Mengingat luasnya wilayah lautan Indonesia dengan ribuan pulaunya,
adalah wajar bila TNI AL menjadi jawara pemilik armada kapal cepat
terbesar di Asia Tenggara. Melengkapi jumlah dan kualitas yang ada,
Satuan Kapal Cepat (Satkat) TNI AL kembali kedatangan ‘warga’ baru,
yakni dari jenis KCR (Kapal Cepat Rudal) 60. Yang dimaksud adalah KRI
Sampari 628 dan KRI Tombak 629, dan bakal menyusul kemudian KRI Halasan
630, ketiganya dibuat oleh industri Dalam Negeri, PT. PAL di Surabaya.
Sesuai dengan rencana strategis yang telah dicanangkan dalam MEF (Minimium Essential Force),
belakangan ini frekuensi kemunculan nama-nama KRI baru di kelas kapal
cepat dan kapal patroli begitu sering terdengar. Belum lama berselang,
TNI AL menerima KCR 40, yaitu KRI Clurit 641, KRI Kujang 642, KRI
Beladau 643, dan KRI Alamang 644. Keempatnya dibuat oleh galangan PT.
Palindo Marine di Batam. Dan, melengkapi stugas Satuan Kapal Cepat,
dikembangkan pula KCR 60 yang punya spesifikasi lebih tinggi dari KCR
40. Meski bila diperhatikan, baik KCR 40 dan KCR 60, punya rancangan
desain yang tak jauh beda, yakni mengunggulkan lambung berdesain stealth, bahkan kapal generasi anyar ini punya tampilan anjungan model streamline, mirip dengan korvet SIGMA Class.
Menilik spesifikasi yang telah dikupas di berbagai pemberitaan KCR 60
yang kemunculan perdananya diwakili KRI Sampari 628, punyai panjang
keseluruhan 60 meter dan berbot total 460 ton. Sebagai kapal cepat, KRI
Sampari disokong 2 mesin diesel yang masing-masing punya kekuatan 2880
KW. Dari mesin tersebut, dapat dicapai kecepatan maksimum 28 knot,
kecepatan jelajah 20 knot, dan kecepatan ekonomis 15 knot. Dengan jumlah
awak 55 personel, KRI Sampari dirancang untuk mampu berlayar terus
menerus selama 9 hari. Jarak jelajahnya bisa mencapai 2.400 nautical
mile pada kecepatan 20 knot.
Bicara tentang persenjataan, platform KCR 60 dirancang untuk bisa membawa empat peluncur rudal C-705,
dimana masing-masing dua peluncur menghadap arah yang berlawanan.
Inilah yang membedakan antara KCR 40 dan KCR 60, bila KCR 40 hanya
disiapkan untuk membawa dua peluncur rudal anti kapal C-705.
Hanya saja, dalam peluncurannya, nampak KRI Sampari baru dipasang dua
peluncur rudal. Senjata lain yang jadi andalan adalah meriam reaksi
cepat kaliber 57 mm pada sisi haluan. Kemudiam ada bekal kanon PSU (Penangkis Serangan Udara) kaliber 20 mm.
Untuk menangkal serangan udara, kapal ini juga dibekali 2 decoy
launcher. Untuk penempatan, KRI Sampari akan memperkuat Satkat Armada
Timur (Armatim), sesuai dengan medan yang dihadapi, kapal ini dirancang
untuk berlayar di kondisi cuaca lautan level Sea Stage 6.
Downgrade dan Upgrade Senjata di Haluan
Hal lain yang menarik dari KRI Sampari terletak dari elemen senjata. Bila seharusnya senjata pada haluan adalah meriam kaliber 57 mm, maka yang terlihat dalam foto adalah meriam Bofors 40 mm L/70. Adopsi meriam ‘lawas’ dengan kubah ini jelas terasa timpang dengan desain kapal yang futuristik. Dari sisi daya getar, penggunaan Bofors 40 mm ini jelas kurang member efek getar, apalagi meriam ini pengoperasiannya masih manual. Bila boleh menerka, besar kemungkinan Bofors 40 mm pada KRI Sampari adalah bekas lungsuran dari KRI Teluk Semangka 512, yakni jenis LST (landing ship tank) buatan Korea Selatan yang telah dipensiunkan oleh TNI AL.
Hal lain yang menarik dari KRI Sampari terletak dari elemen senjata. Bila seharusnya senjata pada haluan adalah meriam kaliber 57 mm, maka yang terlihat dalam foto adalah meriam Bofors 40 mm L/70. Adopsi meriam ‘lawas’ dengan kubah ini jelas terasa timpang dengan desain kapal yang futuristik. Dari sisi daya getar, penggunaan Bofors 40 mm ini jelas kurang member efek getar, apalagi meriam ini pengoperasiannya masih manual. Bila boleh menerka, besar kemungkinan Bofors 40 mm pada KRI Sampari adalah bekas lungsuran dari KRI Teluk Semangka 512, yakni jenis LST (landing ship tank) buatan Korea Selatan yang telah dipensiunkan oleh TNI AL.
Tapi jangan berkecil hati dulu, sebab ada kabar bahwa Bofors 40 mm
L/70 di KCR 60 hanya bersifat sementara. Besar kemungkinan, bila melihat
pada tampilan mock up desain, yang bakal dipasang nantinya minimal
adalah meriam reaksi cepat jenis Bofors 57 mm MK.2, atau bisa jadi tipe MK.3.
Bagi TNI AL sendiri, penggunaan Bofors 57 mm MK.2 sudah bukan hal baru,
pasalnya armada KCR/KCT (Kapal Cepat Torpedo) FPB-57 memang
mengandalkan meriam buatan Swedia ini pada haluannya. Bila nantinya
meriam ini yang dipasang, selain efek getarnya cukup dahsyat, juga
rancangan desain kubahnya menjadi sangat pas dan menyatu dengan kontur
desain kapal secara keseluruhan.
Soal downgrade dan upgrade senjata sebelumnya sudah
terjadi pada KCR 40, tepatnya pada KRI Clurit 641 dan KRI Kujang 642.
Dalam platform standar yang dipresentasikan, senjata haluan kapal ini
memang dirancang untuk mengadopsi jenis kanon CIWS (Close in Weapon System), tapi nyatanya dalam peluncuran perdananya, senjata kedua kapal tampil downgrade dengan kanon Vektor G12 kaliber 20 mm buatan Afrika Selatan. Baru kemudian, secara mengejutkan kedua kapal cepat ini terlihat sudah di upgrade dengan mengadopsi kanon CIWS AK-630M.
Penempatan sistem senjata baru, tentu juga terkait dengan elemen pada SEWACO (Sensor, Weapon and Command) sebagai sistem senjata terpadu kapal.
Semisal bila menggunakan Bofors 57 mm MK.2, dibutuhkan perangkat
pemandu tembakan jenis Lirod MK.2, secara meriam ini selain bisa
dioperasikan manual, dapat pula dikendalikan secara otomatis.
Secara keseluruhan, Kementerian Pertahanan RI telah memesan 16 KCR 60
dan 16 unit KCR 40. Rencananya, seluruh pesanan KCR ini rampung
dibangun pada tahun 2024. Menteri Pertahanan mengatakan dengan kemampuan
yang dimiliki KCR, alutsista TNI Angkatan Laut tak bisa disepelekan
lagi. Apalagi masing-masing KCR dilengkapi dengan empat rudal seri C-705 dan C-802 yang memiliki daya jelajah hingga 140 kilometer.
Jika kelak TNI AL memiliki 32 KCR, maka pertahanan laut sudah tidak
lagi diragukan. “Kalau kita sudah lengkap 32 KCR dan masing-masing KCR
berisi 4 rudal dengan daya jelajah 140 Km, kita pasti sangat digdaya di
laut,” ujar Purnomo Yusgiantoro. Semoga saja semua dapat berjalan sesuai
rencana, sembari terus memberdayakan kemandirian industri alutsista di
Dalam Negeri.
Nama KRI Sampari 628 diambil dari nama sebuah senjata di Bima,
Sumbawa. Sampari selain dari sebagai senjata untuk penunjang aktivitas
juga sebagai simbol harga diri, keperkasaan, keuletan dan keberanian
seorang ksatria yang berani menghadapi segala cobaan dan masalah. (Bayu Pamungkas)
Spesifikasi KRI Sampari 628 KCR 60
Panjang keseluruhan : 60 meter
Panjang garis air : 54,82 meter
Lebar : 8,10 meter
Tinggi pada tengah kapal : 4,85 meter
Berat muatan penuh : 460 ton
Kecepatan : ekonomis 15 Knot, Jelajah 20 Knot dan max 28 Knot.
Jumlah awak : 55
Ketahanan berlayar : 9 Hari
Jarak jelajah : 2.400 nautical mile (setara 4.444 km) pada kecepatan 20 knot
Mesin pendorong : 2 x 2880 KW
Panjang keseluruhan : 60 meter
Panjang garis air : 54,82 meter
Lebar : 8,10 meter
Tinggi pada tengah kapal : 4,85 meter
Berat muatan penuh : 460 ton
Kecepatan : ekonomis 15 Knot, Jelajah 20 Knot dan max 28 Knot.
Jumlah awak : 55
Ketahanan berlayar : 9 Hari
Jarak jelajah : 2.400 nautical mile (setara 4.444 km) pada kecepatan 20 knot
Mesin pendorong : 2 x 2880 KW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar