Kementerian Pertahanan melanjutkan rencana pembelian simulator kemudi
pesawat tempur Sukhoi TNI Angkatan Udara dengan pagu anggaran yang
ditetapkan sebesar US$ 45 juta atau sekitar Rp 540 miliar. ”Pagu
tersebut hanya untuk satu unit simulator Sukhoi,” ujar Kepala Badan
Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan Laksamana Muda Rachmad
Lubis, Rachmad kepada Tempo, Kamis, 2 Januari 2014.
Laksamana Muda Rachmad Lubis mengatakan, Kementerian Pertahanan
tengah memproses evaluasi dokumen penawaran simulator Sukhoi.
Selanjutnya, pemaparan oleh peserta lelang. Rachmad enggan menyebutkan
pihak-pihak yang sudah mengajukan penawaran ke Kementerian Pertahanan.
Namun dia membenarkan jika PT Dirgantara Indonesia masuk sebagai penawar
simulator Sukhoi dari dalam negeri.
Dari pemaparan setiap produsen simulator, Kementerian akan menyeleksi
dan menuangkan dalam daftar peringkat peserta lelang. Setelah itu
dipilih beberapa produsen simulator berdasarkan urutan peringkat
tertinggi. Tahapan selanjutnya akan ditinjau fasilitas produksi dari
beberapa peserta yang paling potensial.
Pertimbangan pihak Kementerian dalam penentuan pemenang adalah
berdasarkan kemampuan produsen memproduksi simulator yang paling
menyerupai kemampuan asli pesawat tempur Sukhoi. Pertimbangan lainnya,
lama waktu pembuatan dan pengiriman serta jaminan purnajual. Termasuk
alih teknologi apabila pemenangnya dari luar negeri.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro sebelumnya mengungkapkan
rencana pemerintah membeli simulator kemudi pesawat tempur buatan Rusia,
Sukhoi SU-27 dan SU-30. Kementerian Pertahanan tengah memilah produsen
simulator Sukhoi dari tiga negara yang bisa memproduksinya, yakni:
Rusia, Cina, dan Kazakstan.
Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia, Andi
Alisjahbana, menyarankan pemerintah tidak membeli simulator pesawat
tempur Sukhoi dari luar negeri. Ia mengatakan, misi utama simulator
banyak berisi pelatihan-pelatihan menjalankan misi pesawat tempur dan
banyak yang bersifat universal. ”Di dalamnya adalah doktrin tempur TNI
AU,” kata dia.
Menurut Andi, semua negara pengguna pesawat tempur Sukhoi memilih
membuat sendiri simulator kemudinya, dengan pertimbangan untuk
melindungi rahasia negaranya. Contohnya, kata dia, Cina dan Malaysia
yang membuat sendiri simulator kemudi pesawat tempur buatan Rusia itu.
Adapun Rizal Dharma Putra, pengamat militer, menilai harga simulator
kemudi pesawat tempur Sukhoi yang akan dibeli pemerintah terlampau
mahal. Menurut dia, jika pemerintah tetap membeli simulator berbiaya
tinggi tersebut, harus diperhitungkan langkah jangka panjangnya. Sebab,
pesawat tempur yang Indonesia punya bukan cuma Sukhoi. ”Indonesia punya
pesawat tempur F-16, F-5 Tiger, dan pesawat tempur latih T-50 Golden
Eagle,” kata Rizal saat dihubungi Tempo, Kamis, 2 Januari 2014.
Menurut Rizal, pemerintah terlalu membuang duit jika membeli satu
jenis simulator pesawat tempur, sementara penggunaan pesawat tempur
Indonesia berbagai jenis. Rizal melanjutkan, kepemilikan satu skuadron
atau 16 pesawat Sukhoi SU-24 dan SU-30 Indonesia belum perlu untuk
membeli simulator.
Jika nekat beli simulator Sukhoi, dia melanjutkan, pemerintah harus
konsisten ketika membutuhkan penambahan pesawat tempur. Pemerintah mau
tak mau harus membeli pesawat tempur jenis Sukhoi lagi.
Menanggapi hal itu, Kementerian Pertahanan membantah jika dikatakan
bahwa harga simulator kemudi pesawat tempur Sukhoi itu kemahalan.
Menurut Kementerian, pagu anggaran US$ 45 juta untuk satu unit simulator
Sukhoi sudah sesuai harga pasaran. ”Simulator yang rumit, risiko tinggi
dengan kecepatan supersonik, harganya pun hampir sama dengan pesawat
asli,” kata Rachmad. Karena alasan itu, kata dia, pemerintah baru berani
membeli simulator setelah pesawat tempur Sukhoi SU-24 dan SU-30 yang
dimiliki TNI Angkatan Udara genap satu skuadron atau 16 unit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar