Sejak tahun 1956 atau bertepatan dengan berdirinya
Penerbangan Angkatan Laut (Penerbal) kiprah para pilot tempur Penerbal
telah mewarnai heroisme sejumlah pertempuran di Tanah Air. Tidak hanya
misi tempur para pilot Penerbal juga menunjukan semangat kepahlawanan
dalam misi non perang.
Sepak terjang para pilot Penerbal dalam berbagai misi tempur seperti
Operasi Trikora, Operasi Dwikora, Opreasi Seroja, dan lainnya juga makin
profesional kendati mereka harus kehilangan nyawa. Pesawat-pesawat yang
dioperasikan oleh para pilot Penerbal dalam beragam misi tempur antara
lain Gannet, CASA 212, Alloute II, Nomad N22/N 24, Bolkow Bo-105, Mi-4, DC-3, IL-28, dan lainnya.
Menurut salah satu pilot Penerbal yang juga saksi hidup sejumlah misi
tempur yang dilaksanakan para pilot Penerbal, Kolonel (Purn) H. Dana Is
(70), para sejawatnya memang terkenal pemberani. Dana yang pernah
menerbangkan pesawat pengebom torpedo Il-28M dan Dakota telah kehilangan beberapa senior karena keberanian sekaligus kenekatan mereka.
“Penerbal pernah memiliki pesawat Il-28 sebanyak 12 unit. Sepuluh
unit Il-28M untuk pengebom torpedo dan dua unit lainnya Il-28U untuk
pesawat latih. Saat itu sebagai pilot muda para senior semangat sekali
untuk berperang sehingga kadang-kadang sikap berani mengalahkan akal
sehat,’’ papar Dana yang juga alumni Akademi Angkatan Laut tahun 1967
itu. “Oleh karena itu meskipun suku cadang makin menipis akibat
renggangnya hubungan RI dan Rusia, para pilot IL-28 masih berani terbang
sehingga sejumlah kecelakaan pun tidak bisa dihindari,” tambahnya.
Mendarat darurat
Selama melaksanakan misi penerbangan baik dalam latihan maupun
pertempuran dari 12 Il-28 yang tergabung dalam Skuadron 500, lima di
antaranya mengalami kecelakaan (accident). Satu pesawat
mendarat darurat di Pantai Banyuwangi, Jawa Timur. Tiga awak Il-28,
Letnan Muda (LMU) Wulang Sutekowardi dan seorang navigator, Suyono
berhasil mendarat selamat tapi pesawatnya rusak total. Satu pesawat
Il-28 lainnya hilang dan tidak kembali ke pangkalan pada waktu latihan
terbang navigasi di atas Pulau Masalembo, Madura.
Ironisnya penerbang yang hilang di Masalembo adalah LMU Wulang yang
pernah mendarat selamat di pantai. Dua awak Il-28 yang hilang bersama
LMU Wulang adalah navigator Gatot Mulyohadi dan operator persenjataan
di pesawat, Kopral Sudjati. Kecelakaan berikutnya ketiga, keempat, dan
kelima adalah kecelakaan saat mendarat. Dua kali terjadi di Pangkalan
Udara Kemayoran, Jakarta dan satu lagi terjadi di Pangkalan Udara
Makassar, Sulawesi Selatan. Beruntung dalam tiga kecelakaan terakhir
tidak terjadi korban jiwa.
“Menjadi pilot Penerbal memang banyak tantangannya karena kehidupan para pilotnya berada dalam situasi high risk.
Kondisi itu sangat kami pahami maka latihan dan sikap disiplin dan
teliti dalam menerbangkan menjadi sangat penting. Kami kemudian hanya
berani terbang setelah menandatangani dokumen kelaikan terbang.
Khsususnya untuk terbang malam,’’ tambah Dana.
Ketika Dana kemudian bergabung dengan Skuadron Udara 600 dan menerbangkan pesawat angkut C-47 Dakota sejumlah kecelakaan yang menjadi tantangan para pilot dan awak pesawat juga terjadi. Satu Dakota kecelakaan sewaktu mendarat di Pangkalan Udara Selaparang, Lombok. Satu Dakota lagi mengalami kecelakaan saat terbang di atas udara Karawang, Jawa Barat (1968).
Dana yang saat itu bergabung bersama rekan satu angkatannya, Kolonel
(Purn) Sujarwo (71) dan kenyang makan asam garam dalam misi penerbangan
militer ke Timor-Timur, mengisahkan tentang pendaratan darurat C-47 di
Karawang. Peristiwa pendaratan darurat yang menghebohkan itu menurut
informasi resmi dari TNI AL akibat kerusakan mesin. Peristiwa
berlangsung sekitar tahun 1968. Pesawat C-47 bermuatan penuh logistik
itu dipiloti oleh senior mereka Letkol Johan dan berhasil melakukan
pendaratan darurat di lokasi persawahan tanpa menimbulkan korban jiwa.
“Yang sebenarnya terjadi pesawat C-47 akan mendarat di Pangkalan
Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Tapi waktu itu sedang ada Presiden
Soeharto yang akan terbang menggunakan pesawat kepresidenan. Dakota akhirnya disuruh menunggu sambil berputar-putar di udara (holding),” jelas Sujarwo. “Tapi sampai bahan bakar hampir habis Dakota masih belum diizinkan turun di Halim karena masih ada acara seremonial untuk presiden. Akibat holding terlalu lama, akhirnya bahan bakar Dakota
benar-benar habis dan pilot memutuskan untuk mendarat darurat di
persawahan yang ada di Karawang,’’ tambah Sujarwo sambil menekankan C-47
memang dirancang untuk bisa mendarat secara aman ketika mesin mati.
“Berdasarkan pengalaman saya menerbangkan Dakota memang
telah diberi pelatihan untuk mendarat secara darurat. Caranya, waktu
melaksanakan pendaratan darurat untuk C-47 tetap dilakukan sesuai
prosedur seperti ketika mesin hidup. Pesawat diposisikan stabil, power
digenjot untuk menghabiskan bahan bakar, daratkan secara normal, dan
dipastikan tak akan ada benturan serta ledakan,’’ jelas Sujarwo. ‘’Itu
bisa terjadi karena mendarat darurat di persawahan yang landai dan
ledakan tidak muncul karena bahan bakar sudah habis,’’ tambahnya.
Namun, karena Letkol Johan mendaratkan Dakota secara darurat
gara-gara menunggu aktivitas Presiden Soeharto di Halim, tak ada
penghargaan baginya meskipun semua awak pesawatnya selamat dan dalam
kondisi sehat walafiat.
Misi SAR
Baik Dana maupun Sujarwo memang tidak menerbangkan helikopter tapi
keduanya memiliki rekan satu angkatan yang saat itu masih berpangkat
perwira remaja, Kapten Antonius Suwarno, yang terkenal mahir
menerbangkan helikopter. Pilot yang akrab dipanggil Anton itu dikenal
sebagai pahlawan ketika terjadi musibah jatuhnya pesawat Twin Otter
Merpati bulan Maret 1977, di Gunung Tinombala, Palu, Sulawesi Tenggara.
Sebagai pilot heli Kapten Anton mahir menerbangkan heli jenis Mi-4, Allouete
II, dan Bo-105. Demikian mahirnya khususnya terbang heli di ketinggian
ekstrem, Kapten Anton pun selalu dikirim ke berbagai misi tempur,
khususnya di Timor-Timur (Operasi Seroja).
Pesawat Twin Otter yang membawa 18 orang dewasa dan 2
anak-anak bertolak dari landasan udara di Palu pukul 11.56 WIT menuju
Toli-Toli. Pesawat kemudian dinyatakan kecelakaan karena kehabisan bakar
pada pukul 18.00 WIT dan Badan SAR Nasional (Basarnas) memerintahkan
operasi pencarian dengan melibatkan semua unsur terkait. Instansi yang
dilibatkan dalam operasi SAR terdiri dari 40 prajurit para komando
Paskhas, 18 penerbang, ratusan pasukan TNI AD, sukarelawan dari
masyarakat yang jumlahnya ribuan , dan lainnya. Sedangkan pesawat yang
dikerahkan terdiri dari Twin Otter, Fokker-27, SC-7 Skyvan, Allouette III, dan lainnya. Tapi setelah dilakukan operasi pencarian hingga hari ke 9, pesawat Twin Otter yang jatuh belum ditemukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar