RI mematai-matai Australia, dan membagi informasinya ke China.
Militer China. (REUTERS/Carlos Barria)
(REUTERS/Carlos Barria)
Isu penyadapan Australia terhadap Indonesia yang memantik ketegangan
diplomatik kedua negara, belum usai. Media Australia ramai memberitakan
bukan hanya Negeri Kanguru yang menyadap, tapi juga Indonesia. Bila
Australia menggandeng sekutu dekatnya, Amerika Serikat, dalam
memata-matai Indonesia, maka Indonesia menggandeng China untuk menyadap
Australia.
Selamat datang di dunia mata-mata. Di permukaan,
hubungan antarnegara memang menekankan praktik diplomasi untuk mencapai
kesepakatan dan memelihara perdamaian. Namun di balik itu, intelijen
bergerak mengumpulkan informasi untuk memastikan keamanan pemerintah
mereka masing-masing. Ini kisah tentang perang intelijen dan aksi
sadap-menyadap yang melibatkan banyak negara.
News.com.au,
25 November 2013, melansir sebuah sumber intelijen yang menyatakan
Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS) telah
menyadap telepon seluler warga Australia dan memberikan hasil penyadapan
itu ke China. Kedua negara disebut mengincar diplomat Australia,
perusahaan Australia, sampai warga sipilnya.
Mengutip situs jurnal Intelligence Online,
news.com.au menulis RI-China menyepakati operasi spionase bersama
ketika Kepala Angkatan Udara China Jenderal Ma Xiaotian berkunjung ke
Jakarta, Maret 2011, untuk menghadiri pameran pertahanan dan keamanan
Asia Pasifik.
“China tertarik pada masalah birokrasi, gosip
bisnis tentang kontrak sumber daya, dan aktivitas militer Australia. Ada
daftar panjang soal isu-isu apa yang menarik bagi mereka,” kata sumber
intelijen Austalia kepada News Corp.
Penyadapan ponsel hanya
sebagian kecil dari operasi spionase RI-China. Indonesia juga disebut
memata-matai Australia melalui sebuah mobil van yang memiliki teknologi
pengintai buatan China. Teknologi pengintai itu diduga mencontek
teknologi Barat yang dicuri China, kemudian diberikan kepada Indonesia
oleh Departemen III Tentara Pembebasan Rakyat (PLC) China yang merupakan
mitra BAIS.
Departemen III PLA membidangi intelijen dan siber
China. Operasi mata-mata China disebut menggunakan sistem yang berbeda
dari Australia dan AS. China menggunakan sistem KGB – intelijen Uni
Soviet. Model ini memakai metode saturasi yang lebih sulit dilacak untuk
mengumpulkan informasi.
Jurnal pertahanan Jane’s Defence Weekly
melaporkan, China menawarkan pembangunan radar laut untuk Indonesia di
titik-titik vital jalur pelayaran dunia. Tawaran itu disampaikan ketika
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono berkunjung ke Beijing Maret 2013.
Meski
rincian mengenai radar laut China itu tidak diketahui persis, diyakini
jaringan radar tersebut ditawarkan untuk dibangun di Lombok, Selat
Sunda, Kalimantan Barat, dan Sulawesi.
Saat dikonfirmasi mengenai
hal ini, TNI belum bisa memberikan penjelasan. “Itu hanya
dugaan-dugaan. Kami akan dalami dulu. Mari kita menunggu data-data yang
bisa dipertanggungjawabkan,” kata Kepala Pusat Penerangan TNI Iskandar
Sitompul kepada VIVAnews.
Sementara itu, Selasa 26
November 2013, mutasi besar-besaran terjadi di level perwira tinggi TNI.
Mereka yang dimutasi sebagian besar duduk di posisi strategis Badan
Intelijen Strategis (BAIS).
Namun Markas Besar TNI
membantah mutasi besar ini terkait isu penyadapan Australia terhadap
Indonesia. “Ini hal biasa dalam rangka penyegaran prajurit TNI.
Kebetulan saja pada rotasi ini ada beberapa pejabat BAIS,” kata Kapuspen
TNI Iskandar Sitompul.
Singapura, Korsel, Jepang bantu Australia
Sydney Morning Herald
menulis, Australia tidak hanya bermitra dengan AS dalam meyadap
Indonesia, tapi juga dengan Singapura, Korea Selatan, dan Jepang.
Bersama-sama, mereka menyadap jaringan telekomunikasi bawah laut di
seluruh Asia.
Dalam dokumen yang dibocorkan Edward Snowden, AS
dan mitra-mitranya menyadap kabel optik fiber berkecepatan tinggi di 20
lokasi di seluruh dunia. Operasi ini melibatkan kerjasama pemerintah
beberapa negara dan perusahaan telekomunikasi. Lewat operasi ini, AS dan
sekutunya dapat melacak siapapun di manapun dan kapanpun.
Harian Belanda NRC Handelsblad
menyatakan AS mencengkeram kuat jalur komunikasi di kawasan
Trans-Pasifik. Mereka membangun fasilitas penyadapan di pantai barai AS,
Hawaii, serta Guam. Fasilitas ini membuat AS dapat menyadap semua
lalu-lintas komunikasi di Samudera Pasifik.
Di sinilah Singapura
memegang peran penting. Singapura disebut sebagai pihak ketiga dan mitra
kunci operasi intelijen ‘Lima Mata’ AS dan sekutu-sekutunya. Fairfax melaporkan
Badan Intelijen Australia (DSD) bermitra dengan intelijen Singapura
untuk menyadap kabel SEA-ME-WE-3 yang tertanam dari Jepang melalui
Singapura, Djibouti, Suez, dan Selat Gibraltar menuju utara Jerman.
Sumber
di DSD mengatakan, Kementerian Pertahanan Singapura bekerja sama dengan
DSD dalam mengakses dan berbagi informasi mengenai komunikasi yang
melintas di dalam kabel SEA-ME-WE-3. Mereka juga berbagi informasi
tentang komunikasi dalam kabel SEA-ME-WE-4 yang ditanam Singapura menuju
selatan Prancis.
Untuk bisa mengakses informasi dari kabel
tersebut, butuh izin perusahaan milik pemerintah Singapura – SingTel.
Perusahaan ini menjadi elemen kunci dalam perluasan operasi intelijen
Australia dengan Singapura.
SingTel sejak lama
memiliki hubungan dekat dengan intelijen Singapura. Salah satu dewan
direksi perusaaan itu, Peter Ong, menjabat sebagai Kepala Pelayanan
Sipil Singapura yang bertanggung jawab atas keamanan nasional dan
koordinasi intelijen dengan kantor Perdana Menteri Singapura.
Operasi
penyadapan kabel optik bawah laut itu telah berlangsung selama 15 tahun
terakhir. Pakar intelijen dari Australian National University, Des
Ball, mengatakan kemampuan sinyal intelijen Singapura adalah yang
terkuat di kawasan Asia Tenggara.
Intelijen Korsel juga berperan
menyadap telekomunikasi yang melintas melalui China, Hong Kong, dan
Taiwan. Badan Intelijen Korsel (NIS) sudah 30 tahun bekerjasama dengan
CIA, NSA, dan DSD. Sementara Jepang dalam operasi spionase ini berperan
melalui fasilitas penyadapannya di pangkalan udara Misawa.
Berkenaan dengan itu,
Presiden SBY telah memerintahkan Kementerian Luar Negeri untuk
memanggil Duta Besar Singapura, Anil Kumar Nayar dan Duta Besar Korea
Selatan, Kim Young Sun.
Pemanggilan
dubes tersebut untuk meminta klarifikasinya soal isi pemberitaan media
yang menyebut kedua negara sahabat Indonesia itu turut membantu Badan
Intelijen Australia (DSD) dalam menyadap telekomunikasi beberapa negara
Asia, termasuk RI.
Hal itu disampaikan Presiden SBY dalam jumpa pers yang digelar di Istana Negara, pada Selasa 26 November 2013.
"Saya sudah instruksikan
Menlu kita untuk meminta penjelasan dari para duta besar negara-negara
itu. Itu yang dapat saya respon sekarang ini berkaitan dengan berita
yang baru itu," kata SBY.
Surat Abbot
Selain
itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menanggapi surat balasan dari
Perdana Menteri Australia Tony Abbott. "Tepat pada 23 November, Sabtu
lalu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengantarkan surat ke saya
dan telah saya baca pada saat saya di Bali," ujar Presiden.
Dari surat balasan itu, Presiden SBY melihat ada tiga hal yang disampaikan Perdana Menteri Tony Abbott.
"Pertama,
keinginan Australia menjaga dan melanjutkan hubungan bilateral kedua
negara yang dewasa ini semakin kuat dan berkembang," katanya.
Kedua,
lanjut SBY, komitmen PM Australia Tony Abbott bahwa tidak akan
melakukan sesuatu yang mengganggu dan merugikan Indonesia di masa depan.
"Ketiga, Perdana Menteri Tony Abbott setuju pendapat saya untuk menata kembali kerjasama bilateral menyusun protokol," katanya.
Menanggapi surat itu,
Presiden SBY memaparkan enam langkah Indonesia. Inti dari keenam
langkah yang disampaikan Presiden SBY yaitu, dibentuknya kode etik dan
protokol yang mengatur kesepakatan hubungan kedua negara paska dilanda
ketegangan hubungan diplomatik akibat skandal penyadapan oleh Badan
Intelijen Australia (DSD).
Langkah pertama, Menteri Luar
Negeri, Marty Natalegawa atau utusan khusus akan membicarakan isu-isu
yang sensitif untuk membicarakan kerjasama dengan Negeri Kanguru paska
krisis diplomatik ini.
"Ini merupakan pra syarat bagi pembentukan protokol yang telah disetujui oleh Australia," ujar SBY.
Langkah
kedua, lanjut SBY, setelah adanya pemahaman bersama maka
ditindaklanjuti dengan pembahasan mengenai protokol dan kode etik secara
mendalam. Langkah ketiga, SBY akan memeriksa sendiri isi protokol dan
kode etik yang akan diteken oleh kedua negara.
"Saya akan memeriksa apakah isi protokol dan kode etik sudah sesuai dengan keinginan Indonesia," kata dia.
Langkah
keempat, setelah kode etik dan protokol disiapkan, maka pengesahan
dokumen tersebut akan disaksikan oleh pemimpin kedua negara dalam hal
itu Presiden SBY dan Perdana Menteri Tony Abbott.
"Tugas kedua negara selanjutnya yaitu memastikan protokol tersebut akan dijalankan," kata SBY.
Komitmen
untuk menjalankan protokol dan kode etik di antara kedua negara,
menjadi langkah kelima. Sementara langkah terakhir, kerjasama yang
sempat dibekukan akan kembali dilaksanakan setelah kepercayaan dan kode
etik dijalankan secara konsisten.
Kerjasama yang dimaksud,
yaitu di bidang militer, pertukaran informasi di bidang intelijen,
pencegahan aksi teror, penanggulangan isu penyelundupan manusia dan
kerjasama polisi.
"Kerjasama bilateral yang bermanfaat bagi kedua negara dapat segera dijalankan kembali," kata SBY.
Kode
etik dan protokol ini merupakan niat baik untuk berkomitmen dalam
membangun kehidupan bertetangga dan saling menguntungkan.
SBY
menyebut setelah aksi ini dilakukan, masih akan ada proses lebih lanjut.
"Kami akan terus melakukan pembicaraan yang komprehensif dan
diplomatis," kata dia.