang ke Samudera Indonesia di Guam atau sebaliknya, dengan melalui Selat Bali maupun Selat Lombok di ALKI 2 maupun melintas Sumadera Pasifik, Laut Seram, Laut Banda di ALKI 3, KS mereka tidak akan berani lagi melakukan innocent passage dengan menyelam diam-diam, tetapi sudah sopan meminta izin clereance dan berlayar di permukaan, karena mereka tahu bahwa hal tersebut bertentangan dengan Hukum Laut Internasional dan mereka juga sadar bahwa aksi mereka itu pasti ketahuan oleh KS Angkatan Laut Republik Indonesia yang dapat mengamati mereka dan kalau mau bisa saja mentorpedo mereka.


HMAS Kanimbla hampir ditorpedo
Kejadian ini terjadi saat Konflik Timor-timur lepas dari pangkuan Ibu Pertiwi. Saat itu KS kita type U 209/1300 yang sedang melaksanakan patroli di laut timor menangkap noise suara baling-baling asing yang bergerak menuju kearah Timor-timur.

KS kita kemudian melakukan infiltrasi secara diam-diam menuju arah suara baling-baling tersebut, begitu agak mendekat baru ketahuan kalau asal suara tersebut adalah pergerakan dari beberapa Kapal Atas Air. perlahan-lahan KS kita naik ke kedalaman periskop dan mengintai malalui periskop dan ternyata asal suara itu adalah konvoi Kapal Perang Australia jenis LST HMAS Kanimbla yang saat itu dikawal oleh 2 kapal Frigate milik Selandia Baru, sedang bergerak melewati terotori wilayah kita tanpa izin menuju Timor-timur sana.

KS kita terus mendekati konvoi kapal perang tersebut sampai pada jarak point blank range torpedo dan sudah dalam posisi siap menembakkan torpedo. Akan tetapi kehadiran KS kita yang mengintai itu kedetect oleh 2 fregat pengawal HMAS Kanimbla akan tetapi kedua fregate itu tidak bisa mendetect posisi yang jelas dari KS kita saat itu ada di mana.

Saat itu pula kedua Frigate pengawal sudah siap-siap mengambil stance posisi tempur bertahan. Sementara itu di saat yang bersamaan HMAS kanimbla mengadu kepada induk semangnya tentang posisinya yang terancam dan mau ditorpedo itu dan
Jakarta langsung ditelepon.

Hasilnya jelas, KS kita tipe U209 itu akhirnya keluar ke permukaan dan terus membayang-bayangi konvoi Kapal Perang tersebut hingga mereka merapat ke Dili timor-timur
Setelah konflik keberanian awak KS kita itu diapresiasi oleh Sonotan.

(Closer to home, the mischief-making potential of submarines was highlighted in a little-reported incident during the Interfet operation to East Timor in September 1999, when Australia was just one miscalculation away from war with Indonesia.

As an Australian-led convoy made its way to Dili, two New Zealand frigates went to action stations after detecting an Indonesian submarine aggressively challenging the convoy. Urgent signals went back to Canberra. In turn, a flurry of diplomatic and political messages went to Jakarta, warning against any threat to the allied ships.

The issue was resolved when the Indonesians withdrew the submarine, but not before it caused “enormous consternation here in Canberra”, says Andrew Davies, the author of the ASPI report.)  Bersambung…..

“Wira Ananta Rudhiro”
“Jalesveva Jayamahe”

“NKRI harga mati!”

( by. Pocong Syereem | JKGR )

OEPS-27: Penjejak Target Berbasis Elektro Optik di Sukhoi Su-27/Su-30 TNI AU

Exercise Pitch Black 2012
Banyak analisis militer memperkirakan bahwa pertempuran antar jet fighter di masa kini dan mendatang akan didominasi oleh pola kemampuan beyond visual range air to air missile, alasannya selain rudal jarak menengah dan jauh kian mumpuni, juga ditunjang kemampuan radar di pesawat tempur yang kian tajam, target dari jarak ratusan kilometer pun sudah dengan mudah diendus dan diidentifikasi. Belum lagi ada dukungan pesawat radar intai seperti AWACS, menjadikan seorang pilot dengan mudah melibas target dari balik cakrawala.
Dasar para analis boleh jadi penuh kebenaran, sebagai indikasi jet-jet tempur utama di Asia Tenggara dan Australia, seperti F-16 C/D (Singapura), F-15SG Strike Eagle (Singapura), Sukhoi Su-27SK/Su-30MK (Indonesia), Su-30 MKM (Malaysia), dan F/A-18 Super Hornet (Australia), telah dibekali rudal udara ke udara jara menengah. Nama-nama rudal AIM-120 AMRAAM dan AIM-7 Sparrow besutan Raytheon dan rivalnya R-77 Vympel dari Rusia mewarnai kompetisi beyond visual range air to air missile di Asia Tenggara. Kepekaan dan kemamapuan sistem deteksi radar tak pelak menjadi penentu utama jalannya pertempuran, berbanding terbalik dengan konsep duel udara jarak dekat (dog fight) yang benar-benar menuntut kemampuan manuver aerobatik dari pilot.

Dalam posisi parkir, EOPS-27 ditutup dengan pelindung untuk mengamankan sensor.
Tampak Su-27SK TNI AU. Dalam posisi parkir, OEPS-27 ditutup dengan pelindung untuk mengamankan sensor.
TS-2704-Sukhoi-Su-27_PlanespottersNet_307059
Namun dalam skenario pertempuran segala sesuatu harus diperhitungkan secara mendalam, meski radar di moncong pesawat dapat memindai target hingga ratusan kilometer, tetap yang namanya perangkat elektronik ada kemungkinan untuk malfungsi, bisa jadi karena kerusakan sistem elektronik, atau juga bisa pula radar error akibat mengalami jamming. Pun dalam kondisi tertentu, pilot bisa saja terpaksa harus mematikan radar (radar silent), dimana pancaran gelombang radar justru bisa menjadi penuntun rudal lawan untuk menemukan posisi pesawat.
Nah, rupanya keadaan diatas telah diperhitungkan secara matang oleh para perancang jet Sukhoi. Dirunut dari kemampuan radarnya, seperti Sukhoi Su-27 TNI AU telah dibekali radar tipe Fazotron N011 Zhuck-27 (kode NATO: Beetle). Radar pada hidung Sukhoi ini punya kemampuan track while scan alias identifikasi selagi mendeteksi. Kemampuan ini juga diikuti dengan kehebatan lain, seperti look down/ shoot down. Artinya radar bisa mengenali beragam target yang bertebaran di udara maupun permukaan. Untuk jarak jangkau radar ini, Beetle dapat mengenali sasaran sebesar tiga meter pada jarak lebih dari 100 kilometer. Pada jarak tersebut radar sudah bisa menganalisa sekaligus 10 sasaran yang dianggap mengancam.
Perangkat OEPS-27 ketika diurai.
Perangkat OEPS-27 ketika diurai.
ols-52sh
Tapi bila radar diatas error atau pilot harus melakukan radar silent, maka Sukhoi Su-27/Su-20 Flanker TNI AU masih punya penjejak target yang canggih dan dapat beroperasi tanpa peran radar. Yang dimaksud disini adalah OEPS-27. OEPS-27 adalah perangkat berupa sensor elektro optik. Teknologi OEPS-27 dirancang untuk mencari dan melacak target berikut emisi infra merah, atau berdasarkan panas yang dihasilkan target. Hebatnya lagi OEPS-27 dalam membidik target dilengkapi dengan sistem pengukur jarak dengan basis built in laser.
Bagi yang belum tahu, OEPS-27 mudah dikenali pada jet tempur Sukhoi Su-27/Su-30. Letak perangkat ini berada di bagian hidung, namun agak mendekat kokpit, dan bentuknya cukup unik dengan desain bola kaca. Perangkat ini terdiri dari dua bagian. Pertama disebut sebagai pengukur jarak bersistem laser (laser range finder) dengan kemampuan pengenalan target hingga delapan kilometer. Kemudian masih dalam bola kaca juga ada IRST (infra red search and track system), dimana sistem ini dapat menjangkau jarak hingga 50 kilometer. Soal cakupan (coverage), untuk sudut azimuth mulai dari -60 sampai +60 derajat, sementara sudut ketinggian mulai dari -60 sampai 15 derajat.
DF-ST-90-07197
Tampilan kokpit Sukhoi Su-30MK
Tampilan kokpit Sukhoi Su-30MK
Pilot Rusia dengan helmet-mounted target designator
Pilot Rusia dengan helmet-mounted target designator
j9-hV7nm7OY
Dengan kombinasi sensor infra merah dan laser, menjadikan Sukhoi mumpuni dalam membidik, alias presisi tembakan menjadi sangat tinggi. Sebagai wujud nyatanya, OEPS-27 dapat dimanfaatkan sebagai pengarah tembakan kanon GSh-30-1 kaliber 30 mm. Tentang kanon Gsh-30-1 memang agak unik, beda dengan kanon internal pada jet tempur Barat yang banyak simpanan peluru. Maka kapasitas kanon pada Sukhoi Su-27/Su-30 hanya bisa menampung 150 butir peluru saja. Ini lantaran pihak pabrikan menjamin tingkat akurasi tembakan dengan bantuan OEPS-27. Sebagai perbandingan, kanon internal pada F-16 Fighting Falcon, F-18 Hornet, dan F-15 Eagle mengsung jenis Vulcan Gatling Gun M61 kaliber 20 mm dengan 500 butir peluru.
Kembali untuk kemampuan OEPS-27, selain diandalkan untuk pengoperasian kanon, OEPS-27 juga mengambil peran penting dalam penggunaan rudal udara ke udara jarak dekat, seperti R-73 yang juga telah dimiliki TNI AU. Dengan basis infra merah, maka OEPS-27 dapat dioperasikan penuh dalam kondisi siang dan malam hari. Secara keseluruhan, OEPS-27 terdiri dari empat komponen utama, yakni sensor thermal infra red, helmet-mounted target designator, laser rangefinder dan computer. Bobot komponen total 174 kg.
Kanon internal Sukhoi Su-27/Su-30, GSh-30-1 kaliber 30 mm
Kanon internal Sukhoi Su-27/Su-30, GSh-30-1 kaliber 30 mm
image001
MiG-29UB juga dibekali OEPS
MiG-29UB juga dibekali OEPS
Sejatinya, OEPS tak hanya untuk keluarga Sukhoi Su-27/Su-30 dan Su-33 saja, jet Rusia lainnya seperti MiG-29 Fulcrum juga mengadopsi OEPS-29, tapi untuk soal kemampuan, kabarnya OEPS-27 pada Sukhoi jauh lebih canggih. Mengingat OEPS-27 adalah perangkat sensor yang vital pada permukaan bodi pesawat, maka sudah lumrah bila setiap kali pesawat diparkir, perangkat ini diberi pelindung warna merah yang diberi label “Remove Before Flight.” (Haryo Adjie)

Lapan dan 7 Universitas Kembangkan Satelit dan Roket

Disain Roket Lapan
Disain Roket Lapan

Lapan menggandeng 7 universitas untuk mengembangkan riset tentang satelit dan roket, demi mewujudkan mimpi teknologi satelit dan roket yang tidak perlu lagi bergantung pada negara lain.
“Satelit umurnya tidak lama, hanya 5-10 tahun. Maka kita tidak boleh tergantung dengan negara lain. Industri satelit adalah industri yang terus menerus, dan perlu dikembangkan terus. Saya yakin kita bisa membangun sendiri,” tutur Kepala Lapan Thomas Djamaluddin, saat penandatanganan kerjasama riset dengan 7 universitas di Kantor Lapan, Jakarta.
“Saat ini kita masih merancang pesawat N219, direncanakan 60 persen merupakan komponen lokal. Dan harapannya semoga bisa terwujud,” imbuh profesor riset astronomi-astrofisika ini.
UU keantariksaan yang disahkan 6 Agustus 2013 menjadi kerangka pengembangan keantariksaan yang kuat. Dalam 25 tahun ke depan ditargetkan Indonesia memiliki satelit penginderaan jauh sendiri, satelit komunikasi yang diluncurkan dengan roket sendiri dan dari bandar antariksa sendiri. Ada beberapa tempat yang telah disurvei untuk menjadi tempat bandar antariksa sendiri. Seperti di Biak dan Morotai.
Untuk teknologi satelit, Lapan sudah menyiapkan 2 satelit, yakni Lapan A2 dan Lapan A3. Kedua satelit itu akan diluncurkan dari Pusat Stasiun Luar Angkasa Sriharikota, India di tahun 2015. Komponen kedua satelit yang dibuat di Indonesia oleh orang Indonesia ini, separuhnya masih impor.
“Sebagian dari dalam negeri, dan sebagian impor, perbandingan 50:50. Industri kita masih beluim mampu membuat komponen satelit, yang tahan dengan kondisi ekstrem,” tuturnya.
Kerjasama dengan 7 universitas ini, adalah dalam pengembangan 4 bidang, yakni: sains antariksa dan atmosfer, pemanfaatan keantariksaan, teknologi kedirgantaraan, dan kajian kebijakan kedirgantaraan.
Dalam membangun 4 kompetensi tersebut, Lapan dan 7 universitas itu menjadi center of excellence, dengan 4 aspek besar yakni Pengembangan kompetensi, pengembangan layanan publik, memperkuat kerjasama nasional-internasional serta pengembangan SDM.
Satelit A2 Lapan yang akan diluncurkan tahun 2014. Tahun 2019 Lapan siap Luncurkan satelit yang jauh lebih modern (photo:Lapan)
Satelit A2 Lapan yang akan diluncurkan tahun 2014. Tahun 2019 Lapan siap Luncurkan satelit yang jauh lebih modern (photo:Lapan)

Anggaran riset berasal dari swadaya universitas dan Lapan. Lapan sendiri memiliki anggaran Rp 800 miliar, yang diperuntukkan operasional Rp 500 miliar dan sisanya untuk riset pembuatan pesawat N219 yang bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia (DI).
Kerja sama riset ini nantinya hanya akan menciptakan dan mengembangkan prototipe teknologi. Kemudian untuk produksi prototipe itu, barulah bekerja sama dengan pihak industri.
“Seperti contoh untuk bahan bakar roket, ketika digunakan dalam jumlah banyak, karena Kementerian Pertahanan perlu roket untuk pertahanan, tentu Lapan tidak bisa menanganinya sendiri. Maka, kerjasama Lapan dengan PT Bahana untuk pengembangan pembuatan roket tersebut. Di mana kita akan membuat prototipe dan nantinya industri yang akan mengembangkan,” tuturnya.
Selain Kepala Lapan, 7 perwakilan universitas yang meneken kerjasama itu: Rektor Telkom University Mochamad Azhari, Rektor Surya University Yohanes Surya, Direktur PENS Zainal Arief, Wakil Rektor Unpad Med Setiawan, Dekan Fakultas Tekni Universitas Nusa Cendana ML Gaol, Dekan Fakultas Sains dan Matematika Undip Muhammad Nur dan Kepala Bidang Hubungan Internasional UGM Rahmat Sriwijaya. 
 

Rabu, 07 Mei 2014

AM Hendropriyono dikukuhkan jadi guru besar ilmu intelijen

AM Hendropriyono dikukuhkan jadi guru besar ilmu intelijen
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara, Jenderal TNI (Purnawirawan) AM Hendropriyono. Alumnus Akademi Militer pada 1967 itu banyak melewatkan karirnya di lingkungan Komando Pasukan Sandhi Yudha TNI AD (kini Komando Pasukan Khusus TNI AD). (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)

Gelar Jenderal (Purnawirawan) TNI AM Hendropriyono bertambah lagi dengan gelar profesor, setelah dia dikukuhkan sebagai guru besar bidang ilmu intelijen, usai menyampaikan pidato pengukuhannya, di Balai Sudirman, Jakarta, Rabu.

Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu membawakan pidatonya yang berjudul Filsafat Intelijen. Dalam pidatonya ia menyampaikan hakikat intelijen adalah tindakan yang cepat dan tepat demi keselamatan negara.

"Intelijen tidak beroperasi pasca kejadian selayaknya penegakan hukum. Intelijen mengumpulkan informasi secara cepat dan akurat untuk mencegah terjadinya kejadian yang membahayakan keselamatan negara," ujar dia.

Untuk itu, ia mengatakan, dari segi epistemologi, intelijen tidak bergumul dengan pengetahuan ilmiah melainkan informasi. Intelijen tidak memiliki banyak waktu untuk memeriksa sebuah informasi melalui metode ilmiah.

"Sebab itu intelijen memeriksa informasi berdasarkan kesahihan sumber dan logika. Informasi yang diperoleh dari eks anggota kelompok radikal tentu lebih akurat dibanding informasi pengamat. Informasi yang diperoleh juga harus logis atau tidak memiliki kontradiksi dengan informasi-informasi lainnya, " kata dia.

Meski selalu berpacu dengan waktu, intelijen tidak dapat begitu saja mengabaikan etika. Imperatif etika tertinggi yang menuntun praktik intelijen adalah melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Bangsa adalah kolektivitas bukan individualitas. 

Pancasila sebagai dasar Negara memuat prinsip-prinsip kolektivitas yang apabila diringkas berbunyi gotong-royong.

Ia mengutarakan realitas bagi intelijen bukan realitas normal melainkan abnormal yang dalam bahasa filsuf Jerman, Carl Schmitt, disebut kedaruratan. Kedaruratan adalah kondisi abnormal yang menuntut tindakan-tindakan ekstra-yudisial. 

Sehingga, kedaruratan pada tataran operasional kerap kali memunculkan tindakan yang tidak masuk akal, sedangkan hukum positif mana pun tidak hadir di sana.

"Selain itu, baik atau buruknya intelijen harus dilihat dari lingkup realitas yang goncang, yang merupakan ruang hampa hukum atau keadaan di mana hukum tidak mungkin lagi dieksekusi. Keluhuran moral pula merupakan modal yang utama bagi intelijen untuk menyelamatkan rakyat dari ancaman perang dalam bentuk dan sifatnya yang baru," ujar dia.

Ringkasnya, ia menjelaskan, demi keamanan bersama setiap individu warganegara, memang harus menyumbangkan sebagian hak asasi pribadinya.

"Sebaliknya demi keamanan individu, keamanan kolektif harus perlu dibangun sesuai dengan konstruksi sosial bangsa kita," kata dia.

Dengan demikian antara pengamanan bagi kebebasan individu dan pengamanan kolektif dalam pemahaman intelijen negara RI harus menyatu.

Penyatuan itu untuk mencapai sinergitas, dalam usaha menghindarkan bangsa Indonesia dari kegamangan teoritis dan praktis yang sangat berbahaya.
 

TNI Kebanjiran Alutsista Baru Tahun Ini

 
Tentara Nasional Indonesia (TNI) tahun ini bakal kedatangan banyak alat utama sistem pertahanan (alutsista) terbaru. Kapuspen TNI Mayjen TNI Fuad Basya mengungkapkan, untuk TNI AU, KRI Usman-Harun akan tiba dari tanah air pada bulan Oktober nanti.

Selain itu ada tank Leopard asal Jerman yang juga akan memperkuat jajaran tank untuk TNI AD. "Beberapa alutsista mutakhir yang kita pesan akan tiba dalam waktu dekat ini. (KRI) Usman-Harun sampai disini pada Oktober, tank Leopard ada 30 unit sekitar September serta meriam untuk TNI AD yang sudah diperkenalkan hari ini," kata Fuad disela lomba menembak antar wartawan di Lapangan Tembak Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (6/5).

Selain itu 5 pesawat tempur F-16 terbaru juga akan memperkuat TNI AU dalam waktu dekat ini guna mengisi skuadron 16 yang kini armada tempurnya sudah usang. "Dan juga ada 5 unit F-16 yang akan mengisi skuadron udara 16 yang pesawatnya akan kita ganti karena sudah tua. Mudah-mudahan bisa tiba sebelum HUT TNI 5 Oktober," tambahnya.

Hari ini TNI AD memperkenalkan 18 unit meriam jenis Tarik How 155 mm didatangkan dari Korea Selatan. Meriam jenis Tarik How 155 mm mempunyai spesifikasi jarak tembak 22 hingga 30 km dengan menggunakan peluru atau amunisi standar.

Meriam ini mempunyai berat kurang dari 7 ton dan memiliki elevansi yang dapat menembak arah lintasan langsung dan lintasan curam. Meriam tersebut juga dilengkapi dengan sistem pengisian proyektil secara semi otomatis. Tak hanya juga mempunyai kelengkapan untuk penembakan di malam hari.
 

TNI Tembak Tentara Papua New Guinea

tni-perbatasan

Tentara Indonesia membuka tembakan ke tentara patroli perbatasan Papua New Guinea (PNG) yang menyebabkan meningkatnya ketegangan di perbatasan PNG – Indonesia.
Kejadian di perbatasan ini memaksa Menteri Luar Negeri dan Imigrasi PNG, memanggil Duta Besar Indonesia untuk PNG Andrias Sitepu, untuk menyampaikan nota protes lainnya, setelah sekitar sebulan sebelumnya nota protes yang sejenis dilayangkan PNG.
Pihak Kementerian Luar Negeri PNG, Pato mengatakan, nota protes itu menyoroti perkembangan situasi perbatasan kedua negara, serta mengutuk “insiden penembakan” pagi hari 19 April, ketika pasukan Indonesia membuka tembakan ke arah patroli pasukan PNGDF.
“Meskipun dilaporkan tidak ada korban, pemerintah Indonesia seharusnya meyakinkan bahwa insiden seperti ini, tidak terulang lagi di kemudian hari”, ujar Pato.
wpapua
Pasukan TNI di Papua

Meski ada protes dari Port Moresby yang membuat situasi memburuk, Pemerintah PNG mendesak Indonesia untuk berdialog mencari solusi ke depan, sejalan dengan perjanjian perbatasan yang telah ditandatangani kedua negara, beberapa tahun ke belakang.
Konflik antara elemen OPM dan TNI selama sebulan terakhir dan maraknya pelanggaran perbatasan, akan menjadi fokus utama dari perundingan perbatasan antara kedua negara yang dilakukan di Jakarta dalam waktu dekat.
Petinggi PNGDF mengambil sikap bungkam terkait isu sensitif yang terjadi di perbatasan. PNG mengerahkan tentara untuk mengawasi perbatasan namun berada di bawah instruksi ketat untuk tidak membalas tembakan jika mereka menemui atau terjebak dalam baku tembak antara OPM dan anggota tentara Indonesia.
Namun, seorang pejabat Pemerintah PNG yang tidak mau disebut namanya mengatakan insiden 19 April bisa membuat persoalan membesar, jika tentara PNGDF terluka ketika mereka ditembaki.
“Kondisinya bisa saja lebih buruk jika ada tentara kami terluka selama baku tembak pada pagi hari 19 April itu. Situasinya sangat sangat sensitif saat ini,” katanya.
Duta Besar PNG untuk Indonesia, Komodor purnawirawan Peter Ilau akan memimpin delegasi PNG ke pertemuan pembahasan perbatasan di Jakarta. (scoop.co.nz)

JKGR.