Dalam benak orang di Republik ini, pesawat angkut berat TNI AU akan
merujuk pada satu nama, yakni C-130 Hercules buatan Lockheed Inc. Hal
tersebut terasa lumrah, mengingat pengabdian Hercules di Tanah Air sudah
lebih dari 50 tahun, pesawat ini dikenal punya mobilitas tinggi dalam
menunjang operasi militer dan operasi militer bukan perang. Tapi,
tahukah Anda bila sejatinya Hercules di Indonesia punya ‘rekan sejawat’
yang sama-sama digolongkan sebagai pesawat angkut berat?
Tepatnya guna mempersiapkan operasi Trikora, di awal tahun 60-an
Indonesia berupaya keras mendatangkan alutsista dari Uni Soviet dan
Negara Pakta Warsawa. Selain nama-nama sangar seperti KRI Irian, KRI Ratulangi, pembom Tu-16, jet MiG-21, kapal selam kelas Whiskey, dan tank amfibi PT-76,
rangkaian pengadaan sista juga mencakup pesawat transportasi berat.
Memang faktanya sejak Maret 1960, TNI AU sudah mengoperasikan C-130
Hercules yang tergabung dalam skadron udara 31 dengan kekuatan 10 unit
C-130B Hercules. Hadirnya 10 unit Hercules ini tak lepas dari jasa
Presiden Soekarno yang langsung melobi Presiden AS, John F. Kennedy saat
kunjungannya ke Washington pada tahun 1959. Konfigurasi yang didapatkan
yakni, 8 unit tipe cargo dan 2 unit tipe tanker.
Jumlah 10 unit pesawat angkut berat dirasa tidak memadai kala itu,
apalagi guna mempersiapkan operasi militer dalam skala besar. Untuk itu,
pada Desember 1960, Jenderal AH. Nasution bertolak ke Moskow, Rusia
untuk menegosiasikan pengadaan tambahan alutsista, dimana salah satu
item-nya adalah kebutuhan akan pesawat angkut berat jarak jauh. Hingga
kemudian, TNI AUberhasil memperoleh pesawat turbo propeller Antonov
An-12B Cub. Jumlah yang dibeli sebanyak 6 unit, dan mulai berdatangan
pada tahun 1964 – 1965.
Keenam pesawat mendapat registrasi, T-1201 hingga T-1206. Kedatangan
Antonov An-12 sekaligus melahirkan skadron angkut kedua di lingkungan
TNI AU, yakni skadron udara 32 yang resmi berdiri pada 27 Juli 1965.
Skadron udara 32 awal berdirinya ditempatkan di lanud Hussien
Sastranegara, Bandung. Menurut beberapa informasi, ada dua An-12 TNI AU
yang mengalami crash, T-1203 crashed pada 16 oktober 1964 saat take off
dari Palembang. Kemudian ada satu tipe lagi yang crash di area lanud
Halim Perdanakusumah menjelang operasi Dwikora.
Namun akibat peristiwa G-30S/PKI membawa dampak besar pada arah
perpolitikan dan kekuatan tempur Indonesia. Akibatnya, Antonov An-12
ikut menjadi korban dan di non-aktifkan akibat tiadanya pasokan suku
cadang dari Uni Soviet. Lewat sistem kanibalisasi suku cadang, An-12 TNI
AU masih ada yang sempat terbang hingga tahun 1970 hingga kemudian
dinyatakan di grounded.
Akibat grounded total Antonov An-12, praktis skadron udara 32 menjadi
kosong tanpa kekuatan sama sekali. Melalui Keputusan Menhankam/Pangab
No. Skep/14/IV/1976, skadron udara 32 dipindah ke lanud Abdulrachman
Saleh, Malang, meskipun saat itu tanpa kekuatan pesawat. Baru kemudian
pada 11 Juli 1981, skadron 32 diaktifkan kembali dengan perkuatan
pesawat C-130B Hercules.
Antonov An-12B Cub
An-12 tergolong pesawat medium size medium range transport aircraft.
Serupa dengan C-130 Hercules, An-12 juga dilengkapi dengan empat mesin
turbo propeller dan ramp door pada bagian ekor untuk cargo . Identitas
‘Cub’ merupakan pemberian dari NATO. An-12 pertama kali meluncur pada 15
Desember 1957, dan resmi diperkenalkan ke khalayak pada 1959.
Dilihat dari spesifikasinya, Antonov An-12 mampu terbang dengan
kecepatan maksimum 777 Km per jam, serta kecepatan jelajah 670 km per
jam. Tenaganya dipasok empat buah mesin Progress AI-20L or AI-20M
turboprops, dengan kekuatan 4.000 eHP (3.000 KW) untuk tiap mesin.
Kapasitas bahan bakar keseluruhan bisa mencapai 1.390 liter, dan dapat
ditambahkan dengan ekstra fuel tanks . Untuk urusan daya angkut, An-12
lebih unggul dari C-130B Hercules yang bermesin turboprop Allison
T56A-7. An-12 dapat mengangkut muatan maksimum hingga 20.000 kg,
sementara C-130B Hercules hanya 16.363 kg. Bobot maksimum saat take off
mencapai 61.000 kg, sedangkan C-130B bisa mencapai 79.380 kg.
An-12 diawaki oleh 5 personel, yakni pilot, co pilot, flight
engineer, navigator, dan operator radio. Dari sisi teknis, An-12 dengan
kapasitas bahan bakar maksimum, sanggup terbang hingga 5.700 km non
stop. Sementara bila terbang dengan muatan maksimum 20 ton, jarak
terbangnya menyusut hingga 3.600 km. Kecepatan menanjaknya mencapai 10
meter/detik dengan ketinggian terbang maksimum 10.200 meter.
Sebangun dengan C-130 Hercules, An-12 juga diluncurkan dengan cukup
banyak varian, diantaranya ada versi intai maritim, SAR, angkut rudal
balistik, cargo, linud, dan juga lumayan laris dipakai oleh penerbangan
sipil, seperti Aeoroflot, Air Guinee, Alada , British Gulf International
Airlines, Avial Aviation, Heli Air Service, Tiramavia, Aerovis
Airlines, Veteran Airlines, KNAAPO and Vega Airlines, ATRAN Cargo
Airlines. Total ada 77 airlines di seluruh dunia pernah menggunakan
An-12.
Desain Hybrid
Hadir dikala berkecamuknya perang dingin, An-12 pun tidak sekedar di desain murni sebagai pesawat angkut. Keunggulan An-12 terletak pada adopsi ruang kanon pada bagian ekor (tail turret). Wujudnya berupa kompartemen juru tembak, jenis kanonnya bukan abal-abal, melainkan tipe Nudelman-Rikhter NR-23 kaliber 23 mm dengan dua laras. Kanon ini dapat memuntahkan 850 proyektil dalam satu menit, dengan kecepatan tembak 690 meter per detik. Keberadaan kanon ini dipersiapkan sebagai elemen pertahanan jika sewaktu-waktu pesawat dicegat atau dibuntuti lawan.
Hadir dikala berkecamuknya perang dingin, An-12 pun tidak sekedar di desain murni sebagai pesawat angkut. Keunggulan An-12 terletak pada adopsi ruang kanon pada bagian ekor (tail turret). Wujudnya berupa kompartemen juru tembak, jenis kanonnya bukan abal-abal, melainkan tipe Nudelman-Rikhter NR-23 kaliber 23 mm dengan dua laras. Kanon ini dapat memuntahkan 850 proyektil dalam satu menit, dengan kecepatan tembak 690 meter per detik. Keberadaan kanon ini dipersiapkan sebagai elemen pertahanan jika sewaktu-waktu pesawat dicegat atau dibuntuti lawan.
Jenis kanon ini juga ditempatkan pada pembom Tu-16 dan
Tu-95. Tentu pada versi sipil, ruang kompartemen kanon ini ditiadakan.
Khusus An-12B milik TNI AU terlihat ada kompartemen juru tembak, meski
dalam foto tidak tampak keberadaan laras kanonnya. Keunikan lain dari
An-12 yakni pada rancangan bagian hidung yang bergaya ala pembom Tu-16, dimana pada moncong pesawat ditempatkan jendela/kaca intai.
Di negara asalnya, An-12 diprioduksi terakhir pada tahun 1973, total
ada 1.248 yang berhasil diproduksi. Dan, seperti yang sudah-sudah, Cina
pun mengembangan pesawat laris ini, tapi dengan identitas baru, yakni
Shaanxi Y-8 (Yunshuji-8). Y-8 terbilang pesawat angkut militer/sipil dan
cargo yang paling populer di Cina. Bahkan, Y-8 pun cukup laris di
pasaran ekspor. Hingga tahun 2010, Y-8 telah diproduksi sebanyak 169
unit.
Bila Y-8 laris manis di pasar ekspor, lain hal dengan An-12. Karena
usia yang sudah tua dan kian penuh risiko bagi awak dan penumpangnya,
beberapa negara telah melarang terbang pesawat ini. Contohnya pada 12
Januari 2009, pemerintah Uni Emirat Arab resmi melarang setiap An-12
yang terbang atau melitas di wilayah udaranya.
Sayangnya, tidak ada satu pun An-12 TNI AU yang tersisa untuk
diabadikan sebagai koleksi museum atau monumen. Meski waktu
pengabdiannya terbilang singkat di Indonesia, selayaknya pihak museum
Dirgantara Yogyakarta juga memiliki koleksi pesawat ini. Walau bagaimana
pun, An-12 telah menjadi bagian dari sejarah eksistensi TNI AU.
Spesifikasi Antonov An-12 Cub:Manufacture : Antonov
Payload: 20.000 kg
Length: 33,10 meter
Wingspan : 38 meter
Height : 10.53 meter
Wing area : 121.7 m²
Empty weight : 28,000 kg
Max. takeoff weight: 61,000 kg
Powerplant : 4 × Progress AI-20L or AI-20M turboprops, 4,000 ehp (3,000 kW) each
Maximum speed : 777 km/h
Cruise speed: 670 km/h
RangeWith maximum fuel: 5,700 km
RangeWith maximum load: 3,600 km
Service ceiling: 10,200 m
Rate of climb: 10m/s
Armament : Guns: 2× 23 mm (0.906 in) Nudelman-Rikhter NR-23 cannons
Indomil.