Air Asia
Indonesia Airbus 320-200 dengan Logo Bendera Merah Putih (tribunnews.com)
Dalam beberapa
hari terakhir dunia kembali digemparkan dengan hilangnya sebuah pesawat Airbus
320-200, Air Asia Indonesia, Flight Number QZ-8501 dalam penerbangan dari
Bandara Juanda Surabaya ke Changi Airport Singapura. Pesawat dengan registrasi
PK-AXC tersebut hilang kontak saat berada di airways M635, antara waypoint
TAVIP dan RAFIS, atau di antara Tanjung Pandan (Belitung Timur) dan Pontianak.
Dari data yang dirilis oleh Flightradar24, QZ8501 hilang kontak pada pukul
23:12 UTC atau pukul 06.12 WIB.
Pesawat dengan
nomor registrasi PK-AXC tersebut berangkat (ATD) Surabaya pukul 05.26 WIB, ETA
Singapura seharusnya pukul 08.30 waktu setempat atau pukul 07.30 WIB. Pada
penerbangan, pilot in command adalah Captain Iriyanto (mantan Perwira TNI
AU/IDP-1), Co Pilot Emanuel Plessel (WN Perancis), disamping lima crew lainnya
on board. Pihak AirAsia Indonesia merilis data jam terbang pilot Air asia
QZ8501 pada Minggu (28/12/2014) siang. Captain Pilot Iriyanto memiliki total
20.537 jam terbang. Iriyanto juga telah terbang bersama AirAsia Indonesia
selama 6.053 jam. Sementara first officer Remi Emmanuel Plesel memiliki jam
terbang 2.247 jam. Khusus penumpang diluar crew berjumlah 155 orang (138
dewasa, 16 anak-anak, satu bayi). Menurut Staf Khusus Kementerian Perhubungan Hadi
Mustofa, selain WNI terdapat beberapa warga negara asing dalam pesawat
tersebut. “Warga negara Singapura 1 orang, Inggris 1 orang, Malaysia 1 orang,
dan Korea Selatan 3 orang termasuk 1 bayi,” katanya.
Plt Direktur
Jenderal Perhubungan Udara Djoko Murjatmodjo secara resmi menyatakan di
Jakarta, Minggu (28/12/2014), pesawat take off dari Surabaya, Pkl. 05.36 WIB
menuju Singapura, terbang dengan ketinggian 32.000 kaki (Flight Level 320).
Pesawat mengikuti jalur penerbangan: M-635. Pesawat Contact ATC Jakarta pada
pukul 06.12 WIB pada FL 320 (frekuensi 125.7 MHz). Pada saat contact, ATC Radar
Jakarta mampu mengidentifikasi pesawat pada layar radar. Saat contact, pesawat
(pilot) menyatakan menghindari awan ke arah kiri dari M-635 dan meminta naik ke
ketinggian 38.000 ft (FL380). Earth Networks, sebuah perusahaan yang melacak
kondisi cuaca di seluruh dunia, mengatakan telah mencatat sejumlah sambaran
petir di dekat rute Flight 8501 pada hari Minggu pagi antara pukul 06:09-06:20.
Pukul 06.16
WIB pesawat masih terlihat di layar radar, pukul 06.17 WIB pesawat hanya tampak
signal ADS-B (Automatic Dependent Surveillance-Broadcast), pesawat sekaligus
hilang contact dengan ATC Pukul 06.18 WIB, target hilang dari radar, hanya
tampak flight plan track saja. ATC membuat pernyataan resmi QZ8501 hilang pada
pukul 07.55 WIB. ADS-B adalah system yang di design untuk menggantikan fungsi
radar dalam pengelolaan ruang udara bagi transportasi sipil. Dengan teknologi
ini pesawat yang terus menerus mengirim data ke 'receiver' di bandara secara
'broadcast.' Sementara cara kerja radar bandara yang mendeteksi pesawat.
Indonesia memiliki 30 stasiun bumi yang siap dioperasikan.
Pemerhati
penerbangan, Yayan Mulyana, Minggu (28/12) petang menyatakan kepada Kompas.com,
pada waktu yang berdekatan ketika pesawat QZ8501 hilang kontak, ada lebih dari
satu penerbangan yang melintas di jalur penuh awan tersebut. Posisi AirAsia
QZ8501 berada pada posisi terendah di ketinggian jelajah, dibandingkan pesawat
lain.ada setidaknya empat pesawat lain yang berdekatan dengan QZ8501 pada saat
itu, yakni Garuda Indonesia (GIA602, 35.000 ft), pesawat Lion Air (LNI763,
38.000 ft), AirAsia (QZ502, 38.000 ft), dan Emirates (UAE409, 35.000 ft).
Flightradar 24
mengklaim tidak menangkap sinyal emergency dari A320-200 QZ8501. Menurut SOP
(Standar Operasi Prosedur), jika dalam kondisi emergency, pesawat akan
mengaktifkan kode Squawk 7700 di transponder mereka. Beberapa negara menawarkan
bantuan untuk mencari keberadaan QZ8501 diantaranya dari Singapura, Malaysia,
Australia, Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Analisis Dari Tehnis Penerbangan
Dalam waktu
dua hari setelah pesawat tersebut dinyatakan hilang, semua instansi yang
terlibat melakukan langkah cepat mencoba menemukan pesawat beserta
penumpangnya. Dari standar pencarian pesawat yang umum dilakukan adalah dengan
mengumpulkan fakta-fakta (informasi) baik yang menyangkut masalah tehnis,
weather (cuaca) maupun kemungkinan human error. KNKT masih mengumpulkan
data-data dan akan bergerak penuh apabila pesawat sudah ditemukan, sementara
kini yang memimpin operasi pencarian adalah Basarnas.
Pengamat
penerbangan serta pejabat Kemenhub serta Basarnas menyatakan (data yang dirilis
otoritas penerbangan ataupun penanganan bencana), menunjukkan bahwa pesawat
tidak meninggalkan jalur penerbangan, sekalipun sempat berpindah. Kementerian
perhubungan menyatakan bahwa posisi pesawat ini terakhir tetap berada di
koridor M635. Posisi pesawat pada saat lost contact ada di sekitar Pulau
Belitung pada titik koordinat 03°22'15" LS - 109°41'28"BT.
Beberapa
pihak menyatakan bahwa QZ8501 sempat terjebak dalam kungkungan awan CB. Dari
beberapa informasi (BMKG) dilaporkan bahwa rute yang ditempuh pesawat dipenuhi
dengan awan dan di lokasi kejadian terdapat CB yang luasnya mencapai 10 km
dengan ketinggian mencapai 48.000 ft. Terdapat ancaman badai dimana
terkonsentrasi es, butir air serta petir. Para penerbang umumnya sangat faham
bahaya CB, tetapi jarang sambaran petir menyebabkan kerusakan struktural yang
serius yang dapat mengancam keselamatan pesawat terbang, bahaya CB dapat
mengganggu sistem navigasi, seperti kompas magnetik.
Dari
kacamata tehnis penerbangan, Airbus 320-200 adalah pesawat modern canggih yang
terbang normal dari Surabaya ke Singapura dan di kontrol oleh dua ATC modern
Jakarta Control dan Singapore Radar. Proses lenyapnya pesawat terjadi hanya
dalam waktu yang singkat, dari pukul 06.16 s/d 06.18 WIB, tanpa memberikan
peringatan baik radio maupun transponder code. Pukul 06.17 WIB pesawat hanya
tampak signal ADS-B (Automatic Dependent Surveillance-Broadcast).
Secara
tehnis Yayan menyatakan, posisi yang terpantau di Flightradar24 adalah posisi
saat terakhir komunikasi pesawat, tetapi masih ada luncuran, sampai ke posisi
terakhir yang sebenarnya. "Kalau pesawat meledak, posisinya akan sama dengan
posisi komunikasi terakhir. Kejadiannya kemungkinan besar memang sangat
mendadak karena sejauh ini penerbangan terlihat masih on track," katanya.
Analisis Sudut Pandang Intelijen
Dalam
terjadinya sebuah kecelakaan hilangnya pesawat terbang, selain dilakukan upaya
pertama menemukan pesawat serta penumpang, yang juga dilakukan adalah upaya
sesegera mungkin menemukan black box yang merekam penerbangan serta pembicaraan
di pesawat. Data transkrip setengah jam terakhir bakal "mengungkap
banyak" soal kecelakaan yang terjadi. Data tersbut akan dapat menggugurkan
pendapat atau analisis yang dibuat sebelumnya. Selain secara tehnis
penerbangan, penulis selalu mencoba memberikan analisis dari sudut pandang
intelijen, yang menyoroti dari fungsi intelijen yaitu penyelidikan, pengamanan
serta penggalangan.
Banyak
kemudian yang berpendapat bahwa analisis awal sebuah serangan teror terhadap
kecelakaan pesawat dipandang terlalu cepat dan tidak mungkin. Pada saat
kejadian yang menimpa pesawat Malaysia Airlines MH370 yang masih raib hingga
kini serta MH17 yang hencur berkeping-keping akbibat ditembak misile di wilayah
konflik di Ukraina, penulis melihatnya sebagai dua kasus yang terindikasi
sebagai sebuah serangan. Serangan teror dua kasus tersebut bisa ditujukan
kepada operator (MAS atau Malaysia sebagai sebuah negara) atau bisa juga
terhadap pabrik Boeing serta AS sebagai negara asal. Pada awal penulis mengulas
kemungkinan ancaman Al-Qaeda dengan dasar fatwa Al-Zawahiri untuk menyerang AS.
MH370 hingga
ini belum ditemukan, dari beberapa analisis yang penulis buat, dan bahkan sejak
awal kejadian, terjadi tindakan penguasaan pesawat dengan tujuan menghilangkan
MH370 ke suatu tempat di Samudera Hindia. Intinya pelaku (kemungkinan besar
captain Pilotnya sendiri) bisa melakukannya sebagai 'lone wolf' atau merupakan
agent action yang dibina sebuah jaringan intelijen untuk aksi teror. Saat itu
penulis menyimpulkan bahwa itu bisa merupakan sebuah serangan awal.
Empat bulan
berselang, terjadi misteri ditembaknya dengan misil terhadap pesawat serupa,
Boeing777-200ER Malaysia Airlines di wilayah Ukraina. Makin kental bau aksi
serangan teror berupa tekanan psikologis terhadap MAS sebagai operator. Tidak
ada analisis bahwa dua kasus tersebut mempengaruhi pabrik Boeing, yang terbaca
dalam analisis intelijen adalah Malaysia sebagai target utama terpilih (Penulis
menulis analisis beberapa kasus terkait serangan yang terjadi, periksa artikel
terkait).
Kini terjadi
kasus hilangnya kembali pesawat Air Asia Indonesia QZ8501 dalam penerbangan Juanda-Changi.
Apakah kasus ini terkait dengan dua peristiwa MH370 dan MH17? Jarak kecelakaan
kasus MH370 dengan MH17 empat bulan, dan jarak kasus MH17 dengan QZ8501 sekitar
lima bulan. Mari kita bahas kemungkinan-kemungkinannya.
Kasus QZ8501
apabila dicermati, crusial point-nya terjadi hanya dalam dua menit, antara
pukul 06.16 s/d 06.18 WIB. Saat pesawat menghilang dari radar, kejadiannya
sangat pendek dan mendadak. Apakah pesawat secanggih Air Bus 320-200 yang
relatif muda dan baru, diterbangkan oleh Captain Pilot Iriyanto (pilot senior
dengan total jam terbang 20.357 jam) akan langsung menyerah dan runtuh
menghadapi bad weather, CB sekalipun. Iriyanto menurut penulis jelas tidak akan
mengambil resiko sekecilpun dalam menghadapi CB yang selalu disebut sebagai
penyebab bencana, dia pasti faham bagaimana harus bertindak dan memutuskan.
Sebelum
terbang dalam membuat flight plan, jelas pilot telah mendapat briefing weather
on route, jadi dia faham kondisi yang dihadapi. Oleh karena itu penulis
menyarankan dilakukan penelusuran dari sisi tehnis baik yang menyangkut
khususnya serangan teror. Memang sesuai aturan sebuah kecelakaan harus dilihat
dari masalah tehnis, cuaca dan human error.
Contoh Human Error terkait Bad
Weather
Kasus human
error dalam menghadapi bad weather (Intertropical Convergence Zone) pernah
terjadi dalam penerbangan Air France Flight AF-447 yang jatuh di Samudera
Atlantik pada bulan Juli 2009 dalam penerbangan dari Rio de Janeiro ke Paris
menyebabkan 228 penumpang meninggal dunia. Lima hari setelah kecelakaan, tim
Rescue menemukan debris baik mayat manusia maupun pecahan pesawat. Dari rekaman
black box yang ditemukan dua tahun kemudian, terungkap penyebab utama
kecelakaan.
BEA (Biro
d'Enquêtes et d'Analisis), atau otoritas keselamatan penerbangan Perancis,
telah merilis sebuah laporan setebal 365-halaman penyelidikan yudisial bahwa
'kapten telah gagal dalam tugasnya dan tidak mampu mengarahkan co pilot dalam
bertindak tepat'. Hakim Prancis kemudian memulai penyelidikan kriminal Air
France dan Airbus untuk dugaan pembunuhan. Pesawat saat menghadapi badai,
menurut data black box diterbangkan oleh Co-pilot Pierre-Cedric Bonin (2.900
jam terbang) dan David Robert (6.500 jam terbang), sementara captain pilot Marc
Dubois (58 th) ini (11.000 jam terbang) sebelumnya menyatakan mengantuk dan
kemudian tidur.
Menjelang
terjadinya kecelakaan, Captain Dubois dibangunkan, tetapi Copilot Bonin dan
Robert yang panik tidak mampu menjelaskan masalah. Sebuah analisis rinci dari
dua perekam di black box pesawat, menjelaskan bahwa sensor kecepatan udara
tidak berfungsi mungkin karena membeku. Dubois yang kemudian mencoba
mengendalikan pesawat tidak mampu mengatasi kondisi emergency pesawat yang
stall menukik ke laut dan akhirnya hancur setelah menghantam laut. Resiko yang
harus dipikul oleh Air France jelas akan sangat besar dalam membayar kompensasi
tersebut, terlebih apabila pengadilan memutuskan kasus sebagai sebuah
pembunuhan.
Kemungkinan Kaitan QZ8501 dengan
Kasus MH370 dan MH17
Memang
hingga kini belum ada yang mampu menyimpulkan penyebab hilangnya QZ8501
tersebut. Pada umumnya mayoritas sementara berpendapat bahwa pesawat mengalami
kecelakaan (jatuh) karena disebabkan memasuki awan CB. Data pendukung beberapa
pihak memang mendukung, karena pilot menyatakan melakukan berbelok kekiri dan
request naik dari FL320 ke 380 karena menghadapi CB.
Mari kita
lihat data intelijen 'the past', dimana beberapa fakta pendukung penulis
analisis sebagai sebuah serangan psikologis (aksi teror). Dalam terminologi
intelijen, teror adalah sebuah sarana pengalangan (penciptaan kondisi) untuk
merubah kondisi target, agar mau berpikir, berbuat dan memutuskan seprti apa
yang diinginkan si perencana. MH370 menurut penulis dibajak, penumpang dibunuh
(ada teori diberhentikannya suply oxygen dan teori red out, pesawat sengaja di
stall-kan dengan cara high speed stall).
MH370
kemudian diterbangkan ke Samudera Hindia Selatan dengan ketinggian hanya 5.500
ft untuk menghindari military radar Indonesia (meeting investigator di
Australia, Oktober 2014). Dari teori intelijen pesawat dilenyapkan pembajak
agar black box tidak ditemukan, dengan tujuan menutupi motif. Hingga kini
memang pesawat belum ditemukan, walau sudah coba dicari dengan teknologi
canggih sekalipun. Perencana teror mampu melumpuhkan teknologi dengan
memanfaatkan alam sebagai sarana terornya. Inilah kehebatan perencanaan aksi
teror yang tetap merupakan sebuah misteri.
Dalam kasus
MH17, pesawat mendadak ditembak di wilayah konflik Ukraina. Hingga kini tidak
jelas mengapa hanya pesawat Malaysia Airline tersebut yang ditembak jatuh,
sementara terdapat beberapa penerbangan di dekat titik kejadian. Black Box yang
ditemukan tidak dapat berbicara banyak, karena semua penerbangan berlangsung
normal. Mendadak pesawat hancur ditembak. Setelah kejadian, pihak Barat (AS)
menyalahkan bahwa penembak MH17 adalah pemberontak terhadap pemerintah Ukraina
yang mendapat dukungan Rusia dalam penembakan. Hingga kini tidak dapat
dibuktikan siapa penembaknya. Kasus kemudian meleleh tanpa kejelasan. Hanya
pihak Malaysia yang faham ada apa di belakangnya.
Dari dua
kasus tadi, penulis berpendapat, bahwa nampaknya Malaysia Airlines menjadi
target yang diserang. Jelas sebagai flag carrier, citra MAS sangat terkait
dengan Malaysia. Penulis dalam beberapa artikel saat terjadinya kasus MH17
berharap semoga Garuda tidak dijadikan target serupa.
Kini kasus
hilangnya pesawat Airbus 320-200 Flight QZ8501 memunculkan misteri. Apakah
terkait dengan penyebab serangan berupa "pesan" teror? Pada umumnya
masyarakat hanya mengetahui bahwa Air Asia adalah perusahaan penerbangan
low-cost carrier milik warga negara Malaysia (Tonny Fernandez). Air Asia
Indonesia bisa disebut sebagai sister company (afiliasi ke Air Asia Malaysia).
Di bagian hidung tertulis Indonesia dengan bendera merah putih. Tetapi tetap
saja dengan nama Air Asia, akan diterjemahkan dengan brand milik Malaysia.
Khusus untuk Air Asia Indonesia, menurut konon kabar sahamnya dimiliki oleh
salah seorang konglomerat muda Indonesia, tetapi membeli sahamnya dengan
beberapa perusahaan di luar negeri.
Nah, melihat
kasus QZ8501, ada yang penulis cermati (sebagai hasil diskusi dengan
rekan-rekan purnawirawan di PPAU), pertama, terhentinya ADS-B detect utamanya
karena transponder pesawat mati. Menjadi pertanyaan mengapa transponder mati?
Apakah sengaja dimatkan atau ada sebab lain . Kedua apabila dikaitkan dengan
ELT yang tidak aktif, juga menarik dipelajari lebih lanjut. ELT (Emergency
Locator Transmitter) dimonitor oleh satelit merupakan no go item yang pada
kasus ini tidak berfungsi sebenarnya mengapa?
ELT pada
Airbus 320-200 ini sama dengan ELT pada Boeing 737-900 , akan mulai on saat
engine running dan off saat engine shut down, ELT akan mengirimkan auto signal
(bekerja) apabila ada impact gravitasi 3,5 G atau masuk ke air. Signal ELT bisa
ditangkap pada secondary frequency di 121,5 Mhz.
Dari
pendeknya waktu krusial, nampaknya terjadi suatu yang mendadak pada QZ8501,
hingga Iriyanto tidak sempat mengirimkan distress call, 'may day' misalnya.
Bukan tidak mungkin ada faktor eksternal sebagai penyebabnya. Bukan tidak
mungkin ada faktor eksternal sebagai penyebabnya. Terdapat kemungkinan secara
mendadak pesawat meledak di udara karena sebab eksternal, pertanyaannya dalam
dua hari pencarian debris sama sekali tidak ditemukan. Apakah terjadi hijacking,
transponder dimatikan dan pesawat seperti MH370 dibawa terbang ke lokasi lain?
Pencarian di lokasi yang diperkirakan sia-sia? Tanpa transponder maka identitas
pesawat akan lenyap dari radar.
Apabila
dikaji dari sebuah serangan conditioning terkait antara ketiga pesawat dengan
brand Malaysia tersebut, nampaknya kemungkinan bisa terjadi. Dalam kasus ketiga
terkait dengan perusahaan Malaysia, pesawat yang menjadi sasaran adalah Air Bus
buatan negara Eropa, sementara dua kasus MH terdahulu adalah pesawat buatan AS.
Jadi penulis semakin mengerucutkan bahwa Malaysia yang menjadi target utamanya.
Mengapa dipilih Air Asia Indonesia? Penyerang akan memilih dan menentukan
keberhasilan 100 persen dalam aksinya. Apakah ada yang lolos dari pengamatan di
Juanda?
Interval
antara MH370 dengan MH17 adalah empat bulan, sementara kasus MH17 dengan QZ8501
adalah lima bulan. Serangan pesan masih valid dalam sebuah perencanaan aksi
teror. Serangan bom di Indonesia sejak bom Bali-1, JW Marriott, Bom Kedubes
Australia, Bom Bali-2 dan kembali Bom Marriott/Ritz Carlton berjarak sekitar 13
bulan. Pesan pengeboman jelas yaitu teroris menyerang kepentingan AS dan
sekutunya di luar negaranya (yang dipilih Indonesia sebagai palagan tempur).
Karena itu kembali penulis mengingatkan agar otoritas pengamanan di Bandara
lebih mewaspadai kemungkinan adanya serangan lanjutan.
Aksi teror
dengan tuntutan sesuatu adalah gaya lama, kini aksi teror yang dirancang dengan
teliti akan lebih menakutkan, karena manusia umumnya akan takut terhadap sesuatu
yang tidak jelas. Kita jangan menafikkan kemungkinan teror sebagai penyebab
sebuah kecelakaan pesawat. Kalaupun ini sebuah pesan, maka yang dapat membaca
adalah pemerintah Malaysia, mereka menghadapi lawan berat yang akan melakukan
teror.
Teror
terkait pesawat terbang sangat menarik media untuk terus menerus diberitakan,
kita lihat breaking news menguasai pemberitaan dua televisi Indonesia.
Intelijen Indonesia sebaiknya juga ikut membaca pesan si teroris pintar itu,
agar bisa melakukan langkah-langkah antisipasi selanjutnya dan kita tidak
menjadi korban. Nampaknya ini akan terus berlanjut, mungkin hingga Malaysia
tunduk atau tingkat kerusakan citranya dinilai sudah sangat parah.
Sebaiknya
intelijen segera melakukan penyelidikan kebelakang, dilakukan cek ulang semua
penumpang QZ8501, cek ulang semua berita terkait Air Asia. Juga lakukan
pemeriksaan sekuriti di Juanda dan bandara lainnya. Mungkin terlalu dini bila
penulis mengatakan apakah ini juga terkait dengan ancaman ISIS akhir-akhir ini?
Atau ini aksi satuan khusus Al-Qaeda (Khorasan). Indikasi terlibatnya kedua
kelompok teroris ini belum mencapai tataran serangan ke pesawat, mereka kini
lebih fokus ke target manusia di darat.
Semua ini
menjadi pekerjaan rumah aparat keamanan. Yang jelas dunia sedang menghadapi
aksi teror, dimana diakui atau tidak kini Malaysia yang menjadi target
utamanya. Indonesia kini kalau memang benar hanya menjadi bagian dari korban
sampingan, karena pesawat diberi logo merah putih dan nama Indonesia. Para
penumpang yang menjadi korban mayoritas WN Indonesia, dan Indonesia kini mau
tidak mau disibukan menyelesaikan kasus yang tidak ringan ini.
Mari kita
sadari, bahwa ada ancaman yang jelas tetapi tidak jelas terkait dengan
keselamatan penerbangan yang kini menjadi moda transportasi yang popular sangat
disukai. Sebagai penutup, penulis menyampaikan, sudut pandang intelijen selalu
berusaha melihat dan memperkirakan sebuah ancaman dari sisi worst condition,
atau kondisi terburuk. Maksudnya apabila memang itu terjadi kita tidak akan terkena
unsur pendadakan. Jadi kita takut terbang dengan pesawat Malaysia? Itu terserah
kepada penilaian dan keputusan masing-masing.
Penulis :
Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen www.ramalanintelijen.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar