Senin, 28 April 2014

Militer dan Kepolisian Berbeda Doktrin Penanggulangan Teror

 
Di negara negara demokratis pada umumnya penangangan teroris yang terjadi di dalam negeri dilakukan oleh unsur unsur non militer seperti kepolisian yang dibantu departemen terkait. Karena memang rata-rata tindak terorisme lebih didekatkan ke unsur pidana. Sama halnya negari kita, terorisme berdasarkan UU no 16/2003 tentang penanggulangan tindak pidana terorisme, oleh karenanya lembaga yang dianggap berwenang menangani hal ini adalah Polri. Tetapi karena terorisme juga tidak melulu membawa dampak korban sipil yang tidak berdosa saja, amat mungkin keamanan nasional juga menjadi taruhannya, banyak negara juga menyertakan militernya untuk berperan aktif dalam penanggulangan terorisme. Oleh karena banyak negara yang mengantisipasi hal ini dengan membentuk satuan anti teror yang fleksibel yang berbasiskan kepolisian namun mempunyai kemampuan seperti dimiliki militer yang biasa disebut sebagai paramiliter.

GSG-9

Contohnya Perancis memiliki Groupe d’Internvention de la Gendarmerie Nationale (GIGN) dan Jerman dengan Grenzschulzgruppe (GSG-9). GIGN meski dalam struktur organisasinya dibawah militer, tetapi dalam beroperasi menggunakan aturan pada umumnya kepolisian. Sedangkan GSG-9 jelas satuan ini berada di bawa kepolisian federal Jerman. Namun, negara seperti Inggris menggunakan militernya seperti SAS (Special Air Service) untuk menangani terorisme tetapi jelas tidak berdiri sendiri tapi “in conjunction with” pihak kepolisian. Jadi memang tampaknya institusi non-militer, atau tidak purely military yang digerakkan duluan untuk penanggulangan teror yang terjadi.

SAS Inggris

Lalu dimanakah militer negeri kita ditempatkan dalam upaya penanggulangan terorisme? Pemerintah kita tampak lebih cenderung menempatkan pasukan anti teror milik TNI berada di belakang Polri seperti yang tampak saat ini. Densus 88 menjadi leading sector dalam operasi penanggulangan tindak terorisme di negeri ini. Densus 88 sendiri lebih mirip seperti GIGN dan GSG-9 yang dicontohkan di atas. Berbasis kepolisian dan dilatih serta dilengkapi untuk mampu melakukan close quarters battle (CQB), atau pertempuran jarak dekat melawan teroris bersenjata. Ada catatan saya dalam hal ini. Dalam latihan gabungan TNI-Polri yang pernah saya ikuti, dua doktrin yang berbeda dijadikan satu menangani suatu kasus terorisme bersama sama dengan beban tanggungjawab yang dipikul sama mempunyai kelemahan. Lalu dimana letak kelemahannya? Militer dan kepolisian di manapun di dunia diciptakan berbeda doktrinnya. Militer adalah instrumen kekerasan milik negara yang diberi otoritas untuk menggunakan senjata dalam mempertahankan negara dari serangan militer negara lain. Itu adalah hakekat universal, tapi tentu saja dalam perkembangannya militer digunakan bukan melulu untuk mengatasi agresi militer negara lain. Mengatasi bencana dan penanggulangan terorisme adalah bagian dari tugas yang juga umum dilakukan militer dimanapun di dunia. Sedangkan kepolisian pada umumnya didefinisikan bebas sebagai institusi penegakan hukum, melindungi masyarakat di dalamnya serta menciptakan ketertiban. Namun, juga dipersenjatai, tapi jelas senjata ini adalah dalam rangka menegakkan hukum itu sendiri.

Densus 88 Polri

Dengan doktrin demikian maka penggerakan satuan penanggulangan teror TNI adalah apabila derajat ancamannya sudah sedemikian serius yang membahayakan keamanan nasional secara umum. Oleh karena amat mungkin kelompok teroris yang melawan dipastikan berakhir dengan kematian. Sebaliknya satuan anti teror milik Polri diharapkan lebih ditujukan untuk melumpuhkan daripada mematikan personil teroris. Satuan Gultor milik TNI dibekali senjata utama sub-machine gun seperti Hk MP-5 kaliber 9mm untuk keperluan close quarters battle (CQB). Sedangkan Densus 88 saat ini menggunakan senjata M4A1, assault rifle sebagai kelengkapan utama disamping pistol semi otomatik 9mm. Kaliber senapan serbu M4A1 ini 5,56 mm jelas tidak masuk katagori sub-machine gun. Dalam hal daya bunuh M4A1 lebih besar dari pada Hk MP5. Ini adalah terbalik, seharusnya satuan gultor Polri menggunakan sub-machine gun sedangkan TNI bisa menggunakan sub-machine gun dan assault rifle. Tergantung dengan jenis operasi yang dilakukan. Menggunakan sub-machin gun apabila satuan Gultor TNI dioperasikan untuk pembebasan sandera. Sub machine gun yang berkaliber 9 mm ini pada umumnya tidak akan menembus tubuh sasaran sehingga tidak membahayakan orang yang ada di baliknya. Dengan demikian kemungkinan kematian jiwa karena ketidak sengajaan dapat diminimalisir. Dalam operasi pembebasan sandera, keselamatan sandera adalah prioritas tertinggi yang harus dicapai oleh satuan penindaknya.

Sat 81 Gultor Kopassus

Perbedaan doktrin ini juga yang mendasari satuan penanggulangan teror yang berbasis kepolisian dilatih bukan untuk membunuh tetapi melumpuhkan. Contoh pasukan khusus anti teror milik Perancis, GIGN dilatih untuk menembak dengan senjata utama sub machine gun dengan sasaran di bahu untuk melumpuhkan sasaran teroris. Tujuannya memang diharapkan para begundal teroris ini masih hidup dan dapat diseret ke pengadilan. Kalau akhirnya dijatuhi hukuman mati pelakunya itu berdasarkan keputusan pengadilan. Sebaliknya satuan Gultor TNI dilatih untuk mematikan. Oleh karena mereka di latih untuk menggunakan senjatanya menembak di kepala, dengan cara double tap (menembak cepat dua kali) untuk memastikan sasaran yang ditembak mati.
Jadi dalam konteks penanggulangan teror di negeri kita memang tampak ada ironi dalam kasus ini, TNI menggunakan standar submachine gun untuk CQB sedangkan Polri malah menggunakan assault rifle. Jadi semua tersangka teroris sudah bisa dipastikan mati secara extra judicial. Di luar keputusan pengadilan. Ini jelas tidak sejalan dengan apa yang tertuang dalam UU yang menyebutkan terorisme sebagai tindak pidana, yang semestinya para teroris dilumpuhkan kerena kesaksiannya diperlukan di pengadilan.

Mekanisme Penggerakan Militer yang Diharapkan
Lalu bagaimana mekanisme hubungan antara militer dan Polri yang diharapkan dalam latihan gabungan anti teror yang baru saja berlalu? Pengalaman saya pada saat membawa Sat-81 Gultor Kopassus beberapa tahun lalu (mudah-mudahan tidak sama dengan mekanisme latihan yang baru lalu), semua unit anti teror (Sat-81 Kopassus, Den Bravo-90, Den Jaka dan Brimob/Gegana, Densus 88 belum ada) diberi sasaran yang berbeda dalam suatu kurun waktu yang sama yang Gedung DPR-RI Senayan disimulasikan sedang dikuasi kelompok teroris. Artinya semua satuan penanggulangan teror baik milik TNI maupun Polri mempunyai level yang sama dalam melakukan tugasnya. Tidak ada mekanisme penyerahan kewenangan penindakan dari kepolisian ke militer. Latihan di masa lalu tiap satuan anti teror TNI dan Polri di beri sasaran masing masing. Setelah tiap satuan selesai melaksanakan tugasnya yang ditandai dengan terbunuh dan tertangkapnya teroris maka hasilnya dilaporkan ke komando yang lebih tinggi dalam struktur manajemen krisis. Berbeda secara mekanisme, seperti contoh di Inggris, tanggunjawab penanggulangan teror dalam negeri pada umumnya tetap di pundak kepolisian. SAS digerakkan apabila memang kapasitas kepolisian dipandang tidak bisa mengatasi situasi yang terjadi. Artinya level SAS lebih tinggi dari kepolisian dalam konteks kemampuan penindakan terorisme, namun kepolisian berdasar UU lebih berwenang. Terjadi serah terima kewenangan dalam hal ini. Setelah melakukan penindakan SAS menyerahkan kewenangannya kembali di pihak kepolisian. Sampai bertemu lagi di pengadilan. Disinilah diharapkan latihan yang diadakan tampak mengatur mekanisme penyerahan kewenangan penindakan terorisme dari Polri kepada TNI, dan setelah selesai diserahkan kembali ke tangan Polri. Sehingga mekanisme ini sejalan dengan UU no 16/2003 tentang penanggulangan tindak pidana terorisme yang memberikan kewenangan Polri dalam upaya penanggulangan terorisme di tanah air. Mekanisme ini sekaligus menampakkan bahwa kemampuan penindakan terorisme TNI mempunyai derajat yang lebih tinggi dibanding satuan milik Polri.

FBI Special Force

Penanganan terorisme dalam negeri di USA juga bukan langsung di pundak militer, tetapi di era kini lebih ke Homeland Security dan dinas federal FBI yang memang mempunyai unit unit anti teror. Militernya digerakkan di luar negeri untuk menggebuk terrorist. Namun dalam kondisi tertentu militer juga dapat digerakkan untuk menangani terorisme di dalam negeri seperti terorisme yang terkait dengan Nubika (nuklir, biologi dan kimia), dimana militer mempunyai alat, skill dan personel yang lebih lengkap dibanding institusi lain. Dengan demikian militer ditempatkan sebagai institusi yang digerakkan sebagai upaya terakhir terakhir (last resort) atau karena pertimbangan derajat ancaman yang pada akhirnya harus ditangani oleh militer apabila terjadi di dalam negeri. Tetapi penggerakan militer tetap dengan mekanisme menyerahkan tugas dan kewenangan dari tangan institusi non militer seperti kepolisian ke militer. Mengapa demikian? Karena rata-rata negara demokratik menggolongkan tindakan terorisme di dalam negeri adalah sebagai tindak pidana. Oleh karena kepolisian lebih tepat menangani. Di negeri kita jelas menyatakan terorisme sebagai tindak pidana, dengan demikian satuan penanggulangan teror milik TNI ditempatkan berada di belakang Polri dalam posisi siap membantu kapan diperlukan. Latihan yang baru lalu mudah-mudahan sudah mengambarkan penyerahan kewenangan penindakan dari Polri ke TNI.

TNI sebagai the last resort dalam penanggulangan teror mengandung konsekwensi untuk dilengkapi dengan baik. Asumsinya adalah sebagai pamungkas manakala diperlukan harus berhasil. Oleh karena tidak semestinya dalam era kini ada yang masih berpikir kalau TNI tidak diberiperan dalam upaya penanggulangan teror. Karena hal ini hanya masalah waktu dan kesempatan. Anggapan ini seharusnya tidak ada apabila satuan anti teror TNI juga dilengkapi dengan alat, tingkat ketrampilan, dan personel yang lebih baik dari satuan sejenis milik Polri. Mudah-mudahan situasi saat ini demikian dan bukan sebaliknya justru alat milik TNI amat tertinggal dibanding milik rekan Polri. Pemerintah mempunyai tanggungjawab untuk memperhatikan isu ini.

Penutup

Hal yang lebih penting lagi tidak perlu ada diskusi mana yang lebih tepat menangani militer atau kepolisian hingga seolah ada “rebutan” pelaksanaan tugas. Apabila kita mengetahui posisi masing masing tampaknya kita bisa saling menyiapkan dari menghadapi setiap kemungkinan ancaman yang terkait dengan terorisme. Satuan Gultor TNI akan digerakkan manakala derajat ancaman semakin meningkat dan berada di luar kemampuan satuan anti teror Polri untuk menangani. Mudah-mudahan pimpinan kita juga tidak mengambil “middle route,” antara tugas militer atau kepolisian dalam penindakan terorisme dengan digelarnya latihan bersama yang justru malah mengaburkan tingkat kewenangan dan kemampuan ke dua institusi yang berlatih bersama. Tapi sudah harus jelas memberikan batasan kemampuan antara TNI dan Polri. Latihan gabungan ini seyogjanya bertujuan untuk melatihkan mekanisme, dan prosedur penanggulangannya. Bukan seperti di masa lalu yang lebih cenderung menunjukkan kepada masyarakat bahwa TNI dan Polri kompak dalam pemberantasan terorisme. Saat ini yang dibutuhkan adalah mekanisme yang sesuai dengan aturan hukum dan perundangan yang sudah efektif. Militer membantu tugas Polri dalam penanggulangan terorisme manakala Polri mempunyai keterbatasan. Apabila belum terakomodasi dalam peraturan maka perlu dibuat aturannya tentang kapan waktu penyerahan kewenangan penindakan terorisme dari Polri ke TNI. Sehingga akan tampak batasan Polri dan kemampuan TNI dalam penanggulangan terorisme yang terjadi di negeri kita. Dengan demikian komentar orang seperti Neta S. Pane tidak perlu membuat dongkol kita semua, tetapi dijadikan sebagai bagian dari materi evaluasi latihan yang akan datang.

Oleh: Kol. Inf Joko Putranto MSc.

Sabtu, 26 April 2014

BTR-40 : Panser Yang Nyaris Jadi Besi Tua

BTR-40 hasil retrofit Bengkel Pusat Peralatan TNI-AD

Satu lagi inventaris alutsista TNI-AD yang berusia sepuh, yakni panser BTR (Bronetransporter)-40. BTR-40 bisa dikategorikan sebagai mesin perang satu angkatan dengan tank amfibi PT-76/BTR-50P buatan Rusia yang legendaris. Yakni sama-sama didatangkan pada awal tahun 1960-an. Meski menyandang ”gelar” BTR, panser ringan ini tidak mempunyai kemampuan amfibi. Pada masanya BTR-40 sangat diunggulkan sebagai kendaraan taktis berpenggerak roda 4×4.
Persiapan konvoi BTR-40 TNI-AD

Diperkirakan populasi BTR-40 di Indonesia mencapai 85 unit. Dan seperti halnya mesin perang ex Rusia, BTR-40 sempat terbengkalai dalam waktu lama akibat ketiadaan suku cadang. Bisa dikatakan sebagian panser ini telah menjadi besi tua. Sadar akan jumlahnya yang relatif banyak dan kualitas baja yang cukup baik. BTR-40 pada tahun 1995/1996 dicoba untuk ”dibangkitkan” dari ”kubur”. BTR-40 mengalami program retforofit besar-besaran. Utamanya mencakup penggantian mesin dari bensin ke diesel, perangkat komunikasi, rangka, persenjataan, dan masih banyak lainnya. Program retrofit BTR-40 dilakukan oleh Direktorat Peralatan Bengkel Pusat Peralatan TNI-AD. BTR-40 hasil retrofit pertama kali diperlihatkan ke publik pada pameran ABRI di tahun 1995.
Tapi perubahan yang cukup mudah dilihat adalah dilengkapinya BTR-40 hasil retrofit dengan atap model tetutup. Hal ini menjadikan personel dan awak panser terlindungi dari serangan peluru lawan. BTR-40 retrofit pun kini sudah dilengkapi air conditioner. BTR-40 dirancang dengan beragam versi, TNI-AD memiliki tipe APC (Armoured Personel Carrier) dengan bekal standar senapan mesin kaliber 7,62 atau 12 mm. Dengan desain persenjataan yang terbilang minim, akhirnya diputuskan sebagian BTR-40 disalurkan untuk satuan Brimob Polri. Di tangan Polri, justru BTR-40 banyak mengemban penugasan, contohnya keterlibatan BTR-40 dalam menumpas GPK GAM di Aceh.
BTR-40 Polri, dirancang untuk penangkal aksi huru hara
BTR-40 Retrofit Polri saat beroperasi di Aceh

Sejarah BTR-40
Pengembangan desain BTR-40 dimulai pada awal tahun 1947 oleh biro Gorkovsky Avtomobilny Zavod (GAZ). Rancang bangun BTR-40 didasarkan dari kendaraan truk tipe GAZ-63 4×4 yang berbobot 2 ton. BTR-40 sejak tahun 60-an hingga kini masih digunakan di banyak negara, terutama di negara-negara sahabat Rusia, seperti RRC, Vietnam, Korea Utara, eks Jerman Timur, Ukraina, Polandia, Yaman Utara, Cuba, dan Mesir. Bahkan Israel pun sempat memiliki BTR-40 hasil dari rampasan perang saat melawan Mesir.
BTR-40 versi awal milik pejuang Palestina
Beragam varian BTR-40

BTR-40 terbilang fleksibel untuk urusan persenjataan, selain versi APC, BTR-40 juga bisa disulap sebagai pengusung mortir dan dapat dipasangi kanon anti serangan udara tipe ZPTU twin gun kaliber 14,5 mm. Di lingkungan TNI-AD, BTR-40 ditempatkan sebagai komponen unit kavaleri di beberapa Kodam di luar pulau Jawa.
BTR-40 dengan kanon anti AA ZU23 kaliber 14,5mm

BTR-40 Retfofit TNI-AD/Polri
Tentu BTR-40 di era Sukarno berbeda dengan BTR-40 di era reformasi. Untuk urusan body memang tetap dipertahankan, tapi pada versi retrofit ditambahkan armoured steel plate armox 500S setebal 6 hingga 8 mm. Ini menjadikan BTR-40 punya atap, dan personil lebih terlindungi baik dari serangan lawan dan cuaca hujan/panas.
Rangka BTR-40 yang nyaris jadi besi tua
Proses retrofit di Bengkel Peralatan TNI-AD
BTR-40 Retrofit dengan senjatan GPMG 7,62 mm tanpa kubah
Dari sisi mesin, BTR-40 retrofit menggunakan dapur pacu Isuzu 4 BEI motor diesel dengan 4 silinder. Jumlah percepatan yakni 5 maju dan 1 mundur, tipe silinder Isuzu MSA 5G. Kecepatan maksimumnya 100 km/jam dengan jarak jelajah 660 Km. Bandingkan dengan BTR-40 versi jadoel, mesin menggunakan jenis GAZ-40 motor bensin dengan 6 silinder. Jumlah percepatan 4 maju dan 1 mundur, kecepatan maksimumnya hanya 80 Km/jam dengan jarak jelajah 288 Km. Jelas dari performa mesin, BTR-40 retrofit punya kinerja yang jauh lebih baik.
BTR-40 TNI-AD tanpa kubah
Bagaimana dengan persenjataan? Untuk versi kavaleri TNI-AD, BTR-40 dilengkapi variasi pilihan senjata, diantaranya pelontar granat otomatis AGL 40mm, senapan mesin berat kaliber 12,7 atau senapan mesin ringan kaliber 7,62 mm GPMG. Untuk menjamin keamanan awak penembak, BTR-40 dilengkapi kubah lapis baja yang dapat berputar kesegala arah. Bila panser terjebak di medan perang tak perlu khawatir, BTR-40 dibekali pelontar granat asap kaliber 66 mm sebanyak 8 tabung. Untuk keamanan pengemudi, BTR-40 punya kaca anti peluru dari jenis bullet protective glass setebal 62 mm dengan kemiringan 45 derajat.
Ruang kemudi BTR-40
BTR-40 milik AD Rusia
Bila BTR-40 jadoel tak dilengkapi alat komunikasi, BTR-40 retrofit sudah dibekali radio komunikasi tipe PRC 64. Sebagai kendaraan dengan kemampuan four wheel drive, BTR-40 sangat siap untuk terjun di medan off road. Kemampuan ini semakin afdol berkat penambahan alat pionir seperti kapak, skop, gergaji, dan kabel sling. Untuk jelajah off road, BTR-40 dibekali winch, pada versi jadoel winch digerakan secara mekanis pada gearbox dengan beban tarik 5 ton. Sedangkan pada BTR-40 retrofit, winch menggunakan jenis electronic ramsey model RE10.000 dengan beban tarik 4,5 ton. (Haryo Adjie Nogo Seno)

Spesifikasi BTR-40 Retrofit
Panjang : 4,780 meter
Lebar : 1,880 meter
Tinggi : 2,695 meter (versi kanon dengan kubah)
Mesin : Isuzu 4 BE1 Diesel
Berat kosong : 4960 Kg
Berat tempur : 6000 Kg
Awak + personel : 10 orang
Radius putar : 6,7 meter
Kapasitas tanki : 110 liter
Kecepatan max : 100 Km/jam
Sumber listrik : Alternator 24 volt

“TRUE STORY” Secuil Kisah Awak Hiu Kencana

Kapal Selam Whiskey Class Project 613  Rusia yang sudah nonaktif di ST Petersburg
Kapal Selam Whiskey Class Project 613 Rusia di ST Petersburg (photo: Soulim Mikhail)

“TRUE STORY”

Secuil Kisah-kisah Awak “Hiu Kencana” yang tidak terpublikasikan
Kisah ini sengaja saya tulis berdasarkan catatan-catatan tertulis yang saya punya dan juga cerita-cerita dari para “Silent Warrior” pinisepuh saat mereka dulu bertugas mengawaki “Hiu-hiu besi” kita dalam menjaga Kedaulatan NKRI yang mungkin selama ini belum pernah terpublikasikan. Dan tulisan ini saya dedikasikan juga kepada seluruh “Beliau-beliau” itu, berikut juga para “Silent Warrior” muda yang kini masih bertugas mengawal NKRI. Dan tulisan ini saya buat secara bersambung (soale dibuat di sela-sela kesibukan saya).
Gili Genteng dan “Torpedo” yang hilang.

Kredit Foto : Bilik Hitung Penembakan Torpedo TAS L2 KS Whiskey Class
Kredit Foto : Bilik Hitung Penembakan Torpedo TAS L2 KS Whiskey Class

Gili Genteng merupakan sederet pulau-pulau yang terletak di sebelah timur Pulau Madura. Dideretan pulau pulau ini juga terdapat pulau lain, antara lain Gili Iyang, dan masih banyak lainnya, Laut luas, kedalaman lebih dari cukup, dan yang pasti bukan merupakan jalur lalu lintas kapal niaga, kesemuanya merupakan faktor ideal yang menunjang pemilihannya sebagai Daerah Latihan KS kita. Penduduk pulau pulau ini penghasilannya dari bercocok tanam rata-rata jagung. Di samping itu mereka juga memelihara ternak yang kebanyakan kambing. Hal ini membuat awak KS kita akan dengan mudah memperoleh seekor kambing muda, untuk menu santap malam setelah selesai latihan seharian. Biasanya dalam memperoleh kambing itu selain dengan pembelian juga ditambah barter, tukar dengan bahan perlengkapan kita, seperti makanan dalam kaleng, roti kabin atau lain lainnya, yang jarang bisa diperoleh dipasaran bebas. Awak KS kita biasanya menerima kambing tersebut sudah dalam bentuk dipotong potong, bersih dan tinggal memasaknya doang. Semua masih lengkap, kepala, sampil, jeroan, kaki, dan, terutama yang harus dicek: “torpedo”nya! Karena ini yang pasti jadi rebutan nantinya. Dan begitu Komandan tahu anak buahnya membeli kambing, betul juga, beliau yang nomor satu pesan : “torpedone kanggo aku lho ya!” udah deh kalo Komandan udah bersabda kayak begitu itu yo anak buah musti patuh!.
Waktu terus berlalu dan tibalah saatnya makan malam. Juru masak yang mau memasak masakan pesanan khusus Komandan, mencari bahan pesanannya Komandan tadi, tetapi entah kenapa tidak berhasil menemukannya. Tentu saja, alamat yang ditujunya pertama kali untuk melaporkan kehilangan tersebut adalah Sersan Mulyono, Jabatan utamanya Pak Mulyono ini adalah Juru TAS-L dua, alias Torpedo Elektrik, sedangkan jabatan rangkapnya menjadi Bintara Polisi. Otomatis kalau ada sesuatu yang berkaitan dengan pelanggaran hukum, seperti ada sesuatu yang hilang, maka ia yang paling dahulu mengurusnya. Sersan Mulyono tentu saja kalang kabut mendengar kehilangan ini. Dia mencarinya bersama dengan sang Juru Masak, mulai dari Ruang Satu sampai Ruang Tujuh, tidak lupa trium Ruang Diesel pun dilongok kalau-kalau ada yang nekad menyembunyikannya di sana. Dia juga bertanya kesetiap orang yang dicurigai, tetapi hasilnya tetap nihil. (ya iyalah, mana ada maling mau ngaku!) Akhirnya, karena putus asa sang Bintara Polisi ini menghadap Perwira Jaga, minta ijin mengumumkan pengumuman penting.
Setelah mendapat clereance, “OK, silahkan”. Dan mulailah pengumuman penting tersebut terdengar lewat MKTU, ia mengumumkan : ”….perhatian ruangan ruangan, siapa tadi yang makan (maaf) Biji P*l*r Komandan….” Dengan nada tinggi. (kesal mungkin dia).
Tentu saja seluruh Awak KS tertawa mendengar pengumuman yang konyol macam itu!.
Yang pertama kali kaget sudah pasti sang Perwira Jaga yang sudah mengizinkan Sersan Mulyono tadi, bisa diganyang Komandan dia ada pengumuman kayak itu. Untungnya Komandan saat itu Pak Antonius Soebiyarto (terakhir Laksamana Muda, alm) melihat wajah Sersan Muljono yang memelas, udah enggak sampai hati lagi akan marah. Beliau yang saat itu ada dianjungan cuma komentar: ”sembrono betul bocah iki...”,

Kalah taktik dengan Komandan di Pasir Putih.
Daerah Latihan KS di Pasir Putih suasananya agak lain dari di Gili Genteng. Walaupun sama sama selesai latihan KS lego jangkar, tetapi KS lego tepat di depan Pantai Wisata Pasir Putih, pada jarak yang tercapai oleh perahu karet. Tentu saja, acara pengisian baterai setiap pulang dari latihan tetap merupakan acara rutin, tetapi kan bisa saja diatur, Perwira Pendorong Satu jaga baterai dan Perwira Pendorong Dua pesiar ke pantai. Besoknya gantian.
Dan begitulah, walaupun telah ditetapkan bahwa pesiar paling lambat pulang jam 22.00 atau jam sepuluh malam, maksudnya untuk menjaga kondisi badan para awak selama latihan, akan tetapi toh dalam kenyataannya ada saja awak KS kita yang bandel yang justru berangkat pesiar pada jam 23.00 alias jam sebelas malam!.
Tentu saja, caranya bukan dengan menstart mesin Johnson (motor tempel untuk menenagai perahu karet) dari tepi lambung kapal. Tetapi perahu karet didayung dulu sampai agak jauh sehingga suara start mesin Johnson tidak akan kedengaran oleh Komandan. Kayak-kayaknya taktik SEAL pun kalah dengan taktik pengelabuan musuh yang dilakukan oleh para awak KS kita ini.
Pulang pesiar mereka melakukan hal yang sama. Mesin Johnson dimatikan jauh-jauh sebelum mendekat ke lambung kapal, lalu perahu karet didayung perlahan lahan dan naik bergantian, yang satu menolong yang lain. Suatu saat dalam “silent operation” semacam ini saat pulang, ada anggota jaga yang kebetulan berada di atas geladak. Dan Holdman Satu Sersan Supardi, sambil melempar tali buangan dengan ramahnya menegur: “hey, Komandan sudah tidur ya…?” Yang ditanya diam saja tetapi menerima lemparan tali buangan dari perahu karet dan membantunya mengikatkannya pada tupai tupai.
Yakin atas kebaikan hati sang anggota jaga yang membantunya mengikat perahu karet, tetapi masih merasa belum memperoleh jawaban yang pas sang Holdman Satu mengulangi pertanyaannya, “Hey, ditanya kok diam aja, Komandan sudah tidur ya…” Kali ini ada jawaban, suatu suara yang khas sekali dan berat: “ Belum, Dik…” . Betapa terkejutnya sang Holdman Satu dan keseluruhan penumpang gelap yang pesiar melebihi batas waktu yang ditentukan, soalnya yang menjawab itu justru Komandan sendiri! Infiltrasi SEAL awak KS kita ketangkap basah langsung oleh Komandan Pak Antonius Soebiyarto Alm, yang justru menggunakan jurus taktik Speznatse.
Kebayangkan habis itu hukumannya kayak apa?

Technical Assistance Rusia.
Sadaca alias latihan terintegrasi, khas Rusia bukan hanya dilakukan kalau ada pergantian pejabat, dalam hal ini, Komandan atau KKM. Bila kapal baru selesai perbaikan besar, dan lama berada dalam dock, misalnya, maka team secara keseluruhan harus melaksanakan sadaca. Begitu juga dengan KRI Bramastra 412 setelah selesai perbaikan besar, kapal juga diharuskan menjalani sadaca, untuk mengingatkan awak kapal akan tugasnya, setelah sekian lama nongkrong di atas dock! Perbaikan besar KRI Bramastra ini tadinya ditangani oleh “Projek 613” yang lengkap dengan Technical Assistance dari Rusia, tetapi dalam rangka peristiwa G30S/PKI mereka lalu ditarik pulang kembali semua. Perbaikan jadi agak terkatung katung, dan lama baru selesai. Setelah diyakini, bahwa kapal memang telah siap, diadakanlah sadaca, berturut turut mulai sadaca satu dan dua. Tiba giliran sadaca tiga, di laut, kita mengundang para Technical Assistance Rusia, yang dulu ikut memperbaiki kapal ini, untuk kita minta pertanggungan jawaban atas perbaikan dan modifikasi (kalau ada) yang dilakukannya. Mereka memang berjanji akan datang. Dan, sebagai biasa, orang Timur, untuk menyambut kedatangan mereka, yang kita anggap sebagai tamu terhormat, kapal dilengkapi dengan bumbu serta makanan khas Rusia, antara lain adalah acar bawang putihnya.
Singkat cerita KS telah ada di daerah Latihan Gili genteng. Untuk kesekian kalinya, kapal dipersiapkan untuk berlayar dan bertempur, serta dilanjutkan dengan persiapan kapal untuk menyelam. Semua katub katub yang harus ditutup telah ditutup, dan yang memang harus terbuka telah diberi kedudukan terbuka. Ruangan ruangan laporan kesiapan menyelam. Sekarang, giliran KKM dan orang Rusianya melakukan pemeriksaan kebenaran kedudukan katub. Pemeriksaan berjalan lancar, semua katub berada dalam kedudukan yang benar. Tetapi, begitu selesai memeriksa ruangan belakang, yang lalu dilanjutkan kepemeriksaan ruangan depan, mereka kembali ke Sentral, Ruang Tiga, dengan wajah yang tegang. Ketika salah satu awak KS kita ada yang bertanya dengan bahasa Rusia yang sepotong sepotong, “dawarits, pachimu eto, karazow?”, enggak disangka-sangka, tanpa basa basi, mereka menjawab ”nyet, nyet karazow…” lalu naik keanjungan, dan dari sana mereka berdua langsung terjun ke laut dan berenang ke kapal TCB Rante Kombala yang bertugas mengawasi KS KRI Bramastra menyelam.
Awak KS kita tadi enggak mau bertanya lagi kepada mereka, apakah mereka mau ikut meyelam dengan kita atau tidak. Habis jawabannya udah pasti sih: “nyet! nyet!”
Terus bagaimana dong? apa mau kembali ke pangkalan dan tidak menjalankan pengujian kelayak lautan kapal hanya karena mereka para Technical Assistance Rusia tidak mau ikut menyelam? Komandan Squadron Kapal Selam saat itu Letnan Kolonel Rahadi, setelah berunding dengan Komandan kapal dan KKM lalu memutuskan dengan atau tanpa orang Rusia kita akan tetap melaksanakan pengujian kelayak lautan kapal selam KRI. Bramastra. Yang penting harus hati hati dan sesuai prosedure serta segala sesuatunya dilaksanakan dengan bertingkat, step by step. Jadilah kita melaksanakan pengujian kapal tanpa Technical assistance dan nyatanya kita juga berhasil menguji kapal dengan baik. Kapal dinyatakan lulus serta mendapat sertifikat layak berlayar, menyelam dan bertempur!
Catatan kecil :
Sadaca : Latihan terintegrasi, khas Rusia
Karazow : Baik, bagus, prima.
Nyet karazow : Tidak bagus
Pachimu eto : Bagaimana itu
Dawarits : Sapaan kepada teman atau saudara
Nyet : Tidak.

Kredit Foto : Mantan KSAL (Pak Rudolf Kasenda Alm) saat itu masih berpangkat Kolonel saat ikut menyelam bersama salah satu KS. Whiskey Class.
Kredit Foto : Mantan KSAL (Pak Rudolf Kasenda Alm) saat itu masih berpangkat Kolonel saat ikut menyelam bersama salah satu KS. Whiskey Class.

Tarempa dan Kandang Babi.
Kredit Foto : kursi di Ruang II. KS Whiskey Class. meja makan, yang kalau dalam keadaan darurat, menjadi meja operasi kalau malam juga berubah fungsi menjadi tempat tidur. Sandaran kursi bisa dilipat keatas, menjadi tempat tidur gantung. Yang tidur dibawah, akan serasa tidur dalam peti mati
Kredit Foto : kursi di Ruang II. KS Whiskey Class. meja makan, yang kalau dalam keadaan darurat, menjadi meja operasi kalau malam juga berubah fungsi menjadi tempat tidur. Sandaran kursi bisa dilipat keatas, menjadi tempat tidur gantung. Yang tidur dibawah, akan serasa tidur dalam peti mati

Dalam suatu waktu KS KRI Nagarangsang 404 mendapat penugasan untuk beroperasi ke Tarempa dan patroli di Gugusan Spratley di Laut China Selatan. Karena cukup jauh, perjalanan tidak dilaksanakan langsung dari Surabaya ke Tarempa, tetapi dilakukan dengan stop over di Jakarta. Kalau sudah seperti ini KS seperti biasa dipersiapkan betul-betul sebelum melaksanakan perjalanan jarak jauh ini.
Perjalanan Surabaya ke Jakarta yang ditempuh dalam dua hari relatif biasa saja, tapi pelayaran berikutnya Jakarta ke Tarempa, baru ini yang namanya berlayar dengan kapal selam. Bayangkan perjalanan yang ditempuh dalam waktu yang hampir dua minggu, dengan jumlah awak kapal sebanyak 67 orang, dan air tawar yang dimiliki dikapal hanya sebelas ton, diulangi lagi, sebelas ton!. Bagi awak KS, dengan keterbatasan air yang dapat dibawa di tangki kapal, dapat setengah liter air tawar sehari pun sudah harus bersyukur sekali.
Setiap pagi awak KS kita biasa bangun pagi dengan selalu diiringi musik “merdu” tiupan bootsman fluit dari schipper, diiringi kemudian dengan kata kata Perwira Jaga lewat MKTU : “…perhatian ruangan ruangan, waktu bangun pagi, waktu bangun pagi…” Belum betul betul sadar dari tidur yang tidak nyenyak, yang diputus begitu drastic oleh bunyi bootsman fluit yang melengking nyaring, Awak KS diserbu lagi oleh bunyi bel krrriiiiiing tiga kali panjang, disusul banyak bel pendek, kriing kriiing kring kring tanda latihan kedaruratan. kembali dengan komentar sang Perwira Jaga: “…perhatian ruangan ruangan,…….latihan kedaruratan, kebakaran di ruang sekian di motor pesawat bantu so and so….atau kebocoran di ruang sekian, Kingston peralatan so und so bocor…..”, ini berlangsung setiap pagi dan di setiap hari lho!.
Setelah genap dua minggu akhirnya sampai juga KRI Nagarangsang 404 ketempat tujuan, Tarempa. Peran muka belakang, lalu kapal sandar dan akhirnya setelah dua minggu berturut turut mencium bau laut, awak KS kita mencium lagi bau daratan. Setelah selesai apel, (sekedar untuk untuk meyakinkan bahwa selama pelayaran tidak ada awak kapal yang jatuh di laut mungkin, hehehe…) semua bebas untuk pesiar.
Pesiar?
Ya Pesiar!
Pesiar di sini itu mencari tempat untuk mandi. Hehehe… (bayangkan dua minggu enggak mandi-mandi) dan kondisi Lanal Tarempa saat itu jangan dibayangkan kayak sekarang wong WC nya saja saat itu terbatas sekali jumlahnya dan biasanya itu sudah jatahnya Komandan!.
Gugus Aju (hehehe… pinjam istilah Marinir biar keren) dari beberapa orang awak KS yang telah lebih dahulu keluar memberikan informasi bahwa di Utara dermaga ada sungai yang cukup besar, bisa menampung seluruh anggota untuk mandi sekaligus. Wah, ini dia. Grup Pendarat berikutnya, dengan membawa segebok pakaian kotor segera mengikuti petunjuk regu aju tadi, menuju ke sungai.
Betul juga ada sungai yang cukup luas, jernih lagi. Tanpa perlu ada komando lagi semua awak KS kita langsung turun, tanpa membuka pakaian dan langsung mandi sepuas puasnya. Terus terang daki yang menempel dikulit selama tidak mandi dua minggu dalam pelayaran kemarin walau udah digosok dengan sabun cap Jangkar khusus Angkatan Laut, tetap aja butuh waktu setengah jam lebih untuk itu daki-daki lepas dari kulit. Selesai mandi langsung mencuci pakaian. Bayangkan aja, setelah dua minggu tidak berjumpa air dalam jumlah yang cukup dan sekarang air berlimpah, banar-benar rasa segar yang luar biasa.
Selesai mandi, seperti biasa selalu ada saja Reconnaisance Team dari beberapa awak KS kita yang kini telah ganti pakaian bersih, yang dengan sukarela berpatroli mencari informasi intelijen tentang daerah sekitar kita. Mereka berjalan menyusur ke arah hulu sungai, tetapi pulangnya beberapa anggota tadi kelihatan memberengut dan beberapa tampak komat-kamit mulutnya kayak lagi baca doa. Setelah dekat, baru deh ketahuan kalau mereka semua bukan membaca doa, tapi mengumpat: “… sialan, di hulu sungai di atas sana ternyata ada peternakan babi dan mereka membuang kotoran babi itu langsung ke sungai tempat kita mandi ini…”.
Beeuh…
Kredit Foto : sistem tangki pemberat pokok dan sistem penghembusan KS Whiskey Class
Kredit Foto : sistem tangki pemberat pokok dan sistem penghembusan KS Whiskey Class

Membuat Heboh Pesawat Tempur USAF
Suatu waktu pada saat Angkatan Laut kita mengikuti kegiatan Latihan Bersama dengan Philipina dengan sandi Philindo (Philipine Indonesia Joint Exercise) KS Pasopati 410 kita diikutsertakan dalam latihan tersebut yang saat itu memang berlangsung di Philipina sebagai tuan rumahnya.
Kita mulai meninggalkan wilayah Indonesa, dengan memasuki wilayah Philipina lewat Laut Zulu. Pada saat mengarungi Laut Zulu ini dengan posisi berlayar di permukaan laut, KS kita sempat dibayang bayangi beberapa pesawat jet F-4 Phantom dari USAF. Mereka melintasi kapal kita dalam formasi siap menyerang, dari arah lambung memotong haluan kapal secara tegak lurus!1) Peluru kendali yang bergantungan dirak bawah sayapnya kelihatannya siap diluncurkan, kalau-kalau saja kita membuat tindakan yang provokatif seperti misalnya menyiapkan senjata.
Dapat dimaklumi, mengapa mereka membayang bayangi kita. Alasan pertama, karena kita kan menggunakan KS Whiskey class ex Soviet, sedangkan pada saat itu mereka masih sedang gigih bertikai dengan Vietnam Utara yang notabene merupakan negara satelitnya Soviet. Alasan kedua aatu mungkin yang lebih utama adalah mereka kan memiliki suatu pangkalan Angkatan Laut serta Angkatan Udara yang luar biasa besarnya di daerah Philipina saat itu, yaitu Subic Point dan Clark Field. Jadi wajar wajar saja kalau mereka memiliki ketakutan, jangan jangan ini serangan mendadak Armada KS Soviet ke Subic Point! Hehehe…
Tetapi setelah beberapa kali mengitari kita dan melihat bendera Merah Putih yang berkibar di tiang di depan samaleot 2), mereka lalu terbang satu kali lagi, kali ini sejajar dengan haluan kapal, di arah lambung kanan, sambil membuat gerakan menggoyangkan sayapnya 3) dalam seperempat roll, sebagai isyarat,”kami tahu kalau kamu kawan, selamat bertempur”! Di samping itu ternyata di bawah Komandan memang telah memerintahkan agar panggilan radio mereka yang mengkonfirmasikan identitas kita, dengan isyarat “what ship, what ship”,4) dijawab dengan jelas, “we are Indonesian Man Of War 5), submarine ship Pasopati” . Atas kewaspadaan mereka yang dianggap ada unsur keangkuhannya kayak pamer kekuatan, Komandan KS kita saat itu Pak Soeprajitno, (saat itu Lekol, terakhir beliau berpangkat Laksamana Pertama) cuma komentar: “Mister mister, mbok yaa do not worry worry too much toh mister, wong we just come to Philipine like a tourist that want to make a journey round round Manila City kok, only like that kok yaa bussy-bussy amat sih”, maksudnya, heboh bener sih mereka!
Catatan Kecil :
1. formasi serang: pesawat terbang yang menyerang kapal atas air akan lebih suka mengambil arah memotong tegak lurus haluan kapal yang diserang, sedemikian rupa sehingga mereka dapat melihat sasarannya dengan bidang tembak yang seluas mungkin.
2. samaleot: suatu sistem pipa gas bekas diesel pada saat diesel bekerja dibawah air. Dibuat demikian agar gas bekas telah menjadi dingin ketika keluar dari permuka an air, supaya tidak mudah terdeteksi oleh sensor infra merah
3. menggoyangkan sayap: code antara penerbang, terutama penerbang pesawat tempur. Bisa berarti “follow me”, ikuti saya, kalau diberikan kepada wingman nya (teman terbangnya dalam formasi terkecil), atau, kalau diberikan kepada orang lain, bisa juga berarti ”kami tahu kalau kamu kawan, selamat bertempur”.
4. What ship: suatu etika bertanya dari satu kapal (biasanya kapal pemilik hegemoni didaerah tersebut), kepada kapal lain yang melewat daerahnya. KRI Cakra 401 ketika melewati Selat Gibraltar juga medapat signal seperti itu.
5. “man of war”, suatu istilah untuk membahasakan kapal perang.
Bersambung…..



JKGR.

Jumat, 25 April 2014

Bell 205 A-1 Penerbad: Helikopter Sipil Dengan Kemampuan “Serbu”

bell205
Dari beragam alutsista berusia tua milik TNI, ada yang punya latar belakang unik, seperti awalnya merupakan peralatan sipil yang kemudian setelah dibeli diubah menjadi standar peralatan militer berkempampuan serbu/tempur. Salah satu  yang dimaksud adalah helilopter jenis Bell 205 A-1 yang dioperasikan oleh Penerband (Penerbangan Angkatan Darat) TNI AD. Bell 205-A1 merupakan versi sipil dari helikopter legendaris perang Vietnam, Bell UH-1 Iroquois (Huey).
Berangkat dari perang Vietnam, sosok UH (utility helicopter)-1 memang menjadi primadona di seantero negara sekutu-sekutu AS. Boleh dikata, UH-1 dan variannya (Bell UH-1D, UH-1E, UH-1F, UH-1H, UH-1L, UH-1P, UH-1V) telah menjelma sebagai helikopter ‘berjuta umat’ di kalangan militer dunia, termasuk tentunya Indonesia yang sebelumnya pada dekade 60-an juga telah mengoperasikan helikopter Bell 204B (UH-1B), heli ini dahulu diopersikan oleh skadron udara 7. Satu unit heli Bell 204B dapat Anda lihat sebagai koleksi di museum Satria Mandala, Jakarta.
Konsep UH (utility helicopter) pada tugas operasi militer memang dipandang ideal, terutama untuk mobil udara. Ditelaah dari istilahnya, UH lebih akrab dalam pengertian militer (seperti UH-60 Black Hawk), pada istilah sipil lebih sering disebut sebagai multipurpose utility helicopter, meski letak perbedaan sebenarnya tak beda jauh, lebih ditekankan pada kelengkapan senjata yang biasanya dirancang portable. Seiring menjawab kebutuhan operasi militer pada dekade tahun 70-an, utamanya saat TNI terlibat dalam gelar operasi Seroja di Timor Timur, pergerakan pasukan membutuhkan sarana helikopter yang memadai, selain mampu angkut personel tapi dituntut mampu melakukan bantuan tembakan ke permukaan.
Penerbad14
Penerbad16
Untuk menunjang misi tersebut, ada dua jenis helikopter yang didatangkan pada tahun 1977 – 1978, masing-masing adalah SA-330 Puma buatan Perancis dan Bell-205 A-1. Keduanya masuk dalam kategori heli angkut sedang. Bila SA-330 Puma menjadi arsenal skadron udara 8 TNI AU, maka Bell 205 A-1 menjadi kekuatan skadron udara 11/Serbu Penerbad yang bermarkas di Semarang, Jawa Tengah.
Bila SA-330 Puma sedari awal dibeli baru dengan spesifikasi militer, lain hal dengan Bell 205 A-1. Pada tahun 1977 – 1978 18 unit Bell 205 A-1 dibeli secara second (bekas) dari pasar penerbangan sipil di AS. Baru kemudian setelah didatangkan ke Tanah Air, heli tersebut disulap ala jagoan film “Tour of Duty” di hangar IPTN (sekarang PT. Dirgantara Indonesia). Bell 205 A-1 dikonversi menjadi UH-1 dengan konfigurasi militer, berupa tempat duduk yang disesuaikan untuk juru tembak pada door gun, serta instalasi dudukan untuk senapan mesin FN MAC GPMG kaliber 7,62 mm pada pintu kanan dan kiri.
Personel Kopassus saat melakukan demo fast rope di HUT ABRI ke-50 tahun 1995
Personel Kopassus saat melakukan demo fast rope di HUT ABRI ke-50 tahun 1995
Bila US Army di Vietnam mengusung senapan mesin M-60 pada Heli Huey, maka Penerbad menggunakan FN MAC 7,62 mm
Bila US Army di Vietnam mengusung senapan mesin M-60 pada door gun Heli Huey, maka Penerbad menggunakan FN MAC 7,62 mm
Bell 205_Kaskus
Utilitas menjadi kehandalan heli ini, dalam pertempuran tak jarang Bell 205 A-1 berperan sebagai ambulance udara.
Utilitas menjadi kehandalan heli ini, dalam pertempuran tak jarang Bell 205 A-1 berperan sebagai ambulance udara.
Bell 205 A-1 dalam masa perbaikan
Bell 205 A-1 Penerbad dalam masa perbaikan

Selama digunakan oleh TNI AD, helikopter ini terbilang ‘kenyang’ dalam operasi tempur dan non tempur. Untuk operasi tempur, selain banyak berperan di Timor Timur, Bell 205 A-1 juga dilibatkan dalam operasi militer di wilayah Papua dan Aceh (NAD). Salah satu yang menonjol adalah peran Bell 205 A-1 dalam pembebasan sandera di Mependuma, Irian Jaya pada 1996. Dalam operasi militer ini kekuatan yang dilibatkan Penerbad tergolong besar, hingga delapan unit heli. Terdiri dari tujuh unit gabungan Bell 205 A-1 dan NBell-412, serta sebuah heli NBO-105. Dalam operasi ini sebuah Bell 205 A-1 (HA-5070) mengalami musibah yang menewaskan dua awaknya.
Kemudian pada bulan Oktober 2004, sebuah heli Bell 205 A-1 jatuh di wilayah operasi, yakni di Desa Sukatani – Bireun, Aceh. Heli tersebut jatuh saat sedang terbang dari Takengon, Aceh Tengah menuju Banda Aceh. Delapan personel TNI AD tewas dalam musibah ini, menurut informasi jatuhnya heli bukan akibat serangan GAM (Gerakan Aceh Merdeka), melainkan akibat cuaca buruk yang disertai hujan deras.
aa9198c32db68d943e8e2baa4ee3bb96
Air raid dari Sat Gultor Kopassus
Air raid dari Sat Gultor Kopassus, foto: Antara

Waktu terus berjalan, dan hingga kini dari 18 unit yang dibeli, tinggal tersisa 8 unit. Jumlah 8 unit kami dapatkan dari situs Wikipedia. Sementara merujuk ke sumber di majalah Angkasa edisi Juni 1995, disebutkan Penerbad akan mendapat tambahan 20 unit heli Bell 205 A-1 dari AS yang nantinya akan dikonversi menjadi versi UH-1. Meski kini Penerbad telah dibekali versi Bell yang lebih maju, yakni NBell-412 dengan dua mesin serta 4 bilah baling-baling, tapi nampaknya keberadaan Bell 205 A-1 punya kesan tersendiri. Heli ini telah menjadi tumpangan setia bagi Kopassus dalam beragam gelar operasi.
Untuk mendukung misi pergerakan artileri, bersama NBell-412, Bell 205 A-1 juga dapat digunakan mengangkut dengan slink sebuah meriam gunung kaliber 76mm buatan Yugoslavia beserta amunisi. Meriam gunung itu dapat diangkut langsung dari garis persiapan menuju medan datar maupun suatu ketinggian pada medan berbukit yang diproyeksikan sebagai posisi penembakkan.



Menurut informasi, Bell 205 A-1 yang punya satu mesin Lycoming T53-L-13 serta dua bilah baling-baling, punya kemampuan terbang manuver yang lebih lincah ketimbang NBell-412, meski untuk kecepatan tertinggal dengan NBell-412 yang punya dua mesin. Keunggulan Bell 205 A-1 lainnya adalah efek suara mesin yang ditimbulkan. Dengan pola operasi serangan mendadak dari balik pepohonan misalnya, arah kedatangan heli kerap membuat bingung lawan di daratan dengan efek suara yang seolah ‘memantul’ di arah yang tak terduga.
Tampilan bagian dalam kokpit Bell 205 A-1
Tampilan bagian dalam kokpit Bell 205 A-1
cockpit_D-HHVV_HDM_Bell-412HP_EDGE-240605_Bild-5_Tikwe_Web_small
Bell 205 A-1 Penerbad kini telah dimodifikasi lebih lanjut, seperti ditanamkannya sistem navigasi, radar, dan jenis persenjataan. Dilihat dari kemampuan yang sudah battle proven, nampaknya Bell 205 A-1 masih akan terus digunakan oleh Penerbad, bersanding gagah dengan heli Penerbad yang lebih modern, seperti Mil Mi-35 Hind dan Mi-17V5 Hip. (Gilang Perdana)

Spesifikasi Bell 205 A-1
  • Awak            : 1 atau 2
  • Penumpang        : 8 – 9
  • Propulsion            : 1 Turboshaft Engine
  • Engine Model        : Lycoming T53-L-13
  • Engine Power        : 1044 kW    1
  • Speed                : 204 km/h
  • Ketinggian max        : 3.840 meter
  • Jangkauan terbang    : 556 km
  • Berat kosong        : 2.363 kg
  • Max. Takeoff Weight :    4.309 kg
  • Diameter Baling-baling utama    :     14,63  meter
  • Diameter Baling-baling ekor        :    2,59 meter
  • Panjang            :    12,65  meter
  • Lebar            :    17,62 meter
  • Tinggi            :     4,43 meter
  • Terbang perdana    : 16 Agustus 1961
  • Total produksi    : Lebih dari 10.000 unit
Indomil. 

152mm/57 : Meriam Maut Andalan KRI Irian

Meriam 152mm/57

Baru-baru ini di bioskop diputar film “Battleship” yang dibintangi aktor kawakan Liam Neeson. Sesuai tradisi Hollywood, film tersebut nampak menghadirkan efek animasi peperangan laut yang spektakuler. Salah satunya dengan menampilkan adegan USS Missouri yang berkali-kali melepaskan tembakan meriam kaliber 410mm (60 inchi)ke armada alien.
Tulisan ini bukan bermaksud mengulas seputar alur cerita film fiksi tersebut,tapi ada yang menarik diperhatikan dari sisi alutsista yang terlibat, tak lain adalah USS Missouri (BB-63), sebuah kapal penjelajah berat milik US Navy, veteran perang Dunia Kedua yang sejak 1992 sudah dipensiunkan, dan kini menjadi museum terapung di Pearl Harbor, Hawaii. Penjelajah dengan bobot 45.000 ton ini memang punya muatan sejarah panjang, salah satunya sebagai saksi bisu penyerahan Jepang atas sekutu pada 2 September 1945.
Lain dari itu, USS Missouri cukup termasyur dengan keberadaan meriam super heavy 16 inchi Mark 7 gun 50 kaliber 406mm. USS Missouri memiliki 3 kubah (turret) meriam 16 inchi, jadi bila ditotal ada 9 laras meriam kaliber raksasa ini yang siap melumatkan kapal perang lawan. Dengan jangakauan hingga 38Km, meriam ini mampu mengkandaskan destroyer dengan sekali tembakan, bahkan tak jarang meriam tambun ini digunakan untuk bantuan tembakan ke pantai, seperti terjadi saat Missouri mendukung pendararatan pasukan amfibi di Iwojima dan Perang Teluk.
Meriam 16 inchi pada USS Missouri
Nah, daya libas dengan memanfaatkan meriam besar memang menjadi sebuah daya deteren bagi armada angkatan laut. Seperti pada masa Trikora, Indonesia pun mempunyai penjelajah KRI Irian yang amat ditakuti kala itu. KRI Irian dengan bobot 16.000 ton mempunyai beberapa senjata andalam yang mampu membuat nyali lawan ciut, ini tak lain berkat adanya meriam kaliber 152mm/57 B-38 Pattern.
Memang tak sesangar kaliber meriam di USS Missouri, tapi KRI Irian memuat 12 laras meriam kaliber 152mm, dan lawan yang dihujani tembakan proyektilnya akan kandas, meskipun kelas kapal induk Karel Doorman milik AL Belanda sekalipun. Lebih dalam tentang meriam ini, di KRI Irian (Sverdlov class) dilengkapi dengan 4 turret meriam kaliber 152mm, dua turret di sisi haluan dan dua di buritan, masing-masing turret terdiri dari 3 laras yang dioperasikan secara manual dengan pemandu tembakan lewat giroskop.
Meriam 152mm ini dirancang Uni Soviet sejak 1938 dan mulai digunakan paska perang Dunia Kedua (1949). Tak hanya armada penjelajah kelas Sverdlov yang kebagian meriam ini, tapi juga digunakan pada kapal perang Uni Soviet kelas Sovetskii dam Chapaev. Selain ukurannya yang besar, bobot alutista ini pun serba wah, larasnya punya berat 17,5 ton dengan panjang mencapai 8,9 meter. Itu baru bicara laras, untuk tiap kubah (turret) yang menaungi 3 laras beratntya mencapai 145 ton.
Bangkai Sverdlov class di lepas pantai Norwegia, tampak sosok kubah meriam kaliber 152mm

Untuk urusan daya hancur, meriam ini punya jangkauan tembak yang spektakuler, misalnya untuk elevasi 48 derajat dengan amunisi 55Kg, jangkauan bisa mencapai 30,1Km. Sedangkan bila menggukan elevasi 45 derajat, jarak tembak menjadi 23,4Km. Jenis proyektil yang ditembakkan bisa beragam, mulai dari HE (high explosive), distance granade, AP, dan semi-AP mod. Karena masih dioperasikan secara manual, kecepatan tembak per menitnya masih rendah, yakni maksimum 7 amunisi untuk tiap menitnya. Menurut keterangan dari mantan awak KRI Irian, LetKol Laut (Purn) Jaja Surjana, latihan penembakkan merian kaliber 152mm cukup kerap dilakukan, diantaranya dengan mengambil sasaran di sekitar gugusan pulau kecil di laut Jawa.
Sayangnya ketika KRI Irian harus di scrap pada tahun 1972, tidak ada lagi kelanjutan ceritanya, diketahui meriam super jumbo ini ‘dipreteli’ sebelum kapal dibawa pergi. Meriam kaliber 152mm adalah kenangan sejarah yang tinggi bagi alutsista kapal perang TNI AL. Pasanya hingga saat ini TNI AL belum lagi mempunyai meriam dengan kaliber sebesar itu. Saat ini rekor meriam dengan kaliber terbesar untuk kapal perang TNI AL dipegang oleh KRI Fatahilah, KRI Malahayati, dan KRI Nala yang mengusung meriam Bofors kaliber 120mm. (Haryo Adjie Nogo Seno) 

CIS AGL 40: Pelontar Granat Otomatis Andalan Rantis TNI

land_rover_defender_08_of_82
Untuk segmen senjata serbu yang dioperasikan perorangan, bisa dibilang AGL-40 tidak hanya mematikan, tapi sekaligus mampu menghancurkan target lawan secara masif. Inilah kebisaan yang ditawarkan dari pelontar granat otomatis alias AGL (automatic grenade launcher) 40.
Kelebihan senjata ini tak lain karena pengoperasiannya yang praktis tetapi punya daya hancur yang  lumayan dahsyat. Jenis amunisinya pun unik, berbentuk mirip ‘deodorant,’ granet kaliber 40 mm ini juga dapat dilontarkan dalam platform senjata serbu seperti M-16 A1/A2. M-16 biasa ditambahkan pelontar granat M203 single shot weapon yang baru digunakan US Army pada awal 1970. M203 efektif memberikan daya deteren kepada musuh.  Serupa dengan M-16, bahkan senapan serbu SS-1juga punya varian SS-1 SPG-1A yang dibekali pelontar granat 40 mm. Baik M-16 dan SS-1 merupakan senapan serbu kaliber 5,6 mm standar TNI.
M16-A1 dengan pelontar granat M203
M16-A1 dengan pelontar granat M203
Personel Korps Marinir TNI AL menyandang SS-1 SPG-1
Personel Korps Marinir TNI AL menyandang SS-1 SPG-1

Kembali ke CIS 40 AGL, pelontar granat otomatis ini punya kemampuan meluncurkan proyetil sejauh 2.200 meter. Dengan pola linked belt, AGL ini dapat memuntahkan antara 350 hingga 500 granat per menit. Bisa kebayang, bagaimana sasaran yang bisa dihancurkan, pastinya sangat luar biasa daya rusaknya. Proyetil granat ini pun meluncur cukup cepat ke target, yakni 242 meter per detik. Karena kinerjanya yang tinggi, dalam operasi pertempuran laras bisa sangat cepat panas. Sesuai petunjuk dari produsennnya, untuk keamanan maka setiap 10.000 kali tembakan laras harus diganti.
Dalam penggunaanya, CIS AGL 40 biasanya memakain cartridge box yang berisi 32 butir amunisi. Dengan Tipe amunisi CIS AGL 40 terbagi dua, yaitu high velocity dan low velocity. Sedangkan untuk hulu ledak tersedia dengan pilihan HE (high explosive), HEDP (high explosive dual purpose), flare, thermobaric, target practice, infra red illumination, dan non lethal. Yang terakhir non lethal bisa difungsikan sepeti granat asap dalam pembubaran demonstrasi. Sementara bicara soal daya hancur, dengan hulu ledak HE dampak ledakan bisa dirasakan hingga radius 30 meter. Wow!
Land Rover Defender MRCV Kopassus dengan 40 AGL
Land Rover Defender MRCV Kopassus dengan AGL 40 pada dudukan rollbar
land_rover_defender_28_of_82
land_rover_defender_79_of_82
Pelontar granat ini dirancang antara tahun 1986 – 1989 oleh Singapura. Mulai dari rancangan hingga produksi perdana dilakukan oleh Chartered Industries of Singapore (CIS) – sekarang ST Kinetics. CIS AGL 40 resmi diproduksi sejak 1991 hingga kini. Selain memperkuat AB Singapura, senjata ini nyatanya telah diproduksi berdasarkan lisensi oleh Pindad dengan sebutan seri SPG-3. Selain Indonesia, AGL 40 juga digunakan oleh AB Thailand, Uruguay, Sri Lanka, Peru, Filipina, Maroko, Mexico, dan Georgia. Dalam bentuk yang relative serupa, pelontar granat otomatis dengan kaliber 40 mm juga diproduksi oleh negara lain, seperti MK 19 buatan AS, Denel Y3 AGL buatan Afrika Selatan, AGS-17 (kaliber 30 mm) buatan Rusia, dan Heckler & Koch GMG dari Jerman.
Karena unggul dalam mobilitas dan praktis dalam gelar tempur, AGL 40 bisa dibilang ‘laris manis’ digunakan di lingkungan TNI. Satuan elit yang sudah terang-terangan meminang senjata ini adalah Kopassus TNI AD dan Kopaska TNI AL. Kopassus terlihat mengadopsi AGL 40 pada rantis (kendaraan taktis) di jeep Land Rover Defender MRCV, P1 Pakci, Alvis Mamba, Flyer 4×4, dan Casspir MK3. Sementara Kopaska terlihat telah memasang AGL 40 pada X38 Combat Boat. Lain dari itu AGL 40 juga dipasang sebagai pilihan senjata pada panser Anoa 6×6 buatan Pindad dan ranpur sepuh BTR-40. Kesemuanya memperlakukan AGL 40 sebagai senjata portable, yang sewaktu-waktu dapat dilepas.
40mm annunition ST Kinetics
IMAG0239
CIS 40GL
Bila diusung oleh personel infrantri, karena bobotnya AGL harus menggunakan tripod
Bila diusung oleh personel infrantri, karena bobotnya AGL harus menggunakan tripod
Meski bisa dioperasikan oleh seorang personel, bobot senjata ini yang mencapai 33 kg menjadikannya harus didudukan dalam platform tripod. Sementara bila di jeep Land Rover Kopassus nampak dipasang pada dudukan rollbar. Di lingkungan Asia Tenggara, AGL 40 telah digunakan dalam kancah pertempuran, diantaranya dioperasikan oleh Marinir Filipina dalam perang anti gerilya. Bagaimana dengan medan operasi di Indonesia? Boleh jadi AGL 40 atau SPG-3 pernah digunakan dalam operasi militer di NAD. (Haryo Adjie Nogo Seno)


Satgultor Kopassus sempat disiagakan di Bandara Ngurah Rai

Satgultor Kopassus sempat disiagakan di Bandara Ngurah Rai
 Dokumen foto latihan Satuan Penanggulangan Teror (Satgultor) TNI di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. (ANTARA/Widodo S. Jusuf)

TNI Angkatan Darat sempat menyiagakan Satuan Penanggulangan Teror 81 Komando Pasukan Khusus (Satgultor Kopassus) untuk mengatasi dugaan pembajakan pesawat Virgin Blue Airlines jenis Boeing 737-800 di Bandara Ngurai Rai, Denpasar, Bali.

"Informasi pembajakan, ternyata tak benar. Di stasiun TV juga sudah disiarkan bahwa dugaan pembajakan karena ada penumpang yang mabuk," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen TNI Andika Perkasa ketika dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

Ia mengemukakan, pihaknya telah menyiapkan personel Kopassus dari Satgultor-81 untuk mengatasi kemungkinan pembajakan.

"Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Budiman telah memerintahkan Danjen Kopassus untuk menyiapkan semua persiapan yang diperlukan. Mereka harus bersiap-siap, meski belum diketahui kebenaran informasi tersebut," katanya.

Menurut dia, pengerahan pasukan Satgultor-81 Kopassus tentang adanya kemungkinan pembajakan merupakan kewenangan Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko, namun sebagai pembina TNI AD, Kepala Staf TNI AD bisa menyiapkan personelnya manakala diperlukan.

Pilot pesawat Virgin Blue Airlines jenis Boeing 737-800 pada Jumat siang sempat terpantau menara lalu lintas udara (air traffic control/ATC) di Bandara Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, dan Bandara Ngurah Rai mengirimkan pesan bahwa mengalami pembajakan (hijack).

Namun, awak dan penumpang pesawat itu hanya mengalami gangguan dari salah seorang penumpang yang mabuk bernama Matt Christopher, warga negara Australia. Ia sempat melakukan keributan dan menggedor pintu menuju ruang pengendali pesawat (cockpit).