Indonesian Airways didirikan pada tahun 1949 oleh perwira-perwira
AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) yang waktu itu berada di India,
dibantu oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di India
serta perwakilan RI di Rangoon, Burma. Sejarah penerbangan Indonesian
Airways di Burma merupakan sejarah perjuangan perwira-perwira AURI yang
bermodalkan sebuah pesawat DC- 3 Dakota sumbangan rakyat Aceh yaitu
RI-001 Seulawah.
Berkat kerja keras dan usaha gigih saat itu, armada IndonesianAirways
berkembang menjadi tiga buah pesawat dengan dibelinya dua pesawat DC-3
yaitu RI-007 dan RI-009. Pengiriman pesawat RI-001 Seulawah ke India
adalah dalam rangka penyiapan pesawat terbang untuk mengevakuasi pejabat
pemerintah RI (presiden dan wakil presiden) ke India, kalau diperlukan.
Pesawat tersebut diawaki oleh J.H.Maupin, J. Tate, Opsir Udara III
Soetardjo Sigit, Wollinsky dan Letnan Muda Udara Soemarno serta
Caesselberry sebagai ahli teknik.
Opsir Udara III Sutardjo Sigit waktu itu menjabat sebagai Komandan
Pangkalan Udara Bukittinggi, Gadut, merangkap Komandan Pangkalan Udara
Payakumbuh dan Waterbase Danau Singkarak, secara mendadak diperintah
Kasau untuk ikut dalam pesawat Dakota RI-001 bertindak sebagai co-pilot.
Pesawat berangkat dari Maguwo menuju India lewat Jambi, Payakumbuh,
Lhoknga, Rangoon baru ke India.
Tanggal 1 Desember 1948 dengan rute Maguwo ke Jambi dilanjutkan ke
Gadut, dikarenakan landasan di Gadut rusak maka pesawat dialihkan dan
mendarat di Payakumbuh. Penerbangan dilanjutkan tanggal 4 Desember
dengan tujuan Lhoknga (Aceh), kemudian tanggal 6 Desember dari Lhoknga
menuju ke Rangoon, Burma dan diakhiri tanggal 7 Desember dengan rute
Rangoon ke Calcuta (India). Sesampai di Calcuta pesawat mengalami
overhaul mesin serta pengecatan kamuflase serta pema-sangan long range
tanks (tangki jarak jauh) yang memakan waktu kurang lebih tiga minggu.
Setelah semua pekerjaan overhaul terhadap RI-001 Seulawah
diselesaikan, pesawat siap untuk memulai tugas penerbangan dan tanggal
26 Januari 1949 pesawat diterbangkanke Rangoon, Burma. Sesampai di
Rangoon dan atas bantuan dari Marjunani, Kepala Perwakilan RI di Burma,
pesawat siap untuk dioperasikan dan tanggal 1 Februari 1949 sudah
melayani penerbangan carter atau sewa dari pemerintah Burma. Pada
dasarnya operasi penerbangan Indonesian Airways di Burma dikelompokkan
dalam dua jenis yaitu :
1. Government charter flight. Pada
umumnya berupa penerbangan-penerbangan untuk keperluan angkatan
bersenjata dan pemerintah Burma. Untuk kebutuhan militer tersebut RI-001
dicarter untuk mengangkut kebutuhan logistik, pengedropan
barang/logistic dari udara maupun untuk mengevakuasi korban yang terluka
dalam pertempuran. Kadang-kadang dicarter untuk penerbangan VIP seperti
saat menerbangkan salah seorang menteri dari Negara bagian Shan untuk
meninjau daerahnya. Pesawat tidak dapat mendarat karena mendapat
tembakan dari tentara pemberontak sehingga memutuskan untuk kembali ke
Rangoon.
2. Charter flight commercial. Berhubung
waktu itu pemerintah Burma hanya menguasai kota-kota di pantai Selatan,
beberapa kota di daerah tengah serta beberapa kota di bagian Utara dekat
perbatasan dengan India dan China, maka satu-satunya alat transportasi
yang dapat diandalkan adalah pesawat terbang, karena jalan darat maupun
jalan sungai dikuasai pihak pemberontak. Tidak mengherankan, semua
kebutuhan hidup dari penduduk kota-kota pantai maupun penduduk kota di
daerah tengah dan pedalaman hampir seratus persen tergantung dari
transportasi udara sehingga pesawat RI-001 selalu mengangkut dua jenis
barang.
Dari kotakota di daerah pantai ke pe-dalaman berupa barang-barang
kebutuhan hidup seperti kain dan pakaian, alat-alat rumah tangga serta
obat-obatan. Sedangkan dari daerah pedalaman ke kota-kota di pantai,
pesawat membawa barang berupa produk pertanian dan peternakan. Yang
paling merepotkan adalah ketika harus mengangkut cabai kering karena
debu dari karung-karung cabai kering menyebabkan kru pesawat batuk dan
bersin serta mata berair karena pedih.
Pesawat RI-007 dan RI-009
Dengan keberhasilan dalam pelaksanaan berbagai operasi penerbangan di
Burma tersebut, Indonesian Airways semakin maju ditambah dengan
meningkatnya permintaan carter pesawat, maka diputuskan untuk membeli
tambahan pesawat jenis DC-3 yang disewa dari Hongkong yang kemudian
diberi registrasi RI-007. Dengan adanya dua pesawat maka awak pesawat
bertambah jam kerjanya, yang sebelumnya terbang setiap dua hari sekali
menjadi tiap hari melakukan penerbangan.
Untuk mengatasi kelelahan awak pesawat maka dilakukan penambahan
jumlah awak, yaitu dua orang captain pilot yaitu Wiss dan Chet Brown,
dua orang first officers (Bob Budiarto dan Syamsudin Noor,
keduanya diambil dari rombongan kadet yang dikirim ke India) dan dua
orang radio operator (Soemadyo dan Soesatyo, keduanya dikirim AURI dari
Indonesia). Dengan dua pesawat tersebut ternyata Indonesian Airways
masih kewalahan menerima penerbangan carter, maka untuk mengatasinya di
lakukan penambahan satu pesawat lagi yang diberi registrasi RI-009.
Untuk pengoperasiannya dilakukan penambahan awak lagi. Mereka adalah dua orang captain pilot (Kuhlmeier dan Bussart), dua orang officers (Dick
Suharsono Hadinoto dan Lippy Soesatijo, diambil siswa India) dan dua
radio operator (Haryanto dan Soewastomo, keduanya dari AURI). Berhubung
anggota AURI yang bergabung dalam Indonesian Airways sudah mencapai 12
orang maka diputuskan untuk menyewa rumah sendiri sebagai asrama.
Pendidikan Penerbang di Burma
Dengan kedatangan tambahan 4 orang captain pilot lagi (Pottschmidt,
Hicks, Cutburt dan Seiler), maka Indonesian Airways dapat melaksanakan
rencana pendidikan enam orang first officers menjadi captain
pilots dengan tipe rating C-47, DC-3, serta memperoleh pilots licence
dari Civil Aviation, Burma. Untuk keperluan pendidikan tersebut
dilaksanakan:
- Latihan terbang berupa conversion flight training pada multi engined aircraft untuk mendapat type rating ataspesawat C-47 dan DC-3.
- Ground school yang meliputi pengetahuan tentang meteorologi, navigasi, rules of the air. Teknik pesawat terbang yang diselenggarakan oleh instruktur yang ditunjuk dari Director of Civil Aviation, Burma.
Setelah perjuangan yang cukup berat 6 orang yang ikut pendidikan dinyatakan lulus dan memperoleh pilots licence, Burma dengan rating C-47 dan DC-3.
Sumbangannya untuk Perjuangan Kemerdekaan RI:
- Dua kali menyelundupkan senjata, amunisi serta alat-alat telekomunikasi ke Aceh.
- Membiayai latihan pendidikan terbang bagi 20 orang kadet AURI di India.
- Membiayai perwakilan-perwakilan RI di luar negeri : di Timur Tengah, India, Thailand dan Singapura.
- Membiayai anggota AURI yang dikirim untuk mengikuti pendidikan di Feati Institute of Technology, Manila, Philipina.
Setelah perjuangan yang cukup berat 6 orang yang ikut pendidikan dinyatakan lulus dan memperoleh pilots licence,
Burma dengan rating C-47 dan DC-3. Pada bulan Juni 1950, Indonesian
Airways di Burma dilikuidasi dan diperintahkan kembali pada induknya
yaitu AURI. Sebagai konsekuensinya pesawat RI-001 diserahkan kepada
AURI, Pesawat RI-007 disumbangkan ke pemerintah Burma, dan Pesawat RI-
009 yang disewa dikembalikan pada pemiliknya di Hongkong. Sebagian dari
captain pilot asing diajak ke Indonesia untuk membantu menyiapkan Dinas
Angkutan Udara Militer (DAUM) yang beroperasi di Lanud Andir, Bandung.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar