Sabtu, 09 November 2013

SBY disadap Australia, BIN didesak turun tangan

SBY disadap Australia, BIN didesak turun tangan
Kunjungan peserta Lemhanas ke Istana. ©Rumgapres/Abror Rizki

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, tidak ada gunanya Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa memanggil duta besar Australia untuk Indonesia terkait penyadapan. Menurut Mahfudz, jawaban duta besar Australia normatif dan tidak akan mengakui.

"Kerja intelijen tertutup. Ketika Menlu panggil Australia mereka akan menjawab dengan normatif. Kalau mau tahu, di sinilah BIN harus bergerak," kata Mahfudz di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (8/11).

Mahfudz menilai, masalah penyadapan lintas negara sudah krusial. Kalau mau membalas, menurut Mahfudz, harus ada kontra intelijen.

Ia melihat, masalah teknologi intelejen yang digunakan Indonesia banyak menggunakan produksi Eropa. Menurut Mahfud, Jerman salah satu negara dengan kemampuan teknologi yang bagus juga disadap oleh Amerika Serikat selama 10 tahun.

"Setahu saya Lembaga Sandi Negara, banyak menggunakan produk dari Eropa. Memang untuk aplikasinya didesain sendiri," ujar Mahfudz.

Hal yang mungkin dilakukan saat ini adalah dengan membangun sistem informasi aman. Menurutnya, saat ini arah intelijen Amerika Serikat tak menyadap pimpinan kepala negara lain, masyarakat sipil juga dicuri kegiatan komunikasinya.

"Kalau sipil sudah disadap, berarti semua informasi pembicaraan orang satu negara diawasi. Terus siapa yang jamin data itu tidak bocor. Sebaiknya ke depan kita bangun sistem informasi yang aman, karena sekarang ini masih rentan," kata Mahfudz.

Dugaan adanya penyadapan oleh pemerintah Australia terhadap Indonesia diketahui berdasarkan kesaksian pembocor intelijen Dinas Rahasia Keamanan AS Edward Snowden yang dipublikasikan oleh media Australia. Media itu menyebut bahwa Kedutaan Australia dan AS di Jakarta memiliki fasilitas penyadapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar