Seperti telah disinggung di artikel sebelumnya, bahwa pesawat Patmar (patroli maritim) terbaru milik
Puspenerbal TNI AL, yakni CN-235 220M NG (next generation) TNI AL
dibekali dua teknologi sensor unggulan, yaitu radar intai Ocean Master 400
buatan Thomson CSF dan perangkat FLIR SAFIRE III. Bila serba serbi
Ocean Master 400 telah kami ulas di artikel terdahulu, kini giliran
sosok FLIR di CN-235 MPA (maritime patrol aircraft) yang menarik dikupas
lebih dalam.
FLIR adalah kependekan dari istilah Forward Looking Infra Red,
dan sudah lumayan familier disebut-sebut dalam istilah dunia
kemiliteran. FLIR digadang sebagai sebuah terobosan bagi pencitraan guna
mengenali identitas suatu target dalam kondisi keterbatasan pengamatan
visual. Dengan mencangkong kemampuan kamera infra red dan thermal
imaging, operasi militer dapat dilakukan dengan akurasi tinggi meski
dilakukan pada malam hari, bahkan dengan asupan sensor panas, sosok
target dapat tergambar secara detail.
Tapi lepas dari definisi dan kemampuan teknologi FLIR, sejatinya FLIR
adalah nama suatu perusahaan di AS yang fokus pada bisnis teknologi
pengindraan dan pengembangan perangkat pertahanan. Adopsi FLIR bisa
dibilang sudah cukup luas oleh beragam matra. Selain populer dipasang di
jet tempur, helikopter dan kapal patroli, FLIR juga menjadi perangkat
intai unggulan di setiap pesawat patmar. Dalam konteks pesawat intai di
lingkungan TNI, FLIR sudah disematkan mulai dari CN-235 220 MPA TNI AU, NC-212 200 MPA TNI AL, hingga pesawat intai nirawak (UAV) Wulung yang buatan Dalam Negeri.
Wujud FLIR pada pesawat atau helikopter umumnya serupa, berupa modul
multi kamera dan sensor yang dapat berputar 360 derajat. Tapi untuk
urusan kinerja, FLIR punya beragam varian yang punya performa berbeda.
Penempatan FLIR pun tak sama di setiap wahana. Ambil contoh di NC-212
200 MPA, FLIR yang berbentuk bulat ditempatkan dibawah hidung radar (nose dome).
Sebaliknya di CN-235 MPA, modul FLIR ditanam dibawah body pesawat.
Dengan penempatan FLIR di perut pesawat, maka sudut pandang pada
permukaan yang bisa dijangkau menjadi luas tanpa adanya hambatan.
FLIR SAFIRE III
Selain membantu identifikasi sasaran dalam kegelapan, terobosan terbaru FLIR juga memungkinkan identifikasi dilakukan dari ketinggian terbang yang maksimum, hal ini pastinya berguna dalam pola operasi, pesawat intai tak harus terbang rendah untuk mendekati sasaran. Artinya secara umum, teknologi pengindraan ini dapat menghemat konsumsi bahan bakar pada pesawat. Bila NC-212 200 MPA dan CN-235 220 MPA TNI AU menggunakan Chilo FLIR buatan Thales Optronique. Maka CN-235 220 NG MPA TNI AL sudah dibekali perangkat FLIR yang lebih maju, yaitu mengadopsi FLIR SAFIRE III.
Selain membantu identifikasi sasaran dalam kegelapan, terobosan terbaru FLIR juga memungkinkan identifikasi dilakukan dari ketinggian terbang yang maksimum, hal ini pastinya berguna dalam pola operasi, pesawat intai tak harus terbang rendah untuk mendekati sasaran. Artinya secara umum, teknologi pengindraan ini dapat menghemat konsumsi bahan bakar pada pesawat. Bila NC-212 200 MPA dan CN-235 220 MPA TNI AU menggunakan Chilo FLIR buatan Thales Optronique. Maka CN-235 220 NG MPA TNI AL sudah dibekali perangkat FLIR yang lebih maju, yaitu mengadopsi FLIR SAFIRE III.
Beberapa sumber menyebutkan, FLIR SAFIRE III di CN-235 MPA TNI AL
sudah dapat mengidentifikasi kapal-kapal nelayan pada ketinggian 13.000
kaki (setara 4 km). Dalam modull FLIR SAFIRE III atau disebut sebagai
gyro-stabilized EO (electro optical)/IR (infra red) systems,
dapat membawa hingga 7 perangkat sensor, terdiri dari thermal imager
dengan 71x zoom, color zoom camera, spotter scope, low light camera,
laser rangefinder, dan digital IMU/GPS. Modul bekerja dalam 5 axis
stabilization, selain dapat berputar 360 derajat, modul FLIR dapat
memainkan sudut elevasi mulai dari +30 derajat hingga -120 derajat.
FLIR SAFIRE III punya bobot 44 kg dengan dimensi 380 x 450 mm. Karena
merupakan perangkat dengan paduan sensor sensitif, FLIR SAFIRE III
hanya dapat dioperasikan dalam kondisi ideal, yaitu -40 sampai 55
derajat Celcius.
Meski kondang dalam istilah militer, FLIR juga punya andil besar
dalam kegiatan sipil. Sebut saja dalam pencarian titik panas (hotspot)
saat kebakaran hutan dan mencari orang yang hilang di hutan. Dalam misi
militer, FLIR kerap digunakan untuk proteksi pada VIP, menetralisir
posisi sniper, pengintaian di padang pasir, intai di lautan saat
gelombang tinggi, dan masih banyak lainnya. Kabarnya, lebih dari 500
FLIR SAFIRE III kini telah terpasang diberagam wahana. (Gilang Perdana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar