Kamis, 07 November 2013

Program Korvet dan Kapal Selam Nasional Perlu Dukungan Semua Pihak


Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, dua program nasional di bidang industri pertahanan yaitu program Kapal Selam dan Korvet Nasional memerlukan dukungan tidak hanya dari Kementerian Pertahanan tetapi juga dukungan semua pihak. 
Hal tersebut dikatakan Menhan selaku Ketua Harian Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) saat memimpin Sidang KKIP Ke-10, Rabu (6/11)  di kantor Kemhan, Jakarta.  Hadir pada sidang tersebut Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)  Dahlan Iskan dan Menteri Ristet dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta  selaku Anggota KKIP.
Lebih lanjut dikatakan Menhan, bahwa pembangunan Kapal Selam dan Korvet Nasional akan dilakukan oleh PT. PAL sebagai Lead Integrator. Namun demikian, selain perlunya kesiapan dari PT. PAL, juga memerlukan pemikiran dan dukungan dari semua pihak sehingga cita – cita  terwujudnya kemandirian di bidang Alutsista akan dapat dicapai dengan baik.
Dijelaskan Menhan, kebutuhan kapal selam untuk mengamankan wilayah perairan Indonesia khususnya Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) sebanyak 12 buah. Saat ini TNI AL sudah memiliki dua buah kapal selam dan tiga kapal sedang dibangun berkerjasama dengan Korea Selatan.
Dari tiga kapal selam tersebut, rencananya ada satu kapal yang akan dibangun di Indonesia.  Secara bertahap diharapkan pembangunan kapal selam berikutnya akan dapat dibangun di Indonesia.
MI. 

MNC Sky Vision & TNI AL Majukan Teknologi Militer


Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI, Dr. Marsetio melakukan kunjungan ke kantor MNC Sky Vision pada Rabu (6/11/2013) di Jakarta. Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari perjanjian yang telah dilakukan oleh TNI Angkatan Laut dengan PT MNC Sky Vision Tbk.
Tujuan dari kerjasama ini adalah, sebagaimana yang dikatakan oleh Direktur Utama PT MNC Sky Vision, Rudi Tanoesoedibjo, untuk menyediakan informasi-informasi penting yang sulit didapatkan oleh masyarakat maupun anggota TNI yang berada di wilayah perbatasan. Wilayah perbatasan tersebut merupakan blank-spot yang tak mampu dijangkau oleh jaringan frekuensi radio.
"Saya miris karena di wilayah perbatasan Indonesia itu banyak masyarakat yang tak mengenal Indonesia itu sendiri. Untuk itulah kami hadirkan siaran-siaran yang dapat meng-Indonesia-kan masyarakat perbatasan," kata Rudi Tanoe saat pertemuan antara staf TNI AL dan jajaran direksi MNC Sky Vision.
Tak hanya itu, MNC Sky Vision juga memberikan perangkat pendukung berupa panel surya, perangkat Indovision, dan peralatan komunikasi pada seluruh pos jaga di perbatasan Indonesia dan kapal-kapal angkatan laut.
Pertemuan tersebut juga menyatukan pemikiran-pemikiran dari kedua belah pihak yang bekerja sama untuk memunculkan inovasi-inovasi baru di bidang teknologi untuk memajukan Angkatan Laut Indonesia ke depannya.  Seperti apa yang diucapkan Rudi Tanoe dengan menyatakan kesiapan MNC Sky Vision untuk membantu menyediakan serta mengembangkan ketersediaan satelit untuk Tentara Nasional Indonesia.
"Ini hanyalah awal, dan ke depannya kami harapkan kerja sama ini bisa memberikan berbagai kemajuan yang lebih banyak kepada TNI AL," tutup KASAL Laksamana TNI, Dr. Marsetio.
MI. 

Angkatan Laut Thailand Minati 20 Pesawat PT DI

N219

Angkatan Laut Kerajaan Thailand (RTN) saat ini dalam diskusi dengan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) untuk kemungkinan pembelian hingga 20 pesawat transportasi twin-turbo N219, IHS Jane melaporkan.

Pejabat dari PT DI (tidak disebutkan namanya) menghadiri pameran Pertahanan dan Keamanan 2013 di Bangkok, dan pada 5 November mengatakan kepada IHS Jane bahwa pihak PT DI berharap kontrak dengan Thailand bisa ditandatangani pada tahun 2014, yaitu kontrak untuk membangun dan memasok pesawat N219 dengan bekerjasama dengan perusahaan lokal Thailand Aviation Industries (TAI).

Pejabat PT DI itu mengatakan bahwa kemungkinan kontrak ini adalah produksi pesawat tetap dilakukan di Indonesia, dan dengan transfer teknologi pemeliharaan dan perbaikan kepada Thailand Aviation Industries (TAI).

N219, pesawat transportasi dan kargo

Pesawat ini terbuat dari logam dan didesain untuk angkut penumpang maupun kargo. Pesawat yang dibuat dengan memenuhi persyaratan FAR 23 ini memiliki volume kabin terbesar di kelasnya plus pintu fleksibel yang memastikan N219 bisa dipakai untuk mengangkut penumpang dan juga kargo.

N219 diawaki oleh 2 orang kru dengan kapasitas 19 penumpang (konfigurasi 3 sejajar). Pesawat dengan berat kosong 4.309 kg dan maksimum berat saat lepas landas 7.031 kg ini memiliki kecepatan jelajah 394 km/jam dengan jangkauan 1.111 km dan 2.930 km untuk terbang ferry. Harganya sendiri sekitar AS$ 4,5 juta hingga AS$ 5 juta.

Interior N219
N219 memiliki berbagai keunggulan dibanding pesawat sekelasnya. Pertama kemampuan lepas landas dan mendaratnya pendek, yaitu 450 meter. Landasan pun tidak harus di aspal atau beton tapi lapangan rumput juga bisa. Selain itu, daya angkutnya lebih besar 500 kg (total 2.500 kg) dari kompetitor.

Keunggulan lainnya tentu saja di harga yang murah, padahal teknologi yang diusungnya lebih canggih dari pesawat sejenis. Salah satunya adalah avioniknya yang sudah touch screen, sehingga tidak banyak tombol. Meskipun layarnya hanya ada 3, tapi semua informasi ada disitu dan dilengkapi dengan sistem keselamatan.

Program N219 yang penelitiannya dimulai pada 2006 ini merupakan program nasional, sinergi bersama antara BPPT, Ristek LAPAN, Kemenperin, dan Perhubungan. Investasi total pengembangan N219 mencapai AS$ 80 juta.

[Foto via blog.londoh.com] 

PT.PAL dan Pemenuhan Alutsista TNI-AL


Wakil Menteri Pertahanan sendiri telah 6 kali melakukan observasi ke PT.PAL untuk meninjau kesiapan BUMN itu menerima berbagai macam proyek. Proyek-proyek tersebut antara lain, pembuatan Strategic Sealift Vessel pesanan Filipina, Produksi PKR, Upgrade korvet kelas Fatahillah, serta overhaul kapal selam. Menurut Wamenhan, Sjafrie Sjamsoeddin, semua proyek tersebut dibuat dalam manajemen terpisah sehingga tidak overlapping satu sama lain, namun tetap diawasi KKIP. Menteri BUMN, Dahlan Iskan pun menambahkan, untuk proyek-proyek tersebut pihaknya akan meminta Bank BUMN menyediakan pendanaannya.
Disisi lain, Kepala TNI-AL Laksamana Marsetio mengungkapkan, pihaknya membutuhkan setidaknya 12 unit Kapal Selam serta 20 buah kapal perang sekelas Fregat untuk mengamankan perairan Indonesia. Ia berharap, sebagian besar kebutuhan itu bisa diproduksi oleh PT.PAL. Khusus untuk kapal selam, KSAL menambahkan pembuatannya memakan waktu cukup lama. Untuk kapal pertama dibutuhkan setidaknya 50 bulan, jadi sekitar tahun 2017 nanti kapal selam baru diterima. Namun untuk kapal ke-2 dan ke-3 hanya dibutuhkan rentang waktu 6 bulan.
 
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro juga menambahkan pihaknya tetap komitmen terhadap kemandirian industri dalam negeri. Sekalipun ada pembelian atau hibah, itu pun belum bisa menutupi kebutuhan TNI-AL, seperti soal hibah Kapal Selam dari Russia. Soal hibah kapal selam ini, Kemenhan masih menunggu surat resmi penawaran hibah dari Russia.
Sementara itu, pihak PT.PAL yang ditemui ARC seusai sidang menyatakan semua program berjalan sesuai waktu yang ditentukan. Untuk Kapal Cepat Rudal misalnya, dijadwalkan akan Sea Trial pada bulan Desember 2013. Namun KCR-60 ini dipastikan belum menggotong persenjataan maupun SEWACO. Pasalnya, senjata dan SEWACO-nya masih dalam tahap pengadaan, jadi untuk sementara KCR-60 akan menggunakan persenjataan yang ada di inventory TNI-AL. PT.PAL sendiri mengajukan untuk senjata utama menggunakan meriam 57 milimeter, sementara untuk rudal-nya diserahkan ke pihak TNI-AL yang mengajukan pembelian. PT.PAL kemudian yang akan mengintegerasikan senjata dan sensor-sensornya ke Platform yang telah dibuat.

Lalu pada Januari 2014, akan dilakukan pemotongan modul pertama SIGMA PKR 10514 di PT.PAL. Seperti diketahui, PT.PAL kebagian mengerjakan 4 dari 6 modul SIGMA PKR 10514. 2 modul sisa yang dikerjakan oleh DSNS Rumania dan Belanda akan dikerjakan pada bulan Mei dan Juni 2014. Kemudian pada Februari dan Juni 2015, Modul dari Rumania dan Belanda akan dikirim ke Surabaya untuk diintegerasikan. ARC juga mendapat penjelasan, pada PKR yang kedua nanti, PT.PAL akan kebagian mengerjakan 5 modul. Selain itu PT. PAL juga memastikan, pihaknya mendapat lisensi untuk 20 buah kapal. Lisensi ini tidak mengharuskan PT.PAL membayar royalti jika untuk kebutuhan dalam negeri.
Khusus untuk produksi Kapal Selam, saat ini masih dilakukan berbagai pembahasan mengenai pembangunan sarana dan pra sarananya. Namun, ARC sendiri telah mendapatkan data mengenai status proyek serta spesfikasi teknis dari Kapal Selam DSME 209 serta PKR Sigma 10514.
ARC. 

Rabu, 06 November 2013

TNI AU Terus Perkuat Alutsista

 
TNI AU akan terus melengkapi alat utama sistem senjata (alutsista) yang dimilikinya. Setelah selesai, kelengkapan alutsista TNI AU akan diperlihatkan kepada publik pada hari ulang tahun TNI, 5 Oktober 2014.

"Sampai saat ini, kami mengajukan kelengkapan, mulai dari pesawat T 50, F16, Hercules sebagai pesawat angkut dari Australia. Kemudian pesawat latih kami menunggu dari Jerman, heli Cougar akan digunakan Combat SAR, dan Supertucano akan menjadi satu skuadron," kata Kepala Staf TNI AU (Kasau), Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia, pada latihan perang Angkasa Yudha 2013 di Landasan Udara Ranai, Kepulauan Riau, beberapa waktu lalu.

Lebih jauh, Kasau menuturkan pada tahun 2014, pimpinan TNI AU akan memperlihatkan dan mempertanggungjawabkan semua peralatan baru tersebut kepada masyarakat. Semua alutsista yang baru dengan kondisi terbaik, yang memperkuat jajaran TNI AU, akan dapat dilihat secara langsung oleh rakyat.

Saat ditanya mengenai penambahan alutsista untuk TNI AU, Putu Dunia menyerahkan kepada pihak Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang menjadi penentu kebijakan dalam pembelian alutsista. "Penambahan alusista, itu kebijakan Kemhan, tapi kami akan ada tim yang melihat lagi MEF (Minimum Essensial Force) yang sudah ada dan akan kami sempurnakan. Apa yang sudah jadi kebijakan, ya berlanjut. Ke depan, kami tunggu keputusan dari Menhan," kata Kasau.

Sementara itu, Menteri Pertahanan (Menhan), Purnomo Yusgiantioro, mengatakan Indonesia membutuhkan sedikitnya 34 radar untuk bisa menunjang pengawasan TNI AU dalam menjaga wilayah udara Indonesia. "Jadi, radar TNI AU itu radar primer. Kalau sekunder itu untuk keperluan komersiil. Sementara ini mereka bekerja sama dengan baik," kata Menhan.

Untuk sekarang, prioritas penambahan radar dipusatkan di bagian timur Indonesia. Hal itu dilakukan agar pengawasan arus penerbangan di wilayah tersebut bisa dilakukan secara maksimal. "Wilayah barat sebagian sudah terpenuhi. Kalau wilayah timur, ya bertahap. Untuk rencana strategis (renstra) pertama, ada empat yang harus dipenuhi," tutur Purnomo.

Meski begitu, ujar Menhan, pemenuhan radar yang kurang tersebut akan dilakukan secara bertahap. Selain bertahap, pemenuhan radar tersebut menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Perencanaan Pembangunan nasional (Bappenas). "Untuk renstra pertama sampai 2014 ini, kami rencana membeli empat radar, harganya total 150 juta dollar AS," papar dia.

Sementara itu, Komandan Satuan Radar 212 Lanud Ranai, Mayor (Lek) Feri, mengatakan radar yang terpasang di Lanud Ranai jangkauannya bisa mencapai 540 km. Aktivitas radar tersebut juga sangat baik untuk mengintai arus penerbangan yang melewati udara di Natuna. Jangkauan radar ini bisa sampai Kucing, wilayah Malaysia. Radar di Lanud Ranai ini dijaga 47 personel.

Prajurit Andal

Dalam kesempatan itu, Kasau mengungkapkan rasa puas dan bahagianya atas suksesnya latihan puncak Angkasa Yudha 2013. Menurut dia, latihan itu ditujukan untuk mencetak prajurit yang andal.

"Perlu diketahui, ke depan, saya ingin punya tentara yang kuat untuk menembak di darat dan di laut. Sebab nanti ancaman sasaran juga di laut. Jadi kami latih prajurit yang bisa tembak di laut," ujar Kasau terkait latihan pengeboman di laut.

Meski merasa puas, Kasau menjelaskan TNI AU masih akan mengevaluasi hasil latihan puncak Angkasa Yudha 2013. "Beberapa hal perlu kita evaluasi, seperti operasi medikal udara. Saya rasa perlu tambahan pesawat di mana doktrin yang kami lakukan hanya turunkan pasukan, peralatan, dan seleksi korban," kata Kasau.

Sebenarnya, dalam operasi itu, lanjut Kasau, hampir 40 persen personel yang terlibat operasi bisa menjadi korban dan 10 persen korban harus segera dievakuasi. "Jadi, pertama, pesawat SAR itu harus membawa korban yang terlihat nyata. Nah tim dari pesawat be
lakangnya baru membikin rumah sakit dan menyeleksi yang sakit," lanjut dia.
Koran Jakarta.

Indonesia Incar Balik Wilayah Udara Natuna pada 2024


Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) menyatakan, wilayah udara Natuna ditargetkan kembali ke Indonesia. "Kami harap tahun 2018-2020 sudah terlihat nyata dari sisi infrastruktur," kata Direktur Keselamatan dan Standar LPPNPI Wisnu Darjono saat dihubungi Tempo, Senin, 4 November 2013.
Ia menuturkan, saat ini Indonesia sedang mempersiapkan pemasangan radar di Tanjung Pinang serta Natuna untuk fasilitas penerbangan sipil. Wisnu mengungkapkan, pengambilalihan wilayah udara Natuna akan melibatkan beberapa kementerian, yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan ,dan Kementerian Perhubungan.
"Wilayah udara Natuna memang masih ditangani air traffic services (ATS) Singapura," ucapnya.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Ida Bagus Putu Dunia mengatakan, Pulau Natuna merupakan salah satu dari 12 pulau terluar milik Indonesia. Natuna memang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Vietnam.
Karena berada di Laut Cina Selatan, posisi Natuna juga terbilang strategis. "Untuk menjaga Natuna, TNI AU punya Landasan Udara Rinai dan juga radar pengawas," kata Putu Dunia.
Sebelumnya, Direktur Utama LPPNPI Ichwanul Idrus pernah menjelaskan ada sebagian wilayah navigasi Indonesia yang pengelolaannya dititipkan kepada asing. "Untuk wilayah ABC, itu masih dikelola Singapura dan Malaysia," ujarnya kepada Tempo saat dijumpai di sela-sela pertemuan Civil Air Navigation Services Organisation (Canso) Asia Pasifik.
Ia menjelaskan, selama ini Indonesia memang masih belum siap mengelola navigasi sektor ABC. Ichwanul mengungkapkan, sektor ABC, antara lain, mencakup wilayah Batam dan Natuna. Menurut dia, masih ada kekurangan Indonesia yang harus diperbaiki sebelum dapat mengelola wilayah tersebut.
"Soal infrastruktur dan provider," ucapnya. Ichwanul mengatakan, sebelum LPPNPI didirikan Januari silam, pengelolaan navigasi Indonesia masih dilakukan oleh PT Angkasa Pura. Status Bandara Batam yang sebelumnya merupakan bandara unit pelaksana teknis (UPT) di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan, sempat menjadi kendala.
Wisnu menyatakan, sektor ABC mulai dikelola Singapura dan Malaysia pada 1973. "Sektor B dipinjam Singapura untuk wilayah militer," ucapnya. Ia pun menjelaskan, Singapura meminjam wilayah tersebut karena kekurangan lahan bagi tentaranya untuk latihan.
Yang termasuk sektor A adalah wilayah di bagian utara Singapura, sedangkan sektor C mencakup bagian utara sektor B yang tersambung ke Laut Cina Selatan. Wisnu menuturkan, pengelolaan tata ruang udara sektor C dengan ketinggian di atas 24.500 kaki dilakukan oleh Singapura. Sedangkan untuk ketinggian di bawah 24.500 kaki, pengelolaan diserahkan kepada Malaysia.
Menurut dia, sektor ABC merupakan kepunyaan Indonesia dan harus diambil kembali. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, pengelolaan sektor ABC harus kembali ke Indonesia 15 tahun sejak undang-undang itu diberlakukan, artinya paling lambat pada 2024.
MI. 

TNI 'Nyambi' Jadi Guru di Puncak Jaya


Anggota Tentara Nasional Indonesia yang bertugas di Kabupaten Puncak Jaya, Papua banyak yang menyambi sebagai guru pada sekolah-sekolah di daerah setempat. Komandan Yonif (Danyonif) 751 Raider Letkol Inf Luqman Arief, di Sentani, Rabu (12/6) mengakui hal ini.
Menurut dia, selain bertugas untuk mengamankan wilayah Kabupaten Puncak Jaya, anggotanya juga tergerak untuk memberikan pengetahuan kepada warga setempat khususnya yang masih anak-anak atau usia sekolah. "Memang bukan protab kami memberikan pendidikan, tetapi melihat terkadang masih ada daerah yang kekurangan tenaga pendidik, maka tidak ada salahnya anggota kami membantu," ujarnya.
Danyonif menjelaskan biasanya anggotanya yang menjadi guru, memiliki masa tugas selama 6-8 bulan. Dan itu pun tidak mengajar setiap hari, tetapi seminggu hanya 2-3 kali bertemu dengan murid-murid.
Disinggung mengenai adanya wacana pembangunan tempat yang bisa dijadikan tempat belajar, Danyonif mengungkapkan bahwa memang ada wacana pembangunan seperti sekolah, tetapi itu bukanlah tugas pokok anggotanya. Untuk itu, saat ini anggotanya hanya memanfaatkan fasilitas yang ada. 
Selain tidak menyulitkan warga yang ada, kata dia, hal itu juga tidak mengganggu tugas pokok anggotanya untuk menjaga kondisi keamanan di wilayah tersebut tetap kondusif. "Hal yang jelas ditekankan di sini bahwa anggota diharapkan tidak mengesampingkan tugas pokoknya dalam menjaga keamanan."
MI.