Flagship kapal kombatan TNI AL dari era 80-an, KRI Fatahillah 361,
belum lama ini masuk dock untuk melaksanakan program MLM (Mid Life
Modernization) di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya Tanjung Perak,
Surabaya. Seperti dikutip dari Dispen Koarmatim (23/10), 2014Panglima
Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksamana Muda TNI Sri
Mohamad Darojatim, S.E meninjau KRI Fatahilah-361 yang tengah menjalani
MLM. KRI Fatahilah 361 telah melaksanakan MLM selama 7 bulan, dari waktu
dua tahun yang direncanakan.
Bagi yang belum familiar dengan MLM, ini adalah program modernisasi
kapal perang ketika usia kapal perang yang dioperasikan sudah mencapai
hampir batas usia ekonomis. Salah satu metode modernisasi kapal perang
adalah melalui mid life modernisation. Dalam MLM, biasanya hampir semua
instrumen kapal perang digantikan, baik CMS (Command Management System)
maupun sistem pendorong. Sedangkan platform kapal selam menjalani
proses penguatan lewat penggantian komponen. Di lingkungan armada TNI
AL, beberapa tipe kapal perang lawas sudah menjalani program ini,
seperti pada frigat Van Speijk Class yang dibuat pada dekade 60-an dan kapal selam KRI Cakra/KRI Nanggala.
Biasanya dalam program MLM di banyak Angkatan Laut dunia, kapal yang
menjalani fase ini akan mendapatkan teknologi CMS yang setara dengan
kapal perang yang lebih baru yang juga dioperasikan oleh Angkatan Laut
tersebut. Pertimbangannya adalah hal itu lebih menguntungkan dari sisi
logistik dalam hal pemeliharaan, juga lebih memudahkan dalam interoperability nantinya.
Problem MLM
Program mid life modernization (MLM) yang dilaksanakan oleh kekuatan laut Indonesia menghadapi berbagai tantangan, satu di antaranya tentang suku cadang kritis untuk berbagai komponen kapal perang. Tantangan tersebut muncul karena dalam program itu, tidak semua subsistem diganti dengan teknologi yang lebih baru. Akibatnya subsistem kapal perang keluaran program MLM merupakan campuran antara subsistem yang menggunakan teknologi yang lebih baru dengan subsistem yang masih mengandalkan pada teknologi awal yang disandang oleh kapal perang tersebut. Di situlah muncul isu suku cadang kritis bagi subsistem lama yang tidak mengalami penggantian selama program MLM dilaksanakan.
Program mid life modernization (MLM) yang dilaksanakan oleh kekuatan laut Indonesia menghadapi berbagai tantangan, satu di antaranya tentang suku cadang kritis untuk berbagai komponen kapal perang. Tantangan tersebut muncul karena dalam program itu, tidak semua subsistem diganti dengan teknologi yang lebih baru. Akibatnya subsistem kapal perang keluaran program MLM merupakan campuran antara subsistem yang menggunakan teknologi yang lebih baru dengan subsistem yang masih mengandalkan pada teknologi awal yang disandang oleh kapal perang tersebut. Di situlah muncul isu suku cadang kritis bagi subsistem lama yang tidak mengalami penggantian selama program MLM dilaksanakan.
Munculnya isu tersebut karena subsistem itu tidak lagi didukung oleh
pabrikannya, dalam bentuk produksi suku cadang. Suku cadang kritis
seringkali secara nominal tergolong murah, namun dapat berakibat
kerugian besar apabila tidak tersedia. Ketiadaan suku cadang itu atau
setidaknya kelangkaan suku cadang tersebut dapat berpengaruh pada
kinerja kapal perang secara keseluruhan. Sehingga pada akhirnya berujung
pada kerugian dalam mengamankan kepentingan nasional yang terkait
dengan domain maritim.
Bertolak dari isu seperti ini, program MLM ke depan perlu
disempurnakan pelaksanaannya. Maksudnya, semua subsistem yang secara
teknologi terus berevolusi sebaiknya diganti sekaligus dalam program
itu. Jadi bukan sekedar sistem pendorong yang diganti, tetapi juga
sewaco dan lain sebagainya. Bila biaya penggantian semua subsistem itu
dinilai harganya mendekati harga membeli kapal perang baru, tentu akan
lebih bijaksana bila melakukan pengadaan kapal perang baru sekaligus.
Namun sangat disayangkan pendekatan demikian tidak dianut oleh
kekuatan laut Indonesia. Sebagai contoh adalah modernisasi pada sistem
radar intai di KRI Fatahillah 361. Pada awal Januari 2014, Kementerian
Pertahanan (Kemhan) RI telah menandatangani kontrak dengan Ultra
Electronis Command and Control Systems senilai US$ 51 juta. Radar
pengintai yang dipasangkan di KRI Fatahillah yakni jenis Terma SCANTER 4100. Radar intai ini punya kemampuan untuk mengendus obyek di permukaan dan udara secara simultan.
Tapi sayangnya SCANTER 4100 adalah radar 2D, bisa menentukan arah dan
jarak sasaran, tetapi tak mampu menentukan ketinggian sasaran. Untuk
radar yang bisa menentukan tiga parameter sekaligus yaitu arah, jarak
dan ketinggian sasaran adalah radar 3D.
Sebelumnya kapal perang di keluarga Fatahillah Class, yakni KRI Nala
363 telah melakukan program MLM pada tahun 2013. Namun MLM di KRI Nala
363 hanya berfokus pada perbaikan permesinan dan platform, sementara
sistem Kendali Senjatanya akan di non aktifkan. Pada tahun 2009 saat
akan mengikuti Sail Bunaken, Ruang Mesin KRI Nala terbakar hebat yang
mengakibatkan kapal ini lumpuh permesinannya hingga kini. (HANS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar