Pembelian alutsista yang deras akhir akhir ini, meninggalkan pola
yang bisa dianalisa oleh pengamat militer dan para pecinta dunia
militer. Tentu, pembelian alutsisita oleh pemerintah berdasarkan:
Blueprint, Strategi Pertahanan serta Doktrin Induk Tentara Nasional
Indonesia. Strategi Pertahanan Indonesia tak lepas dari Doktrin Induk
yang merumuskan apa hakekat kepentingan pertahanan nasional,
jatidiri/identitas militer/tentara (who we are ?) dan tugas
militer/tentara (what do we do?).
Di bawah doktrin induk adalah doktrin dasar yang intinya berisi
rumusan strategi untuk memaksimalkan pelaksanaan tugas pokok militer
untuk mencapai tujuan pertahanan nasional. Misalnya, apakah akan
menggunakan continental strategy atau defence in depth atau layered
defence. Doktrin ini kemudian dijabarkan ke dalam postur dan struktur
kekuatan (posture and force structure), dan penggelarannya.
Lapis berikutnya adalah doktrin operasional yang merujuk pada doktrin
militer yang memberikan arah bagi penggunaan secara efektif dan efisien
kekuatan militer dalam melaksanakan operasi militer, baik gabungan
maupun kecabangan. Pada lapis ini, doktrin operasional mengidentifikasi
karakteristik dasar masing-masing kekuatan yang mempunyai implikasi bagi
pengembangan strategi dan operasi militer. Sedangkan Doktrin paling
bawah dan operasional adalah pada tingkat taktis yang dikembangkan
langsung untuk pelaksanaan operasi militer di lapangan.
Sistim pertahanan Indonesia masih didasarkan atas doktrin pertahanan
semesta (sishanta) dengan paradigma taktik perang gerilya. Doktrin ini
dicopy oleh Singapura dan disebut strategi “total defence”. Demikian
juga dengan negara-negara lain yang memiliki dinas wajib militer melalui
sistem konskripsi (conscription ) atau mobilisasi.
Jika nantinya alutsista sudah lengkap (walau namanya tetap sishanta),
tapi penerapannya akan menggunakan SISHANTA KEPULAUAN dengan
menggunakan Gerilya laut dan Gerilya Udara untuk menangkal secara dini
di wilayah maritim dan kontrol wilayah udara atas segala potensi
ancaman.
Strategi pertahanan bila dilihat dari medan pertahanannya, jika musuh
sudah mendarat dan memulai sishanta, berarti musuh sudah melewati dua
medan lapisan .
Medan pertahanan dibagi menjadi 3 yaitu:
-Lapisan pertama adalah medan pertahanan penyanggah, berada di luar garis batas zona ekonomi eksklusif dan lapisan udara di atasnya.
-Lapisan pertama adalah medan pertahanan penyanggah, berada di luar garis batas zona ekonomi eksklusif dan lapisan udara di atasnya.
-Lapisan kedua adalah medan pertahanan utama sebagai medan operasi,
dari laut zona ekonomi eksklusif sampai dengan laut teritorial dan
lapisan udara di atasnya.
-Lapisan ketiga adalah daerah-daerah perlawanan pada wilayah
kompartemen strategis darat, termasuk wilayah perairan kepulauan dan
lapisan udara di atasnya, meliputi daerah pertempuran, daerah
komunikasi, dan daerah pangkal pertahanan dan perlawanan.
Lapisan lapisan tersebut tentunya bersentuhan dengan Pertahanan Laut
dan Pertahanan Udara dan pertahanan darat Indonesia. Kawasan pertahanan
udara ditentukan oleh Zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ – Air
Defense Identification Zone), Daerah Terlarang, Daerah Terbatas dan
Daerah Berbahaya.
Wilayah udara adalah ruangan udara di atas wilayah teritorial sebuah
negara. Sedangkan zona Pertahan Laut pastinya ditentukan oleh Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa 1982 tentang Hukum Laut (lihat UNCLOS 82) dan
juga Landasan Kontinen yang diumumkan pada tanggal 17 Februari 1969 dan
diundang-undangkan dengan UU no:1 tahun 1973.
Untuk itu, perlu alutsista yang bisa menjangkau lapisan pertama medan
pertahanan penyanggah yang sementara bisa diwakili oleh Kapal Selam
Killo, Heavy Fighter dan Pesud patroli maritim, Apache, MBT dan Javelin,
sambil menunggu real fregat, destroyer dan rudal Sam Jarak Jauh atau
bisa disebut alutsista berkemampuan heavy. Juga memerlukan alutsista
medium untuk menjaga lapisan pertahanan lapis kedua serta alutsista yang
light untuk mempertahankan lapisan pertahanan pertama.
Politik Luar Negeri Non-Blok dan Zero Enemy.
Indonesia menganut politik luar negeri non blok dan zero enemy sehingga bebas untuk belanja keperluan alutsista dari negara blok mana saja dan tidak terikat oleh suatu pakta pertahanan tertentu. kita bisa mencampurkan (gado gado) sistim alutsista kita. Selama ini banyak yang mencemoh kebijakan pemerintah dalam pengadaan alutsita, baik itu kubu yang pro produk dari barat atau kubu dari blok timur yang berpolemik dengan berbagai alasan tentang isu embargo.
Indonesia menganut politik luar negeri non blok dan zero enemy sehingga bebas untuk belanja keperluan alutsista dari negara blok mana saja dan tidak terikat oleh suatu pakta pertahanan tertentu. kita bisa mencampurkan (gado gado) sistim alutsista kita. Selama ini banyak yang mencemoh kebijakan pemerintah dalam pengadaan alutsita, baik itu kubu yang pro produk dari barat atau kubu dari blok timur yang berpolemik dengan berbagai alasan tentang isu embargo.
Kita pernah diembargo oleh pihak barat beberapa kali dimulai embargo
pada thn 1957 dengan terbatasnya kemampuan pesawat B-25 karena diembargo
suku cadangnya dan juga embargo torpedo untuk kapal cepat kelas jaguar
KRI macan tutul, padahal waktu Indonesia sibuk mengahadapi pemberontakan
permesta dan menghadapi Trikora. Embargo selanjutnya pada tahun 1991
oleh Amerika Serikat setelah peristiwa Santa Cruzz, Dili yang ditutup
dengan episode embargo militer pada tahun 1999, setelah jajak pendapat
Timtim. Kita sudah pengalaman akan PAHITNYA EMBARGO.
Embargo Militer dari pihak Timur juga pernah kita alami saat
penggantian orde lama ke orde baru. Saat itu pihak Uni Soviet memutuskan
hubungan dikarenakan kecewa dengan Indonesia yang jatuh ke pelukan
barat, sehingga membuat kekuatan militer kita dari yang terkuat di
belahan bumi paling selatan, menjadi sebaliknya. Seharusnya saat itu
Presiden Soeharto bisa memainkan kartu dan diplomasinya dengan CANTIK
yaitu tetap Ideologi negara ini berpaling ke blok barat tetapi tetap
mempertahankan kekuatan militernya yang dari blok timur yang sudah
terbangun. Hal tersebut dilakukan oleh Mesir sehingga pihak barat
tidak seenaknya mendikte kebijakan Mesir. Sementara Indonesia, kita
membebek saja karena kekuatan militernya sudah dipaksa untuk dipreteli.
Pak Harto mulai sadar dengan membuka hubungan baik (PEMULIHAN) dengan
pihak Uni Soviet diawali dengan berlangsungnya pertukaran nota
pengesahan protokol pada 4 Juli 1968 di Jakarta yang membahas kewajiban
pembayaran kembali hutang Indonesia kepada Uni Soviet, serta pemulihan
kembali soal soal hubungan ekonomi antara kedua negaradan negara negara
blok timur lainnya. Berlanjut ke persetujuan mengenai kerjasama ekonomi
dan teknik dengan Rumania pada bulan september 1972 dan dengan Uni
Soviet bulan Desember 1974, serta memulai kedekatannya dengan militer
Rusia di era 1990, untuk penjajakan pembelian Pesawat Sukhoi 27 (setelah
diembargo 1991). Mungkin Pak Harto di masa terakhir pemerintahannya
menyesal dengan terlalu mempercayai pengadaan alutsista militernya
terhadap blok barat.
Mendompleng MEF Menuju Kemandirian.
Dengan pengalaman merasakan pahitnya diembargo militer tentunya Indonesia sadar bahwa kita harus mandiri dalam pengadaan alutsista sehingga minim akan dampak dari embargo. Maka ada Undang undang yang wajib Transfer of Technology (TOT) untuk mendukung kemandirian dalam beralutsista.
Dengan pengalaman merasakan pahitnya diembargo militer tentunya Indonesia sadar bahwa kita harus mandiri dalam pengadaan alutsista sehingga minim akan dampak dari embargo. Maka ada Undang undang yang wajib Transfer of Technology (TOT) untuk mendukung kemandirian dalam beralutsista.
Pertimbangan utama pemeritah membeli alutsista yaitu: life cycle
maintanance cost, communalities dan stablished. Maka bisa dibaca dari
pola pembelian alutsista kita yang bisa dibagi dengan kretria: Pembelian
Alutsista kelas berat(heavy), alutsista menengah (medium) dan Alutsista
ringan (Light).
Pembelian Alutsista Kelas Berat (Heavy).
Pembelian alutsista kelas heavy biasanya minim akan ToT. ToT hanya sekedar tingkat 1 yang meliputi bagaimana merawat dan mengoperasikannya dengan benar. Kalaupun ada ToT, maka diajari perbaikan yang kecil kecil misalnya menyambung kabel/sekring yang putus dll (troubleshooting).
Pembelian alutsista kelas heavy biasanya minim akan ToT. ToT hanya sekedar tingkat 1 yang meliputi bagaimana merawat dan mengoperasikannya dengan benar. Kalaupun ada ToT, maka diajari perbaikan yang kecil kecil misalnya menyambung kabel/sekring yang putus dll (troubleshooting).
Pemebelian Alutsista kelas Heavy di matra udara dengan membeli
pesawat heavy fighter Sukhoi dengan minim ToT. Tujuannya mengejar
ketinggalan alusista yang juga mempertimbangkan efek detteren karena
kita belum punya alutsista itu. Keuntungan lain yang diharapkan dalam
pembelian jet tempur Sukhoi adalah membuka konekvitas kita dengan negara
produsen yaitu Rusia dan terbukti kita langsung mendapatkan kredit
eksport dalam pembelian alutsisita ke Rusia.
Selain itu kita bisa membangun kedekatan dengan pihak pabrikan Sukhoi
sehingga bila mungkin kita mempercepat pembangunan IFX untuk
kemandirian agar bisa memakai mesin dan avionik Sukhoi yang dicangkokkan
ke IFX.
Pembelian alutsista heavy di matra Laut saat ini, ada dua proyek
dalam proses pengadaan, yaitu pembelian kapal selam Kilo dan Amur dan
juga pembelian Real Fregat yang masih belum ditentukan kelas apa dan
apakah beli baru atau bekas.
Pembelian alutista ini juga dengan tujuan membuka jaringan dengan
galangan kapal militer Rusia untuk bisa mendukung, mengajari atau bisa
mencontek teknologinya untuk proyek korvet nasional kita yang akan
dibuat PT PAL.
Kita perlu banyak korvet kelas 100 meter untuk mengisi kekurangan
fregat yang berpatroli di ZEE, maka kebutuhan Korvet kelas ocean going
bisa mengisi patroli lapisan pertama untuk medan penyanggah.
Dari hal itu kita tidak akan heran bila nanti ada pengumuman
pembelian korvet tiger class untuk penambahan korvet yang bisa ocean
going, karena kita memang masih kurang dalam korvet tipe tersebut.
Demikian juga pembelian Kapal selam Kilo, kita ingin memperoleh
teknologi Misile di bawah permukaan, yaitu Club S yang mungkin bisa
diinstal dalam proyek kapa selam nasional oleh PT.PAL.
Pembelian Alutsista Heavy di Matra Darat
Pembelian alutsisita Tank MBT Leopard, Heli Apache dan ATGM Javelin, selain ita belum pernah punya alutsista heavy ini, kita juga ingin mendapatkan TOT. Keuntungan dalam pembelian ini, untuk bisa mencontoh bahkan mencontek teknologinya. Pembelian Leopard dan Marder diberi bonus blueprint marder sehingga bisa untuk pengembangan Tank medium/ringan Nasional.
Pembelian alutsisita Tank MBT Leopard, Heli Apache dan ATGM Javelin, selain ita belum pernah punya alutsista heavy ini, kita juga ingin mendapatkan TOT. Keuntungan dalam pembelian ini, untuk bisa mencontoh bahkan mencontek teknologinya. Pembelian Leopard dan Marder diberi bonus blueprint marder sehingga bisa untuk pengembangan Tank medium/ringan Nasional.
Kita ke depan menginginkan setiap Kodam ada 2-3 Batalyon Kavaleri
yang memakai Tank kombinasi MBT dan Medium juga Ringan. Maka untuk ke
depan pengadaan tank akan dilayani oleh produk dalam negeri dari PT
Pindad.
Kita tidak akan terkejut bila nantinya ada pengumuman pemerintah akan
ada penambahan pengadaan Leopard dan membeli Tank MBT T series untuk
kavaleri AD dan Marinir untuk unsur perimbangan teknologi barat dan
timur. Dan pihak Tank MBT T series, akan produksi bersama di sini secara
besar besaran.
Sedagkan untuk pembelian Apache dan javelin selain untuk
mensejajarkan Indonesia dengan kawasan, juga ingin bisa mencontek
teknologinya untuk pengembangan Helikopter Gandiwa PT DI dan
pengembangan ATGM dalam negeri yang akan dirintis oleh PT Pindad.
Kita akan banyak memerlukan heli jenis serang ini, untuk mewujudkan
konsep perang kavaleri modern, baik itu untuk matra darat maupun
marinir.
Pembelian Alutsista Menengah (Medium)
Di dalam pembelian alutsista kelas medium, persyaratan ToT nya lebih keras, karena di kelas ini kita mampu untuk memulai memproduksi alutsista kelas medium. Dan sepertinya kita mempercayakan sebagian besar alutsista ini berasal dari Barat.
Di dalam pembelian alutsista kelas medium, persyaratan ToT nya lebih keras, karena di kelas ini kita mampu untuk memulai memproduksi alutsista kelas medium. Dan sepertinya kita mempercayakan sebagian besar alutsista ini berasal dari Barat.
Di Matra Udara, pembelian alutsita medium diwakili akan diadakannya
penggantian pesawat F 5 Tiger. Kandidatnya Euro Typhon, Rafaele, F-16
block 60 dan Saab Gripen.
Bila nanti pembelian mengerucut kepada Saab Gripen, kita tidak akan
heran dengan pertimbangan bahwa Gripen adalah pesawat yang murah biaya
opersional dan perwatannya karena memakai singgle engine. Bila
dikoneksikan dengan kemandirian alutsista, kita memilih Saab Gripen
karena pihak produsen Saab menawarkan pengintregrasian sistim antara
pespur, pesawat Aew&C, UAV dan Kapur.
Selain itu kita juga mencapai tujuan strategis lainnya, yaitu untuk
percepatan program pesawat tempur IFX. Bila IFX dipercepat maka yang
paling masuk akal adalah kita akan menjadi PENJAHIT yang menggabungkan
frame body, avionik dan mesin yang gado gado dari pihak barat dan timur
yang MAU memberikan teknologinya untuk dipakai di IFX.
Pihak Saab adalah yang bisa dan sanggup mengajari cara menjahit frame
body (bikinan dalam negeri), avionik (mungkin dari pihak sukhoi atau
Saab) dan Mesin/Engine (Mungkin memakai Saturn).
Pembelian Alutsita Medium di Matra Laut
Pembelian korvet sigma 10514 terus berjalan dengan opsi TOT, Damen Belanda (DSNS) akan mengajari cara menjahit kapal dengan sistim modulardan sudah bisa kita aplikasikan di KCR-60 dan KCR-40 dengan body diamond cut-nya.
Pembelian korvet sigma 10514 terus berjalan dengan opsi TOT, Damen Belanda (DSNS) akan mengajari cara menjahit kapal dengan sistim modulardan sudah bisa kita aplikasikan di KCR-60 dan KCR-40 dengan body diamond cut-nya.
Tujuan strategisnya, kita akan membangun sendiri korvet nasional 105
meter dan KCR dalam jumlah besar untuk mendukung pengembangan tiga
Komando Armada di bawah Komando Pertahanan Laut, yang tiap Armada
membawahi Guspurla dan Guskamla. Sedangkan Lantamal yang akan
dikembangkan menjadi 14 di bawah kendali langsung Kohanla RI. Untuk
proyeksi kekuatan laut ke darat, akan dikembangkan 3 Divisi Marinir, 3
Satlinlamil dan 3 Wing Udara.
Pembelian Alutsista Medium di Matra Darat
Pembelian Panser 6 roda Cannon Tarantula menimbulkan pertanyaan kenapa kita sudah punya anoa yang 6 roda, masih membeli tarantula. Tarantula termasuk AFSV (Armoured Fire Support Vehicle). Korps baret hitam kita telah memiliki panser kanon berkemampuan amphibi dan kanon kaliber 90mm. Sudah diuji di Jatiluhur dan kemampuan berenangnya memuaskan.
Pembelian Panser 6 roda Cannon Tarantula menimbulkan pertanyaan kenapa kita sudah punya anoa yang 6 roda, masih membeli tarantula. Tarantula termasuk AFSV (Armoured Fire Support Vehicle). Korps baret hitam kita telah memiliki panser kanon berkemampuan amphibi dan kanon kaliber 90mm. Sudah diuji di Jatiluhur dan kemampuan berenangnya memuaskan.
Sebelumnya di kelas ini memang akan dimasuki Anoa versi kanon 90mm,
tapi lantaran prototipe-nya belum lulus pengujian, maka dibelilah
Tarantula untuk menyempurnakan Anoa versi cannon dan Anoa yang
berkemampuan ampihibi.
Pembelian Alutsista Ringan (Light) polanya saat ini mengutamakan
produk dalam negeri bagi alutsista yang sudah dibuat oleh InHan kita.
Sedangkan yang belum bisa diproduksi tetap mengimpor dari luar sambil
menyerap teknologinya.
Selama ini pembelian alutsista masih terkesan gado-gado dan tidak
berkonsep padahal tidak sepenuhnya begitu. Pemerintah dan Kemenhan
CERDIK dengan strateginya di mana pembelian alutsista yang tujuan
utamanya MEF adalah untuk mencukupi alutsista kita yang tertinggal dan
banyak yang tua dan pemenuhan ”stopgap”, untuk kesiapan dalam “critical
element of combat-ready forces”. Agar bila dalam dua tahun ke depan ada
negara lain yang ingin mencoba bermain api, kita langsung bisa
membalasnya dengan melemparkan sekuntum bunga beserta pot potnya.
Tujuan satrategis lainnya, untuk mendukung kemampuan Industri
Pertahanan dalam negeri dalam penyerapan teknologi, enginering, cara
menjahit dan pengintegrasikan dari berbagai macam teknologi, bahan baku
TERBAIK dari masing masing alusista -baik dari blok barat ataupun timur.
Kita akan mendapatkan suatu formula, racikan suatu alutsista produk
dalam negeri yang KHAS RASA NASIONAL untuk disajikan kepada para user
baik itu matra darat, laut dan udara sesuai doktrin dan strateginya,
menuju KEMANDIRAN dalam beralutsista…amin. (by Satrio)