“Ancaman dan tantangan keamanan terbesar di Asia Tenggara saat ini adalah memanasnya konflik Laut Cina Selatan yang melibatkan beberapa negara di ASEAN,” kata pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati, di Jakarta, Selasa.
Berbicara terkait HUT Ke-70 TNI, yang upacara puncaknya digelar di Cilegon, Banten, pada 5 Oktober lalu, dia mengatakan, Laut Cina Selatan salah satu jalur laut tersibuk di dunia yang diakses seluruh dunia.
Posisi Indonesia persis berbatasan dengan Laut Cina Selatan di barat laut-utara Kepulauan Natuna, Bangka Belitung. Adapun negara-negara ASEAN yang berkonflik tentang klaim kedaulatan di Laut Cina Selatan itu adalah Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia.
Secara sendiri-sendiri, mereka berhadapan dengan klaim kepemilikan hampir semua Laut Cina Selatan yang secara agresif diajukan Cina, yang memakai kekuatan militernya secara terbuka.
Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN punya peran penting di kawasan. Pada sisi lain, dengan politik luar negeri bebas-aktif, Indonesia tidak pernah menyatakan pihak luar yang berpotensi menjadi ancaman kepentingan nasional.
Australia menempuh cara sebaliknya, potensi ancaman dia ada “dari utara” atau Filipina menjalin kemitraan aktif dengan Amerika Serikat
TNI sebagai kekuatan militer Indonesia, juga mempunyai peranan penting dalam membangun kestabilan dan keamanan regional guna memelihara keseimbangan di antara negara-negara berkepentingan yang dikendalikan kekuatan luar ASEAN.
“Indonesia harus bisa meningkatkan hubungan, menyebarkan gagasan, dan melontarkan inisiatif terwujudnya U-shape line area sebagai zona ASEAN dan China SPR (strategic petroleum reserve) dan terciptanya ASEAN-Cina Maritime Security Initiative pada pengawasan dan patroli laut-udara di Laut Cina Selatan,” jelas Kertopati.
Selain problematika berlatar militer-diplomasi secara terbuka, Indonesia juga diharapkan berkontribusi lebih dalam mengatasi kejahatan lintas negara dan isu-isu keamanan perbatasan lain. Wilayah perbatasan yang jauh dan pengawasan sering dimanfaatkan pihak-pihak tertentu sebagai gerbang kegiatan ilegal.
“Misalnya perompakan, pembajakan, penyelundupan, penangkapan ikan secara ilegal, perambahan hutan ilegal, penggeseran patok-patok perbatasan dan pelintasan batas ilegal,” tuturnya.
Secara ideal, jika Indonesia menjadi pusat gravitas maritim regional maka Indonesia harus pula memiliki pelabuhan internasional terbesar. (Antara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar