Rabu, 19 Februari 2014

Australia Harus Putuskan, Indonesia Teman atau Musuh !

 
marty-julie
Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa dan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop (photo: REUTERS/Beawiharta)
Menteri Luar Negeri Marty tak habis pikir, sengketa soal tembakau dan udang juga disadap Australia.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa mengaku tidak habis pikir dengan kegiatan intelijen yang dilakukan oleh Pemerintah Australia. Isu penyadapan terbaru, agen ASD (Australia Security Defence), ikut menyadap pembicaraan terkait sengketa dagang soal udang dan tembakau. Kata Marty hal tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan isu keamanan nasional Negeri Kanguru.
Marty mengaku heran, sebagai negara tetangga, Australia justru malah menggunakan kemampuan teknologi intelijennya untuk memata-matai banyak kegiatan di Indonesia.
“Intinya, Australia harus memutuskan, Indonesia ini dianggap sebagai sahabat atau musuh. Sangat sederhana. Karena semua ini soal niat,” ucap Marty.
Kata Marty, ketimbang memata-matai Indonesia, seharusnya Pemerintah Australia meminta dokumen sengketa dagang itu secara baik-baik.
“Apabila mereka bertanya kepada Pemerintah RI, dengan senang hati saya akan berikan semua dokumen yang mereka butuhkan. Tidak ada gunanya menyadap atau menggunakan cara-cara seperti itu,” tuturnya.
Ditanya soal langkah antisipasi yang disiapkan Pemerintah RI untuk menghadapi kejutan bocoran dokumen milik mantan kontraktor NSA, Edward J. Snowden, Marty enggan mengatakannya.
Marty menilai, tidak bijak apabila langkah antisipasi yang telah diambil oleh Pemerintah Indonesia lantas diungkap ke publik. Namun, Menlu Marty yakin lembaga intelijen dan otoritas yang berwenang menangani urusan komunikasi telah mengambil langkah preventif.
Harian New York Times pada Minggu, 16 Februari 2014, menurunkan laporan soal agen intelijen DSD yang memata-matai komunikasi pejabat RI di Washington DC dengan pengacara yang disewa pemerintah untuk menangani sengketa dagang udang dan tembakau. Laporan tersebut bersumber dari dokumen mantan kontraktor NSA, Snowden pada Februari 2013.
Sadap Udang dan Rokok
Hubungan Indonesia-Australia kembali diuji seiring munculnya lagi bocoran dokumen intelijen AS, NSA, oleh Eward Snowden. Australia dilaporkan telah menyadap negosiasi sengketa dagang antara Indonesia dengan Amerika Serikat soal rokok kretek dan udang.
Bocoran yang diulas New York Times, Minggu 15 Februari 2014, itu mengungkapkan bahwa penyadapan pertama dilakukan oleh intelijen Australia, Australia Signals Directorate (ASD). ASD kemudian melaporkan pada NSA bahwa mereka telah menyadap pembicaraan antara pejabat Indonesia dan perusahaan hukum AS yang ditugas menangani sengketa itu.
Dalam dokumen Februari 2013 itu dikatakan bahwa Australia menawarkan untuk membagi hasil penyadapan itu pada NSA. Dalam dokumen tidak disebutkan perusahaan yang menangani kasus tersebut. Namun dalam catatan media, saat itu perusahaan Mayer Brown tengah disewa Indonesia untuk kasus tersebut.
Dalam laporannya ke kantor perwakilan NSA di Canberra, Australia, ASD mengatakan bahwa “Informasi soal percakapan pengacara-klien akan disertakan” dalam hasil penyadapan. Kantor perwakilan ini lantas menghubungi markas pusat NSA di Fort Meade, Maryland, untuk meminta arahan.
Markas NSA lalu memberikan restu bahwa agen Australia “boleh melanjutkan penyadapan pembicaraan, untuk memberikan laporan intelijen yang sangat bermanfaat untuk konsumen Amerika Serikat.” Disebutkan bahwa ASD telah mengakses data dalam jumlah besar dari Indosat, untuk menyadap komunikasi pelanggan operator selular itu, termasuk komunikasi para pejabat di sejumlah kementerian di Indonesia.
Dokumen lain yang diperoleh menunjukkan, pada tahun 2013, ASD mendapatkan hampir 1,8 juta kunci enskripsi induk yang digunakan operator selular Telkomsel untuk melindungi percakapan pribadi dari pelanggannya. Intelijen Australia juga membongkar semua enskripsi yang dilakukan Telkomsel.
Tidak disebutkan kasus apa yang jadi sasaran Australia. Namun saat penyadapan dilakukan tahun 2010 itu, Indonesia tengah terlibat sengketa rokok kretek dan udang dengan AS. Sementara itu, pengacara Mayer Brown, Duane Layton, yang menangani dalam sengketa Indonesia-AS itu mengatakan bahwa dia tidak menyadari dirinya dan perusahaannya jadi sasaran penyadapan.
“Saya selalu berpikir ada orang yang mendengarkan saya. Karena kau akan sangat bodoh jika tidak memikirkan soal itu di zaman seperti ini. Tapi saya tidak pernah mengira akan jadi korban,” kata Layton.
Layton mengatakan isi penyadapan Australia akan sangat membosankan, karena tidak ada yang penting dalam pembicaraan dia dengan kliennya di Indonesia. “Tidak ada yang ‘seksi’ dari penyadapan itu. Isinya hanya hal-hal yang biasa saja,” kata Layton.
Baik NSA dan ASD membantah laporan ini. Juru bicara perdana menteri Australia Tony Abbott mengatakan bahwa mereka tidak mengomentari urusan intelijen. Bocoran ini tidak ayal akan menambah rumit daftar masalah antara Indonesia dan Australia.(viva.co.id).

Selasa, 18 Februari 2014

Teaser Film "Badai"

Kiprah tentang Salah satu Pasukan Elite TNI-AL yang diangkat ke Layar Lebar




Close Battle TNI AD

Yuotube.

Polemik ToT Saab Gripen NG


Saab Gripen NG Swedia
Saab Gripen NG Swedia

Transfer of Technology (ToT) hanya bisa terjadi dengan jalan joint development dan/atau mendatangkan tenaga ahli dengan jumlah yang memadai. ToT “100%” seperti yang ditawarkan Saab Swedia untuk pesawat tempur Gripen NG  hakekatnya hanya karoseri. ToT karoseri ini tidak akan membikin kita bisa mengembangkan pesawat sendiri nantinya, namun paling banter hanya akan menambah lapangan pekerjaan. Dan penambahan pekerja pun nggak seberapa dibanding cost yang akan dikeluarkan, alias MUBAZIR.
ToT Gripen hanya akan menimbulkan bencana bagi kapasitas produksi untuk IFX. Pemerintah tidak mungkin invest membuat 2 jalur produksi untuk IFX dan Gripen. Invest 2 jenis man power juga mahal yang hanya akan menciptakan jebakan over supply man power di masa mendatang karena produksi kedua jenis pesawat ini hanya sedikit. Jangankan 2 jalur produksi, saya belum yakin apakah IFX akan dirakit akhir di PT DI Bandung, mengingat panjang landasan udara Husein sepertinya pas-pasan untuk fighter sekelas IFX (need correction).
Dengan budget yang kecil, pengadaan pesawat yang cukup berwarna hanya akan meningkatkan biaya perawatan. AS mulai meninggalkan sekian jenis pesawat yg sangat berwarna menjadi pesawat tunggal yang bisa menjawab banyak tuntutan dengan melahirkan keluarga F-35.
Gripen kemampuannya rata-rata, kelasnya setara FA-50 Korea. Lebih tepat di kelas 12 ton pemerintah pakai terus keluarga T-50 dan FA-50 Golden Eagle. Di kelas 20-an ton pakai F-16 kemudian beralih ke IFX. Kelas 35 ton-an pakai keluarga Flanker/Fullback. ToT dengan joint development di kelas 20-an ton (KFX/IFX) sangat strategis, karena berada di tengah-tengah antara kelas 12-an ton dengan 30-an ton, sehingga future RI punya fleksibilitas untuk mengembangkan fighter sendiri di kelas 12-an ton dan 30-an ton.
Penggunaan Eurofighter Typhoon, meskipun ini pesawat bagus tapi mahal, juga tidak banyak manfaatnya. Typhoon hanya bermanfaat jika RI punya gesekan dalam hubungan dengan China. Inggris cs tentu saja tidak akan support jika Typhoon dipakai untuk menyerang sekutunya: Australia, Singapore, Malaysia, dann lain-lainl. Sekali dua kali Typhoon bisa gelut dengan F-35 tetangga, tapi tidak dijamin untuk perang berkepanjangan sekian ronde. Typhoon hanya akan menyandera Indonesia, agar budget militer besar hanya untuk barang pajangan.
Gripen NG
Gripen NG

Tawaran ToT Gripen hanya omomg kosong, sebagai pemanis agar pesawatnya laku. Skema ini tidak jelek, tapi cocoknya untuk negara yang industri pesawatnya masih pemula. Contohnya Malaysia, biar menyerap tenaga kerja. Bagi RI fase ToT semacam ini sudah lewat. Real ToT pesawat untuk makin mandiri buat pesawat adalah di joint development di IFX/KFX. Tahun 80-an RI sudah ToT membuat heli BO105, Super Puma, hingga torpedo SUT, termasuk airframe nya dibubut di Bandung. Dan sekarang tetap saja kita kesulitan mengembangkan sendiri benda-benda ini, karena ToT memang tidak mungkin mentransfer kemampuan agar bisa mengembangkan sendiri.
Gripen adalah light fighter berteknologi jadul (lama) yang tidak bakal dipakai untuk future medium weight stealth fighter IFX/KFX. Korea kebingungan dengan teknologi ToT jadul ini? Lah pesawat sekelasnya yang lebih baru, FA-50, isinya apa? Kalau tidak dipakai di KFX IFX, buat apa bela-belain keluar miliaran US$ utk ToT Gripen ini? Misal benar mengajarkan engineer sampai mandiri, Indonesia mau pakai di mana? Belum keluar maintenance cost sepanjang masa hanya untuk light fighter yang kelasnya duplikasi dengan Golden Eagle. Jangan KEMARUK, tapi lihat implikasi cost dan benefit untuk kemandirian.
Bagi Swedia, ini terakhir kesempatan obral ToT Gripen ke RI. Saat ini resource RI baik itu cost dan engineer terserap ke IFX. Sekalinya pesawat IFX operasional, RI tiba tiba akan langsung naik kelas di kancah industri pesawat tempur canggih dunia. Teknologi Gripen pun terlibas dan tinggal menjadi masa lalu. RI kalau kemudian akan mengembangkan pesawat baru minimal berbasis IFX, sementara Gripen hanya sekedar literatur pustaka. Dengan IFX/KFX, RI dan Korsel akan mengisi segment pasar yg saat ini juga diincar Swedia. Apa kata dunia, RI sudah bisa buat IFX yang canggih kok masih ToT karoseri Gripen yang lebih light dan jadul. Bad image for RI, but good image for Sweden.
Tahukah anda, tak lama N250 berhasil first flight 1995an kemudian saham Fokker anjlok hingga pabrik ini tutup 1997-an?
Kini begitu PT DI akan menyelesaikan N219, Airbus memindahkan seluruh produksi NC212 nya ke PT DI. Perlu disadari, N219 pesaing langsung 212 dan Airbus tidak ingin kehilangan pasar di Asia Pasifik. Bagi RI, keuntungan dari lisensi (ToT) 212 kecil, tapi cukup penting di masa sulit sekarang. Kalau mau untung besar ya develop pesawat sendiri, bukan sekedar karoseri ToT. Good luck N219, IFX, New N250 dan sebagainya. (written by WH / 17/02/2014).

TNI Jajaki Sistem Pertahanan Jarak Sedang/ Jauh


Sistem Pertahanan Rudal Buk-M2E Rusia (photo:Rosoboronexport)
Sistem Pertahanan Rudal Buk-M2E Rusia (photo:Rosoboronexport)
Mungkin kabar singkat ini bisa menjadi informasi buat teman-teman di warjag. Semoga info ini bisa bermanfaat buat teman-teman.
Ceritanya hasil pertemuan saya dengan pimpinan TNI AU saat  ada kegiatan di daerah Jakarta pada beberapa hari lalu. Saat itu saya iseng bertanya soal penangkis udara pertahanan negara kita. Untuk penangkis udara jarak pendek kan kita sudah punya seperti Oerlikon, Starstrek, VL Mica, dan lain-lain.
Kita langsung pada jarak sedang. Untuk Jarak sedang direncanakan pada rentra kedua. Di Mef 2 ini, TNI AU akan fokus kepada penangkis udara jarak sedang, untuk mengganti Rudal S-75/SA-2 guidelines.  Saya pun bertanyaa, berikut cuplikan wawancara saya:
Saya : Pak kalau Buk-M2E masuk list?
Jenderal Bintang 3 : “Ya termasuk, namun tunggu menteri baru di tahun 2015. Listnya sudah kita berikan, terima atau tidak itu keputusan kemenhan,”
Sedangkan bos-nya TNI Angkatan udara ngomong gini : “Untuk 10  sampai 100 kilometer itu, perlu untuk kendali jarak sedang. Sekarang lagi diproses mudah-mudahan segera melengkapi sistem pertahanan kita,”
Nah, ini yang ditunggu-tunggu, iseng saya tanya ketertarikan TNI AU dengan Rudal permukaan ke udara jarak jauh, S-300 bapak yang kalem ini (Marsekal Putu) mengatakan :
“Apabila sasaran berada di luar seratus kilometer, maka pesawat masih efektif untuk mengejar. Karena waktu sasaran sampai titik pertahanan pesawat akan mengejar untuk pertahanan itu. TNI AU sudah siap dengan pesawat tempurnya dengan rudal yang sudah dibeli saat ini’.
Nah tipe pesawat ini saya tidak dikasih kisi-kisi, tapi pastinya dari keluarga Flanker. Apakah pesawat Su-27, 30 atau SU-35. Untuk rudal TNI AU punya R-77 (AA-12 Adder), Vympel R-27 (AA-10 Alamo), dan lain-lain. Ada juga rencana untuk membeli rudal jarak jauh, tapi tidak dikasih bocoran juga.
Setelah selesai ngobrol, Pejabat di Kemenhan berinisial RL mengatakan : “Mungkin dipikirkan untuk renstra kedua, tidak untuk pertama. Sekarang dalam pembangunan, dalam renstra kedua, untuk dalam proses pembangunan kementrian pertahanan sudah memikirkan secara holistik ”. (written by Jalo 17/02/2014)

Kapal Selam Indonesia Siap Diproduksi PT Pal


Changbogo Class Submarine
Changbogo Class Submarine (photo: alutsista)

Komisi Bidang Pertahanan DPR-RI dan pemerintah sepakat tentang suntikan dana senilai US$ 250 juta atau Rp 2,5 triliun untuk memproduksi kapal selam di Surabaya- Jawa Timur. Dana tersebut akan diberikan kepada BUMN PT PAL, sebagai Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk membuat kapal selam kelas Changbogo asal Korea Selatan (Korsel).
Wakil Ketua Komisi I DPR-RI TB Hasanuddin menjelaskan, pembiayaan ini akan diberikan secara bertahap. Skema PMN untuk produksi kapal selam mulai dianggarkan pada APBN-Perubahan 2014.
“Komisi I DPR-RI dan pemerintah sepakat bahwa pemenuhan kebutuhan dana penyiapan infrastruktur untuk membangun kapal selam TNI yang ke-3 di PT PAL sebesar maksimal US$ 250 juta, akan dibiayai secara bertahap dengan skema PMN dan akan mulai dianggarkan pada APBN-P tahun anggaran 2014,” katanya saat Rapat Dengar Pendapat dengan Pemerintah di Jakarta (17/2/2014)
Ia menjelaskan skema PMN rencananya akan dimulai pada April tahun ini, melalui kementerian BUMN.
“Selanjutnya pemerintah dengan leading sector-nya kementerian BUMN menyediakan bridging pendanaan selama skema PMN tersebut untuk memenuhi target implementasi yang dimulai pada April 2014,” katanya.
Di tempat yang sama, Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro mengatakan pembangunan infrastruktur kapal selam akan dilakukan oleh PT PAL yang bekerjasama dengan Daewoo Shipbuilding Marine Enginerering (DSME).
“Kapal selam Indonesia ini akan dibuat tahap pertama 3 unit, 2 di Korea dan 1 di Indonesia, totalnya nanti akan ada 12 kapal yang dibuat,” kata Purnomo.
Kapal Selam Changbogo Korea Selatan (Photo:  MC2 Benjamin Stevens/United States Navy)
Kapal Selam Changbogo Korea Selatan (Photo: MC2 Benjamin Stevens/United States Navy)

Dalam rapat dengar pendapat yang dipimpin oleh TB Hasanuddin diikuti oleh sekitar 20-an anggota DPR. Sementara untuk para Menteri yang hadir antara lain adalah Menteri BUMN Dahlan Iskan, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menhan Purnomo Yusgiantoro, Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin dan Panglima TNI Moeldoko.
Sebelumnya, satu dari tiga kapal selam kelas Changbogo yang dipesan Indonesia dari Korea Selatan (Korsel) mulai diproduksi tahun ini di Korsel. Rencananya satu unit lagi kapal selam akan dibuat di Korsel dengan melibatkan BUMN PT PAL.
Sedangkan sisanya akan dibuat di Indonesia sebagai bagian dari program transfer of technology (ToT) untuk Indonesia di galangan PT PAL, Surabaya.
Seperti diketahui Kementerian Pertahanan pada akhir Desember 2011 lalu menandatangani kontrak pengadaan tiga unit kapal selam dengan perusahaan galangan kapal asal Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding Marine Enginerering (DSME). Tiga kapal selam ini akan segera melengkapi armada tempur TNI Angkatan Laut. (detik.com).

Senin, 17 Februari 2014

Kowad Kopassus, PENAKLUK LANGIT Yang TETAP MEMBUMI

Serda (Kowad ) Anik dari Satuan  Kopassus, punya prestasi menggetarkan sebagai Kowad Penerjun dari Korps  Baret Merah. Prestasi teranyarnya adalah sebagai Juara ketiga dalam kejuaraan terjun Payung  diikuti 42 negara di China. Namun jangkauannya ke langit, tak berarti ia tak "membumi". Buktinya, Serda (K) Anik yang sudah melakukan terjun 400 kali  dan 2 Kowad lainnya Serda (K) Ni Putu Irma Purnama Dewi sudah terjun 545 kali dan meraih juara sembilan dunia di China serta Sertu (K) eva erviana yang  terjun 300 kali,  memiilih untuk membantu menjadi koki selama 2 pekan mulai 6 hingga 19 Februari 2014, di Situ Lembang Bandung
  Koki? Ya. Merekalah, para Srikandi Baret Merah bersama dengan 21  Prajurit laki-laki lainnya tanpa lelah dan dengan sepenuh hati  menyiapkan masakan setiap pagi ,siang  dan malam untuk seluruh peserta Ekspedisi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Maluku dan Maluku Utara 2014 selama Pembekalan  di Situ Lembang Bandung,                                                                                                   "Ini bukan karena kami perempuan, lalu kami memasak. Bukan itu. Tetapi, dalam sebuah operasi maupun ekspedisi, stamina setiap anggota atau peserta adalah bekal utama. Jadi kami memilih memasak, karena kami tahu bahwa inilah perjuangan terdepan dari garis belakang,"ungkap Serda (K) Anik.