Masuk dalam kelompok penempur taktis, T-50i Golden Eagle yang punya
predikat lighweight multirole fighter menjadi pelengkap dari keberadaan
Hawk 109 dan Hawk 209. Dan bisa dibilang kini TNI AU punya tiga jenis
jet tempur lapis kedua yang di-handle tiga Skadron Udara. Tapi
kodrat lain T-50i juga menyandang gelar lead in fighter trainer, atau
jet tempur latih lanjut, karena 16 unit T-50i yang memperkuat Skadron
Udara 15, resmi menjadi pengganti Hawk MK.53.
Diproduksi oleh Korea Aerospace Industries (KAI) dengan dukungan
teknologi Lockheed Martin, varian pertama dari keluarga T-50 terbang
perdana pada tahun 2002, dan resmi diperkenalkan ke publik pada Februari
2005. Sebagai jet tempur dengan citarasa AS, T-50 tampil dengan desain
menarik, seperti mengusung gaya hybrid antara F/A-18 Hornet pada sisi
depan, dan sisi belakang (ekor dan mesin) mengacu pada konsep F-16
Fighting Falcon. Di negeri asalnya, T-50 memang di dapuk sebagai jet
latih bagi penerbang untuk transisi ke jet F-16 atau F-15.
Keluarga T-50 secara keseluruhan terdiri dari T-50 (versi dasar),
T-50B, TA-50, dan FA-50. Seri paling canggih sudah barang tentu FA-50
yang punya kapabiltas tempur paling tinggi. Tapi secara umum, KAI
merancang tipe TA-50 dan FA-50 untuk misi tempur udara ke udara dan
udara ke permukaan. Wujudnya, baik TA-50 dan FA-50 dilengkapi dengan
kanon internal, sebaliknya T-50 dan T-50B yang diandalkan untuk tim
aerobatic, hadir minus kanon internal.
Tipe yang dibeli Indonesia adalah T-50i, atau merujuk ke tipe TA-50
yang dilengkapi kanon internal Vulcan M197 20 mm yang menjadi senjata
organik. Kanon ini mengusung konsep gatling dengan tiga laras putar.
Ditempatkan pada sisi kiri kokpit, serupa dengan penempatan kanon Vulcan
pada jet F-16 yang memakai gatling dengan enam laras. Vulcan M197 juga
digunakan pada helikopter serbu AH-1Z Cobra. Perihal keberadaan kanon
internal, di awal kehadirann T-50i sempat menimbulkan kontroversi,
karena dalam beberapa foto tidak terlihat adanya laras kanon di pesawat
(T-50). Kami pun pernah mengupas tentang kanon M197 secara khusus di
artikel terdahulu.
Total ada 16 unit T-50i yang memperkuat Skadron Udara 15 yang
ber-home base di Lanud Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur. Semua pesawat itu
di kirim ke Indonesia secara bertahap, mulai bulan September 2013 hingga
Februari 2014. Pesawat ini akan digunakan sebagai pesawat latih calon
penerbang tempur. Delapan pesawat memiliki warna biru dan kuning khas
tim aerobatik legendaris TNI AU Elang Biru. Sementara delapan pesawat
lagi berwarna kamuflase hijau khas misi tempur.
Meski sudah dinobatkan sebagai elemen TT (Tempur Taktis), tapi
ironisnya T-50i saat hadir di Indonesia belum dibekali radar udara. Hal
ini menjadikan T-50i belum optimal 100% untuk misi tempur, macam CAP (Combat Air Patrol).
Bila ada kebutuhan operasi pertahanan udara yang mendesak, T-50i memang
masih tetap mampu beraksi dengan panduan dari radar ground control yang
akan memandu pilot menuju sasaran. Namun untuk eksekusi tembakan,
selanjutnya pilot hanya bisa mengandalkan kemampuan visual langsung.
Karena tidak adanya perangkat radar, maka saat ini pada bagian dalam
hidung pesawat hanya dibekali ballast (pemberat) agar pesawat seimbang.
Tentu saja, TNI AU kedepan berencana untuk melengkapi armada T-50i
dengan radar agar pilot dapat beropeasi secara mandiri. Pilihan yang
digariskan adalah jenis multimode radar AN/APG-67 besutan General
Electric. Ini jenis radar yang dulu sempat digunakan pada prototipe F-20
Tigershark. Radar ini bisa mendeteksi target sejauh 80 nautical mile
(148 km) pada mode air to air, air to surface, dan air to sea.
Kecanggihan T-50i terletak pada flight control system, diantaranya pesawat berkursi tandem ini sudah menggunakan fly
by wire digital flight control, active stick technology, on board
oxygen generation system (OBOGS), electrical emergency power unit,
triple redundant electrical system, dan digital break by wire. Sementara pada bagian dalam kokpit, sudah terbenam layar HUD (head up display), integrated up front control, color multifunction displays, HOTAS (Hand on Throttle and Stick),
dan untuk kursi lontar menggunakan Martin Baker MK1o. Untuk menunjang
misi tempur, T-50i dibekali sistem GPS/INS, radio UHF/VHF, integrated
IFF (identification friend or foe), radar altimeter, integrated mission computer, dan radar warning receivers (RWR), sehingga mampu mendeteksi keberadaan musuh dari segala arah.
Kapabilitas daya hancur masuk di segmen light attack mission, selain
bekal kanon internal, T-50i dibekali tujuh hardpoints. Senjata
andalannya seperti rudal udara ke udara AIM-9 Sidewinder, bom MK82,
SUU-20, dan rudal udara ke permukaan AGM-65 Maverick.
Dapur pacu T-50i dipercayakan pada mesin tunggal F404-GE-102 dan
mampu menghasilkan daya dorong 17.700 pounds dengan after burner dan
11.000 pounds dengan tenaga mil power. Mesin besutan General Electric
ini disokong teknologi dual channel digital electronic control.
Kecepatan maksimal T-50i mencapai Mach 1.5. Untuk kelincahan di udara,
T-50i sanggup menahan gravitasi hingga 8g force, masih kalah dibanding
F-16 yang 9g force. T-50i tidak dibekali kemampuan air refuelling, namun
punya jarak jangkau hingga 1.851 km. Sementara untuk batas ketinggian
terbang sampai 14.630 meter. Kecepatan menanjak T-50i mencapai 11.887
meter per menit. (Gilang Perdana)
Spesifiksi T-50i Golden Eagle
– Kru : 2
– Panjang : 13,14 meter
– Lebar sayap : 9,45 meter (dengan rudal)
– Tinggi : 4,94 meter
– Berat kosong : 6.470 kg
– Berat penuh : 12.300 kg
– Mesin : F404-GE-102 (lisensi dari Samsung Techwin)
– Kru : 2
– Panjang : 13,14 meter
– Lebar sayap : 9,45 meter (dengan rudal)
– Tinggi : 4,94 meter
– Berat kosong : 6.470 kg
– Berat penuh : 12.300 kg
– Mesin : F404-GE-102 (lisensi dari Samsung Techwin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar