Meski di dapuk sebagai jet tempur lapis kedua, tapi merupakan pilihan
yang ‘berani’ bagi Indonesia untuk mengakuisisi Hawk 209 pada tahun
1992, dan akhirnya tiba secara bergelombang bersama Hawk 109 di tahun
1997. Dibanding jet tempur TNI AU lainnya, Hawk 209 terbilang hasil
rancangan gress yang belum menyandang predikat battle proven. Meski akhirnya pada 16 September 1999, dua Hawk 209 terlibat dogfight dengan F/A-18 Hornet AU Australia di udara Kupang, NTT.
Bagi negara berkembang dengan budget alutsista ngepas, hadirnya Hawk
209 besutan British Aerospace ibarat angin segar. Label generiknya
adalah Hawk 1200, oleh pihak pembuatnya, yakni British Aerospace (BAe),
Hawk Indonesia diberi kode 9. Hingga penulisannya sah-sah saja menjadi
Hawk 209 untuk menyebut varian Hawk yang dibeli Indonesia. Inggris
sebagai negara asal Hawk 200, tidak menjadikan jet ini sebagai arsenal
kekuatannya. Selain Indonesia, Hawk 200 digunakan oleh Oman dan
Malaysia.
Pihak pabrikan, menobatkan Hawk 209 sebagai lightweight multirole fighter dengan single seat.
Embel-embel lightweight dikarenakan rancang bangun Hawk 209 yang
bermesin tungggal mengacu pada keluarga jet Hawk, bobot kosong pesawat
ini pun hanya 4.450 kg. Dirunut dari sejarahnya, program Hawk 200
pertama kali diperkenalkan dalam ajang Farnborough, September 1984.
Sementara prototipe demonstator diterbangkan pertama kali pada 19 Mei
1986. Hanya dalam tempo dua bulan setelah itu, prototipe pesawat ini
jatuh dan menewaskan test pilot Jim Hawkins. Kemudian prototipe kedua
diluncurkan pada 29 April 1987.
Meski menyandang gelar multirole fighter untuk misi air defence dan ground attack,
Hawk 209 serupa dengan Hawk 109, yakni tidak dilengkapi dengan kanon
internal, karena keterbatasan ruang. Untuk menjawab ketiadaan kanon
internal, Hawk 209 dipasangi kanon eksternal ADEN 30 mm pada centerline hardpoints.
Konfigurasi hardpoints Hawk 209 serupa dengan Hawk 109, total ada tujuh
hardpoints, termasuk bekal rudal udara ke udara AIM-9 Sidewinder pada
masing-masing ujung sayap. Walau jumlah hardpoints setara dengan Hawk
109, tapi pilihan senjata yang dapat dibawa lebih lengkap. Hawk 209 bisa
membawa rudal udara ke udara AIM-120 AMRAAM, dan Sky Flash. Rudal udara
ke permukaan AGM-65 Maverick, dan rudal anti kapal Sea Eagle, hingga
bisa menggotong torpedo Sting Ray buatan Marconi. Pilihan bom yang
dibawa mencakup 9 x 240 kg bombs, 9 x 113 kg bombs, dan 5 x 540 kg
bombs. Sementara untuk mendukung misi khusus, Hawk 209 dapat dipasang reconnaissance pod.
Dengan hidung yang terlihat lebih bongsor, Hawk 209 mengusung radar
multi gelombang pada bagian hidung yang telah mengalami modifikasi
bentuk. Tipe radar yang dipasang adalah AN/APG-66H buatan Westinghouse.
Radar jenis ini juga terpasang pada jet tempur F-4EJ Phantom milik AU
Jepang dan modifikasi A-4K Kahu AU Selandia Baru. Radar AN/APG-66H
merupakan derivatif dari radar yang biasa dipakai F-16 A/B. Radar ini
terbilang ampuh, pasalnya dapat mendeteksi 10 target di permukaan serta
sembilan target di udara secara bersamaan. Jarak sapuan radar bisa
mencapai 35 mil. Pada pilihan menu (mode) tertentu, target udara yang
bermanuver dapat diakuisisi secara otomatis.
Bedanya dengan Hawk 109, pada Hawk 209 dilengkapi dengan perangkat pengisian bahan bakar di udara (air refuelling), alatnya dinamakan air refuelling probe.
TNI AU hingga saat ini masih mengandalkan pesawat tanker KC-130B
Hercules dari Skadron Udara 32, Lanud Abdurahman Saleh, Malang, Jawa
Timur. TNI AU punya dua unit KC-130B Hercules yang di datangkan sejak
tahun 1960, satu unit diantaranya, yakni A-1310 jatuh di Medan pada 30
Juni 2015 lalu. Sehingga kini untuk misi air refuelling, TNI AU hanya
mengandalkan satu unit KC-130B Hercules dengan nomer A-1309.
Hawk 209 dan Hawk 109 mengusung jenis mesin yang sama, yakni
Turboméca Adour Mk.871 yang punya daya dorong 6.000 pon. Dari mesin ini,
dapat dicapai kecepatan maksimum hingga Mach 1.2 pada ketinggian diatas
17.000 kaki, jarak tempuh feri 3.610 km dengan tiga drop tanks, serta
daya angkut senjata maksimal 3.500 kg. Kapasitas bahan bakar internal
1.361 kg dan kapasitas bahan bakar eksternal dengan drop tanks 2 x 864
liter.
Untuk memudahkan navigasi, seluruh data ditampilkan pada sebuah layar multifungsi. Atau lebih sering disebut MPD (Multi Purpose Display).
Tugas pilot masih dipermudah dengan perangkat HUD (Head up Display).
Punya peran sebagai layar proyeksi sebagai info vital saat
berlangsungnya dog fight, dengan HUD maka pilot Hawk 109 TNI AU tak
perlu lagi melongok ke panel pada dashboard kokpit. Perangkat HUD ini
juga disematkan pada kursi kedua.
Standar fitur canggih khas jet tempur papan atas juga hadir dengan kelengkapan HOTAS (Hands on Throttle and Stick).
HOTAS beda dengan tongkat kemudi biasa, tiap tombol pada HOTAS punya
tekstur permukan berbeda-beda . Alhasil cukup dengan menghafalkan
tipikal permukaan tombol, maka tangan sang pilot sudah bisa bekerja
secara otomatis. Untuk bekal keselamatan pilot, Hawk 109 dilengkapi
kursi lontar (ejection seat) jenis Martin Baker MK.10. Kursi lontar ini dapat beraksi dalam kondisi zero-zero. (Prap)
Spesifikasi Hawk 209
– Crew : 1
– Panjang dengan probe : 12,07 meter
– Rentang sayap dengan rudal : 9,94 meter
– Tinggi : 4,16 meter
– Berat kosong : 4.450 kg
– Berat max take off : 9.100 kg
– Kecepatan max : Mach 1.2
– Ketinggian max : 13.715 meter
– Mesin : Turboméca Adour Mk.871
– Jarak tempuh : 2.428 km
– Jarak tempuh dengan drop tanks : 3.610 km
– Crew : 1
– Panjang dengan probe : 12,07 meter
– Rentang sayap dengan rudal : 9,94 meter
– Tinggi : 4,16 meter
– Berat kosong : 4.450 kg
– Berat max take off : 9.100 kg
– Kecepatan max : Mach 1.2
– Ketinggian max : 13.715 meter
– Mesin : Turboméca Adour Mk.871
– Jarak tempuh : 2.428 km
– Jarak tempuh dengan drop tanks : 3.610 km
Tidak ada komentar:
Posting Komentar