Dari segi tampilan, Hawk 109 yang berkursi tandem identik sebagai
pesawat latih lanjut untuk calon penerbang tempur TNI AU. Keberadaannya
yang mirip, plus berasal dari pabrikan yang sama, kerap dipandang
sebagai pengganti Hawk MK.53, meski pada kenyataan Hawk 109 tak pernah
menjadi arsenal Skadron Udara 15 yang bercirikan peran pengenalan
penerbang jet.
Sebaliknya Hawk 109 bersama dengan Hawk 209 sedari awal langsung di
daulat masuk ke skadron full kombatan tempur taktis, yakni di Skadron
Udara 1 dan Skadron Udara 12. Bagi TNI AU, kehadiran duo Hawk 109/Hawk
209 punya arti tersendiri, pasalnya inilah alutsista jenis jet tempur
yang dibeli paling akhir sebelum lengsernya pemerintahan Presiden
Soeharto. Label generiknya adalah Hawk 100/200, oleh pihak pembuatnya,
yakni British Aerospace (BAe), Hawk Indonesia diberi kode 9. Hingga
penulisannya sah-sah saja menjadi Hawk 109 dan Hawk 209 untuk menyebut
varian Hawk yang dibeli Indonesia. Dirunut dari kedatangannya, setelah
kontrak pembelian ditandatangani pada tahun 1993, armada Hawk dari
Inggris resmi diserahkan ke TNI AU pada Mei 1997.
Meski digadang sebagai penempur lapis kedua, TNI AU pernah amat
mengandalkan Hawk 109/Hawk 209, terutama saat terjadinya kriris pasca
jejak pendapat di Timor Timur pada tahun 1999. Bersama dengan
saudaranya, Hawk 209, Hawk 109 punya rekam jejak operasi yang lumayan
tinggi, diantaranya seperti mendukung operasi darurat militer di Aceh,
dan hingga kini diandalkan sebagai elemen CAP (combat air patrol)
mengawal perbatasan RI – Malaysia di Pulau Kalimantan. Formasi awal
armada Hawk TNI AU terdiri dari 32 unit Hawk 209 dan 8 unit Hawk 109.
Konfigurasi armada Hawk kemudian dipecah ke dalam dua Skadron, Skadron
Udara 12 yang ber-home base di Pekanbaru, dan Skadron Udara 1 yang ber-home base di Pontianak.
Khusus bicara tentang Hawk 109, varian awalnya Hawk 100 dirancang sebagai lead in fighter trainer.
Terbang perdana pada 1 Oktober 1987, dan sebagai negara pengguna
pertama adalah Abu Dhabi. Jika disandingkan dengan saudara tuanya, Hawk
MK.53 eks penghuni Skadron Udara 15, maka Hawk 109 sudah full digital,
plus bisa melontarkan rudal, baik rudal udara ke udara Sidewinder dan
rudal udara ke permukaan, AGM-65 Maverick. Tapi ada kesamaan antara Hawk
MK.53 dan Hawk 109, yakni dari segi persenjataan sama-sama tidak
dibekali kanon internal. Untuk urusan kanon, memang Hawk 109, Hawk
MK.53, bahkan Hawk 209, semua mempercayakan kanon eksternal ADEN 30 mm
yang dipasang di bawah bodi.
Hawk 109 punya kemampuan melontarkan rudal udara ke udara AIM-9
Sidewinder dengan bergantung pada sejumlah komponen. Pertama adalah
perangkat pengolah data (databus) berteknologi digital,
MIL-STD-1558. Sementara panel kontrol senjata (weapon control panel)
merupakan komponen untuk memandu pelontaran senjata. Semua aktivitas
juga di dukung tampilan layar multifungsi. Hawk 109 punya lima cantelan
(hard point) senjata plus dua peluncur rudal udara ke udara pada
ujung-ujung sayap utama.
Pada bagian sirip ekor terdapat sistem peringatan bahaya RWR (Radar Warning Receiver).
Perangkat ini menempel pada bagian ekor mengadap kedepan. Dengan
demikian, semua pancaran gelombang radar lawan bisa disasap.Tipe RWR
yang digunakan pada Hawk 109 adalah jenis Sky Guardian 200 buatan
GEC-Marconi, Inggris.
Komponen elektronik pada bagian hidung terbilang padat, sebut saja ada sensor penjejak laser (laser range finder) besutan Ferranti. Masih di lokasi yang sama, ada bekal perangkat FLIR (Forward Looking Infra Red)
buatan Marconi. Konfigurasi laser range finder dan FLIR menjadi
keunggulan tersendiri dari Hawk 109, sementara kedua komponen tadi tidak
terdapat pada hidung Hawk 209, pasalnya pada hidung Hawk 209 tertanam
radar APG-66H.
Untuk bagian kokpit, jangan samakan Hawk 109 dengan Hawk MK.53 yang
masih analog. Semua panel indikator analog telah diganti dengan sistem
digital di Hawk 109. Artinya semua info macam ketinggian, posisi, arah
terbang, hingga situasi di depan pesawat langsung disajikan dalam bentuk
angka atau grafik. Agar sang pilot tak kesulitan menyimak satu per
satu, seluruh data ditampilkan pada sebuah layar multifungsi. Atau lebih
sering disebut MPD (Multi Purpose Display).
Sebagai jet transisi yang canggih, tugas pilot masih dipermudah
dengan perangkat HUD (Head up Display). Punya peran sebagai layar
proyeksi sebagai info vital saat berlangsungnya dog fight, dengan HUD
maka pilot Hawk 109 TNI AU tak perlu lagi melongok ke panel pada
dashboard kokpit. Perangkat HUD ini juga disematkan pada kursi kedua.
Standar fitur canggih khas jet tempur papan atas juga hadir dengan kelengkapan HOTAS (Hands on Throttle and Stick).
HOTAS beda dengan tongkat kemudi biasa, tiap tombol pada HOTAS punya
tekstur permukan berbeda-beda . Alhasil cukup dengan menghafalkan
tipikal permukaan tombol, maka tangan sang pilot sudah bisa bekerja
secara otomatis. Untuk bekal keselamatan pilot, Hawk 109 dilengkapi
kursi lontar (ejection seat) jenis Martin Baker MK.10. Kursi lontar ini dapat beraksi dalam kondisi zero-zero.
Di lingkup penugasan, TNI AU mempercayakan Hawk 109 sebagai jet
tempur taktis, dengan penekanan pada misi ground attack. Selain bekal
kanon ADEN 30 mm, rudal AGM-65 Maverick dan rudal AIM-9 Sidewinder. Jet
tempur bermesin tunggal ini dapat membawa kombinasi bom dan roket FFAR (Folding Fin Aerial Rocket).
Seperti formasi empat bom berbobot 450 kg dan formasi delapan bom
berbobot 250 kg. Sudah barang tentu, formasi bom akan berpengaruh pada
radius tempur pesawat.
Dapur pacu Hawk 109 dipasok mesin tunggal Turboméca Adour Mk.871 yang
punya daya dorong 6.000 pon. Dari mesin ini, dapat dicapai kecepatan
maksimum hingga Mach 1.2 pada ketinggian diatas 17.000 kaki, jarak
tempuh feri 2.594 km, serta daya angkut senjata maksimal 3.000 kg.
Kapasitas bahan bakar internal 1.304 kg dan kapasitas bahan bakar
eksternal dengan drop tanks 2 x 864 liter.
Sayangnya, beberapa Hawk 109 TNI telah mengalami crash, seperti pada
tahun 2000 ada dua Hawk 109 jatuh, lalu Oktober di tahun yang sama, Hawk
109 mengalami crash di Lanud Supadio, Pontinak, dan pada Juni 2002,
sebuah Hawk 109 tergelincir di Medan.
Spesifikasi Hawk 109
Crew : 2
Crew : 2
Panjang dengan probe : 12,42 meter
Rentang sayap dengan rudal : 9,94 meter
Tinggi : 3,99 meter
Berat kosong : 4.400 kg
Berat max take off : 9.100 kg
Kecepatan max : Mach 1.2
Ketinggian max : 13.545 meter
Mesin : Turboméca Adour Mk.871
Jarak tempuh : 2.428 km
Jarak tempuh dengan drop tanks : 2.594 km
Rentang sayap dengan rudal : 9,94 meter
Tinggi : 3,99 meter
Berat kosong : 4.400 kg
Berat max take off : 9.100 kg
Kecepatan max : Mach 1.2
Ketinggian max : 13.545 meter
Mesin : Turboméca Adour Mk.871
Jarak tempuh : 2.428 km
Jarak tempuh dengan drop tanks : 2.594 km
Tidak ada komentar:
Posting Komentar