Rasanya bakalan sulit bila armada patroli TNI AL, Bea Cukai, dan
Polisi Air jika harus senantiasa mengawasi kawasan perairan pantai
secara terus-menerus. Selain biaya operasional yang besar untuk meronda
laut, pengawasan pantai kerap menimbulkan gesekan kepentingan. Nah, agar
pengawasan wilayah pantai lebih efekif, efisien dan bisa dilakukan 24
jam, maka solusinya adalah dengan mengadopsi teknologi radar pantai.
Pada tahun 2011, Trident Division, anak perusahaan Techno-Sciences,
Inc. Bekerjasama dengan SPAWAR (Space and Naval Warfare Systems Command )
dan TNI sukses melakukan demonstrasi perangkat IMSS. Integrated
Maritime Surveillance System atau biasa disingkat IMSS dirancang untuk
meningkatkan kemampuan TNI, khususnya TNI AL dengan meningkatkan jalur
Komando, Kendali, Komunikasi, Intelijen, Surveillance dan Reconnaissance
melalui penggunaan ground platform yang mengandakan basis sensor jarak
jauh optik dan nirkabel.
Tak lama berselang, pemerintah Cina menawarkan pemasangan sistem
pengawas maritim senilai 1 miliar yuan (sekitar Rp 1,5 triliun) di
kawasan Indonesia dan melengkapi sistem serupa buatan AS yang lebih dulu
dipasang di Indonesia.
IMSS terdiri atas 18 stasiun pengawas pantai (CSS), 11 radar berbasis
kapal, dua pusat komando regional, dan dua pusat komando armada di
Jakarta dan Surabaya. IMSS merupakan suatu sistem pengawasan maritim
yang terintegrasi antara Coastal Surveillance Station (CSS) atau stasiun
pengawas di darat dengan sentra pengawasan lainnya.
CSS terintergrasi dengan Kapal Perang Indonesia (KRI), Regional Command Center (RCC) atau pusat pengendalian regional, dan Fleet Command Center (FCC) atau pusat pengendalian armada.
IMSS dilengkapi VHF Radio yang berfungsi sebagai alat komunikasi
dengan kapal-kapal yang melintas di sekitar stasiun pengawas di darat.
Plus HF Radio yang berfungsi sebagai backup data komunikasi ke RCC
apabila VSAT tidak bisa digunakan dan juga sebagai alat komunikasi
dengan RCC ataupun dengan kapal-kapal yang melintas di sekitar CSS.
IMSS juga dilengkapi Day Camera (kamera siang hari) dan FLIR (Forward Looking Infra Red)
camera yang berfungsi untuk memotret identitas kapal-kapal yang
melintas di sekitar CSS.Sarana pendukung lain adalah Nobletec yang
berfungsi sebagai monitor posisi kapal-kapal yang melintas di sekitar
CSS dan sebagai alat komunikasi dengan RCC dan FCC melalui text message application.
Saat ini penempatan IMSS dimulai dari Sabang hingga Batam, Kepulauan
Riau, Kalimantan Timur dan dinilai sangat efektif untuk mengamankan
kawasan perairan Selat Malaka. Penempatan radar sistem pengawasan
maritim/laut, khususnya di Batam sendiri efektif membantu pengawasan
laut mengingat jumlah personil yang ada di Lanal Batam kurang memadai.
Target IMSS adalah mendukung pengawasan pada Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI) yang merupakan kawasan strategis dan padat lalu lintas
kapal. Mulai kapal yang keluar masuk melalui Selat Malaka (ALKI I),
Selat Makassar (ALKI II), hingga perairan Papua (diproyeksikan sebagai
ALKI III).
Radar IMSS punya jarak jangkau efektif sekitar 40 nautical mile atau 74 Km (kilometer). Rangkaian radar IMSS meng-cover 1.205 kilometer dari garis pantai Selat Malaka dan sekitar 1.285 kilometer dari garis pantai sepanjang laut Sulawesi.
ISRA (Indonesian Sea Radar)
ISRA adalah radar pengawas pantai besutan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang diluncurkan pada tahun 2009. Ini merupakan radar yang dapat digunakan untuk membantu pengaturan transportasi laut dan udara, pengamatan cuaca, pemetaan wilayah, serta navigasi. ISRA punya panjang 2 meter dan lebar 1 meter, berat sekitar 200 kg, serta jangkauan deteksi hingga 64 km. ISRA beroperasi menggunakan teknologi Frequency-Modulated Continuous (FM-CW) yang konsumsi daya listrik lebih rendah dan ukuran radar lebih kecil dibanding radar yang digunakan di Indonesia. Enam puluh persen komponen radar masih di impor sehingga menjadi hambatan dalam proses pembuatan karena harus menunggu masuknya komponen. (Deni Adi)
ISRA adalah radar pengawas pantai besutan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang diluncurkan pada tahun 2009. Ini merupakan radar yang dapat digunakan untuk membantu pengaturan transportasi laut dan udara, pengamatan cuaca, pemetaan wilayah, serta navigasi. ISRA punya panjang 2 meter dan lebar 1 meter, berat sekitar 200 kg, serta jangkauan deteksi hingga 64 km. ISRA beroperasi menggunakan teknologi Frequency-Modulated Continuous (FM-CW) yang konsumsi daya listrik lebih rendah dan ukuran radar lebih kecil dibanding radar yang digunakan di Indonesia. Enam puluh persen komponen radar masih di impor sehingga menjadi hambatan dalam proses pembuatan karena harus menunggu masuknya komponen. (Deni Adi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar