Bung Karno dan salah satu tentara Belanda (VIVA.co.id / Dody Handoko)
Suasana Indonesia pada 1948, umumnya, masih dipenuhi dengan aksi-aksi
gerilya melawan Belanda yang ingin kembali menancapkan pengaruh di
Indonesia.
Aksi-aksi gerilya oleh pejuang Indonesia hampir merata, termasuk di
Sumatera dan pulau-pulau kecil sekitarnya, seperti Pulau Tello yang
berada di sekitar kepulauan Nias Sumatera Utara. Kebetulan Bung Karno
memiliki sekretaris yang berasal dari pulau tersebut. Dalam buku
Total Bung Karno karya Roso Daras diceritakan, suatu ketika sekretaris
dari Pulau Tello itu, tidak disebutkan namanya termasuk dalam buku
Biografi Soekarno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams. Ia mohon pamit kepada Presiden Soekarno untuk bergabung dengan
gerilyawan, masuk hutan, dan membaur dengan rakyat, melawan Belanda.
Saat
itu, perlawanan gerilya pejuang Indonesia dikomandoi oleh Panglima
Jenderal Sudirman. Bung Karno tidak bisa menolak keinginan sekretarisnya
itu, maka diizinkanlah ia keluar istana bergabung bersama gerilyawan.
Perang
terus berjalan, begitu pula pemerintahan tetap terus berjalan yang saat
itu beribukota di Yogyakarta. Kebetulan saat itu, Presiden Soekarno
belum ditangkap dan diasingkan Belanda (terjadi pada Agresi Militer
Belanda II 19 Desember 1948).
Sehingga komunikasi dengan para
gerilyawan tetap terjalin untuk mengetahui perkembangan perjuangan di
lapangan. Perjuangan pejuang Indonesia kemudian juga menjadi perhatian
dunia yang mulai mengecam tindakan Belanda.
Suatu ketika,
sekretaris Bung Karno yang berasal dari Pulau Tello Nias itu datang
secara khusus ke istana, menemui sang Presiden dengan membawa keranjang.
Barangkali menurut Bung Karno keranjang tersebut berisi buah tangan.
Hal
itu memancing rasa penasaran "Apa isi keranjang itu?" tanya Bung Karno.
Sekretaris kemudian balik melontarkan pertanyaan, "Bapak betul-betul
mau melihatnya?" tanyanya, yang kemudian dijawab oleh Bung Karno dengan
tegas "ya mengapa tidak."
Mantan sekretarisnya itu kemudian
membuka penutup keranjang lalu dikeluarkan kepala tentara belanda yang
masih berdarah-darah. Kepala tersebut digelindingkan hingga ke dekat
kaki Bung Karno, seraya berkata "Inilah tanda kemenangan saya pertama
pak, oleh-oleh untuk bapak" teriaknya dengan riang.
Seakan ia ingin menunjukkan keberhasilannya dalam bergerilya,
mengoleh-olehi Bung Karno dengan kepala tentara belanda yang ia pancung.
Bagaimana reaksi Bung Karno? Seketika ia merasa kaget dan mungkin agak sedikit jijik, "Bawa keluar...bawa keluar!!" begitulah reaksinya setelah melihat kepala digelindingkan dengan darah yang masih berdesir.
Viva.
Bagaimana reaksi Bung Karno? Seketika ia merasa kaget dan mungkin agak sedikit jijik, "Bawa keluar...bawa keluar!!" begitulah reaksinya setelah melihat kepala digelindingkan dengan darah yang masih berdesir.
Viva.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar