Ada beberapa paramater yang menjadikan suatu kapal selam layak disebut canggih, sebut saja dari teknologi sensor, sonar, dan sistem senjata yang dibawa. Tapi lain dari itu, kehandalan kapal selam juga ditentukan dari kemampuan endurance (daya tahan) selama waktu operasi penyelaman. Semakin lama kapal selam mampu bertahan di bawah permukaan laut, maka kapal selam tersebut punya poin emas dalam melaksanakan operasi tempur bawah air.
Terkait hal diatas, meski belum ada konfirmasi resmi dari pihak DSME (Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering) selaku manufaktur Nagabanda Class (versi Korea – Changbogo Class), kabarnya unit ketiga Nagabanda Class, yakni KRI Nagarangsang 405 akan sedikit terlihat beda dari dua unit kapal selam Nagabanda Class lainnya, yaitu KRI Nagabanda 403 dan KRI Trisula 404. Sebab musababnya KRI Nagarangsang 405 dirancang punya ukuran lebih panjang dan bobot lebih besar dari kedua saudaranya.
Prediksi lebih panjang dan lebih besarnya bobot KRI Nagarangsang 405 diduga terkait adopsi teknologi AIP (Air Independent Propulsion) fuel cell. Dengan penambahan modul AIP fuel cell, menjadikan panjang kapal selam akan bertambah 5 – 6 meter pada bagian buritan. DSME sendiri memang menawarkan konsep AIP untuk Changbogo Class. Di keluarga kapal selam Type 209, AIP sudah diterapkan pada Poseidon Class milik AL Yunani (Type 209/1200) yang memasang modul AIP Polymer Electrolyte Membrane (PEM) system 120 kW buatan Siemens yang panjangnya 6 meter.
Kapal selam Poseidon AL Yunani, salah satu keluarga Type 209 yang mengadopsi teknologi AIP.
Bila kapal selam bertenaga nuklir punya keunggulan menyelam dalam waktu yang cukup lama hingga berbulan-bulan di bawah permukaan, maka kapal selam diesel listrik punya kemampuan selam yang tidak terlalu lama, hitungannya maksimum 3 sampai 4 minggu kapal selam harus muncul ke permukaan, baik langsung atau menggunakan snorkel. Nah, untuk mencapai endurance waktu selam yang maksimal, kapal selam diesel listrik mengandalkan sokongan tenaga dari AIP.
Secara teori, bila kapal selam nuklir yang menggunakan panas dari peluruhan bahan radioaktif di reaktornya yang akan digunakan untuk menghasilkan steam yang digunakan pada steam turbine dan dikopel ke propelernya sebagai penggerak atau dihubungkan ke generator listrik untuk membangkitkan listrik. Maka kapal selam diesel listrik mendapatkan tenaga dari hasil pembakaran bahan bakarnya, dan sebagaimana kita tahu untuk menghasilkan pembakaran atau api diperlukan udara dalam hal ini oksigen, teknologi ini menggunakan hydrolisis yang akan menghasilkan gas HHO yang membutuhkan energi listrik untuk melepaskan ikatan hidrogen dan oksigen di air, di tambah lagi air luat memiliki kadar garam yang tinggi yang tentu memerlukan peralatan distilasi lagi yang tentu membutuhkan tenaga lagi. Oleh karenanya kapal selam diesel listrik bertindak seperti ikan paus yang sesekali muncul kepermukaan untuk menghidupkan mesin diselnya yang akan men-charge baterai yang tentu saja memerlukan waktu yang tidak sedikit.
Ruang mesin pada kapal selam diesel listrik.
Konfigurasi dan struktur pada Type 209.
AIP dalam penjabarannya terdiri dari AIP Closed Cycle Diesel Systems, AIP Closed Cycle Steam Turbine, MESMA (Module d’Energie Sous-Marine Autonome), AIP Fuel Cell Systems, AIP Based Stirling engine, dan AIP hyrdogen peroxide system. Prinsip kerja AIP seperti mekanisme penggerak di pesawat antariksa. AIP selain membawa bahan bakar, juga membawa udara (oksigen) yang dibutuhkan untuk pembakaran.
AIP fuel cell systems, pada prinsipnya adalah sistem propulsi yang merupakan penggabungan sistem konvensional yang terdiri dari generator diesel dengan baterai asam timbal dengan dengan sel bahan bakar yang dilengkapi dengan oksigen dan penyimpanan hidrogen. Sistem ini terdiri dari sembilan PEM (membran polimer elektrolit) sel bahan bakar dan masing-masing memberikan tenaga antara 30kW sampai dengan 50kW.
Dari roadmap-nya, fuel cell merupakan penemuan mutakhir dari teknologi AIP kapal selam. Mesin ini mampu menghasilkan energi listrik untuk baterai kapal selam yang didapat dari proses kimiawi paduan oksigen dan hidrogen. Berbeda dengan sistem AIP sebelumnya, cara kerja perangkat ini tidak menimbulkan suara dan tidak menghasilkan gas buang. Kehadiran sistem ini membuka peluang untuk memodemisasi kapal selam konvensional yang berkemampuan selam setara dengan kapal selam nuklir.
Dengan mencangkok AIP fuel cell, KRI Nagarangsang 405 bakal punya kemampuan menyelam sekitar tiga minggu sebelum kapal selam mengisi baterai kembali. Dengan kemampuan mesin diesel dan AIP fuel cell, kapal selam selam Type 209 TNI AL terbaru ini akan punya jarak jelajah hingga 12.000 mil (19.300 Km).
Sikap DSME Masih “Setengah Hati”
Meski ada potensi untuk adopsi AIP fuel cell untuk KRI Nagarangsang 405 yang nanti akan dibangun di galangan PT PAL, Surabaya. Namun beberapa kalangan masih meragukan, pasalnya pihak DSME begitu membatasi proses alih teknologi dalam pengerjaan kapal selam. Seperti ada kabar perwakilan PT PAL hanya diberi kesempatan belajar dengan melihat (learning by seeing).
Sebagai reaksi dari kabar tersebut, Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI melakukan bantahan. Dikutip dari m.tempo.co (26/6/2013), Kemhan membantah jika pemerintah Korea Selatan setengah hati memberikan ToT (transfer of technology) pembuatan kapal selam kepada Indonesia. Korea Selatan punya alasan kuat menolak perwakilan dari PT PAL ikut mengerjakan kapal selam pesanan Indonesia.
“Menurut mereka pembangunan kapal selam punya resiko sangat tinggi,” kata Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda Rachmad Lubis. Korea Selatan menyebut kapal selam merupakan produk alat utama sistem persenjataan dengan standar kualitas tinggi. Berbeda dengan kapal perang biasa, kapal selam diwajibkan punya kemampuan menyelam hingga 350 meter dari permukaan laut sehingga tak boleh ada sedikit pun kesalahan. Jika tidak, nyawa dan reputasi produsen kapal selam jadi taruhan. (Bayu Pamungkas)
Indomil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar