"Selain itu, sebuah bangsa dikatakan hebat dan maju jika bisa membuat kapal selam dan kapal perang sendiri."
Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Marsetio mengatakan TNI kekurangan alat utama sistem persenjataan berupa kapal selam untuk melindungi seluruh wilayah laut Indonesia. Menurut Marsetio, setidaknya dibutuhkan 12 kapal selam untuk menjaga wilayah laut Indonesia.
Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Marsetio mengatakan TNI kekurangan alat utama sistem persenjataan berupa kapal selam untuk melindungi seluruh wilayah laut Indonesia. Menurut Marsetio, setidaknya dibutuhkan 12 kapal selam untuk menjaga wilayah laut Indonesia.
Kapal Selam KRI Nanggala 402. TEMPO/Fahmi Ali |
"Sementara
saat ini Indonesia baru punya dua kapal buatan tahun 1980-an," kata
Marsetio dalam sidang Komite Kebijakan Industri Pertahanan di kantor
Kementerian Pertahanan, Jakarta, 6 November 2013. Kedua kapal selam itu,
yakni KRI Cakra dan KRI Nenggala, sudah uzur. Bahkan, di tahun 2020
kedua kapal tersebut genap berusia 40 tahun dan harus pensiun.
Saat ini Indonesia sedang memesan tiga unit kapal selam Changbogo Class dari Korea Selatan. Dalam pembelian ini, Indonesia dan Korea Selatan sepakat ingin menjalin kerja sama alih teknologi. Indonesia ingin kapal selam pesanan ketiga dibangun di galangan kapal PT PAL dan dikerjakan oleh putra-putri bangsa yang diawasi oleh perusahaan Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering.
Sebagai Komisaris Utama PT PAL, Marsetio ingin mendorong kesiapan fasilitas pembuatan kapal selam di galangan kapal milik PT PAL di Surabaya. Pemerintah pun setuju mengucurkan duit Rp 1,5 triliun untuk membangun fasilitas khusus kapal selam di PT PAL. "Sebab, galangan kapal selam itu berbeda dengan kapal biasa, harus tertutup, lebih khusus seperti produk buatan tangan," ia menjelaskan.
Selain itu, PT PAL juga sedang mempersiapkan tenaga ahli dan teknisi terbaik untuk dikirim ke pabrik Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering. Sesuai rencana, total 206 perwakilan PT PAL akan belajar di Negeri Ginseng. Sayang Marsetio tak mau menjelaskan detail proses alih teknologi itu. "Pokoknya dari teknisi, desainer, sampai tukang las PT PAL akan dikirim ke Korea Selatan," kata dia.
Marsetio sendiri yakin jika PT PAL bisa memperoleh ilmu pembuatan kapal selam bakal berdampak positif bagi TNI AL, khususnya pemenuhan kebutuhan kapal selam. Dengan begitu, kebutuhan 12 kapal selam Indonesia bisa dibantu dengan produksi dalam negeri.
Marsetio menyatakan dirinya sedikit ngotot memenuhi kebutuhan kapal selam Indonesia. Sebab, menurut dia, kapal selam punya efek deteren (tangkal) yang sangat kuat bagi pertahanan laut suatu negara. Berbeda dengan efek deteren sebuah kapal perusak biasa.
"Selain itu, sebuah bangsa dikatakan hebat dan maju jika bisa membuat kapal selam dan kapal perang sendiri."
Meski begitu, Marsetio membutuhkan kapal-kapal perang kelas fregat dan corvet untuk menjaga wilayah laut, khususnya dari permukaan. Setidaknya, dia melanjutkan, TNI AL butuh 20 kapal kelas fregat untuk membantu pengamanan laut Indonesia. Saat ini Indonesia sudah memesan tiga unit kapal fregat dari Inggris serta dua kapal lain dari Belanda.
"Sisanya (kebutuhan 20 kapal perang) tetap kami berharap PT PAL dan BUMN lain bisa mandiri membuat kapal perang," kata dia. "Sesuai rencana PT PAL juga akan mengupayakan alih teknologi dari kapal perang buatan Belanda."
Saat ini Indonesia sedang memesan tiga unit kapal selam Changbogo Class dari Korea Selatan. Dalam pembelian ini, Indonesia dan Korea Selatan sepakat ingin menjalin kerja sama alih teknologi. Indonesia ingin kapal selam pesanan ketiga dibangun di galangan kapal PT PAL dan dikerjakan oleh putra-putri bangsa yang diawasi oleh perusahaan Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering.
Sebagai Komisaris Utama PT PAL, Marsetio ingin mendorong kesiapan fasilitas pembuatan kapal selam di galangan kapal milik PT PAL di Surabaya. Pemerintah pun setuju mengucurkan duit Rp 1,5 triliun untuk membangun fasilitas khusus kapal selam di PT PAL. "Sebab, galangan kapal selam itu berbeda dengan kapal biasa, harus tertutup, lebih khusus seperti produk buatan tangan," ia menjelaskan.
Selain itu, PT PAL juga sedang mempersiapkan tenaga ahli dan teknisi terbaik untuk dikirim ke pabrik Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering. Sesuai rencana, total 206 perwakilan PT PAL akan belajar di Negeri Ginseng. Sayang Marsetio tak mau menjelaskan detail proses alih teknologi itu. "Pokoknya dari teknisi, desainer, sampai tukang las PT PAL akan dikirim ke Korea Selatan," kata dia.
Marsetio sendiri yakin jika PT PAL bisa memperoleh ilmu pembuatan kapal selam bakal berdampak positif bagi TNI AL, khususnya pemenuhan kebutuhan kapal selam. Dengan begitu, kebutuhan 12 kapal selam Indonesia bisa dibantu dengan produksi dalam negeri.
Marsetio menyatakan dirinya sedikit ngotot memenuhi kebutuhan kapal selam Indonesia. Sebab, menurut dia, kapal selam punya efek deteren (tangkal) yang sangat kuat bagi pertahanan laut suatu negara. Berbeda dengan efek deteren sebuah kapal perusak biasa.
"Selain itu, sebuah bangsa dikatakan hebat dan maju jika bisa membuat kapal selam dan kapal perang sendiri."
Meski begitu, Marsetio membutuhkan kapal-kapal perang kelas fregat dan corvet untuk menjaga wilayah laut, khususnya dari permukaan. Setidaknya, dia melanjutkan, TNI AL butuh 20 kapal kelas fregat untuk membantu pengamanan laut Indonesia. Saat ini Indonesia sudah memesan tiga unit kapal fregat dari Inggris serta dua kapal lain dari Belanda.
"Sisanya (kebutuhan 20 kapal perang) tetap kami berharap PT PAL dan BUMN lain bisa mandiri membuat kapal perang," kata dia. "Sesuai rencana PT PAL juga akan mengupayakan alih teknologi dari kapal perang buatan Belanda."