Bung Karno dan Jenderal Soedirman (VIVA.co.id / Dody Handoko)
Masih
banyak kisah yang menarik dari perjalanan karier Presiden Soekarno.
Cindy Adams dalam biografinya Soekarno Penyambung Lidah Rakyat
Indonesia, menyampaikan dialog antara Bung Karno dengan Panglima Besar
TNI Jenderal Soedirman, saat detik-detik agresi militer Belanda tanggal
19 Desember 1948 di Yogyakarta.
Dua jam sebelum pendaratan pasukan Belanda, Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, yang masih berumur 30 tahun, membangunkan Bung Karno.
Setelah menyampaikan informasi yang diterimanya terlebih dahulu, Soedirman mendesak Bung Karno ikut dengan dia ke hutan.
Sambil mengenakan pakaianku cepat-cepat, Bung Karno berkata. “Dirman, engkau seorang prajurit. Tempatmu di medan pertempuran dengan anak buahmu. Dan tempatmu bukanlah pelarian bagi saya. Saya harus tinggal di sini, dan mungkin bisa berunding untuk kita dan memimpin rakyat kita semua," kata Bung Karno ketika itu.
“Kemungkinan Belanda mempertaruhkan kepala Bung Karno. Jika Bung Karno tetap tinggal di sini, Belanda mungkin menembak saya. Dalam kedua hal ini, saya menghadapi kematian, tapi jangan kuatir. Saya tidak takut. Anak-anak kita menguburkan tentara Belanda yang mati. Kita perang dengan cara yang beradab, akan tetapi …”
Soedirman mengepalkan tinjunya,” Kami akan peringatkan kepada Belanda, kalau Belanda menyakiti Soekarno, bagi mereka tak ada ampun lagi. Belanda akan mengalami pembunuhan besar-besaran.”
Soedirman melangkah ke luar dan dengan cemas melihat udara. Ia masih belum melihat tanda-tanda, “Apakah ada instruksi terakhir sebelum saya berangkat?” kata dia.
“Ya, jangan adakan pertempuran di jalanan dalam kota. Kita tidak mungkin menang. Akan tetapi pindahkanlah tentaramu ke luar kota, Dirman, dan berjuanglah sampai mati. Saya perintahkan kepadamu untuk menyebarkan tentara ke desa-desa. Isilah seluruh lurah dan bukit. Tempatkan anak buahmu di setiap semak belukar. Ini adalah perang gerilya semesta”.
“Sekali pun kita harus kembali pada cara amputasi tanpa obat bius dan mempergunakan daun pisang sebagai perban, namun jangan biarkan dunia berkata bahwa kemerdekaan kita dihadiahkan dari dalam tas seorang diplomat. Perlihatkan kepada dunia bahwa kita membeli kemerdekaan itu dengan mahal, dengan darah, keringat dan tekad yang tak kunjung padam," kata dia.
“Dan jangan ke luar dari lurah dan bukit hingga Presidenmu memerintahkannya. Ingatlah, sekali pun para pemimpin tertangkap, orang yang di bawahnya harus menggantikannya, baik ia militer maupun sipil. Dan Indonesia tidak akan menyerah!”.
Sebelumnya, Presiden Sukarno menyarankan agar Jenderal Soedirman menjalani perawatan saja karena penyakit Soedirman pada waktu itu tergolong parah.
“Yang sakit itu Soedirman…panglima besar tidak pernah sakit….” Itu jawaban sang Jenderal.
Viva.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar