Kubah
bermeriam besar ( 90mm ke atas) merupakan salah satu komponen sistem
kesenjataan kendaraan tempur darat yang menjadi fokus perhatian dewasa
ini. Tidak mengherankan, mengingat ceruk pasar dan kebutuhannya
besar.Kubah bermeriam besar menjadi fokus di tengah upaya militer banyak
Negara untuk merampingkan postur angkatan daratnya untuk menciptakan
satuan manuver yang ringan tetapi memiliki daya pukul besar. Alasan yang
mendasari bisa banyak, terutama soal dana dan anggaran. Sejak
berakhirnya Perang Dingin, Negara-negara Eropa terutama yang ada dalam
NATO telah mengurangi budget militernya secara masif. Perawatan
alutsista konvensional macam MBT (Main Battle Tank) boleh dikatakan
sangat mahal, dan akan lebih mahal lagi biaya yang dibutuhkan untuk
menggelarnya ke berbagai trouble spot di luar daratan Eropa yang secara
tradisional divisikan sebagai medan pertempuran saat menghadang Uni
Soviet. Bayangkan saja, untuk mengirim MBT ke Afghanistan seperti yang
dilakukan oleh Kanada dan Denmark, mereka harus menyewa pesawat angkut
raksasa An-124 Ruslan, itupun satu sorti hanya dapat menampung maksimal
dua unit MBT.
Sebagai akibatnya. angkatan bersenjata Eropa seperti Belanda, Swiss, dan Belgia memensiunkan armada Main Battle Tank dan menggantinya dengan kendaraan tempur yang dilengkapi dengan sistem kubah bermeriam besar. Ada yang memilih platform berpenggerak roda, ada yang masih nyaman dengan penggerak rantai untuk wahana pengusungnya. Tidak ada kategorisasi yang jamak dan baku untuk tipe kendaraan bermeriam tank ini. Ada yang menyebutnya tank destroyer, ada yang memasukkannya dalam Fire Support Vehicle, dan ada pula yang memilih menyebutnya Medium Tank, seperti proyek joint development medium tank yang baru diluncurkan oleh Pindad dan FNSS Turki dalam Pameran Indo Defence 2014. Kesemuanya memanfaatkan hull/ sasis kendaraan tempur yang diperkuat, dengan alasan biaya pengembangannya dapat ditekan dan biaya perawatan untuk kendaraan dalam satu platform tentunya akan jauh lebih murah.
Melihat pasar yang semakin berkembang, pabrikan senjata besar dunia kini tidak lagi memilih untuk menawarkan satu ranpur utuh. Banyak pabrikan kini menawarkan kubah dengan sistem modular, siap didudukkan ke ranpur manapun yang dibuat atau dibeli oleh Negara pengguna, selama spek hull tersebut kompatibel dengan requirement minimum. Alasannya simpel: membuat hull jauh lebih mudah dibandingkan dengan membuat kubah yang dipenuhi sistem canggih termasuk meriam, sensor dan sistem penggerak meriam dan kubah yang tidak sembarang Negara dapat membuatnya. Kalau tidak memiliki basis produksi dengan miniaturisasi dan peralatan presisi, niscaya akan sulit, belum lagi kemampuan meracik bahan baku berkualitas tinggi. Ini adalah merupakan jalan yang ditempuh untuk mewujudkan tank medium untuk TNI AD.
Saat ini tim TNI AD dan Departemen Pertahanan sedang mengkaji pilihan kubah dan meriam terbaik untuk tank medium Indonesia, dan CT-CV 105HP dan OTO Melara santer disebut-sebut sebagai kandidat kuat untuk digunakan sebagai opsi untuk mempercepat pengembangan Medium Tank Indonesia. Maklum saja, dengan target desain dasar sudah harus selesai pada 2016, akan cukup sulit untuk membangun medium tank dari nol. Langkah paling cepat adalah membangun hull bersama, kemudian dikawinkan dengan solusi kubah yang sudah tersedia di pasaran. Penulis tidak hendak menghakimi siapa yang menang dari apa, karena jalannya pertarungan masih akan panjang. yuk sigi bareng fitur, keunggulan, dan kelemahan masing-masing produk!
OTO Melara HITFACT
OTO Melara sudah lama terkenal sebagai pembuat meriam terkenal. Produknya diakui dan digunakan banyak Angkatan Laut dunia. Maka ketika mereka melansir produk kubah OTO HITFACT (Highly Integrated Technology Firing Against Combat Tanks), harapan besar pun disampirkan ke pundaknya. HITFACT merupakan sistem kubah modular yang dipilih untuk pengembangan ranpur penghancur tank Centauro varian 1B, yang mengusung kanon 120mm menggantikan kubah lama dengan kanon 105mm.
Versi pertama dari HITFACT digunakan oleh Centauro yang dibeli oleh AD Oman, juga sudah menggunakan meriam 120mm. Belajar dari pelanggan mereka, OTO Melara menawarkan HITFACT dalam dua varian, 105 dan 120mm. Yang menarik, OTO Melara mengonsepkan HITFACT sebagai sistem yang tumbuh dengan banyak opsi. Kalau mau murah, yang disediakan hanya kubah, sistem penembakan, dan meriam. Kalau mau lebih komprehensif disediakan lagi opsi pemasangan RCWS (Remote Controlled Weapon System) Hitrole sehingga awaknya lebih aman saat harus berhadapan dengan ancaman infantri atau helikopter serang.
Apabila melongok ke dalam kubah HITFACT, pembaca akan melihat layout kubah konvensional. Ya, HITFACT memang masih menggunakan format komandan, juru tembak, dan pengisi peluru, tanpa menggunakan sistem isi otomatis (autoloader). OTO Melara tengah mengembangkan varian kubah dengan sistem pengisian peluru otomatis. Seluruh tubuh kubah dibuat dari bahan alumunium, dan dapat ditingkatkan dengan penggunaan applique armour model bolt on untuk meningkatkan perlindungan kubah sampai STANAG4569 Level 4 atau mampu menahan impak peluru 14,5mm.
Komandan duduk di sebelah kiri meriam, sementara juru tembak dan pengisi duduk di sebelah kanan. Pengisi meriam diposisikan di belakang juru tembak, agar dapat mengakses kompartemen peluru di bagian bustle dan memasukkannya ke dalam kamar peluru. Kompartemen amunisi di bustle dilindungi oleh dinding tahan api, jadi apabila bagian ini tertembak, resiko kebakaran di kompartemen tempur dapat ditekan. Resiko kebakaran lebih dapat ditekan lagi karena HITFACT juga menggunakan sistem elektrik untuk perputaran kubahnya, sehingga lebih halus dan tidak berisik saat diputar.
Walaupun terpisahkan oleh meriam, komandan tetap dapat melihat tampilan yang tersaji di sistem bidik juru tembak berkat display LCD yang terhubung ke sistem bidik juru tembak. Untuk membantunya awas terhadap keadaan sekitar, di sekeliling palka komandan dipasangi sembilan periskop prismatik untuk melihat ke arah luar. Untuk mencari sasarannya, komandan dilengkapi sistem bidik/ kamera panoramik Selex ES Atilla yang distabilisasi dan mampu berputar secara independen dari putaran kubah. Atilla terdiri dari kamera digital dengan pembesaran 10x, kamera termal Erica FF dan sistem laser rangefinder untuk mengukur jarak ke sasaran.
Sementara untuk juru tembak disediakan sistem bidik terstabilisasi Selex ES Lothar-S yang berisi kamera termal generasi ketiga Tilde-A untuk memburu sasaran pada kondisi minim cahaya atau dalam cuaca buruk. Juru tembak juga memiliki akses ke optik bidik konvensional sebagai cadangan apabila sistem elektronik mengalami kerusakan.
Yang menarik, sistem kendali penembakan pada HITFACT dibuat modular dan dengan arsitektur terbuka. Ini memungkinkan HITFACT untuk diupgrade dengan sistem terbaru apabila diinginkan oleh pengguna tanpa harus mengucurkan investasi yang besar. Sistem kendali penembakannya sendiri terdiri dari komputer balistik, sensor meteorologi (cuaca, angin, kelembapan), sensor kemiringan kendaraan dan sudut elevasi meriam, dan yang terpenting, meriamnya juga distabilisasi dalam dua sumbu sehingga memampukan penembakan sambil bergerak. Apabila diinginkan, sistem LWR (Laser Warning Receiver) dapat dipasang sebagai opsi sehingga awak tahu saat kendaraan dibidik oleh ATGM musuh, dan dapat meluncurkan perlindungan berupa tabir asap.
Opsi lainnya yang disediakan untuk HITFACT adalah sistem manajemen informasi dan pertempuran SICCONA (Sistema di Comando, COntrollio e NAvigazione – Komando, kontrol, dan navigasi) yang merupakan sistem BMS (Battlefield Management System) buatan OTO Melara. Fungsi-fungsi seperti pemetaan posisi kawan, penentuan rute/ waypoint, dan pemberian perintah untuk manuver dapat dilakukan melalui SICCONA sampai ke level batalion.
Bicara soal sistem kesenjataan, HITFACT mampu dipasangi dua jenis meriam: 120mm L45 dan 105mm L52. Meriam OTO Melara 120mm L45 smoothbore setara dengan meriam Rheinmetall L44, namun diracik khusus dengan teknik untuk mengurangi gaya hentak (recoil) yang dicapai melalui dua hal: modifikasi pada recoil travel atau gerak meriam ke belakang yang lebih jauh pada saat dihentak oleh penembakan (+/- 700mm pada 120mm L45 vs 330mm pada 120mm L44) dan pemasangan muzzle brake model biji merica (pepper pots) pada sepuluh kuadran yang masing-masing memiliki lima lubang. Modifikasi ini mampu menurunkan hentakan kanon 120mm sehingga mendekati gaya hentakan munisi kanon 105mm. Kemampuan penetrasi dari kanon 120mm L45 tersebut mampu menembus pelat RHA setebal 600mm dari jarak 3.000m dengan amunisi tipe APFSDS (Armor Piercing Fin Stabilised Discarding Sabot) yang sesuai. Untuk mengurangi resiko asap mesiu penembakan kembali ke kompartemen tempur, meriam 120mm L45 pada HITFACT juga sudah dilengkapi dengan bore evacuator.
Kalau kanon 120mm dianggap terlalu berlebih, HITFACT juga dapat dipasangi meriam 105mm L52 yang beralur dan galangan (rifled) yang merupakan turunan dari meriam Royal Ordnance L7 standar tank-tank NATO pada era 1970an-1980an. Meriam 105mm menawarkan daya gebuk yang masih trengginas, dengan biaya pembelian amunisi yang tentunya masih lebih murah dibandingkan dengan munisi 120mm. Dengan kemampuan penetrasi 460mm pada jarak 2.000m, meriam 105mm masih mampu menghajar MBT dari arah samping, dan tentunya seluruh jenis ranpur dari kelas di bawahnya.
Sebagai senjata pertahanan, tersedia pelontar granat asap 76mm sebanyak 8 unit yang dapat dikendalikan secara manual atau otomatis (apabila terhubung dengan sistem LWR). Untuk komandan disediakan senapan mesin 7,62mm atau 12,7mm yang dapat dilengkapi dengan perisai, begitu pula untuk juru tembak. Saat ini, selain terpasang pada Centauro 1B yang sudah berdinas aktif, OTO HITFACT sudah diujicoba pada ranpur Pandur dan juga Marder Revolution.
SPEK OTO HITFACT
Kaliber : 105/120mm
Awak : 3 orang (komandan, juru tembak, pengisi)
Kecepatan tembak : 6 peluru/ menit
Bobot kosong : 6 ton
Elevasi meriam : -3 o sampai dengan 15o
CMI Cockerill CT-CV 105HP
Konglomerasi CMI Groupe yang menaungi bisnis pertahanan melalui CMI Defence adalah salah satu pemain dengan banyak solusi sistem kubah untuk berbagai kendaraan tempur. Melalui kerjasama erat dengan PT Pindad yang sudah mulai melisensi perakitan kanon CSE90LP untuk Panser Kanon Badak, CMI sudah memiliki pijakan yang cukup baik dalam pertarungan bisnis alutsista di Indonesia.
Satu andalan CMI untuk kanon kaliber besar adalah kubah CT-CV 105HP (High Pressure) yang mampu memuntahkan munisi 105mm standar NATO, berkat penggunaan meriam 105mm rifled (beralur dan galangan) yang mengadopsi kanon 105mm Royal Ordnance L7. Hanya bedanya, kanon Cockerill 105HP menggunakan muzzle brake tipe single baffle atau lubang tunggal, berguna untuk mengurangi sentakan gaya tolak balik yang dirasakan kendaraan.
Namun begitu, CMI yang memiliki pabrik baja modern mampu menerapkan metode autofrettage alias perlakuan tekanan maha besar secara merata dalam proses pembuatan laras, sehingga meriam yang terpasang pada kanon Cockerill 105HP pada kubah CT-CV memiliki tahanan tekanan maksimal sebesar 120% dari yang dimiliki oleh meriam L7 standar. Hal ini berarti CT-CV 105HP dapat digunakan untuk melontarkan munisi yang menghasilkan tekanan lebih besar (dengan mesiu khusus), untuk menghasilkan kecepatan luncur proyektil yang lebih besar pula. Kecepatan yang lebih besar akan bermanfaat untuk meningkatkan daya penetrasi, khususnya pada munisi APFSDS.
Yang juga hebat pada sistem kubah dan meriam Cockerill 105HP adalah kemampuan elevasi kanon yang mencapai +42o. Kalau rekan ARC sering menyigi info yang beredar, pasti tahu spek apa yang diinginkan oleh tim Joint Development. Ini berarti FSV atau pembawa akan mampu melayani tembakan lawan dari ketinggian, atau memberikan tembakan bantuan lintas lengkung melewati perbukitan atau pegunungan. Ini berarti unit Kavaleri sebagai pengguna medium tank tidak akan terlalu tergantung pada dukungan artileri pada saat memasuki arena pertempuran, dan benar-benar dapat menjadi penggempur yang sangat efektif. Jarak tembak maksimal untuk tembakan lintas lengkung mencapai 8-10km dengan amunisi HE.
Kanon Cockerill 105HP sendiri dinyatakan telah mampu (cleared) untuk menembakkan segala jenis munisi 105mm NATO, jadi bagi Negara yang sebelumnya telah memakai tank lawas dengan kanon 105mm masih dapat memanfaatkan stok amunisi mereka. Walaupun rata-rata Negara Barat telah beralih ke kanon 120mm, kanon 105mm masih memiliki potensi yang cukup besar. Daya penetrasi munisi yang mencapai 500-560mm RHA masih mampu menjebol tank sekelas T-72M1 (tanpa perlindungan balok ERA) dari arah frontal. Dari sisi, hampir seluruh MBT masih cukup rentan terhadap ancaman munisi 105mm NATO. Yang paling patut diingat, biaya akuisisi munisi 105mm hanya sepersepuluh sampai seperlima munisi 120mm. Ini tentu faktor yang cukup menentukan, mengingat utilisasi kendaraan tempur berkanon besar (bagi sebagian besar Negara) akan lebih difokuskan pada latihan untuk mempertahankan profisiensi dibandingkan saat berperang.
Di luar keunggulan pada kualitas laras yang digunakan, sesungguhnya CMI mendesain CT-CV secara spesifik dengan memfokuskan pada bobot kendaraan pengusung. Desain yang efisien dari kubah CT-CV memampukannya untuk ditanam pada kendaraan dengan GVW (Gross Vehicle Weight) kelas 18 ton ke atas. Ini artinya panser kanon sekelas Piranha, LAV III, Pandur, atau Rosomak mampu mengusung kubah CT-CV 105HP. Sistem kubahnya sendiri dibuat secara modular, dengan kemampuan standar proteksi NATO 4569 STANAG 3 (7,62x51mm AP, 150 meter). Ada opsi applique plate yang dapat dipasang sesuai kebutuhan untuk meningkatkan proteksinya sampai ke level STANAG 4 dan bahkan ke STANAG 5 (25mm NATO AP) sehingga mampu bertahan dari serangan kendaraan tempur dengan kanon tembak cepat.
Untuk konfigurasi awak, berbeda dengan HITFACT, CMI memutuskan menggunakan dua awak saja, plus sistem autoloader. Penggunaan sistem pengisian ulang otomatis sesungguhnya memang memiliki faktor plus dan minus. Bagi pendukungnya, sistem autoloader akan memangkas jumlah awak dan tentunya logistik yang diperlukan untuk menggelar FSV/ medium tank ke palagan. Yang kedua, komandan atau juru tembak tinggal memilih amunisi yang dibutuhkan melalui komputer, dalam hal ini layar sentuh pada CT-CV 105HP, tanpa resiko salah memasukkan, atau kru pengisi tidak dapat melakukan tugasnya karena terluka misalnya. Bagi yang pro dengan sistem pengisian manual, fakta bahwa jumlah amunisi tersedia lebih banyak juga sukar dibantahkan. Belum lagi kru pengisi dapat bertindak sebagai awak cadangan dan juru radio yang meringankan kerja komandan kendaraan.
Terlepas dari hal tersebut, CMI menjamin bahwa sistem autoloader yang terpasang pada CT-CV 105HP dapat diandalkan. Seluruh peluru juga disimpan dalam bustle di bagian belakang kubah yang dilindungi dengan dinding penahan api(Firewall). Amunisi diisikan pada bustle dari luar tank, dengan membuka pintu baja pada sisi belakang bustle. Pengisian satu persatu dari dalam kendaraan juga memungkinkan, walau waktu yang diperlukan tentu lebih lama. Tersedia 15 slot untuk beragam jenis peluru yang dapat berputar dengan sistem revolver. Satu sistem sabuk rantai akan membawa amunisi yang dipilih, dibawa keluar oleh nampan dari bustle ke arah kamar peluru.
Biarpun kanon Cockerill 105mm High Pressure sangat trengginas untuk menggasak tank dan ranpur, tak dipungkiri bahwa penggunanya tidak bisa memilih lawan di medan pertempuran, alias mungkin saja bertemu MBT mutakhir yang dilengkapi dengan sistem perlindungan reaktif macam ERA dan NERA. Untuk menghadapi ancaman semacam ini, CMI dan pabrikan GKSTB Luch dari Ukraina bekerjasama menciptakan rudal berpemandu laser Falarick (nama tongkat sakti dalam mitologi Irlandia) yang merupakan GLATGM (Gun Launched Anti Tank Guided Missile). Ukraina memang sudah paham dengan sistem rudal berpemandu laser, memanfaatkan teknologi hasil pengembangan Uni Soviet.
Falarick memiliki garis genealogi yang sama seperti rudal R-2 Baryer dari Ukraina, yang nantinya direncanakan juga akan terpasang pada ranpur BTR-4 yang dibeli oleh Korps Marinir TNI AL. Teknologi Falarick yang digunakan sama seperti pada ATGM yang diluncurkan dari laras meriam macam 9M119M, yaitu sinar laser yang disorotkan dari kendaraan penembak ke arah sasaran, dan rudal tinggal mengikuti. Rudal Falarick sendiri dibuat untuk dapat ditembakkan dari laras 90mm ataupun 105mm. Memiliki panjang 1 meter dan bobot 20kg, Falarick saat terbang distabilkan oleh sirip-sirip dan rudder alumunium yang terpasang di belakang (total 8 buah), dan rudal berotasi pada sumbunya saat diluncurkan. Pada saat masuk di laras, sirip ini akan terlipat dan akan terbuka begitu keluar dari laras.
Pada saat diujicoba, Falarick yang ditembakkan dari jarak 3,9km dapat mengenai sasaran standar NATO dengan menempuh waktu selama 14 detik. Dengan hululedak HEAT (High Explosive Anti Tank) ganda, Falarick dikatakan mampu menembus pelat baja RHA yang dilindungi oleh balok reaktif ERA setebal 500mm, ini setara dengan ketebalan glacis T-72M1. Kelemahannya, sama seperti GLATGM era Soviet, kendaraan benar-benar harus dibuat dalam keadaan diam. Sedikit pergerakan akan mengakibatkan rudal berbelok atau malah kehilangan panduan laser. Penembak mengendalikan Falarick dengan menggunakan joystick ganda, mirip pada sistem kemudi pada pesawat terbang. Retikula akan tersaji pada layar LCD di hadapannya, dan penembak tinggal berkonsentrasi menjaga agar retikula tetap berada pada sasarannya.
Untuk kubah, LCTS90 menerapkan format yang sama seperti CSE90LP, komandan duduk di kiri dan penembak di kanan. Layout dalam kabin terasa lega karena tidak lagi ditemui panel-panel dengan lingkaran indikator analog. Baik komandan maupun juru tembak memiliki akses terhadap segala informasi kendaraan melalui dua layar MFID (Multi Function Information Display). Informasi atas kondisi kendaraan, pemilihan jenis amunisi, mengarahkan laras meriam, semua dilakukan dengan melihat pada layar MFID.
Bedanya antara MFID komandan dan juru tembak hanya pada susunan MFID tersebut, dimana pada komandan dua layar tersusun vertikal, sementara pada juru tembak tersusun horizontal. Komandan memiliki akses penuh terhadap sistem pembidik pada juru tembak, sehingga koordinasi mudah dilakukan. Apabila CT-CV 105HP ditambah opsi RCWS (Remote Controlled Weapon System), komandan juga yang mengoperasikannya. Sistem RCWS buatan CMI mampu mengakomodasi senapan mesin sedang 7,62mm, senapan berat 12,7mm, sampai pelontar granat 40mm.
Penembak memiliki kamera bidik dengan kamera termal terstabilisasi. Bedanya, di atas blok kamera bidik dipasang kotak pemandu laser untuk sistem rudal Falarick. Sementara untuk komandan disiapkan sistem kamera panoramik yang independen, sehingga komandan dapat bertindak sebagai pemburu, semua tinggal dilakukan dengan menggerakkan joystick. Kalau kondisi kurang cahaya atau malam hari, tinggal nyalakan fitur kamera termal, sehingga lawan yang bersembunyi pun mudah ketahuan.
Sistem kendali penembakan (Fire Control System) sudah mengadopsi komputer balistik dan sensor seperti kemiringan kendaraan, sudut elevasi meriam, tekanan udara, kecepatan angin, kelembapan, suhu udara, dan tentu saja laser rangefinder, kurang lebih sama seperti yang dipergunakan pada MBT modern. Dengan meriam distabilisasi pada dua sumbu, CT-CV 105HP dapat ditembakkan saat kendaraan bergerak pelan, sehingga mengurangi kemungkinan FSV/ tank pengguna terkena tembakan lawan.
Untuk melindungi diri dari ancaman, CMI sudah menyediakan banyak perangkat pelindung. Ada sistem pelontar granat 76mm untuk menciptakan tabir asap, ada sistem LWR (Laser Warning Receiver) untuk memperingatkan awak atas ancaman iluminasi ATGM lawan, dan ada sistem filter Nubika untuk pertempuran dalam medan yang terkontaminasi. Untuk ancaman infantri, CT-CV 105HP juga sudah dilengkapi senapan mesin koaksial kaliber 7,62x51mm NATO dengan 2.000 butir amunisi.
SPEK CMI Cockerill CT-CV 105HP
Meriam : Cockerill 105 High Pressure L51
Kaliber : 105mm NATO
Awak : 2 orang (komandan, juru tembak)
Kecepatan tembak : 5-6 peluru/ menit
Gaya recoil puncak : < 150kn
Elevasi meriam : -10 o sampai dengan 42o
SPEK Falarick 105
Jarak maksimum : 5.000m
Waktu terbang : 17 detik
Sistem pandu : semi-otomatis dengan laser
Hululedak : tandem hollow charge
Penetrasi : 550mm RHA di belakang ERA
Bobot : 25,2kg
Panjang : 1.015mm
Suhu operasional : -40 sampai 60oC
ARC.
Sebagai akibatnya. angkatan bersenjata Eropa seperti Belanda, Swiss, dan Belgia memensiunkan armada Main Battle Tank dan menggantinya dengan kendaraan tempur yang dilengkapi dengan sistem kubah bermeriam besar. Ada yang memilih platform berpenggerak roda, ada yang masih nyaman dengan penggerak rantai untuk wahana pengusungnya. Tidak ada kategorisasi yang jamak dan baku untuk tipe kendaraan bermeriam tank ini. Ada yang menyebutnya tank destroyer, ada yang memasukkannya dalam Fire Support Vehicle, dan ada pula yang memilih menyebutnya Medium Tank, seperti proyek joint development medium tank yang baru diluncurkan oleh Pindad dan FNSS Turki dalam Pameran Indo Defence 2014. Kesemuanya memanfaatkan hull/ sasis kendaraan tempur yang diperkuat, dengan alasan biaya pengembangannya dapat ditekan dan biaya perawatan untuk kendaraan dalam satu platform tentunya akan jauh lebih murah.
Melihat pasar yang semakin berkembang, pabrikan senjata besar dunia kini tidak lagi memilih untuk menawarkan satu ranpur utuh. Banyak pabrikan kini menawarkan kubah dengan sistem modular, siap didudukkan ke ranpur manapun yang dibuat atau dibeli oleh Negara pengguna, selama spek hull tersebut kompatibel dengan requirement minimum. Alasannya simpel: membuat hull jauh lebih mudah dibandingkan dengan membuat kubah yang dipenuhi sistem canggih termasuk meriam, sensor dan sistem penggerak meriam dan kubah yang tidak sembarang Negara dapat membuatnya. Kalau tidak memiliki basis produksi dengan miniaturisasi dan peralatan presisi, niscaya akan sulit, belum lagi kemampuan meracik bahan baku berkualitas tinggi. Ini adalah merupakan jalan yang ditempuh untuk mewujudkan tank medium untuk TNI AD.
Saat ini tim TNI AD dan Departemen Pertahanan sedang mengkaji pilihan kubah dan meriam terbaik untuk tank medium Indonesia, dan CT-CV 105HP dan OTO Melara santer disebut-sebut sebagai kandidat kuat untuk digunakan sebagai opsi untuk mempercepat pengembangan Medium Tank Indonesia. Maklum saja, dengan target desain dasar sudah harus selesai pada 2016, akan cukup sulit untuk membangun medium tank dari nol. Langkah paling cepat adalah membangun hull bersama, kemudian dikawinkan dengan solusi kubah yang sudah tersedia di pasaran. Penulis tidak hendak menghakimi siapa yang menang dari apa, karena jalannya pertarungan masih akan panjang. yuk sigi bareng fitur, keunggulan, dan kelemahan masing-masing produk!
OTO Melara HITFACT
OTO Melara sudah lama terkenal sebagai pembuat meriam terkenal. Produknya diakui dan digunakan banyak Angkatan Laut dunia. Maka ketika mereka melansir produk kubah OTO HITFACT (Highly Integrated Technology Firing Against Combat Tanks), harapan besar pun disampirkan ke pundaknya. HITFACT merupakan sistem kubah modular yang dipilih untuk pengembangan ranpur penghancur tank Centauro varian 1B, yang mengusung kanon 120mm menggantikan kubah lama dengan kanon 105mm.
Versi pertama dari HITFACT digunakan oleh Centauro yang dibeli oleh AD Oman, juga sudah menggunakan meriam 120mm. Belajar dari pelanggan mereka, OTO Melara menawarkan HITFACT dalam dua varian, 105 dan 120mm. Yang menarik, OTO Melara mengonsepkan HITFACT sebagai sistem yang tumbuh dengan banyak opsi. Kalau mau murah, yang disediakan hanya kubah, sistem penembakan, dan meriam. Kalau mau lebih komprehensif disediakan lagi opsi pemasangan RCWS (Remote Controlled Weapon System) Hitrole sehingga awaknya lebih aman saat harus berhadapan dengan ancaman infantri atau helikopter serang.
Apabila melongok ke dalam kubah HITFACT, pembaca akan melihat layout kubah konvensional. Ya, HITFACT memang masih menggunakan format komandan, juru tembak, dan pengisi peluru, tanpa menggunakan sistem isi otomatis (autoloader). OTO Melara tengah mengembangkan varian kubah dengan sistem pengisian peluru otomatis. Seluruh tubuh kubah dibuat dari bahan alumunium, dan dapat ditingkatkan dengan penggunaan applique armour model bolt on untuk meningkatkan perlindungan kubah sampai STANAG4569 Level 4 atau mampu menahan impak peluru 14,5mm.
Komandan duduk di sebelah kiri meriam, sementara juru tembak dan pengisi duduk di sebelah kanan. Pengisi meriam diposisikan di belakang juru tembak, agar dapat mengakses kompartemen peluru di bagian bustle dan memasukkannya ke dalam kamar peluru. Kompartemen amunisi di bustle dilindungi oleh dinding tahan api, jadi apabila bagian ini tertembak, resiko kebakaran di kompartemen tempur dapat ditekan. Resiko kebakaran lebih dapat ditekan lagi karena HITFACT juga menggunakan sistem elektrik untuk perputaran kubahnya, sehingga lebih halus dan tidak berisik saat diputar.
Walaupun terpisahkan oleh meriam, komandan tetap dapat melihat tampilan yang tersaji di sistem bidik juru tembak berkat display LCD yang terhubung ke sistem bidik juru tembak. Untuk membantunya awas terhadap keadaan sekitar, di sekeliling palka komandan dipasangi sembilan periskop prismatik untuk melihat ke arah luar. Untuk mencari sasarannya, komandan dilengkapi sistem bidik/ kamera panoramik Selex ES Atilla yang distabilisasi dan mampu berputar secara independen dari putaran kubah. Atilla terdiri dari kamera digital dengan pembesaran 10x, kamera termal Erica FF dan sistem laser rangefinder untuk mengukur jarak ke sasaran.
Sementara untuk juru tembak disediakan sistem bidik terstabilisasi Selex ES Lothar-S yang berisi kamera termal generasi ketiga Tilde-A untuk memburu sasaran pada kondisi minim cahaya atau dalam cuaca buruk. Juru tembak juga memiliki akses ke optik bidik konvensional sebagai cadangan apabila sistem elektronik mengalami kerusakan.
Yang menarik, sistem kendali penembakan pada HITFACT dibuat modular dan dengan arsitektur terbuka. Ini memungkinkan HITFACT untuk diupgrade dengan sistem terbaru apabila diinginkan oleh pengguna tanpa harus mengucurkan investasi yang besar. Sistem kendali penembakannya sendiri terdiri dari komputer balistik, sensor meteorologi (cuaca, angin, kelembapan), sensor kemiringan kendaraan dan sudut elevasi meriam, dan yang terpenting, meriamnya juga distabilisasi dalam dua sumbu sehingga memampukan penembakan sambil bergerak. Apabila diinginkan, sistem LWR (Laser Warning Receiver) dapat dipasang sebagai opsi sehingga awak tahu saat kendaraan dibidik oleh ATGM musuh, dan dapat meluncurkan perlindungan berupa tabir asap.
Opsi lainnya yang disediakan untuk HITFACT adalah sistem manajemen informasi dan pertempuran SICCONA (Sistema di Comando, COntrollio e NAvigazione – Komando, kontrol, dan navigasi) yang merupakan sistem BMS (Battlefield Management System) buatan OTO Melara. Fungsi-fungsi seperti pemetaan posisi kawan, penentuan rute/ waypoint, dan pemberian perintah untuk manuver dapat dilakukan melalui SICCONA sampai ke level batalion.
Bicara soal sistem kesenjataan, HITFACT mampu dipasangi dua jenis meriam: 120mm L45 dan 105mm L52. Meriam OTO Melara 120mm L45 smoothbore setara dengan meriam Rheinmetall L44, namun diracik khusus dengan teknik untuk mengurangi gaya hentak (recoil) yang dicapai melalui dua hal: modifikasi pada recoil travel atau gerak meriam ke belakang yang lebih jauh pada saat dihentak oleh penembakan (+/- 700mm pada 120mm L45 vs 330mm pada 120mm L44) dan pemasangan muzzle brake model biji merica (pepper pots) pada sepuluh kuadran yang masing-masing memiliki lima lubang. Modifikasi ini mampu menurunkan hentakan kanon 120mm sehingga mendekati gaya hentakan munisi kanon 105mm. Kemampuan penetrasi dari kanon 120mm L45 tersebut mampu menembus pelat RHA setebal 600mm dari jarak 3.000m dengan amunisi tipe APFSDS (Armor Piercing Fin Stabilised Discarding Sabot) yang sesuai. Untuk mengurangi resiko asap mesiu penembakan kembali ke kompartemen tempur, meriam 120mm L45 pada HITFACT juga sudah dilengkapi dengan bore evacuator.
Kalau kanon 120mm dianggap terlalu berlebih, HITFACT juga dapat dipasangi meriam 105mm L52 yang beralur dan galangan (rifled) yang merupakan turunan dari meriam Royal Ordnance L7 standar tank-tank NATO pada era 1970an-1980an. Meriam 105mm menawarkan daya gebuk yang masih trengginas, dengan biaya pembelian amunisi yang tentunya masih lebih murah dibandingkan dengan munisi 120mm. Dengan kemampuan penetrasi 460mm pada jarak 2.000m, meriam 105mm masih mampu menghajar MBT dari arah samping, dan tentunya seluruh jenis ranpur dari kelas di bawahnya.
Sebagai senjata pertahanan, tersedia pelontar granat asap 76mm sebanyak 8 unit yang dapat dikendalikan secara manual atau otomatis (apabila terhubung dengan sistem LWR). Untuk komandan disediakan senapan mesin 7,62mm atau 12,7mm yang dapat dilengkapi dengan perisai, begitu pula untuk juru tembak. Saat ini, selain terpasang pada Centauro 1B yang sudah berdinas aktif, OTO HITFACT sudah diujicoba pada ranpur Pandur dan juga Marder Revolution.
SPEK OTO HITFACT
Kaliber : 105/120mm
Awak : 3 orang (komandan, juru tembak, pengisi)
Kecepatan tembak : 6 peluru/ menit
Bobot kosong : 6 ton
Elevasi meriam : -3 o sampai dengan 15o
CMI Cockerill CT-CV 105HP
Konglomerasi CMI Groupe yang menaungi bisnis pertahanan melalui CMI Defence adalah salah satu pemain dengan banyak solusi sistem kubah untuk berbagai kendaraan tempur. Melalui kerjasama erat dengan PT Pindad yang sudah mulai melisensi perakitan kanon CSE90LP untuk Panser Kanon Badak, CMI sudah memiliki pijakan yang cukup baik dalam pertarungan bisnis alutsista di Indonesia.
Satu andalan CMI untuk kanon kaliber besar adalah kubah CT-CV 105HP (High Pressure) yang mampu memuntahkan munisi 105mm standar NATO, berkat penggunaan meriam 105mm rifled (beralur dan galangan) yang mengadopsi kanon 105mm Royal Ordnance L7. Hanya bedanya, kanon Cockerill 105HP menggunakan muzzle brake tipe single baffle atau lubang tunggal, berguna untuk mengurangi sentakan gaya tolak balik yang dirasakan kendaraan.
Namun begitu, CMI yang memiliki pabrik baja modern mampu menerapkan metode autofrettage alias perlakuan tekanan maha besar secara merata dalam proses pembuatan laras, sehingga meriam yang terpasang pada kanon Cockerill 105HP pada kubah CT-CV memiliki tahanan tekanan maksimal sebesar 120% dari yang dimiliki oleh meriam L7 standar. Hal ini berarti CT-CV 105HP dapat digunakan untuk melontarkan munisi yang menghasilkan tekanan lebih besar (dengan mesiu khusus), untuk menghasilkan kecepatan luncur proyektil yang lebih besar pula. Kecepatan yang lebih besar akan bermanfaat untuk meningkatkan daya penetrasi, khususnya pada munisi APFSDS.
Yang juga hebat pada sistem kubah dan meriam Cockerill 105HP adalah kemampuan elevasi kanon yang mencapai +42o. Kalau rekan ARC sering menyigi info yang beredar, pasti tahu spek apa yang diinginkan oleh tim Joint Development. Ini berarti FSV atau pembawa akan mampu melayani tembakan lawan dari ketinggian, atau memberikan tembakan bantuan lintas lengkung melewati perbukitan atau pegunungan. Ini berarti unit Kavaleri sebagai pengguna medium tank tidak akan terlalu tergantung pada dukungan artileri pada saat memasuki arena pertempuran, dan benar-benar dapat menjadi penggempur yang sangat efektif. Jarak tembak maksimal untuk tembakan lintas lengkung mencapai 8-10km dengan amunisi HE.
Kanon Cockerill 105HP sendiri dinyatakan telah mampu (cleared) untuk menembakkan segala jenis munisi 105mm NATO, jadi bagi Negara yang sebelumnya telah memakai tank lawas dengan kanon 105mm masih dapat memanfaatkan stok amunisi mereka. Walaupun rata-rata Negara Barat telah beralih ke kanon 120mm, kanon 105mm masih memiliki potensi yang cukup besar. Daya penetrasi munisi yang mencapai 500-560mm RHA masih mampu menjebol tank sekelas T-72M1 (tanpa perlindungan balok ERA) dari arah frontal. Dari sisi, hampir seluruh MBT masih cukup rentan terhadap ancaman munisi 105mm NATO. Yang paling patut diingat, biaya akuisisi munisi 105mm hanya sepersepuluh sampai seperlima munisi 120mm. Ini tentu faktor yang cukup menentukan, mengingat utilisasi kendaraan tempur berkanon besar (bagi sebagian besar Negara) akan lebih difokuskan pada latihan untuk mempertahankan profisiensi dibandingkan saat berperang.
Di luar keunggulan pada kualitas laras yang digunakan, sesungguhnya CMI mendesain CT-CV secara spesifik dengan memfokuskan pada bobot kendaraan pengusung. Desain yang efisien dari kubah CT-CV memampukannya untuk ditanam pada kendaraan dengan GVW (Gross Vehicle Weight) kelas 18 ton ke atas. Ini artinya panser kanon sekelas Piranha, LAV III, Pandur, atau Rosomak mampu mengusung kubah CT-CV 105HP. Sistem kubahnya sendiri dibuat secara modular, dengan kemampuan standar proteksi NATO 4569 STANAG 3 (7,62x51mm AP, 150 meter). Ada opsi applique plate yang dapat dipasang sesuai kebutuhan untuk meningkatkan proteksinya sampai ke level STANAG 4 dan bahkan ke STANAG 5 (25mm NATO AP) sehingga mampu bertahan dari serangan kendaraan tempur dengan kanon tembak cepat.
Untuk konfigurasi awak, berbeda dengan HITFACT, CMI memutuskan menggunakan dua awak saja, plus sistem autoloader. Penggunaan sistem pengisian ulang otomatis sesungguhnya memang memiliki faktor plus dan minus. Bagi pendukungnya, sistem autoloader akan memangkas jumlah awak dan tentunya logistik yang diperlukan untuk menggelar FSV/ medium tank ke palagan. Yang kedua, komandan atau juru tembak tinggal memilih amunisi yang dibutuhkan melalui komputer, dalam hal ini layar sentuh pada CT-CV 105HP, tanpa resiko salah memasukkan, atau kru pengisi tidak dapat melakukan tugasnya karena terluka misalnya. Bagi yang pro dengan sistem pengisian manual, fakta bahwa jumlah amunisi tersedia lebih banyak juga sukar dibantahkan. Belum lagi kru pengisi dapat bertindak sebagai awak cadangan dan juru radio yang meringankan kerja komandan kendaraan.
Terlepas dari hal tersebut, CMI menjamin bahwa sistem autoloader yang terpasang pada CT-CV 105HP dapat diandalkan. Seluruh peluru juga disimpan dalam bustle di bagian belakang kubah yang dilindungi dengan dinding penahan api(Firewall). Amunisi diisikan pada bustle dari luar tank, dengan membuka pintu baja pada sisi belakang bustle. Pengisian satu persatu dari dalam kendaraan juga memungkinkan, walau waktu yang diperlukan tentu lebih lama. Tersedia 15 slot untuk beragam jenis peluru yang dapat berputar dengan sistem revolver. Satu sistem sabuk rantai akan membawa amunisi yang dipilih, dibawa keluar oleh nampan dari bustle ke arah kamar peluru.
Biarpun kanon Cockerill 105mm High Pressure sangat trengginas untuk menggasak tank dan ranpur, tak dipungkiri bahwa penggunanya tidak bisa memilih lawan di medan pertempuran, alias mungkin saja bertemu MBT mutakhir yang dilengkapi dengan sistem perlindungan reaktif macam ERA dan NERA. Untuk menghadapi ancaman semacam ini, CMI dan pabrikan GKSTB Luch dari Ukraina bekerjasama menciptakan rudal berpemandu laser Falarick (nama tongkat sakti dalam mitologi Irlandia) yang merupakan GLATGM (Gun Launched Anti Tank Guided Missile). Ukraina memang sudah paham dengan sistem rudal berpemandu laser, memanfaatkan teknologi hasil pengembangan Uni Soviet.
Falarick memiliki garis genealogi yang sama seperti rudal R-2 Baryer dari Ukraina, yang nantinya direncanakan juga akan terpasang pada ranpur BTR-4 yang dibeli oleh Korps Marinir TNI AL. Teknologi Falarick yang digunakan sama seperti pada ATGM yang diluncurkan dari laras meriam macam 9M119M, yaitu sinar laser yang disorotkan dari kendaraan penembak ke arah sasaran, dan rudal tinggal mengikuti. Rudal Falarick sendiri dibuat untuk dapat ditembakkan dari laras 90mm ataupun 105mm. Memiliki panjang 1 meter dan bobot 20kg, Falarick saat terbang distabilkan oleh sirip-sirip dan rudder alumunium yang terpasang di belakang (total 8 buah), dan rudal berotasi pada sumbunya saat diluncurkan. Pada saat masuk di laras, sirip ini akan terlipat dan akan terbuka begitu keluar dari laras.
Pada saat diujicoba, Falarick yang ditembakkan dari jarak 3,9km dapat mengenai sasaran standar NATO dengan menempuh waktu selama 14 detik. Dengan hululedak HEAT (High Explosive Anti Tank) ganda, Falarick dikatakan mampu menembus pelat baja RHA yang dilindungi oleh balok reaktif ERA setebal 500mm, ini setara dengan ketebalan glacis T-72M1. Kelemahannya, sama seperti GLATGM era Soviet, kendaraan benar-benar harus dibuat dalam keadaan diam. Sedikit pergerakan akan mengakibatkan rudal berbelok atau malah kehilangan panduan laser. Penembak mengendalikan Falarick dengan menggunakan joystick ganda, mirip pada sistem kemudi pada pesawat terbang. Retikula akan tersaji pada layar LCD di hadapannya, dan penembak tinggal berkonsentrasi menjaga agar retikula tetap berada pada sasarannya.
Untuk kubah, LCTS90 menerapkan format yang sama seperti CSE90LP, komandan duduk di kiri dan penembak di kanan. Layout dalam kabin terasa lega karena tidak lagi ditemui panel-panel dengan lingkaran indikator analog. Baik komandan maupun juru tembak memiliki akses terhadap segala informasi kendaraan melalui dua layar MFID (Multi Function Information Display). Informasi atas kondisi kendaraan, pemilihan jenis amunisi, mengarahkan laras meriam, semua dilakukan dengan melihat pada layar MFID.
Bedanya antara MFID komandan dan juru tembak hanya pada susunan MFID tersebut, dimana pada komandan dua layar tersusun vertikal, sementara pada juru tembak tersusun horizontal. Komandan memiliki akses penuh terhadap sistem pembidik pada juru tembak, sehingga koordinasi mudah dilakukan. Apabila CT-CV 105HP ditambah opsi RCWS (Remote Controlled Weapon System), komandan juga yang mengoperasikannya. Sistem RCWS buatan CMI mampu mengakomodasi senapan mesin sedang 7,62mm, senapan berat 12,7mm, sampai pelontar granat 40mm.
Penembak memiliki kamera bidik dengan kamera termal terstabilisasi. Bedanya, di atas blok kamera bidik dipasang kotak pemandu laser untuk sistem rudal Falarick. Sementara untuk komandan disiapkan sistem kamera panoramik yang independen, sehingga komandan dapat bertindak sebagai pemburu, semua tinggal dilakukan dengan menggerakkan joystick. Kalau kondisi kurang cahaya atau malam hari, tinggal nyalakan fitur kamera termal, sehingga lawan yang bersembunyi pun mudah ketahuan.
Sistem kendali penembakan (Fire Control System) sudah mengadopsi komputer balistik dan sensor seperti kemiringan kendaraan, sudut elevasi meriam, tekanan udara, kecepatan angin, kelembapan, suhu udara, dan tentu saja laser rangefinder, kurang lebih sama seperti yang dipergunakan pada MBT modern. Dengan meriam distabilisasi pada dua sumbu, CT-CV 105HP dapat ditembakkan saat kendaraan bergerak pelan, sehingga mengurangi kemungkinan FSV/ tank pengguna terkena tembakan lawan.
Untuk melindungi diri dari ancaman, CMI sudah menyediakan banyak perangkat pelindung. Ada sistem pelontar granat 76mm untuk menciptakan tabir asap, ada sistem LWR (Laser Warning Receiver) untuk memperingatkan awak atas ancaman iluminasi ATGM lawan, dan ada sistem filter Nubika untuk pertempuran dalam medan yang terkontaminasi. Untuk ancaman infantri, CT-CV 105HP juga sudah dilengkapi senapan mesin koaksial kaliber 7,62x51mm NATO dengan 2.000 butir amunisi.
SPEK CMI Cockerill CT-CV 105HP
Meriam : Cockerill 105 High Pressure L51
Kaliber : 105mm NATO
Awak : 2 orang (komandan, juru tembak)
Kecepatan tembak : 5-6 peluru/ menit
Gaya recoil puncak : < 150kn
Elevasi meriam : -10 o sampai dengan 42o
SPEK Falarick 105
Jarak maksimum : 5.000m
Waktu terbang : 17 detik
Sistem pandu : semi-otomatis dengan laser
Hululedak : tandem hollow charge
Penetrasi : 550mm RHA di belakang ERA
Bobot : 25,2kg
Panjang : 1.015mm
Suhu operasional : -40 sampai 60oC
ARC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar