Untuk menjalankan tugas-tugas khusus, adalah lumrah bila pasukan
khusus dibekali peralatan tempur dan wahana transportasi yang juga
berkualifikasi khusus. Ambil contoh satuan elit Kopaska (Komando Pasukan
Katak) TNI AL, untuk misi penyusupan di bawah air, mereka dibekali
wahana seperti SEAL Carrier, Sea Shadow, dan untuk ship boarding ke kapal yang tengah dibajak, ada Sea Rider yang dibekali CANTOKA.
Namun dalam konteks operasi khusus yang membutuhkan kecepatan reaksi,
satuan seperti Kopaska ideal untuk dilengkapi wahana transpor yang
menggabungkan keunggulan deliver pasukan lewat laut dengan ‘sentuhan’ udara.
Untuk maksud di atas memang sudah ada fungsi helikopter dan pesawat
transpor, tapi suatu negara yang kondisi geografisnya di kitari lautan
dan kepulauan, akan lebih afdol bila turut menggelar kapal dengan
kemampuan WiSE (Wings In Surface Effect). WiSE tentu bukan sembarang wahana, meski wujudnya mirip pesawat amfibi, tapi WiSE sejatinya tidak punya kemampuan amfibi seperti PBY-5A Catalina
dan Grumman Albatross yang pernah dioperasikan TNI AU. WiSE adalah
kapal bersayap tetap yang dirancang sedemikian rupa yang dapat terbang
di atas permukaan air.
Jenis pesawat WiSE beroperasi dengan memanfaatkan fenomena ground effect,
yaitu bantalan dinamik yang timbul ketika wahana terbang sangat rendah
di atas permukaan, sehingga meningkatkan rasio daya angkat dan daya
hambat yang menghasilkan efisiensi bahan bakar yang lebih baik daripada
pesawat konvensional.
Keistimewaan kapal bersayap WiSE terletak kepada rancangan sayapnya
dan pada bagian bawah kapal, bertopang pada teori aerodinamika dan
hidrodinamika, dapat memampatkan udara sehingga membentuk bantalan
udara. Dengan bantalan udara inilah, badan kapal akan terangkat dan
terbang seperti pesawat. Meski begitu, WiSE tidak memungkinkan untuk
terbang tinggi layaknya pesawat konvensional, paling banter ketinggian
terbangnya antara 100 – 150 meter.
Dari segi operasional, WiSE sangat efisien digelar di Indonesia,
pesawat berkarakter kapal boat ini punya kemampuan lepas landas dan
mendarat di air, sehingga hanya membutuhkan dermaga modifikasi untuk
merapat dan memudahkan daerah pulau-pulau yang tak memiliki fasilitas
udara. Dengan alasan aerodinamika, pesawat WiSE pun dirancang dari
material yang bersifat ringan, seperti fiber glass. Dengan bobotnya yang hanya dikisaran 3 ton, pesawat ini juga mudah untuk diangkut atau dipindahkan lewat trailer.
Selain konsep yang digadang untuk mengantarkan pasukan khusus ke daerah sasaran, pesawat hybrid
yang mampu berlayar ini juga ideal untuk tugas patroli dan intai
maritim. Bahkan, model pesawat ini juga dimungkinkan untuk dipersenjatai
jenis kanon kaliber 12,7 mm, roket FFAR, atau boleh jadi rudal anti kapal. Dari sisi sensor, perangkat video surveillance dan FLIR (Forward Looking Infra Red) juga
pas dipasang untuk tugas intai dan penegakan hukum di laut dan perairan
dangkal. Dari segi kecepatan, jangan bandingkan WiSE dengan kecepatan
pesawat reguler, karena kecepatan maksimumnya mentok di 220 km/jam. Tapi
lebih ideal membandingkan kecepatannya dengan kapal cepat (speed boat),
maka WiSE lebih unggul 10x lipat. Sementara, saat melaju di permukaan
air, kecepatan WiSE mampu ngebut hingga 100 Km/jam, maka layak pula
wahana ini disebut punya kemampuan ala speed boat.
Belibis
Dengan keunggulan WiSE, pemerintah lewat BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) turut kepincut untuk mengembangkan wahana ini. Mengambil nama Belibis, BPPT sejak beberapa tahun belakangan sudah membangun prototip WiSE. BPPT sementara ini mengembangkan dua tipe pertama yaitu Tipe A dan B. Saat ini, kapal bersayap ini berkapasitas optimum dengan kapasitas penumpang 8 orang dan tidak menutup kemungkinan untuk dapat menaikkan jumlah kapasitas penumpang. Selain untuk sarana transportasi, kapal bersayap ini juga dapat digunakan untuk patroli kelautan dan kegiatan bisnis yang membutuhkan kecepatan pengiriman barang. WiSE merupakan suatu alternatif sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi geografis Indonesia yang kebanyakan merupakan daerah perairan dan kepulauan.
Dengan keunggulan WiSE, pemerintah lewat BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) turut kepincut untuk mengembangkan wahana ini. Mengambil nama Belibis, BPPT sejak beberapa tahun belakangan sudah membangun prototip WiSE. BPPT sementara ini mengembangkan dua tipe pertama yaitu Tipe A dan B. Saat ini, kapal bersayap ini berkapasitas optimum dengan kapasitas penumpang 8 orang dan tidak menutup kemungkinan untuk dapat menaikkan jumlah kapasitas penumpang. Selain untuk sarana transportasi, kapal bersayap ini juga dapat digunakan untuk patroli kelautan dan kegiatan bisnis yang membutuhkan kecepatan pengiriman barang. WiSE merupakan suatu alternatif sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi geografis Indonesia yang kebanyakan merupakan daerah perairan dan kepulauan.
Belibis digadang untuk dimuati delapan orang dan punya ketinggian
sekitar dua meter di atas permukaan air dengan kecepatan maksimal 60
knots dengan lama penerbangan enam jam non stop. Prototipe WiSE Belibis
SDJ A2B sudah roll out dan menjalani uji layar terbang di Bojonegara,
Teluk Banten. Awalnya, uji model melalui aerodinamika dan uji mikro
dilakukan di Surabaya. Lalu pembuatan prototipe dilakukan oleh Carita di
Serpong dan di galangan kapal Carita di Bojonegara, Serang, Banten.
Belibis hanya memakai mesin mobil buatan Chevrolet. Penggunaan kapal
berteknologi WiSE ini tentu saja menghemat ongkos yang harus dikeluarkan
penumpang dan waktu tempuh lebih cepat.
Dengan kecepatan melebihi 300 kilometer per jam, kapal bersayap bisa
menjadi penghubung pulau-pulau terpencil atau kota-kota di pesisir yang
sulit dijangkau transportasi darat. Pembuatan prototipe ini menguras
dana sekitar Rp 10 miliar. Tapi, jika sudah diproduksi massal, harga
jualnya bisa ditekan menjadi Rp 4 miliar per unitnya. Kendati, belum
memasuki tahap operasional, WiSE sudah dipesan kalangan instansi
pemerintah,yaitu Pemda DKI Jakarta, Pemda Kepulauan Riau, Otorita Batam,
serta Basarnas (Badan SAR Nasional).
Aron Flying Ship
Bila Belibis masih dalam tahap uji coba pada prototipe, maka WiSE besutan Negeri Gingseng sudah dioperasikan, dan telah ditawarkan tahun 2013 lalu ke Indonesia. Tepatnya pada 5 April 2013, Aron Flying Ship buatan Korea Selatan melaksanakan demonstrasi terbang di Markas Kopaska Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta. Oleh manufakturnya, Aron disebut sebagai pesawat pertama di dunia yang dapat beroperasi di udara dan di air, bahkan pada cuara buruk.
Bila Belibis masih dalam tahap uji coba pada prototipe, maka WiSE besutan Negeri Gingseng sudah dioperasikan, dan telah ditawarkan tahun 2013 lalu ke Indonesia. Tepatnya pada 5 April 2013, Aron Flying Ship buatan Korea Selatan melaksanakan demonstrasi terbang di Markas Kopaska Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta. Oleh manufakturnya, Aron disebut sebagai pesawat pertama di dunia yang dapat beroperasi di udara dan di air, bahkan pada cuara buruk.
Dari spesifikasinya, Aron Flying Ship sangat mudah dalam perawatan
dan pengoperasian, berkecepatan tinggi namun tetap stabil pada kecepatan
rendah serta hemat bahan bakar. Sehingga merupakan transportasi maritim
yang sangat tepat untuk generasi mendatang. Dengan banyaknya illegal fishing dan destructive fishing,
pesawat ini dapat membantu pemerintah untuk memberantas kapal-kapal
asing illegal yang masuk ke perairan Indonesia. Pesawat ini berguna
untuk meningkatkan pertahanan dan keamanan laut nasional.
Saat ini Aron Flying Ship mempunyai tiga tipe pesawat, yaitu Aron M80
(kapasitas 8 orang), Aron MK80 (militer) dan Aron M200 (kapasitas 20
orang). Untuk Indonesia, ditawarkan tipe menawarkan Aron M80 yang
tipenya dianggap cocok dipergunakan menjaga perairan Indonesia. Berikut
spesifikasi dari WiSE buatan Korea Selatan ini.
Picu Kontroversi
Dalam perencangan strategis, Kementerian Pertahanan RI memang tidak menyiratkan untuk mendatangkan WiSE, tapi mengingat peran dan kemampuannya, wahana transpor ini mulai banyak dilirik sebagai media yang ideal untuk misi militer, tak hanya untuk pasukan khusus, tapi juga pada tugas patroli laut. Bahkan, dengan kebisaannya untuk dipersenjatai, WiSE boleh jadi pas untuk tugas penindakkan, tak sebatas memantau dan melaporkan.
Dalam perencangan strategis, Kementerian Pertahanan RI memang tidak menyiratkan untuk mendatangkan WiSE, tapi mengingat peran dan kemampuannya, wahana transpor ini mulai banyak dilirik sebagai media yang ideal untuk misi militer, tak hanya untuk pasukan khusus, tapi juga pada tugas patroli laut. Bahkan, dengan kebisaannya untuk dipersenjatai, WiSE boleh jadi pas untuk tugas penindakkan, tak sebatas memantau dan melaporkan.
Ketika ada peluang TNI melirik Aron, maka pendapat kalangan di Dalam
Negeri bermunculan, ada yang menyebut seharusnya pemerintah tidak perlu
melirik Aron, tapi langsung saja menggarap dan menuntaskan uji coba
Belibis. Pertimbangannya dari sisi teknologi dan rancang bangun, WiSE
sudah bisa dibuat oleh Industri Dalam Negeri. Belum lagi untuk urusan
harga, bila Aron per unitnya dipatok Rp5 miliar, maka Belibis bisa lebih
rendah, dikisaran Rp4 miliar. Aron boleh jadi punya teknologi dan
spesifikasi yang lebih unggul, namun jika pemerintah tidak memajukan
Belibis, maka pertanyaannya, bagaimana dengan komitmen untuk
kemandirian alutsista? (Haryo Adjie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar