Sabtu, 07 Desember 2013

Pilot C-47 Dakota VT-CLA: Menguak Keberadaan Makam Alex Noel Constantine


Tidak banyak yang tahu siapa Alex Noel Contstantine dan Roy Hazlehurst. Mereka adalah pilot dan kopilot pesawat C-47 Dakota registrasi VT-CLA yang gugur saat pesawatnya jatuh dan terbakar sesaat setelah dihujani peluru pesawat P-40 Kitty Hawk Belanda. Turut gugur bersama mereka adalah tokoh-tokoh AURI yakni Adisutjipto, Abdulrachman Saleh, dan Adi Soemarmo. Kini setelah 66 tahun peristiwa heroik tersebut keberadaan makam kedua pilot asing itu masih misteri.

Lahir di Moama, New South Wales, Australia pada 13 Desember 1914 dengan nama lengkap Alexander Noel Constantine, kariernya boleh dibilang cukup banyak makan asam garam. Terbukti pada masa Perang Dunia II dia sudah banyak ikut terlibat dalam pertempuran. Tercatat ia pernah terlibat dalam pertempuran di Fron Eropa melawan pasukan Nazi Jerman. Kemudian ia juga ikut terlibat perlawanan terhadap pasukan Jepang di Asia.
Bulan Mei 1938 Constantine bergabung dengan Angkatan Udara Kerajaan Inggris (RAF - Royal Air Force).

Meskipun ia berkewarganegaraan Australia, namun Australia termasuk dalam negara persemakmuran Inggris. Sehingga tidak ada halangan berarti baginya untuk bisa bergabung dengan RAF. Kariernya di RAF juga tidak pernah terlepas dari tugas-tugas pertempuran karena pada waktu itu Perang Dunia II tengah berkecamuk. Pasukan Nazi Jerman juga terus gencar melakukan serangan-serangan di Eropa, tidak terkecuali Inggris.
Dalam Battle of Britain, Contstantine ikut terlibat mempertahankan udara Inggris. Serangan udara terbesar dilancarkan Angkatan Udara Nazi Jerman yang ditujukan terhadap sasaran-sasarannya di Inggris. Serangan udara ini berlangsung secara luas dan terus menerus sejak 10 Juli sampai dengan 31 Oktober 1941.

Pada saat itu Constantine tergabung dengan Skadron 141 yang bermarkas di Turnhouse. Dalam catatan perjalanannya, Skadron 141 pernah diperkuat oleh pesawat Gloster Gladiator, Blistor Blenheim sampai kemudian beralih ke Boulton Paul Defiant Mk 1.

Kariernya di RAF terus bersinar dan Constantine malang melintang diberbagai skadron tempur. Tugas-tugas yang diembannya juga tidak pernah lepas dari risiko akan pertaruhan nyawanya.

Pada tahun 1941 ia pernah melakukan terbang penyusupan pada malam hari menggunakan pesawat Douglas Havoc. Saat itu ia tergabung dengan Skadron 23 di Ford.

Bulan Maret 1942 Constantine berlayar ke India. Satu bulan kemudian pada April 1942 ia diangkat sebagai Komandan Skadron 273 di Ceylon. Tugasnya adalah mempertahankan pelabuhan di sana sampai Juni 1943.
Pada tanggal 15 Januari dalam pertempuran udara, Constantine berhasil menembak jatuh sebuah pesawat A6M-3 Zero milik Jepang. Kemudian berturut-turut ia juga pernah menembak jatuh pesawat Nakajima Ki 43 dan Nakajima Ki 44. Saat itu ia menjabat sebagai Komandan Skadron 136 di Baigachi, India. Atas berbagai prestasinya dalam penugasan, pada bulan April 1944 ia dipromosikan menjadi Komandan Wing.


Akhir karier Constantine
Pada tahun 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Di tahun yang sama Bangsa Indonesia memroklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus. Selepas dari peristiwa itu, pada Desember 1946 Constantine memutuskan untuk mengakhiri masa dinasnya di RAF. Kemudian ia kembali ke Australia dan menjalani pekerjaannya sebagai penerbang sipil. Wilayah terbangnya termasuk di bekas wilayah jajahan Hindia Belanda (Indonesia). Kariernya di penerbangan sipil menjadi kariernya yang terakhir dalam dunia penerbangan, sekaligus menjadi akhir kehidupanya bersama istri tercinta Beryl Constantine. 

Industri Korea: Rilis Konsep KFX Tandingan


Sementara nasib perancangan KXF/IFX tak kunjung jelas, industri Korea merilis konsep jet tempur  tandingan. Untuk menekan biaya, pesawat hanya mengusung satu mesin. Kemungkinan besar mereka akan gaet industri AS.

                Kisah program perancangan pesawat tempur Korea-Indonesia KFX/IFX yang hingga kini masih terganjal kebijakan Pemerintah Korea Selatan, ada kemungikinan berakhir tidak menyenangkan bagi pihak Indonesia.  Mengutip pemberitaan Aviation Week & Space Technology (28/10/2013), industri kedirgantaraan Korea Selatan, Korea Aerospace Industries disinyalir tengah berusaha “mengalihkan” proyek prestisius ini ke pihak lain dengan mengubah spesifikasi teknis yang tak mengakomodir operational requirement yang diinginkan Indonesia.

Dalam spek teknis yang dimuat majalah kedirgantaraan terkemuka di AS tersebut, KFX versi terbaru ini tidak lagi menggunakan dua mesin pendorong, tetapi cukup satu mesin. KAI menamainya KFX-E, sebagai penanda bahwa engine-lah yang menjadi fokus perubahan agar konsep front-liner fighter Korea ini lebih realistis dikerjakan. Pada versi sebelumnya, KFX mengedepankan penggunaan dua mesin untuk mencerminkan ketangguhannya. Namun, dibelakang layar, KAI rupanya mengeluh karena penggunaan dua mesin membuat biaya pengembangannya tidak realistis alias sangat besar.

Dalam sebuah pertemuan, Korean Institute for Defense Analysis pernah mengungkap, pengembangan KFX bakal menelan biaya lebih dari 10 triliun won atau kira-kira dua kali lebih besar ketimbang membeli pesawat yang sudah jadi. Seperti diberitakan, Pemerintah Korea sempat tertarik membeli F-15 Silent Eagle untuk menepis risiko kegagalan dalam program KFX. Tapi belakangan, pilihan ini pun dianulir kembali oleh karena beberapa pertimbangan.

Angkasa mencatat, program prestisius yang mengokohkan persahabatan dua negara ini mulai bergulir sejak 2011. Tak lama setelah Presiden Lee Myung-bak bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta pertengahan 2010, kedua pihak merancang konsep dengan anggaran riset dan pembuatan sampai tahapan prototipe sebesar 8 miliar dolar AS. Prototipe ditargetkan kelar pada 2020 dan Indonesia siap menanggung 20% dari pembiayaan tersebut. Pesawat diyakini memiliki daya gentar yang amat tinggi karena sifat teknologi yang hanya dimengerti oleh kedua negara.

Bagi Korea, KFX diproyeksikan menjadi tulang punggung pertahanan udara untuk menggantikan jajaran jet tempur mesin ganda F-4 Phantom dan F-5 Tiger yang sudah habis masa  tugasnya. Sementara bagi Indonesia, pesawat ini akan diposisikan sebagai penangkal utama ancaman musuh, mendukung jajaran Sukhoi Su-27/30. Laiknya pesawat tempur untuk misi keunggulan di udara yang akan bertugas pada 2020, pesawat dirancang  menggunakan teknologi yang memang akan berjaya di masa tersebut.

“Kami memang belum menguasai seluruh teknologi yang diperlukan, namun telah diputuskan bahwa KFX/IFX akan menggunakan teknologi dari generasi 4,5,” ungkap Prof Dr Mulyo Widodo, salah satu enjinir utama dari Tim Indonesia, beberapa waktu lalu kepada Angkasa, tentang hasil riset sementara tim KFX/IFX. Serupa dengan Tim Indonesia yang terdiri dari unsur litbang (Litbang Kemhan, ITB, BPPT), industri (PT DI) dan user (TNI AU), Tim Korea juga diwakili unsur dari ADD (Agency for Defense Development), DAPA (Defence Acquisition Program Administration), pabrikan KAI, dan AU Korea Selatan.

LT-200: Kisah Pesawat Latih Buatan Dalam Negeri


Hampir empat puluh tahun yang lalu pernah ada usaha untuk membuat pesawat latih sendiri agar dapat memenuhi kebutuhan pilot sipil dan militer di Indonesia.

Pada awal 1970-an, Lipnur (Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio) hampir menyelesaikan produksi 44 unit Gelatik, pesawat yang merupakan tahapan alih teknologi berdasarkan lisensi dari PZL-104 Wilga dari Polandia. Direktur Lipnur saat itu Marsma Ir Sugito berpikir program apa selanjutnya setelah Gelatik untuk mengisi kegiatan unit produksi pesawat milik TNI AU ini.

Sayangnya kondisi politis dan ekonomi pada waktu itu tidak memungkinkan membuat program seperti Gelatik, mengingat untuk memroduksi pesawat lisensi, membutuhkan biaya sampai puluhan juta dolar ditambah lagi ada batasan produksi. Mendesain pesawat sendiri tentunya membutuhkan waktu lama dengan ada kemungkinan gagal.

Karena itulah, PT Chandra Dirgantara pimpinan Marsma G.F. Mambu menawarkan alternatif lain kepada Lipnur untuk memroduksi pesawat Ladislao Pazmany PL-1 asal San Diego, California, AS. Karena mengunakan teknologi sederhana dan swayasa, PL-1 bisa diproduksi secara mudah, murah, dan tidak ada batasan produksi. Ternyata usulan ini diterima.

“Saya mendapatkan informasi pesawat itu dari majalah Flying. Beli gambar dengan harga 200 dolar AS dan bayar royalti berupa main spar produksi pabrik dengan harga 500 dolar. Ditambah lagi pesawat ini sudah dipakai oleh AU Taiwan, diproduksi 60 unit oleh unit produksi AU Taiwan. Jadi sudah proven,” kata Ir Suharto yang saat itu menjadi Staf Teknik PT Chandra Dirgantara saat diwawancarai penulis.

“PT Chandra Dirgantara ada keterkaitan dengan Kopelapip (Komando Pelaksana Proyek Industri Penerbangan) untuk memroduksi Fokker F27 yang didirikan oleh wartawan bernama Kurwet Kartaadiredja. Rencananya Kopelapip dipimpin oleh Nurtanio juga yang saat itu memimpin Lapip (Lembaga Persiapan Industri Penerbangan). Setelah tahun 1966, nasib Kopelapip tidak jelas dan diambil alih oleh TNI AU dan menjadi PT Chandra Dirgantara,” jelas alumni Technisch Hochschule Braunschweig, Jerman Barat ini.

Direncanakan dibuat empat unit protipe, dengan produksi awal sebanyak enam unit, yang akan dijual kepada TNI AU (termasuk FASI/Federasi Aerosport Seluruh Indonesia) dan LPPU (Lembaga Pendidikan Perhubungan Udara) Curug. Pesawat yang diputuskan untuk dibuat adalah PL-2, pengembangan dari PL-1, yang pada saat itu sedang dievaluasi sebagai pesawat latih mula AU Vietnam Selatan, AU Korea Selatan, dan AU Jepang.

PL-2 produksi Lipnur diberinama Lipnur Trainer (LT)-200 Skytrainer. Angka 2 diambil dari angka 2 pada PL-2, sedangkan dua angka nol disediakan untuk angka pengembangan pesawat selanjutnya. Pembagian kerjasama disetujui bahwa PT Chandra Dirgantara sebagai penyedia dana, penjualan, dan production support, sedangkan Lipnur menjadi pelaksana produksinya.

Dari mana PT Chandra Dirgantara mendapatkan uang? Ternyata perusahaan ini memiliki jatah bisnis kayu di Sumatra, bahkan uang yang dihasilkan dari bisnis ini direncanakan akan dibuat sampai 16 unit pesawat. Uang ini selain untuk membayar royalti, sebagian besar dipakai untuk membeli mesin dan instrumen yang belum bisa diproduksi sendiri.

Terbang perdana
LT-200 adalah pesawat latih berkapasitas dua orang dengan tempat duduk berdampingan (side by side), bermesin Lycoming O-320-E2A 150 hp, dengan kecepatan jelajah rata-rata 220 km/jam, dan berkemampuan akrobatik. Rentang sayap 8,53 m, tinggi 2,5 m, dan panjang 5,9 m. Jarak jelajah mencapai 610 km serta lama terbang hampir tiga jam. Pesawat dengan bubble canopy dan fixed landing gear ini sekilas tampak mirip dengan AS-202 Bravo. Tapi perbedaannya adalah LT-200 memiliki tangki bahan bakar yang berada di ujung sayap

Ada Leopard di Hari Juang Kartika

Segenap personel TNI Angkatan Darat kembali sibuk. Pasalnya, dalam waktu dekat TNI-AD akan melaksanakan peringatan Hari Juang Kartika yang rencananya akan dipusatkan di Jember Jawa Timur. Selain defile, akan dilakukan pula pameran alutsista di Alun-alun kabupaten Jember pada tanggal 14-17 desember. Lantaran jauhnya tempat pelaksanaan kegiatan, sejumlah persiapan pun sudah dilakukan sejak awal bulan Desember ini. Seperti menyiapkan pergeseran alutsista serta personel. Bahkan Tank Tempur Utama TNI-AD Leopard 2A4 juga akan tampil dan kini tengah dalam persiapan.


(photo: Pussenkav TNI-AD)

Selain Leopard 2A4, alutsista lainnya juga akan ditampilkan. Seperti Panser Tarantula, Panser Anoa, Tank Marder, dan lainnya. Sejumlah material itu bahkan sudah dilakukan pergeseran baik jalan darat maupun melalui Laut. Panser Tarantula misalnya sudah berlayar sejak rabu malam menggunakan LST milik TNI-AD. Sementara Leopard 2A4 rencananya akan bergerak melalui jalur darat dalam waktu sangat dekat. Nah, bagi anda penggemar Leopard, siapkan kamera anda. Siapa tahu bertemu dengan sang Macan Bavaria di tengah jalan.


(photo: Pussenkav TNI AD)

Keikutsertaan Leopard 2A4 TNI AD kali ini juga kembali mematahkan isu bahwa MBT itu hanya berstatus pinjaman dan sudah dikembalikan seusai defile HUT TNI lalu. Sebenarnya yang terjadi adalah ada beberapa pilihan terkait kedatangan Leopard 2 waktu itu namun itu semua tergantung penilaian yang dilakukan oleh TNI-AD, Pussenkav khususnya. Yaitu dikembalikan jika dinilai tidak baik, dan tidak dikembalikan jika hasil penilaian menunjukan Tank Leopard 2 yang telah tiba berfungsi dengan baik serta langsung masuk Batalyon operasional. Ada pula opsi, tidak dikembalikan namun nantinya tank yang telah tiba berfungsi sebagai bahan suku cadang. Dan tampaknya jelas, tank Leopard 2 yang telah tiba itu tidak dikembalikan. Dan kabarnya, seusai hari Juang Kartika, Tank Leopard 2A4 ini akan segera mengisi garasi di Batalyon Kavaleri 8.
ARC. 

Angkasa Yudha 2013: 100% Sasaran Hancur Lebur


Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia terlihat girang dan tersenyum lepas. “Ya, tadi telah kita saksikan semua. 100% sasaran hancur lebur,” ujarnya kepada 30 wartawan Ibukota dan 10 wartawan lokal di Lanud Ranai.

                TNI Angkatan Udara kembali membuktikan profesionalismenya melalui Latihan Puncak TNI AU, Angkasa Yudha 2013, dalam Manuver Lapangan (Manlap) yang dilaksanakan selama empat hari (28-31 Oktober) di Pulau Natuna, Kepulauan Riau. Sebelumnya, tahapan Angkasa Yudha 2013 telah didahului dengan Geladi Posko di Seskoau, Lembang pada 21 hingga 24 Oktober 2013.

Angkasa Yudha merupakan latihan tertinggi di TNI Angkatan Udara. Latihan ini merupakan kelanjutan dan evaluasi dari latihan-latihan yang telah dilaksanakan setiap tahunnya, mulai dari latihan tingkat perorangan, skadron, wing, lanud, hingga tingkat komando operasi. “Angkasa Yudha menguji kesiapan doktrin, kesiapan personel, kesiapan alutsista, sehingga nantinya apabila digunakan oleh Panglima TNI, kami sudah siap,” papar KSAU Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia. Latihan ini melibatkan hampir seluruh jajaran Koopsau I, Koopsau II, Kohanudnas, Korpaskhas, dan dinas terkait dalam sebuah operasi gabungan yang memraktikkan prinsip “Unity of Command”.

KSAU menambahkan, operasi-operasi yang dilaksanakan meliputi hampir semua operasi-operasi yang menjadi tugas pokok TNI AU. Baik itu serangan udara strategis, lawan udara ofensif, serangan udara langsung, bantuan tembakan udara, operasi pertahanan pangkalan, evakuasi medis, dan penerjunan pasukan dalam rangka perebutan, penguasaan, dan pengendalian pangkalan udara.

“Saya bangga kepada satuan-satuan karena semua latihan dapat dilaksanakan dengan baik. Seperti telah kita saksikan bersama tadi, pada waktu pelaksanakan pemboman semua sasaran yang disediakan 100% hancur lebur,” ujar KSAU dengan raut muka girang, tanda ia puas atas pelaksanaan Latihan Puncak TNI AU kali ini.

Demikian juga pada saat penerjunan, lanjut KSAU, semua personel penerjun selamat dan dapat memperlihatkan kemampuannya bahwa mekanisme yang direncanakan bisa dilaksanakan dengan baik.

Dalam pengeboman sasaran di laut berjarak sekitar 2 km dari bibir pantai di Pulau Natuna, TNI AU mengerahkan berbagai pesawat tempur. Terdiri dari tiga Su-27/30 Skadron Udara 11, tiga F-16 Skadron Udara 3, tiga Hawk 109/209 Skadron Udara 12, tiga Hawk 109/209 Skadron Udara 1, serta tiga EMB-314 Super Tucano Skadron Udara 21. Pesawat-pesawat tersebut melakukan pengeboman menggunakan bom dan roket terhadap sasaran berupa drum-drum berisi minyak yang diikat menjadi ponton.

Pengintaian udara strategis dilakukan oleh pesawat Boeing 737-200 Patmar Skadron Udara 5, sementara pengintaian taktis oleh pesawat CASA 212-200 Skadron Udara 4, Selain itu dilakukan pula pengintaian bersenjata (Armed Recce) oleh pesawat Hawk 109/209, F-16, Su-27/30, dan EMB-314.

Pesawat angkut yang dilibatkan meliputi tujuh pesawat C-130 Hercules gabungan dari Skadron Udara 31 dan 32 yang membawa sekitar 400 penerjun Satuan Tempur (Satpur) Korpaskhas. Lalu satu C-130 dukungan Air Landed, satu C-130 Pengungsian Medik Udara (PMU), satu KC-130B (Tanker) untuk pengisian bahan bakar di udara (Air Refueling), satu CN-235 untuk penerjunan tim Bravo, serta satu CN-295 untuk penerjunan tim Pengendali Tempur (Dalpur). Sedangkan pesawat helikopter yang dikerahahkan terdiri dari dua heli NAS-332 Super Puma dari Skadron Udara 6 dan satu SA-330 Puma dari Skadron Udara 8 yang menampilkan operasi SAR Tempur Korpaskhas. Lalu satu heli EC-120B Colibri dari Skadron Udara 7 untuk SAR serta helikopter dukungan VIP. 

New F-16 Squadron to Start Operating Next Year in Pekanbaru


            Air Force Chief-of-Staff Marshal B. Putu Dunia said, a new F-16 jet fighter squadron to be based at the Roesmin Nurjadin Air Force in Pekanbaru, Riau province, is expected to start operating in one year.

            “The squadron is expected to play an important role in keeping the Unitary Republic of Indonesia, particularly its borders areas intact,” said Marshal Putu Dunia as quoted by news agency Antara (11/15/2013).

            Currently the Indonesian Air Force has only one F-16 squadron (3rd Squadron) based in Iswahyudi Air Force Base in Madiun, East Java. The F-16 Fighting Falcons of the Iswahyudi AFB 3rd Squadron, has been strengthening the IAF since 1990.

            Colonel Andyawan, Commander of the Roesmin Nujardin Air Base, earlier said, the presence of the squadron meant to deter infiltrators in aerial vehicles.

            He added, the squadron of F-16 supersonic fighter jets of Block 52 in the Pekanbaru AFB are equipped with the state-of-the-art weapons.

            He further added, these 24 additional US-made F-16 jets is part of the Air Force’s program to revitalize its fighter jet fleet at the Indonesian Air Force Base of type B, which currently has a squadron of British-made Hawk 100/200 aircraft. 

Mencari Pengganti Sang Macan

Sebagai penempur, F-5E/F Tiger II TNI-AU sudah tak usah disangsikan lagi. Kiprahnya menjaga langit nusantara selalu menjadi yang terdepan sejak tahun 1980. Akan tetapi, usia tak bisa bohong. Meski sudah mengalami upgrade, masa purna tugasnya sudah didepan mata. Dan kini, akan terasa sangat sulit mencari pengganti yang sepadan.





Beberapa waktu lalu, Kepala Staf TNI-AU Marsekal Ida Bagus Putu Dunia telah mengungkapkan rencana penggantian F-5E/F. Namun saat itu KSAU belum membuka lebih jauh mengenai persayaratan dan spesifikasi teknis yang diminta TNI-AU. KSAU hanya memberikan isyarat,"harus lebih canggih dari yang sudah dimiliki". Karena itulah berbagai jenis penempur generasi 4++ lalu seolah berlomba menawarkan diri.
Dari Informasi yang ARC dapatkan, setidaknya ada 4 buah penempur canggih yang maju. Mereka adalah SAAB Gripen E/F, Rafale, Su-35BM, serta F-16 Blok 60. Ke-4 jenis pesawat itu tak usah diragukan lagi kecanggihannya. Semuanya mampu menjalani multi misi, daya jangkau mumpuni, avionik canggih dan lain sebagainya.
Lalu bagaimana soal harga? Informasi yang ARC dapatkan menyebutkan, Su-35BM ditawarkan dengan kisaran harga 75 juta hingga 85 juta dollar tergantung spesifikasi. Harga ini bersaing ketat dengan F-16 Blok 60 yang juga ditawar senilai 85 juta dollar perbuah. Sementara Gripen E/F bisa didapatkan dengan harga 110 juta dollar. Juara untuk harga, tak lain tak bukan adalah Rafale dengan penawaran 125 juta dollar. Namun tentu saja harga-harga diatas hanyalah harga pembukaan. Berapa nilai pastinya nanti tentu tergantung pula dengan paket yang dibeli. Ssstttt... ada pula gosip yang menyebutkan, SAAB menawarkan Gripen C/D eks Swedia dengan jumlah aduhai dan harga sangat miring.

 

Namun demikian, harga bukanlah pertimbangan satu-satunya. Biaya operasional juga menjadi penilaian. Dan seperti kita ketahui, Su-35BM cukup mahal biaya operasionalnya, yaitu sekitar 400 juta rupiah/jam. Sementara Gripen E/F selalu menjual jargon termurah biaya operasional dengan angka 47 juta rupiah/jam. F-16 blok 60 sendiri biaya operasionalnya 170 juta rupiah/jam.  Akan tetapi, bukan berarti lantas Gripen E/F melenggang begitu saja. Dari sisi Commonality/ penyederhanaan jenis tentu F-16 blok 60 dan Su-35BM pegang kartu. Terlebih lagi, seri F-16 sudah lama menjadi favorit pilot tempur TNI-AU.
Dan seperti biasa, pembelian sistem senjata di Indonesia pastinya mensyaratkan Transfer Teknologi. Untuk ToT ini, konon Gripen E/F menawarkan lini perakitan di Indonesia. Sementara F-16 Blok 60 menawarkan Offset seperti halnya pembelian F-16 A/B terdahulu. Untuk Su-35BM dan Rafale, kami sendiri belum mendengar bocorannya.
Lalu manakah yang akan menggantikan sang macan? belum ada keputusan resmi. Semuanya masih diolah dan dinilai. Akan tetapi semoga saja pemilihannya tidak berjalan terlampau lama, sehingga para pengabdian Skuadron 14 tidak akan sempat terputus.
ARC.