Konflik SARA di Ambon pernah sangat mengerikan. Situasi semakin buruk saat gudang senjata Brimob dijarah. Sejumlah anggota TNI maupun Polri yang desertir dan bergabung dalam kerusuhan berdarah itu.
Mabes TNI kemudian mengirimkan batalyon elite yang terdiri dari Sat-81 Kopassus, Denjaka Marinir, dan Bravo Korpaskhas. Mereka ditugaskan selalu bergerak untuk menghentikan baku tembak di titik-titik panas sekaligus mencegahnya meluas.
Bulan Oktober tahun 2000, Kompi C YonGab bergerak ke Saparua. Di sebuah desa, pasukan ini terlibat tembak menembak sengit dengan kelompok perusuh.
Cerita itu tertuang dalam buku Biografi Marsma (Pur) Nanok Soeratno, Kisah Sejati Prajurit Paskhas yang ditulis Beny Adrian dan diterbitkan PT Gramedia.
Kapten Psk Yudi Bustami yang memimpin kompi itu mengingat dari tembakan dan perlawanan, kelompok perusuh merupakan orang-orang yang terlatih.
Benar saja. Tiba-tiba ada teriakan meminta pertolongan medis. Seorang prajurit terkena tembakan di kepala.
Korban tertembak adalah Serda Asrofi, Komandan Regu dari Kopassus. Asrofi awalnya berlindung di balik tembok. Dia tertembak seditik setelah melongokan kepalanya untuk melihat situasi. Rupanya penembak jitu sudah mengincar posisi pasukan ini.
Peluru menghantam helm kevlarnya. Mengenai pelipis kiri hingga tembus ke pelipis bagian kanan.
Yudi memerintahkan tindakan evakuasi. Masih terdengar erangan kesakitan dari Serda Asrofi. Yudi yakin nyawa sersan pemberani ini masih bisa diselamatkan karena ada kapal TNI AL yang masih stand by di perairan Saparua.
Bukan perkara mudah melakukan evakuasi di tengah pertempuran. Empat personel yang mengangkut tandu darurat tentu bakal jadi santapan empuk. Yudi melakukan tindakan berani. Dia berlari di belakang tandu untuk menjadi tameng hidup bagi para prajuritnya yang memegang tandu.
Saat tandu berhenti sejenak di bawah sebuah pohon Ketapang, tepat di perbatasan Kampung Sori Muslim dan Kristen. Kopda Asep memeriksa kondisi Serda Asrofi. Tarikan nafasnya makin lemah. Tamtama kesehatan itu lalu berbisik pada Yudi.
“Komandan, ini tidak akan sampai di kapal,” kata Asep.
Yudi mencoba bersikap bijak. “Mari doakan yang terbaik,” ujarnya lirih.
Tubuh Asrofi terkulai melemah di pangkuan Asep yang dengan telaten merawat rekannya itu. Suasana haru, di dalam hati masing-masing terucap doa pada Allah SWT agar prajurit terbaik itu bisa selamat dan kembali ke rumah menemui keluarganya. Namun hari itu takdir berkata lain, TNI kehilangan seorang prajuritnya di medan tugas Tanah Saparua.
Tepat di bawah Pohon Ketapang itu Serda Asrofi gugur di pangkuan Kopral Asep Darma. Yudi menolak memakamkan Serda Asrofi di Desa Muslim atau Kristen. Dia membawa pulang jenazah anak buahnya itu.
Kejadian ini menyadarkan warga dua desa tak ada keberpihakan YonGab di Ambon. Bahkan salah seorang prajuritnya harus gugur karena mendamaikan kelompok yang bertikai.
Kompi C terus berada di Saparua selama tiga minggu lamanya. Mereka meneruskan tugas untuk merazia senjata api dan mendamaikan konflik SARA yang membuat Ambon menangis. (Merdeka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar