Minggu, 10 November 2013

Antonov An-12B Cub: Eksistensi Pesawat Angkut Berat TNI AU Yang Terlupakan


an12 auri color
Dalam benak orang di Republik ini, pesawat angkut berat TNI AU akan merujuk pada satu nama, yakni C-130 Hercules buatan Lockheed Inc. Hal tersebut terasa lumrah, mengingat pengabdian Hercules di Tanah Air sudah lebih dari 50 tahun, pesawat ini dikenal punya mobilitas tinggi dalam menunjang operasi militer dan operasi militer bukan perang. Tapi, tahukah Anda bila sejatinya Hercules di Indonesia punya ‘rekan sejawat’ yang sama-sama digolongkan sebagai pesawat angkut berat?
Tepatnya guna mempersiapkan operasi Trikora, di awal tahun 60-an Indonesia berupaya keras mendatangkan alutsista dari Uni Soviet dan Negara Pakta Warsawa. Selain nama-nama sangar seperti KRI Irian, KRI Ratulangi, pembom Tu-16, jet MiG-21, kapal selam kelas Whiskey, dan tank amfibi PT-76, rangkaian pengadaan sista juga mencakup pesawat transportasi berat. Memang faktanya sejak Maret 1960, TNI AU sudah mengoperasikan C-130 Hercules yang tergabung dalam skadron udara 31 dengan kekuatan 10 unit C-130B Hercules. Hadirnya 10 unit Hercules ini tak lepas dari jasa Presiden Soekarno yang langsung melobi Presiden AS, John F. Kennedy saat kunjungannya ke Washington pada tahun 1959. Konfigurasi yang didapatkan yakni, 8 unit tipe cargo dan 2 unit tipe tanker.
Jumlah 10 unit pesawat angkut berat dirasa tidak memadai kala itu, apalagi guna mempersiapkan operasi militer dalam skala besar. Untuk itu, pada Desember 1960, Jenderal AH. Nasution bertolak ke Moskow, Rusia untuk menegosiasikan pengadaan tambahan alutsista, dimana salah satu item-nya adalah kebutuhan akan pesawat angkut berat jarak jauh. Hingga kemudian, TNI AUberhasil memperoleh pesawat turbo propeller Antonov An-12B Cub. Jumlah yang dibeli sebanyak 6 unit, dan mulai berdatangan pada tahun 1964 – 1965.

an12-auri-t-1206
An-12-1204-1
Keenam pesawat mendapat registrasi, T-1201 hingga T-1206. Kedatangan Antonov An-12 sekaligus melahirkan skadron angkut kedua di lingkungan TNI AU, yakni skadron udara 32 yang resmi berdiri pada 27 Juli 1965. Skadron udara 32 awal berdirinya ditempatkan di lanud Hussien Sastranegara, Bandung. Menurut beberapa informasi, ada dua An-12 TNI AU yang mengalami crash, T-1203 crashed pada 16 oktober 1964 saat take off dari Palembang. Kemudian ada satu tipe lagi yang crash di area lanud Halim Perdanakusumah menjelang operasi Dwikora.
Namun akibat peristiwa G-30S/PKI membawa dampak besar pada arah perpolitikan dan kekuatan tempur Indonesia. Akibatnya, Antonov An-12 ikut menjadi korban dan di non-aktifkan akibat tiadanya pasokan suku cadang dari Uni Soviet. Lewat sistem kanibalisasi suku cadang, An-12 TNI AU masih ada yang sempat terbang hingga tahun 1970 hingga kemudian dinyatakan di grounded.
Akibat grounded total Antonov An-12, praktis skadron udara 32 menjadi kosong tanpa kekuatan sama sekali. Melalui Keputusan Menhankam/Pangab No. Skep/14/IV/1976, skadron udara 32 dipindah ke lanud Abdulrachman Saleh, Malang, meskipun saat itu tanpa kekuatan pesawat. Baru kemudian pada 11 Juli 1981, skadron 32 diaktifkan kembali dengan perkuatan pesawat C-130B Hercules.
images
Antonov An-12B Cub

An-12 tergolong pesawat medium size medium range transport aircraft. Serupa dengan C-130 Hercules, An-12 juga dilengkapi dengan empat mesin turbo propeller dan ramp door pada bagian ekor untuk cargo . Identitas ‘Cub’ merupakan pemberian dari NATO. An-12 pertama kali meluncur pada 15 Desember 1957, dan resmi diperkenalkan ke khalayak pada 1959.
16_1
16_2
Dilihat dari spesifikasinya, Antonov An-12 mampu terbang dengan kecepatan maksimum 777 Km per jam, serta kecepatan jelajah 670 km per jam. Tenaganya dipasok empat buah mesin Progress AI-20L or AI-20M turboprops, dengan kekuatan 4.000 eHP (3.000 KW) untuk tiap mesin. Kapasitas bahan bakar keseluruhan bisa mencapai 1.390 liter, dan dapat ditambahkan dengan ekstra fuel tanks . Untuk urusan daya angkut, An-12 lebih unggul dari C-130B Hercules yang bermesin turboprop Allison T56A-7. An-12 dapat mengangkut muatan maksimum hingga 20.000 kg, sementara C-130B Hercules hanya 16.363 kg. Bobot maksimum saat take off mencapai 61.000 kg, sedangkan C-130B bisa mencapai 79.380 kg.
An-12 diawaki oleh 5 personel, yakni pilot, co pilot, flight engineer, navigator, dan operator radio. Dari sisi teknis, An-12 dengan kapasitas bahan bakar maksimum, sanggup terbang hingga 5.700 km non stop. Sementara bila terbang dengan muatan maksimum 20 ton, jarak terbangnya menyusut hingga 3.600 km. Kecepatan menanjaknya mencapai 10 meter/detik dengan ketinggian terbang maksimum 10.200 meter.
Ruang kokpit An-12
Antonov5
Jendela intai pada bagian moncong
Jendela intai pada bagian moncong

Sebangun dengan C-130 Hercules, An-12 juga diluncurkan dengan cukup banyak varian, diantaranya ada versi intai maritim, SAR, angkut rudal balistik, cargo, linud, dan juga lumayan laris dipakai oleh penerbangan sipil, seperti Aeoroflot, Air Guinee, Alada , British Gulf International Airlines, Avial Aviation, Heli Air Service, Tiramavia, Aerovis Airlines, Veteran Airlines, KNAAPO and Vega Airlines, ATRAN Cargo Airlines. Total ada 77 airlines di seluruh dunia pernah menggunakan An-12.
Desain Hybrid
Hadir dikala berkecamuknya perang dingin, An-12 pun tidak sekedar di desain murni sebagai pesawat angkut. Keunggulan An-12 terletak pada adopsi ruang kanon pada bagian ekor (tail turret). Wujudnya berupa kompartemen juru tembak, jenis kanonnya bukan abal-abal, melainkan tipe Nudelman-Rikhter NR-23 kaliber 23 mm dengan dua laras. Kanon ini dapat memuntahkan 850 proyektil dalam satu menit, dengan kecepatan tembak 690 meter per detik. Keberadaan kanon ini dipersiapkan sebagai elemen pertahanan jika sewaktu-waktu pesawat dicegat atau dibuntuti lawan.
kanon Nudelman-Rikhter NR-23 pada pembom Tu-16, juga digunakan pada An-12
Kanon Nudelman-Rikhter NR-23 pada pembom Tu-16, juga digunakan pada An-12
Tampilan ruang cargo
Tampilan ruang cargo

Jenis kanon ini juga ditempatkan pada pembom Tu-16 dan Tu-95. Tentu pada versi sipil, ruang kompartemen kanon ini ditiadakan. Khusus An-12B milik TNI AU terlihat ada kompartemen juru tembak, meski dalam foto tidak tampak keberadaan laras kanonnya. Keunikan lain dari An-12 yakni pada rancangan bagian hidung yang bergaya ala pembom Tu-16, dimana pada moncong pesawat ditempatkan jendela/kaca intai.
Di negara asalnya, An-12 diprioduksi terakhir pada tahun 1973, total ada 1.248 yang berhasil diproduksi. Dan, seperti yang sudah-sudah, Cina pun mengembangan pesawat laris ini, tapi dengan identitas baru, yakni Shaanxi Y-8 (Yunshuji-8). Y-8 terbilang pesawat angkut militer/sipil dan cargo yang paling populer di Cina. Bahkan, Y-8 pun cukup laris di pasaran ekspor. Hingga tahun 2010, Y-8 telah diproduksi sebanyak 169 unit.
Nampak An-12 versi sipil bersanding dengan C-130 Hercules AU Pakistan
Nampak An-12 versi sipil bersanding dengan C-130 Hercules AU Pakistan

Bila Y-8 laris manis di pasar ekspor, lain hal dengan An-12. Karena usia yang sudah tua dan kian penuh risiko bagi awak dan penumpangnya, beberapa negara telah melarang terbang pesawat ini. Contohnya pada 12 Januari 2009, pemerintah Uni Emirat Arab resmi melarang setiap An-12 yang terbang atau melitas di wilayah udaranya.
Sayangnya, tidak ada satu pun An-12 TNI AU yang tersisa untuk diabadikan sebagai koleksi museum atau monumen. Meski waktu pengabdiannya terbilang singkat di Indonesia, selayaknya pihak museum Dirgantara Yogyakarta juga memiliki koleksi pesawat ini. Walau bagaimana pun, An-12 telah menjadi bagian dari sejarah eksistensi TNI AU. 
Spesifikasi Antonov An-12 Cub:
Manufacture : Antonov
Payload: 20.000 kg
Length: 33,10 meter
Wingspan : 38 meter
Height : 10.53 meter
Wing area : 121.7 m²
Empty weight : 28,000 kg
Max. takeoff weight: 61,000 kg
Powerplant : 4 × Progress AI-20L or AI-20M turboprops, 4,000 ehp (3,000 kW) each
Maximum speed : 777 km/h
Cruise speed: 670 km/h
RangeWith maximum fuel: 5,700 km
RangeWith maximum load: 3,600 km
Service ceiling: 10,200 m
Rate of climb: 10m/s
Armament : Guns: 2× 23 mm (0.906 in) Nudelman-Rikhter NR-23 cannons
Indomil.

Situs intelijen Australia rontok dihajar hacker Indonesia

 





Ancaman hacker Indonesia yang akan membombardir situs pemerintah Australia ternyata bukan isapan jempol. Seperti sudah dikobarkan sebelumnya, peretas Indonesia menggempur habis-habisan situs penting pemerintah Australia, di antaranya situs intelijen yang down 100 persen hanya dalam hitungan jam saja.

Situs Badan Intelijen Australia atau Australian Intelligence Service yang beralamat di www.asis.gov.au sudah tidak bisa dibuka. Dan jika kita melihat status situs ini, dinyatakan bahwa situs vital keamanan Australia itu 100% down atau mati total.

Menurut Indonesia ICT Institute, memang sempat beberapa hacker kebingungan soal sasaran apa yang akan dituju. Jika sebelumnya begitu banyak situs yang diganti tampilannya alias di deface, nampaknya malam ini serangan fokus ke situs yang berpengaruh.

Apalagi, banyak pihak mengatakan bahwa situs yang diretas sebelumnya tidak berkualitas, padahal hacker Indonesia saat ini diakui kualitasnya sebagai peretas nomor satu di dunia. Selain situs www.asis.gov.au, ada situs intelijen lain yang sempat disasar, tapi kemudian akhirnya mengarah ke situs ini.

Situs www.asis.gov.au yang diserang hacker-hacker Indonesia ini terlihat sempat pingsan sebelum akhirnya mati total. Situs yang dibuat down oleh para peretas Indonesia sesekali hidup kembali.

Kondisi situs ini bisa dilihat di status.ws untuk mengetahui situs-situs apa saja yang down dan terlihat situs vital Australia ini beberapa kali down, sampai terlihat bahwa situs ini tidak bisa dibuka.

Serangan terhadap situs penting Australia diprediksi masih akan berlanjut hingga keesokan harinya. Serangan dari hacker Indonesia merupakan pembalasan atas penyadapan yang dilakukan pemerintah Australia terhadap jaringan internet Indonesia.

Ketika tentara Indonesia-China unjuk bela diri militer

Seorang personel Korps Pasukan Khas TNI AU (kiri) menangkis tendangan koleganya dari Pasukan Khusus Angkatan Udara China, di Margahayu, Jawa Barat, beberapa hari lalu. Kedua pasukan berlatih anti teror bersandi Shark Knife 2013. (Dinas Penerangan Korps Pasukan Khas TNI AU)
 
Lapangan dekat rumah latihan di bekas Markas Komando Detasemen B-90 Bravo Korps Pasukan Khas TNI AU, Margahayu, Jawa Barat, Rabu siang. Puluhan personel korps baret jingga TNI AU berbaris rapi dalam pakaian olahraga lapangan loreng, barisan sama juga ada oleh Pasukan Khusus Angkatan Udara China. 

Di depan mereka, berdiri Sersan Dua Yudi Pramono, juga dengan seragam sama. Di sampingnya ada dua personel korps baret jingga itu pada jarak cukup jauh, didampingi dua koleganya dari China dengan disaksikan belasan personel militer TNI AU dan Angkatan Udara China itu. 

"Perhatikan gerakan ini, kuda-kuda disiapkan… Tangan kiri mengepal dan siku kanan dibebaskan… Kaki kanan diayun sedikit ke depan, agak jinjit sambil mengayun ke atas siku kanan… " aba-aba diutarakan Pramono. Instruksinya itu diulang dalam bahasa Mandarin.

Satu persatu langkah dan gerakan bela diri militer dibagikan kepada personel Angkatan Udara China yang datang ke Markas Komando Korps Pasukan Khas TNI AU, Pangkalan Udara TNI AU Sulaeman, Jawa Barat, itu. Mereka menjadi bagian dari latihan bersama korps baret jingga itu dengan Pasukan Khusus China, dalam latiihan bersandi Sharp Knife 2013

Ini pertama kalinya kedua pasukan di angkatan udara masing-masing bertemu untuk berlatih bersama. Korps Pasukan Khas TNI AU pernah membeli peluru kendali panggul anti serangan udara QW-1 buatan China dan tidak lagi memperbarui kontrak pembelian. 

"Pihak China yang melayangkan surat untuk berlatih bersama ini," kata Komandan Satuan B-90 Bravo, Kolonel Pasukan Novlan Mirzah. Satuan khusus anti teror Korps Pasukan Khas TNI AU yang dia pimpin ini "kebagian" jatah cukup banyak kegiatan dalam Sharp Knife 2013 pada 6-13 November ini. 

China tidak memiliki komando utama yang sama dengan Korps Pasukan Khas TNI AU yang dahulu bernama Pasukan Gerak Tjepat AURI itu. Korps ini memang sesuai namanya, yaitu memiliki kekhasan pada medan tugas dan fungsi asasinya sebagai unsur pendarat dan penguasaan di lapangan di dalam organisasi TNI AU. 

Bahkan di dunia, cuma sedikit negara yang memiliki pasukan seperti mereka; dengan fungsi dan tugas utama pada pertahanan pangkalan udara, pengendalian tempur udara, dan SAR tempur. "Salah satu prinsipnya, semua pesawat udara militer memerlukan pangkalan udara sebagai basis operasi dan itu menjadi tanggung jawab kami," kata Komandan Pusat Pendidikan Korps Pasukan Khas TNI AU, Kolonel Pasukan Rolland DG Waha. 

Kemampuan dasar pasukan komando, mutlak harus mereka kuasai yang sama juga dengan pasukan elit lain negara manapun. Beberapa yang cukup membedakan adalah kemampuan merebut, menguasai, dan mengoperasikan pangkalan udara; di sini aspek-aspek lain harus bisa dikuasai juga, di antaranya meteorologi, komunikasi operasi udara, radar, hingga peran kendali lalu-lintas udara, hingga logistik. 

Pensiunan Special Air Service, Hugh McMannan dalam Ultimate Special Forces, mengurai, Angkatan Darat Kerajaan Inggris memiliki Para Resiment yang mengkhususkan diri pada operasi dari udara, mirip dengan batalion lintas udara pada TNI AD. 

Angkatan Darat Amerika Serikat, menurut McMannan, mempunyai 160th Special Operations Aviations Regiment, tugas intinya operasi lintas udara dan dukungan misi pasukan khusus militer negara itu. Mereka bagian dari Komando Operasi Khusus Angkatan Darat Amerika Serikat (USASOC). 

China tidak demikian; angkatan udaranya tidak memiliki pasukan dengan tugas utama dan kemampuan operasionalisasi pangkalan udara serta parameter tambahan lain. Yang mereka miliki adalah Pasukan Khusus Angkatan Udara China, dengan tugas pokok kontra terorisme. 

Tidaklah heran jika dalam sambutan upacara pembukaan Sharp Knife 2013, Komandan Delegasi Angkatan Udara China, Kolonel Senior Lie Zhanghua, menegaskan kepentingan penanggulangan serangan terorisme yang dikatakan sebagai tanggung jawab semua pihak. Komandan Korps Pasukan Khas TNI AU, Marsekal Muda TNI Amarullah, berdiri di samping kirinya di podium, di pasukan masing-masing. 

Dengan alasan itulah, maka kemampuan individual personel masing-masing angkatan udara harus terus diasah; yang dalam Sharp Knife 2013 ini diwujudkan dalam saling berbagi pengetahuan bela diri militer. 

"Kami mengenalkan Bravo Martial Art, temuan kami yang diperas dari bela diri kebanggaan kita, silat, dan bela diri milter Rusia, Sistema. Hasilnya adalah bela diri yang pas dengan keperluan kami, yaitu gerakan mematikan yang senyap, cepat, tepat, dan mudah dipelajari," kata Pramono. 

Sebagai instruktur bela diri militer di komando utama TNI AU itu, dia memberi langkah-langkah melumpuhkan dan mematikan lawan secara praktis kepada puluhan tentara Angkatan Udara China itu. Yang unik, semuanya tanpa senjata alias tangan kosong; hanya dalam tiga gerakan, lawan sudah terpelanting. 

Pada giliran China, seorang instruktur juga di siapkan plus penerjemah dari bahasa Mandari ke bahasa Indonesia. Kini personel-personel Korps Pasukan Khas TNI AU yang mencoba keampuhan "jurus-jurus" China, juga dalam langkah demi langkah. 

Yang membedakan, setiap gerakan pukul atau tendang diperagakan, kekuatan penuh instruktur dikerahkan sehingga "korban" kerap sampai tergoyang dari kuda-kudanya sambil nafas bertahan disalurkan. China sampai memeragakan cara melumpuhkan lawan yang bersenjata sangkur hingga senapan serbu bull-pup standar mereka, Type 95. 

Walau sudah sangat menguasai teknik bela diri standar mereka itu, namun puluhan tentara China itu tetap sangat serius mengikuti gerakan sang instruktur, dengan penuh kedisplinan. Satu personel Korps Pasukan Khas TNI AU suka rela maju mencoba sebagai penyerang, dalam sekejap dia terpelanting dan tangannya dikunci. 

Begitupun saat personel TNI AU diminta menjadi pihak yang melumpuhkan; "musuh"-nya, personel Angkatan Udara China sebagai penyerang dengan Type 95 di tangan bisa dijatuhkan secara mudah dan cepat sebelum mata ini sempat berkedip. 

Bahasa yang berbeda bukan masalah untuk memahami bahwa "teman" menang dan "musuh" sudah tidak berdaya. Suara tawa kedua pasukan yang berbeda bahasa itu ternyata sama saja, begitupun ekspresi kesenangan yang terpancar.

Torpedo SUT Buatan PT. DI

KRI Cakra 401

SUT Torpedo adalah Surface and Underwater Target Torpedo produksi PT Dirgantara Indonesia dibawah lisensi AEG (Allgemeine Elektrizitäts-Gesellschaft) Jerman.

Uji tembak senjata taktis berupa Torpedo SUT (Surface and Underwater Target) dari KRI Cakra-401 saat Latgab TNI Juni 2008 lalu, sukses menghantarkan eks KRI Karang Galang ke peraduan terakhirnya di dasar laut. Kapal ini jugalah yang menjadi sasaran tembak rudal C-802 yang diluncurkan KRI Layang-805. Dengan berat hulu ledak 260 Kg, torpedo SUT mampu menjangkau sasaran dengan jarak tembak efektif maksimal 40 Km.

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh40VSxWKEm8mJ7OVcbPVaK17BE4d0ScWu89svyPJHaqqj1ux1lGdrMYDr-Nv0ugu6Pk59WSPJcHLe2cFtAnyROaqvICyF2r2UERyHanYvWtzSCJ02xsirUr-3qt2UvT-n6iR9hS3JJ-TY/s1600/14+torpedo+kri+nanggala+tepat+mengenai+sasaran.1.jpg

Ada ciri khusus yang membedakan Torpedo SUT dengan Torpedo lainnya, yakni adanya kabel sebagai pemandu ketarget yang dituju. Kabel berfungsi memberikan data-data akustik guna mengendalikan arah tujuan torpedo, dan juga berfungsi sebagai penangkal jamming karena datalink dipandu dua arah.

Torpedo SUT digerakkan dengan motor listrik, dengan tingkat kebisingan rendah. Setelah torpedo dirasa aman dari reduksi jamming sonar lawan, kabel akan terlepas dan kendali diambil alih secara mandiri oleh data prosesor yang ada di dalamnya.

 Spesifikasi :
  •     Tipe: Heavyweight Torpedoe
  •     Diameter: 533 mm
  •     Panjang dengan kasket: 6,620 mm
  •     Panjang tanpa kasket: 6,150 mm
  •     Berat varian perang: 1,414 kg
  •     Berat varian latihan: 1,224 kg
  •     Jarak operasional: 28 km
  •     Kecepatan/ jarak: 35 knots/24,000 yd; 23 knots/ 56,000 yd
  •     Hulu ledak: 225 kg
  •     Maksimal kedalaman menyelam: 100 m
Torpedo SUT buatan PTDI menggunakan sistem pemandu sonar pasif, pengembangan kedepannya akan diintegrasikan juga dengan sonar aktif. Sejatinya torpedo SUT dibuat pertama kali oleh Jerman saat perang dunia II, namun kini sudah tidak diproduksi lagi.

Ada 2 varian Torpedo SUT.
  1. Dibuat Korsel, yakni White Shark (SUT/SST-3) dan Blue Shark (SUT/SST-4). Kisaran harga pasar internasional untuk kedua Torpedo ini antara 1,6 s/d 2 juta dolar, tergantung dari kuantitas dan kondisi pengiriman.
  2. Dibuat PTDI adalah varian SST4.
sut torpedo

Berikut negara (regional Asia-Australia) pengguna Kapal Selam (KS) dan jenis torpedo yang digunakan saat ini :
  •     Australia – Mk 48 Model 6/7 (KS Collins)
  •     Taiwan – SUT (produksi Indonesia) (KS Hai Lung)
  •     Indonesia – SUT/SST-4 (KS cakra/ 209 Type)
  •     Malaysia – Blackshark (KS Scorpene)
  •     Singapore – Type 617 dan 43X2 (KS Challenger) rumor akan diupgrade ke blackshark
  •     Korea Selatan – LG K731 Whiteshark/ SUT (KS Changbogo)
Saat ini perkembangan senjata torpedo sudah lebih maju, beberapa bahkan sudah mengaplikasi teknologi baru. Begitu pula dengan teknologi terbaru yang digunakan di kapal selam, seperti : sonar, mesin diesel elektrik, persenjataan dan torpedo.

Salah satunya MK-48 buatan AS yang telah menggunakan pemandu sonar pasif dan aktif, serta VA-111 Shkval buatan Rusia yang menggunakan efek pendorong motor ‘superkavitasi’, sehingga torpedo dapat mencapai kecepatan 200 knot atau 370 km/jam.
 IndoBim.

Arah Minimum Essential Force dan Alutsista TNI (Antonov)


Jet tempur SU 27 TNI AU
Jet tempur SU 27 TNI AU

Saya ingin berkomentar tentang MEF (Minimum Essential Force) dan ALUTSISTA Indonesia. Dari kacamata awam saya, sejak awal tampak tidak ada logika dalam perencanaannya, ataupun kalau ada master plan, di tikungan disalip oleh tindakan-tindakan yang dadakan. Kalau pun ada Master Plan, semacam defence white paper, tidak pernah dipublikasikan, paling tidak kepada DPR. Kalau dikatakan rahasia, ok lah, tapi apa, siapa dan bagaimana mengontrolnya ?. Tidak jelas PDCA-nya (Plan, Do, Check, Act).
Di sini saya komentari tentang tujuan MEF dan implikasinya. Dari namanya yang minimum, bisa diartikan bukan parity/ paling tidak sama, tetapi deterrent/ daya tangkal. Selama defence budget kita hanya sekitar 1 % dari GDP, tidak mungkin kita mencapai parity, yang memerlukan 5 – 10%.
Dengan begitu, secara logika urutan prioritas adalah TNI AU, TNI AL dan TNI AD. Kuncinya adalah jenis alutsista yang dipilih harus mempunyai daya tangkal besar, secara politik/ diplomasi, maupun militer.
Kacamata awam saya melihat yang paling berhasil menerapkannya adalah TNI AU. Matra yang lain masih gamang.
Apa jenis alutsista kunci untuk maksimum daya tangkal? Pendapat saya adalah sebagai berikut :
TNI AU : tujuannya adalah air superiority di atas wilayah RI. Alatnya adalah (1) Heavy fighter generasi 4++, semacam SU-35, dan (2) Integrated air defence system (IADS), semacam S-300/400.
TNI AL : tujuannya adalah sea superiority/ sea denial di ALKI dan sekitarnya. Alatnya adalah (1) Kapal selam, semacam Kelas Improved Kilo, dan (2) shore based anti ship missile, semacam Yakhont versi darat.
TNI AD : tujuannya adalah basis kekuatan darat, yaitu:
(1)memperkuat semua batalyon infanteri tempur kita dari segi pelatihan, perlengkapan personil (rompi anti peluru, tidak ada lagi “sumbangan” dari Freeport), standarisasi senjata (semua buatan Pindad, tidak ada lagi M-16), SMR Minimi tingkat regu dan FNMAG tingkat kompi, senjata anti tank, anti serangan udara, alat komunikasi, NVG, transportasi ringan dan lain-lain sehingga dapat bertempur siang dan malam di segala medan,
(2) memperkuat semua batalyon senjata bantuan mekanis dan artileri medan dan penangkis serangan udara.
Pasti ada yang ingin menambah, tapi ya constraint –nya adalah defence budget kita hanya sekitar 1 % dari GDP, dan ini akan berkelanjutan karena situasi dan ekonomi dunia, yang menurut pakar ekonomi berlanjut jangka pendek ke depan.
Catatan :
-Leo bisa disebut mempunyai daya tangkal, tetapi daya tangkalnya kecil, hanya ditujukan ke Malaysia, bukan regional.
- Jumlah alutsista kunci, tentu disesuaikan dengan anggaran, namun determinasi kita untuk punya saja sudah menjadi deteren yang ampuh. (by Antonov).

Ini Cara Elegan RI Desak AS Akui Penyadapan

Situs Kedubes AS di jejaring sosial.
Aksi penyadapan yang dilakukan Amerika Serikat memicu reaksi keras dari berbagai kalangan di Indonesia. Salah satunya adalah untuk meninjau ulang hubungan diplomatik antara Indonesia dan AS.

Menurut Ganetawati Wulandari, Pengamat Hubungan Internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), perlu smart diplomacy untuk menyelesaikan masalah penyadapan itu.

"Maksud dari smart diplomacy adalah menggunakan cara-cara persuasif. Jadi, Indonesia tidak perlu menggunakan kekuatan yang berlebihan. Sudah tidak zaman lagi kita melakukan protes dengan menggunakan hard power," kata Ganetawati.

Dia menambahkan, dalam konteks penyadapan ini, dirinya yakin tidak ada yang mau berperang dengan negara yang melakukan penyadapan.

"AS adalah negara besar yang memiliki kemampuan keuangan dan dukungan militer yang global. Apakah kita mampu menghadapinya? Itu adalah yang perlu diukur sebelum memutuskan hubungan diplomatik," ujar Ganetawati.

Ganetawati juga menyampaikan pemutusan aksi diplomatis itu akan menyebabkan nilai kerugian yang jauh lebih besar bagi Indonesia. Dan tidak ada manfaat positif dari pemutusan hubungan diplomatik dengan AS.

Menurutnya, salah satu contoh untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan menawarkan isu-isu terkait dengan kepentingan suatu negara. Misalnya, data dalam masalah terorisme, AS sangat membutuhkan data-data tersebut.

"Untuk membuat AS mengaku telah melakukan penyadapan apa saja, Indonesia harus mengunci data mengenai terorisme yang dibutuhkannya. Ada proses tawar menawar untuk mendesak AS mengakui penyadapannya," kata Ganetawati.

Selain itu, tambah Ganetawati, Indonesia juga harus meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam bidang teknologi. Sebab, peran teknologi dalam menangkal penyadapan sangat penting.

"Sekarang model penyadapan semakin canggih dan rumit. AS mungkin saja melakukan penyadapan dengan menggunakan satelit di ruang angkasa," kata Ganetawati.
 

Cegah Penyadapan Asing, RI Harus Perkuat Sistem Sandi

"Yang paling penting, kita disadap tapi tidak bisa dimengerti mereka."

Mantan Panglima TNI (Purn) TNI Agus Suhartono bersama Menhan Purnomo Yusgiantoro dan mantan KSAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo 
Mantan Panglima TNI (Purn) TNI Agus Suhartono mengungkapkan pentingnya sistem sandi untuk mencegah penyadapan pihak asing. Menurut Agus, saat dirinya masih menjabat sebagai Panglima TNI, ide tersebut sudah ada dengan misi dan fungsi yang sama.
"Sudah ada (sistem sandi), tapi butuh waktu merealisasikannya. Sumber daya manusianya harus dilatih, agar bisa mengawal organisasi," kata Agus kepada VIVAnews.

Agus menjelaskan, ada peralatan otomatis yang disebut enkripsi, yang dapat dikembangkan oleh Pemerintah. Namun, sayangnya belum semua alutsista yang dimiliki RI menggunakan alat tersebut.

"Untuk alusista kita, dilengkapi dengan peralatan pengamanan yang pertama sandi yang sifatnya manual, yang jika dibaca dia harus melihat buku. Seperti pesawat dan alat tempur kita. Sekarang masalahnya, belum semua dilengkapi enkripsi. Akibatnya adalah manakala salah satu menggunakan enkripsi atau tidak, itu tidak akan berguna. Oleh karena itu, alusista kita harus dilengkapi dengan enkripsi," katanya.

Agus menilai, aksi sadap yang dilakukan Amerika Serikat dan Australia dilancarkan untuk memperkuat strategi negara mereka. Maka, langkah yang harus dilakukan untuk mencegah penyadapan asing, menurut dia, adalah memperkuat sistem persandian.

"Yang paling penting, kita disadap tapi tidak bisa dimengerti oleh mereka. Oleh karena itu sistem persandian itu penting," ujarnya.

Sementara, karena belum adanya pernyataan yang jelas dan memuaskan hingga kini, Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin 11 November 2013 akan mengundang Duta Besar Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty dan Wakil Dubes Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Madam Bauer ke Gedung Parlemen. 

Menurut Wakil DPR, Priyo Budi Santoso DPR ingin berdialog soal isu penyadapan yang dilakukan kedua negara itu kepada pejabat tinggi Indonesia. (eh)
 Vivanews.