Berdasarkan penelusuran di Kementerian Pertahanan, ide produksi
roket dalam negeri mulai tercetus tahun 2007. Saat itu Kemenristek
membentuk Tim D-230 untuk mengembangkan penelitian roket hulu ledak
berdiameter 122 milimeter dengan jarak jangkau 20 kilometer.
Prototipe roket D-230 itu dibeli Kementerian Pertahanan yang
menggandeng PT Pindad Indonesia, untuk memperkuat program 1.000 roket.
Roket R-Han 122 merupakan pengembangan dari roket sebelumnya, yaitu
D-230 tipe RX 1210 yang dikembangkan oleh Kemenristek dengan kecepatan
maksimum 1,8 mach yang uji coba peluncurannya berlangsung mulus.
Roket R-Han 122 ini merupakan hasil kerja sama yang sinergis antara
Balitbang Kementerian Pertahanan RI dengan Kementerian Riset dan
Teknologi (Kemenriset), PT Pindad, LAPAN, Perguruan Tinggi dan pihak
terkait lainnya. Selanjutnya melakukan integrasi roket dengan penambahan warhead
(hulu ledak) sehingga roket berfungsi sebagai senjata yang memiliki
daya ledak yang optimal dengan sasaran darat ke darat dengan jarak
tembak antara 11-14 km.
Dengan adanya integrasi prototipe roket warhead ini, diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai Alutsista TNI yang selama ini masih tergantung dari luar negeri.
Proses Pembuatan Roket R Han 122
Saat memasuki bisnis massal, pemerintah membentuk Konsorsium Roket
Nasional dengan ketuanya adalah Bapak Sonny Ibrahim sebagai Ketua
Program Roket Nasional PT DI yang menjelaskan bahwa rencana pembuatan
roket secara massal sebenarnya sudah ada sejak 2005.
Namun, baru dikembangkan roket D-230 pada 2007 hingga terbentuk
konsorsium tersebut. Konsorsium itu beranggotakan sejumlah industri
strategis yang mengerjakan bermacam komponen roket. Selain digunakan
sebagai sistem pertahanan juga akan digunakan sebagai penelitian
satelit. Dalam konsorsium tersebut terdapat PT Pindad yang mengembangkan
launcher dan firing system dengan laras 16/warhead dan mobil launcher (hulu ledak).
Kemudian, PT Dahana menyediakan propellant. PT Krakatau
Steel untuk mengembangkan material tabung dan struktur roket. PT DI
membuat desain dan menguji jarak terbang. Pendukung lainnya seperti
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika turut mendukung dengan
menyediakan alat penentu posisi jatuhnya roket.
ITB turut menyediakan sistem kamera nirkabel untuk menangkap dan
mengirim gambar saat roket tiba di sasaran. Demikian halnya dengan UGM
Yogya, ITS Surabaya, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Suryadharma,
Universitas Negeri 11 Maret dan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
yang terlibat dalam proses pembuatannya.
Proses Riset Roket R-Han 122
Pembuatan roket militer ini cukup menarik, karena para periset
beberapa kali melakukan uji coba hingga menemukan kesempurnaan pada
roket R-Han 122. Pada awalnya, tahun 2003 silam periset menggunakan
ketebalan baja 1,2 mm, tetapi kemudian produk tersebut justru cepat
jebol. Maka dari itu, mulai diperbaiki sistem isolasi termal. Saat roket
meluncur sempurna dibutuhkan suhu 3.000 Celcius.
Pembakaran itu bisa berakibat fatal, apabila sistem isolasi termal
tidak bekerja dengan baik. Oleh karena itu, di ruang isolasi termal
diberi karet atau polimer yang bisa menghambat panas. Untuk materialnya,
dipilih bahan ringan, yakni aluminium, agar bisa menghambat panas.
Sehingga termalnya dapat bekerja dengan cukup baik, dan roket itu pun
akhirnya dapat terbang tepat sasaran serta tidak pernah rusak selama
uji coba. Serangkaian uji coba roket itu, untuk melihat kemampuan
strategis yang dimiliki oleh industri pertahanan dalam negeri kita dalam
menguasai ilmu peroketan.
Banyak negara maju yang sudah menguasai ilmu tersebut, namun enggan
membagi karena dinilai sangat strategis. Maka dari itu, Pemerintah
berusaha mengadakan penelitian dan mengembangkan kemampuan yang ada guna
menguasai teknologi tersebut untuk kepentingan nasional ke depannya.
Uji coba ini adalah bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan
teknologi di bidang roket. Pemerintah bersama dengan industri strategi
bersinergi dalam hal ini untuk mengembangkan roket.
Pengembangan Roket R-Han 122
Dalam pengembangannya, Indonesia harus mandiri dalam penelitian dan
rekayasa teknologi di bidang pertahanan negara sebagai pemacu para
peneliti Indonesia. Oleh karena itu, Roket berkaliber 122 mm ini
terwujud yang rencananya akan ditempatkan sebagian besar di KRI
(kapal-kapal perang RI).
Tak ketinggalan juga, Armed yang menjadi bagian dari institusi TNI
Angkatan Darat dilibatkan dalam penggunaan senjata ini karena fokus
sasarannya adalah sasaran darat. Roket R-Han 122 ini juga dikembangkan
dalam rangka mengurangi ketergantungan pengadaan dari luar negeri dengan
memberdayakan potensi dan kemampuan industri dalam negeri.
Selama ini, Indonesia masih membeli roket dari negara lain.
“Dengan harga satu roket R-Han 122 membutuhkan dana Rp 75 juta yang artinya untuk 500 roket dibutuhkan Rp 37,5 miliar akan jauh lebih murah jika dibandingkan dengan membeli dari luar negeri yang harganya mencapai 110 juta rupiah per roket,” jelas Menhan saat itu, Purnomo Yusgiantoro.
500 roket tahap awal ini merupakan bagian dari 1.000 roket yang
ditargetkan. Idealnya kebutuhan roket untuk peralatan pertahanan RI
lebih dari 500 unit. Sebanyak 750 roket diselesaikan pembuatannya pada
tahun 2013 dan pada tahun 2014 dirampungkan program produksi 1.000 roket
pertahanan untuk TNI Angkatan Darat dan TNI Angkatan Laut.
Roket R-Han ini tidak dijual ke luar negeri, karena masih dalam
proses penyempurnaan. Namun, tidak menutup kemungkinan akan dipasarkan
jika nantinya pengujiannya sudah selesai. Untuk R-Han 122 sudah menemui
hasil yang menggembirakan, sekarang sedang menyempurnakan roket D-230.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang luas membutuhkan sistem
pertahanan yang lebih baik untuk mempertahankan wilayahnya terutama
wilayah perbatasan.Dengan produksi mandiri ini, maka negara-negara lain
tidak akan mudah meremehkan produksi hasil karya putera bangsa Indonesia
sehingga meningkatkan detterence/ efek gentar yang dimiliki oleh TNI.
Rencana kedepannya Kemhan bersama Konsorsium Roket Nasional sedang
mengembangkan roket kaliber 320 dengan jarak capai 70 km, dan Kaliber
450 dengan jarak capai sekitar 100 km. Semoga semua bisa dilaksanakan
dengan baik, dan kemandirian alutsista strategis ini bisa membanggakan
negeri tercinta ini.
(Kemenperin dan berbagai Sumber) JKGR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar