Pembangunan pertahanan yang dilakukan Pemerintahan Yudhoyono
10 tahun terakhir, secara fisik cukup memuaskan. Satu demi satu
alutsista yang dibeli, berdatangan di Tanah Air. Di antara yang akan
datang helikopter serang Boeing AH-64E Guardian, heli serang murni pertama yang akan dioperasikan Pusat Penerbangan TNI AD (Puspenerbad). Wartawan Angkasa Beny Adrian melaporkan kesiapan Penerbad menyongsong heli serang canggih ini.
Sejak rencana pembelian heli serang AH-64E Guardian
menggelinding setelah KSAD (saat itu) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo
melontarkannya di sebuah kesempatan pada 2012, khalayak di Tanah Air
sejenak terkaget-kaget. Rata-rata tidak percaya saat membaca tulisan di
media yang memuat pernyataan adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
itu. Namun seiring waktu, setelah tarik-ulur baik di tingkat
Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, DPR-RI, bahkan di Kongres Amerika
Serikat sendiri, rencana itupun akhirnya disepakati.
Dalam kunjungannya ke Indonesia, Agutus 2013, Menteri Pertahanan AS
Chuck Hagel mengatakan bahwa Pentagon akan menjual delapan heli serang Apache ke Indonesia seharga 500 juta dolar AS (setara Rp 5,4 triliun). Nilai kontrak ini mencakup pembelian delapan Apache, paket radar (versi Longbow) serta pelatihan dan perawatan. Bahkan selama beberapa bulan di tahun 2013, rumor yang beredar tidak hanya sebatas Apache. Diberitakan juga bahwa TNI AD akan membeli heli angkut Sikorsky UH-60 Black Hawk dan Boeing CH-47 Chinook.
Riuh rendah pemberitaan di media serta kicauan para pemerhati dan
penggemar kemiliteran di media sosial, menjadi cerita tersendiri dalam
proses pembelian ini. Namun tanpa perlu kehebohan layaknya selebriti
yang (akan) memiliki mobil supermewah, Mako Puspenerbad langsung
menyikapi positif rencana pemerintah ini. Berbagai rencana disiapkan
dengan memperhatikan segala keterbatasan dan kelebihan yang dimiliki
Penerbad. Baik berupa kesiapan pangkalan dan segenap material di
dalamnya maupun sumber daya manusia yang kelak mengawakinya.
Ditemui di kantornya di daerah Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Komandan
Puspenerbad Brigjen TNI Benny Susianto Sip., mengatakan bahwa dengan
efektifnya kontrak pembelian Apache, maka pihaknya pun semakin agresif menyongsong kedatangan tank terbang (the flying tank)
ini. “Sejak tahun kemarin, sebelum saya menjadi komandan, sebenarnya
sudah disiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kedatangan heli ini,”
ujar alumni Akmil 1987 ini. Dengan kata lain, kata Benny
menyederhanakan, ia hanya tinggal menyeleksi dan memutuskan nama-nama
personel yang dipilih guna mengikuti pelatihan di AS nantinya.
Namun demikian, sebagai Danpuspenerbad, tentu persoalannya tidak
sesederhana itu. Sebagai pejabat baru di lingkungan Penerbad, Benny
langsung dihadapkan kepada sebuah rencana besar yaitu pembelian heli
serang. Sejak menjabat, ia seperti tidak punya kemewahan waktu untuk
berlama-lama mempelajari persoalan di satuan barunya, karena didesak
harus segera membuat keputusan penting.
Seperti soal anggaran pemerintah yang terbatas untuk memenuhi secara
ideal alutsista Penerbad, menjadi satu hal yang membuatnya harus
fleksibel. Kebijakan pemerintah pun fluktuatif, yang harus disikapi
Penerbad seirama.
Pemerintah sudah menyetujui bahwa TNI AD akan menerima delapan heli Apache dari varian terbaru dan tercanggih, yang diberi nama AH-64E Guardian (disebut juga Apache Guardian). Dari delapan heli, dua di antaranya akan dilengkapi radar kontrol penembakan AN/APG-78 Longbow,
yang mudah dikenali dari punuk menjulang di atas rotor utamanya. Sesuai
kontrak yang dibuat kedua pemerintah, heli-heli ini rencananya akan
tiba di tanah air pada tahun 2017. “Kemungkinan heli datang pada akhir
2017 atau awal 2018,” tegas Benny yang pernah menjadi Komandan Brigade
Infanteri 1 Pengaman Ibukota/Jaya Sakti Kodam Jaya.
Ketika ditanyakan kenapa memilih Apache, Benny dengan tegas mengatakan bahwa pertimbangannya adalah teknis dan strategis. “Kenapa Apache, karena dari semua heli serang yang ada, Apache
yang paling canggih. Jenis yang kami beli adalah pengembangan dari
varian D yang kemampuannya meningkat 400 persen dari seri awal. Kami
berharap semua pakai Longbow, namun (karena anggaran) akhirnya
hanya dapat dua. Dengan heli ini kita akan punya posisi tawar di
Regional,” beber Benny. Kehadiran Apache akan melengkapi dua heli serang
yang sudah eksis di Penerbad yaitu BO-105 Bolkow dan Mil Mi-35P Hind.
10 Penerbang
Setidaknya dua hal mengemuka begitu rencana pembelian Apache bergulir. Pertama, adalah soal rencana penempatannya. Pernah KSAD (saat itu) Jenderal Budiman mengatakan bahwa Apache
akan ditempatkan di Pulau Natuna di Provinsi Kepulauan Riau. Rencana
yang langsung mendapat acungan jempol karena dinilai akan segera
menaikkan pamor Indonesia sebagai negara kuat itu, toh tidak
sepenuhnya bisa diamini Penerbad. Kedua, adalah soal kesiapan jumlah
penerbang yang akan mengawaki. Dengan total 99 pesawat yang saat ini
dioperasikan Penerbad, jika memakai teori satu pesawat diawaki oleh tiga
penerbang, maka idealnya Penerbad mempunyai 297 penerbang operasional
(aktif).
Keterbatasan sarana dan prasarana Penerbad dalam mengoperasikan
belasan pesawat ini, terungkap setelah tim dari Amerika melakukan survei
di lingkungan Penerbad sehubungan Apache. Menurut tim ini, Lanumad Ahmad Yani, Semarang yang menjadi main base Penerbad saja masih dinilai banyak kekurangan. Apalagi kalau dibangun pangkalan baru di luar Pulau Jawa?
AH-64E Guardian (disebut juga Apache Guardian) merupakan varian dari keluarga heli serang Apache yang bukan hanya terbaru, juga tercanggih. Seperti dikutip Commando (Antonius KK, Vol. 9 No. 5), varian yang semula diberi desainasi AH-64D Apache Longbow Block III (atau AH-64D Apache Block III) ini dilengkapi fitur-fitur serba melebihi varian sebelumnya, dengan kapabilitas tempur dan survivabilitas lebih tinggi.
Kalau dipilah, setidaknya ada tiga kesaktian baru yang membuatnya
dikategorikan heli serang generasi anyar. Ketiganya adalah efektivitas
operasional, survivabilitas, dan letalitas. Dibanding varian lawas, pada
Guardian ketiga aspek tersebut ditingkatkan signifikan.
Efeknya bukan hanya daya gempur dan daya gentar yang meningkat,
efektivitas pemakaiannya pun (dari sisi operasional dan teknologi)
diperkirakan layak hingga melewati 2030.
Efektivitas operasional
Guardian mengusung sistem propulsi yang jauh ditingkatkan
ketimbang AH-64D. Sistem propulsi baru tersebut merupakan kombinasi dari
mesin lebih bertenaga, sistem transmisi diperbarui serta bilah
baling-baling utama atau rotor yang baru. Guardian ditenagai sepasang mesin turboshaft General Electric T700-GE-701D, menggantikan T700-GE-701C andalan Longbow.
Ada empat fitur baru yang disematkan pada T700-GE-701D, yaitu ruang pembakaran yang ditingkatkan (advanced combustor), sistem pendinginan turbin yang ditingkatkan (improved turbine cooling), komponen turbin baru (single crystal turbine nozzle), dan lapisan penyekat panas lebih baik (advanced thermal barrier coating).
Keempatnya mendongkrak semburan tenaga yang dihasilkan T700-GE-701D
sebesar 5%. Hebatnya, fitur-fitur baru ini tidak menambah bobot kosong
mesin.
Sistem transmisi Guardian disebut ART (advanced rotorcraft transmission) berintikan split-torque face gear technology.
Boeing mengklaim ART mampu menyalurkan daya lebih baik yaitu
peningkatan 25% daya tersalurkan ketimbang transmisi lawas. Lagi-lagi,
bobot sistem transmisi baru ini tidak bertambah berat ketimbang
transmisi sebelumnya.
Mesin perkasa dan transmisi unggulan ditopang baling-baling (rotor)
jempolan. Bilah rotor utama merupakan buah riset bareng Boeing dan DARPA
bertajuk AARP (Affordable Apache Rotor Program). Bilah rotor utama Guardian memiliki efisiensi daya angkat lebih besar 3% ketimbang rotor varian sebelumnya.
Sistem propulsi membuat Guardian mampu mengangkat bobot
total (bobot kosong plus muatan) 500 lbs lebih besar ketimbang AH-64D,
seperti disinggung di atas, tidak membuat bobot kosongnya lebih berat.
Artinya, ada margin lebih besar yang bisa dipakai untuk menambah muatan
maupun untuk meningkatkan kelincahan manuver (karena rasio daya dorong
per beratnya meningkat).
Seperti prosesor komputer juga disentuh dengan memungkinkan ditingkatkan. Databus pada Guardian ditingkatkan sehingga loadingtime dipersingkat dan mampu menampung lalu lintas data lebih besar dengan kecepatan lebih tinggi. Databus berkemampuan lebih tinggi memungkinkan missionsystemGuardian menerima fungsi-fungsi baru sesuai kapabilitas misi yang diperluas. Peningkatan ini ada hubungannya dengan kemampuan Guardian mengontrol aset udara lain, yang akan meningkatkan letalitasnya.
-- Artikel selengkapnya dapat dibaca di Maj. Angkasa edisi Oktober 2014 --
Tidak ada komentar:
Posting Komentar