Disamping kecanggihan sistem navigasi, kecepatan maksimum, dan dukungan persenjataan, faktor combat radius adalah elemen penting dalam pemilihan tipe jet tempur baru TNI AU. Dengan kondisi geografis Indonesia yang begitu luas, maka jangkauan kemampuan terbang dan combat radius begitu vital dicermati. Dengan combat radius yang maksimal, maka kehadiran kekuatan udara dapat menjangkau hotspot secara optimal. Tak pelak urusan combat radius menjadi bagian dari efek deteren dari kekuatan udara.
TNI AU dalam gelar operasionalnya memang punya banyak pangkalan aju, tapi harus diakui untuk mengaktifkan pangkalan aju guna menunjang misi khusus tentu perlu waktu persiapan. Idealnya TNI AU dapat memanfaatkan pesawat tanker udara. TNI AU punya dua unit KC-130B Hercules yang di datangkan sejak tahun 1960, satu unit diantaranya A-1310 jatuh di Medan pada 30 Juni 2015 lalu. Sehingga kini untuk misi air refuelling, TNI AU hanya mengandalkan satu unit KC-130B Hercules dengan nomer A-1309. Pengadaan pesawat tanker udara jenis baru pun sudah masuk dalam perencanaan strategis, namun sayang hingga kini belum ada kabar kelanjutannya.
Jangkauan terbang dan combat radius tentu tak bisa dipukul rata, berbicara tentang dua hal tersebut maka akan bergantung pada konfigurasi persenjataan dibawa pesawat dalam suatu misi, semisal misi CAP (combat air patrol) dan ground attack pasti membawa konsekuensi berbeda pada performa pesawat. Kemudian soal kapasitas bahan bakar yang dibawa, apakah jet tempur membawa drop tanks atau conformal fuel tanks. Kesemua ramuan tersebut bila dikalkulasi akan membawa perhitungan yang berbeda tentang combat radius dan kecepatan jet tempur.
Namun, dalam visual map dibawah ini bisa disajikan ilustrasi yang menarik dari jangkauan terbang ‘standar’ dari jet-jet tempur TNI AU yang eksis, seperti F-16 C/D Fighting Falcon, Hawk 209, Sukhoi Su-27/Su-30 Flanker, menariknya lagi ada visual ilustrasi map dari jangkauan terbang kandidat jet tempur baru untuk TNI AU, seperti Eurofigfher Typhoon, dan Saab JAS 39 C/D Gripen. Sayang skema visual Su-35 Super Flanker belum kami dapatkan.
Perlu dicatat, ini hanya sekedar ilustrasi, tidak diketahui persis apakah jet tempur mengusung tanki bahan bakar eksternal (drop tanks) atau tidak. Yang jelas ilustrasi tidak dalam skala penggunaan air refuelling. Sebagai titik pangkal perhitungan, dtampilkan posisi beberapa lanud (pangkalan udara) kelas A TNI AU yang menjadi homebase Skadron jet tempur. (Gilang Perdana)
F-16 A/B, F-16 C/D, Hawk 209, dan Sukhoi Su-27/30 TNI AU
Keterangan
F-16 C/D
– Maximum speed: At sea level: Mach 1.2 (1.470 km/h)
At altitude: Mach 2 (2.120 km/h) clean configuration
– Combat radius: 340 mi (550 km) on a hi-lo-hi mission with four 1,000 lb (450 kg) bombs
– Ferry range: 2,280 nmi (4.220 km) with drop tanks
Hawk 209
– Maximum speed: 1.037 km/h at sea level
– Maximum speed: Mach 1.2 (never exceed at altitude)
– Cruising speed: 796 km/h at 12,500 m
– Range: 892 km internal fuel only
– Combat range: 617 km with 3x Sea Eagle and 2x 592 l
– Ferry range: 1.950 km with 3 drop tanks
Sukhoi Su-30 MK2
– Maximum speed: Mach 2.0 (2,120 km/h)
– Range: 3,000 km
Sukhoi Su-27 SK
– Maximum speed: Mach 2.35 (2,500 km/h)
– Range: 3.530 km
Eurofighter Typhoon
Sumber: Hasil repro dari brosur resmi Eurofighter Typhoon.
Dalam paparannya kepada Indomiliter.com, Paul Smith, pilot demo Eurofighter Typhoon memberikan simulasi gelar radius tempur Typhoon dengan CFT (Conformal Fuel Tanks) saat pesawat ini lepas landas dari lanud Iswahjudi – Madiun, lanud Supadio – Pontianak, lanud Hasanuddin – Makassar, dan lanud Roesmin Nurjadin – Pekanbaru. Keempat lanud tersebut merupakan pangkalan utama TNI AU tempat home base dari skadron tempur. Dalam radius tempur (lihat di gambar estimasi), nampak Typhoon dapat menjangkau titik potensial hotspot untuk melakukan intercept yang cukup jauh dari pangkalan. Di sisi selatan, bahkan Typhoon mampu menerobos sisi Australia bagian utara, dan di sisi utara, Typhoon dapat menjangkau daratan Thailand serta meng-coverage hingga wilayah Samudera Hindia.
Dengan adopsi dua CFT, dimana setiap CFT dapat memuat 1.500 liter, maka combat radius Typhoon dapat meningkat 25%, tentu tergantung pada konfigurasi persenjataan yang dibawa. Dengan 5 ton bahan bakar, standarnya Typhoon punya jangkauan 2.900 Km. Sementara bicara combat radius, bergantung pada misi yang diemban, semisal antara ground attack dan air defence punya perbedaan yang amat kentara. Di luar adopsi CFT dan air refuelling, dengan membawa 3 drop tanks, Typhoon dapat terbang ferry hingga 3.790 Km.
Tampilan bodi Typhoon dengan CFT.
Maximum speed:
At altitude: Mach 2 class (2,495 km/h)
At sea level: Mach 1.25 (1,470 km/h)
Supercruise: Mach 1.5
Range: 2.900 km
Combat radius:
(with 3 external 1,000 l tanks)
Ground attack, lo-lo-lo: 601 km (325 nmi)
Ground attack, hi-lo-hi: 1,389 km (750 nmi)
Air defence with 3-hr combat air patrol: 185 km (100 nmi)
Air defence with 10-min. loiter: 1,389 km (750 nmi) [326][336]
Ferry range: >3,790 km (2,350 mi with 3 drop tanks)
Saab Jas 39 C/D Gripen
Sumber: Saab AB.
Maximum speed: Mach 2 (2,204 km/h) at high altitude
Combat radius: 800 km
Ferry range: 3,200 km with drop tanks
Ilustrasi jangkauan jet tempur AU Singapura F-15SG.
Indomil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar