Sebagai negara yang menguasai 2/3 luas lautan di Asia Tenggara,
adalah multak bagi Indonesia untuk mempunyai peta dasar laut yang
lengkap dan memadai. Hal ini penting, pasalnya tanpa bekal informasi dan
peta dasar lautan yang komplit, maka TNI AL akan kesulitan untuk gelar
operasi bawah laut yang dilakukan satuan kapal selam, maupun untuk tugas
anti kapal selam. Lain dari itu, pemetaan bawah laut berperan vital
dalam keselematan navigasi pelayaran, baik untuk fungsi militer dan
sipil.
Peran Hidro-Oseanaografi adalah urusan mutlak bagi negara maritim,
dan TNI AL (d/h ALRI) sejak tahun 1951 telah membentuk badan khusus
untuk fungsi hidrogafi, kemudian saat ini badan untuk urusan survei,
peneletian, publikasi , serta keselamatan navigasi pelayaran dilakukan
oleh Dinas Hidro-Oseanografi (Dishidros) yang kedudukannya langsung
dibawah KSAL. Seperti halnya satuan kapal eskorta, satuan kapal amfibi,
dan satuan kapal cepat, maka Dishidros pun punya armada kapal
tersendiri, yakni Satuan Surveihidros (Satsurveihidros).
Saat ini Satsurveihidros memiliki 5 (lima) KRI, khusus KRI yang
berada di jajaran Satsurveihidros merupakan jenis kapal Bantu
Hidro-Oseanografi atau yang dikenal dengan istilah BHO.Dari ke lima KRI tersebut 1 (satu) KRI Dewa Kembar 932, 1 (satu) KRI Leuser 924 dan 3 (tiga) kelas kondor yaitu KRI Pulau Rote-721, KRI Pulau Romang 723 dan KRI Pulau Rempang 729.
KRI yang berada dijajaran Satsurveihidros sejatinya bukanlah merupakan
jenis kapal survei namun menyikapi keterbatasan yang ada TNI Angkatan
Laut memodifikasi kapal-kapal tersebut untuk dapat dijadikan kapal
survei. Awalnya bahwa kapal-kapal tersebut merupakan kapal tipe rumah
sakit, kapal tunda samudera dan kapal penyapu ranjau sehingga memiliki
nama dan nomor lambung yang berbeda namun memiliki fungsi azasi yang
sama sebagai kapal survei. KRI yang berada di jajaran Satsurveihidros
merupakan jenis kapal Bantu Hidro-Oseanografi atau yang dikenal dengan
istilah BHO.
Nah, dibanding satuan kapal lain di lingkungan armada TNI AL,
Satsurveihidros bisa dikata yang paling jarang mendapat update pengadaan
kapal. Nyaris tidak terdengar ada tambahan kapal baru untuk
Satsurveihidros. Untuk saat ini, sejatinya hanya ada satu kapal, yakni
KRI Dewa Kembar 932 yang punya asasi sebagai kapal survei dan riset
bawah air. Kapal ini pun bukan barang baru, KRI Dewa Kembar sebelumnya
bernama HMS Hydra buatan tahun 1964, kemudian dibeli TNI AL pada Mei
1986.
Tapi rupanya ada angin segar untuk Dishidros, pada Oktober 2013
Kementerian Pertahanan telah melakukan kontrak pembelian dua unit kapal
survei dari galangan kapal dari Perancis, OCEA SA. Kapal yang dimaksud
adalah OSV190 SC WB. Kapal ini rancang bangunnya disiapkan untuk tugas
patroli laut di zona ekonomi eksklusif (ZEE). Kapal dengan panjang total
60,1 meter ini juga dirancang mampu untuk misi angkut personel, dan
mendukung misi penyelaman (scuba diving operations). Lainnya
bisa menjalankan misi anti polusi, penanganan kebakaran, dan sebagai
kapal penarik, dimana kapal dibekali fasilitas towing. Sementara untuk
tugas utamanya, kapal dibekali perangkat pemetaan tiga dimensi (3D) dan
mampu memindai kontur bawah laut hingga kedalaman 6.000 meter. Dengan
kemampuannya terserbut, OSV190 SC WB dapat dengan mudah mendeteksi
benda-benda asing dan mencurigakan di bawah laut, seperti bangkai
pesawat yang jatuh atau kapal selam musuh.
Dibekali Senjata Ringan
Meski misi yang dijalankan masuk dalam kategori Operasi Militer selain Perang (OMSP), namum dengan menyandang identitas sebagai KRI, maka kedua kapal OSV190 SC WB juga dibekali senjata ringan, tujuannya lebih untuk self defence. Menurut info dari situs Janes.com, kedua kapal akan dilengkapi 1 unit kanon kaliber 20 mm dan dua pucuk SMB (senapan mesin berat) kaliber 12,7 mm. Kanon kaliber 20 mm bakal ditempatkan pada haluan, sedangkan dua pucuk SMB pada arah anjungan belakang. Melihat spesifikasi senjata tersebut, maka kapal Dishidros ini juga dapat menjalankan peran sebagai kapal patroli. Masih cukup ideal untuk melawan kelas perompak. Lepas dari itu, aneka sensor bawah laut dan teknologi multi beam kelak dapat dimanfaatkan untuk satuan tugas anti kapal selam.
Meski misi yang dijalankan masuk dalam kategori Operasi Militer selain Perang (OMSP), namum dengan menyandang identitas sebagai KRI, maka kedua kapal OSV190 SC WB juga dibekali senjata ringan, tujuannya lebih untuk self defence. Menurut info dari situs Janes.com, kedua kapal akan dilengkapi 1 unit kanon kaliber 20 mm dan dua pucuk SMB (senapan mesin berat) kaliber 12,7 mm. Kanon kaliber 20 mm bakal ditempatkan pada haluan, sedangkan dua pucuk SMB pada arah anjungan belakang. Melihat spesifikasi senjata tersebut, maka kapal Dishidros ini juga dapat menjalankan peran sebagai kapal patroli. Masih cukup ideal untuk melawan kelas perompak. Lepas dari itu, aneka sensor bawah laut dan teknologi multi beam kelak dapat dimanfaatkan untuk satuan tugas anti kapal selam.
Dari segi rancang bangun, desain haluan nampak dibuat streamline,
sekilas bentuknya mengingatkan pada kapal patroli canggih milik AL
Australia, yakni Armidale Class. Dalam operasionalnya, Kapal ini akan
dilengkapi juga dengan laboratorium yang berteknologi modern. Kapal juga
dilengkapi dengan ruang-ruang tidur tamtama, bintara, dan perwira yang
cukup nyaman, karena untuk pemetaan dan survei, personel akan berada di
tengah laut hingga berhari-hari.
OSV190 SC WB diawaki sekitar 41 personel, termasuk peneliti dari TNI
AL. Rencananya pada bulan Juli ini, 41 personel diberangkatkan menuju
Prancis untuk melakukan training dan pengenalan kapal. Mereka nanti yang
akan membawa kapal survei pertama ke Indonesia di akhir 2014.
Diperkirakan butuh waktu 5 minggu untuk membawa kapal berbobot 500 ton
dari Paris hingga tiba di Indonesia.
Kelebihan kapal ini adalah bodi kapal terbuat dari alumunium dan
baja, sehingga tidak cepat berkarat. Kapal dengan panjang 60,1 meter dan
lebar 11 meter ini juga akhirnya memiliki berat yang lebih ringan,
hanya 500 ton. Padahal, kapal-kapal dengan ukuran yang sama bisa
mencapai 1.500 ton. Mengingat bobot kapal yang ringan, lantas apakah
kapal ini akan mudah tergoyang oleh ombak karena berbobot ringan?
Ternyata tidak. Saat ini telah ada teknologi baru menggunakan dynamic
tank yang bisa membuat kapal lebih stabil dari goncangan ombak, meski
hanya 2,5 meter bagian bawah kapal yang masuk ke dalam air laut. Dengan
bobot 500 ton, penggunaan BBM juga pasti akan lebih efisien.
Indonesia memesan dua kapal survei dengan biaya US$100 juta. Kapal
pertama akan selesai bulan September 2014 dan akan tiba di Indonesia
awal Januari 2015. Kapal kedua akan selesai bulan Agustus 2015 dan akan
tiba di Indonesia pada September 2015. Hadirnya dua kapal ini tentu
vital bagi kepentingan Indonesia, khususnya TNI AL yang akan kedatangan
tambahan tiga unit kapal selam baru dari Korea Selatan pada tahun 2015 –
2018. Melihat situasi dan kondisi perubahan alam, peta bawah laut
Indonesia sudah mutlak untuk diperbaharui. (son)
Spesifikasi OCEA OSV190 SC WB
Panjang : 60,10 meter
Lebar : 11 meter
Berat : 500 ton
Awak : 41
Penumpang : 6
Speed : 16 knots
Panjang : 60,10 meter
Lebar : 11 meter
Berat : 500 ton
Awak : 41
Penumpang : 6
Speed : 16 knots
Tidak ada komentar:
Posting Komentar