Minggu, 04 Mei 2014

Chappy Hakim, “Pilot” Para Patriot

Marsekal (Purn) Chappy Hakim (ist)

Proses Penyelidikan terkait tewasnya tiga teknisi jet tempur Sukhoi di Makssar akhirnya dihentikan. Penyidik Polda Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat menyimpulkan bahwa saksi sekaligus korban sudah tewas sehingga tidak ada yang dapat diminta keterangan.
Isu sabotase sempat menyeruak, bahkan menjadi headline media massa di Rusia. Ketiga teknisi dari perusahaan penerbangan KnAAPO itu diduga tewas setelah mereguk minuman keras yang dibubuhi racun.
Tak hanya memunculkan tanda Tanya, insiden di komlek Lanud Sultan Hasanuddin Makassar itu pun disesalkan sejumlah pihak. Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Chappy Hakim menilai, Lanud Sultan Hasanuddin dari aspek sekuriti tidak memenuhi syarat untuk merakit pesawat tempur.
Menurut Chappy, Lanud Hasanuddin tidak layak sebagai air force base, tetapi lebih sebagai air base. “Lanud Hasanuddin tidak steril. Apalagi mess militer yang ada, berdekatan dengan jalan raya yang banyak terdapat warung minuman keras. Hanya Lanud Iswahyudi dan Atang Sanjaya yang layak sebagai air foce base. Untuk itu dahulu perakitan pesawat militer dilakukan di Lanud Iswahyudi,” tegas Chappy.
Kendati mengkritis kelaikan lokasi perakitan Sukhoi di Lanud Hasanuddin, penerbang yang memiliki jam terbang lebih dari delapan ribu jam ini mengapresiasi upaya penambahan Sukhoi hingga satu skadron lengkap dengan persenjataannya. Pada Agustus 2007, Indonesia resmi membeli enam pesawat Sukhoi, yakni tiga Sukhoi SU-30MK2 dan tiga jenis SU-27SKM, senilai sekitar US$ 300juta.
Sejak memegang gtampuk tinggi TNI AU, Cahppy Hakim memang telah menetapkan rencan jangka panjang agar TNI AU memiliki satu atau bahkan dua skadron pesawat tempur Sukhoi. Ketika itu, kebutuhan pesawat tempur baru dirasakan mendesak, sakaligus untuk menggantikan Skadron 11 Lanud Hasanuddin, Makassar, markas A-4 Sky Hawk.
Berbagai allternatifpun diterapkan untuk memenuhi kebutuhan alutsista udara dengan anggaran terbatas, tanpa embel-embel persyaratan tertentu dari Negara produsen yang justru selalu mendikte Indonesia. Saat itu, alutsista pertahanan udara Indonesia sedang diembergo AS.
Dengan pertimbangan ketersediaan anggaran, scenario imbal  dagang pun menjadi pilihan. Indonesia membeli empat pesawat Sukhoi SU 30-MK dan dua helicopter MI-35 dengan sekema imbal dagang. Yakni dengan beberapa komoditas, diantaranya karet dan minyak sawit mentah (CPO). Dalam kerjasama imbal dagang itu, Depperindag, yang ketika itu dipimpin Rini M Soewandi, bertindak sebagai “perantara”.
Ironisnya, skema imbal beli pesawat tempur itu meletupkan pro dan kontra. Kalangan DPR bahkan membentuk panitia Kerja (Panja) di Komisi 1 DPR RI untuk menyelidiki prosedur pembelian Sukhoi itu.
Pada saat itulah, Chappy Hakim sebagai KSAU harus meladeni perdebatan panjang seputar imbal dagang Sukhoi. Panja Sukhoi meminta agar mekanisme pembelian Pesawat Sukhoi dan Helikopter Mi-35 yang sudah berlangsung tidak terulang kembali. Pembelian itu tidak sejalan dengan ketentuan dalam UU 29 Tahun 2002 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan UU No 3/2002 tentang Pertahanan Negara.
Bagi Chappy, pembelian Sukhoi merupakan keputusan lanjutan yang sebelumnya sempat tertunda. Pada 1997, dengan pertimbangan krisis moneter,Indonesia sempat menunda pembelian Sukhoi.
Dalam pandangan mantan Gubernur AAU ini, membangun angkatan perang yang kuat tidak mungkin mengandalkan APBN. Tidak ada satupun didunia ini, suatu Negara mempunyai angkatan perang yang kuat, yang dibangun dari APBN. APBN hanya terkait program tahunan. Sementara pembangunan angkatan perang terkait hitech, sehingga ahrus dibuat master plan dengan jangka waktu kurang lebih 30 tahun.
Marsekal yang piawai bermain saksofon ini memandang bahwa pilihan membeli Sukhoi adalah ketegasan dan keputusan pimpinan Negara. Ketika itu Indonesia di embargo AS sehingga pesawat-pesawat TNI AU tidak bisa terbang. Peasawat produk AS merupakan pesawat standar NATO, sehingga anggota NATO juga akan ikut mengembargo.
Terkait embargo AS, mantan ketua Timnas Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi (EKKT) ini sempat menggunakan “diplomasi saksofon” untuk melobi petinggi AS, agar embargo suku cadang pesawat tempur TNI AU oleh AS diakhiri.
Embargo alutsista menjadi pelajaran yang berharga. Penyandang APTL (Airlines Transport Pilot Licence) yang sempat menjabat sebagai Komisaris Utama PT Dirgantara Indonesia ini dalam berbagai kesempatan selalu menegaskan, bahwa dalam membangun angkatan perang harus meminimaze ketergantungan kepada Negara lain. Untuk itu industry strategis nasional harus dibangun.
Di masa pension Marsekal Chappy Hakim tetap konsisten untuk menggelorakan semangat nasionalisme da patriotism. Chappy menjadi penulis produktif sekaligus pengamat yang kritis.
Di kalangan bloger, Chappy dikenal sebagai bloger dengan tulisan-tulisan yang membumi. Buku bertajuk “Cat Rambut Orang Yahudi”, tidak lain adalah kumpulan hasil coretan Chappy di blog.
Tak salah jika Museum Rekor Indonesia (MURI) memberikan penghargaan bernomor 3840 kepada Chappy Hakim sebagai Jendral pertama yang tulisan di blog diterbitkan menjadi buku. Sejumlah Buku yang di tulis Chappy Hakim telah diterbitkan. Diantaranya, “Untuk Indonesiaku”,”Saksofon, Kapal Induk dan Human Error”, “Air Diplomacy”,”Dari Segara Angkasa”,”Chappy Hakim in Music and Song”,”Awas Ketabrak Pesawat Terbang”.
Setidaknya, tiga rekor MURI diberikan kepada Chappy Hakim. Satu diantarany, penghrgaan bagin TNI AU yang telah memperoduksi buku lebih dari seratus judul dalam satu tahun.
Bagi Chappy, tulisan-tulisannya tidak hanya ditunjukan untuk menyampaikan ide dan pemikiran tetapi juga sebagai wahana diskusi yang berharga bagi perkembangan bangsa.
Chappy memberikan catatan, Negara yang kuat harus dipimpin pemimpin yang “extraordinary” dan berani. Chappy Hakim sendiri dikenal berani dan kritis terhadap setiap persoalan. Dalam “insiden Bawean”, Juli 2002, Chappy sebagai KASAU memerintahkan pesawat tempur F 16 TNI AU untuk mengintersep lima pesawat F/A 18 Honet milik AS yang Bermanuver di atas Pulau Bawean yang merupakan jalur penerbangan komersial.
Sejumlah pihak minilai langkah ini cukup berani mengingatkan pesawat tempur AS tersebut mengiringi kapal induk tenaga nuklir UUS Carl Vinson yang mengangkut seratus pesawat tempur. USS Carl Vinson berlayar dibarat laur Pulau Bawean dikawal dua fregat dan sebuah kapal perusak.
Tak hanya itu, dalam sejumlah kesempatan, KSAU Chappy Hakim menerbangkan sendiri pesawat Hercules. Misalnya saat kunjungan kerja KSAU ke Pangkalan TNI AU Hasanuddin, Lanud Adisutjipto dan Lanud Iswahyudi, Chappy menjadi pilot pesawat Hercules A-1341.
Profil
Nama                    : Marsekal (Purn) Chappy Hakim
Tempat/Tgl Lahir   : Yogyakarta, 17 Desember 1947
Agama                  : Islam
Pendidikan         :
-    Akademi TNI AU (AAU) (1971)
-    Sekolah Penerbang (1973)
-    Sekolah Instruktur Penerbang (1982)
-    Instruktur Hercules C-130 H/HS (1985)
-    Sesko TNI AU (1987)
-    Sesko ABRI (1997)
-    Lemhanas(1998)
-    Sarjana Universitas Terbuka (UT)
Karir            :
-    Skadron 2 Halim Perdanakusuma (1973)
-    Komandan Skadron 31 Lanud Halim Perdanakusuma (1989)
-    Komandan Wing Taruna AAU (1992)
-    Komandan Lanud Sulaiman Bandung (1995)
-    Direktur Oprasi dan Latihan (Diropslat) TNI AU (1996)
-    Gubernur AAU (1997)
-    Assisten Personel (Aspers) KSAU (1999)
-    Danjen Akademi TNI (2000)
-    KSAU (2000-2005)
-    Ketua Timnas Evaluasi Keamanan dan Keselamatan Transportasi (EKKT) (2007)
Organisasi/Perusahaan    :
-    Senior Counselor Kiroyan Partner
-    Senior Advisor Ephindo
-    Honorary Member of Asosiasi Pilot Garuda
-    Chief Operations Officer PC Aero Incorp
-    Chairman, Advisory Group Civil Transformation Team
-    Chairman, Profesional Aviation Board of Certification
Penghargaan         :
-    Bintang Swa Bhuana Paksa Nararya
-    Satyalencana Kestiaan VIII, XVI, XXIV
-    Satyalencana GOM VIII Kalbar, GOM IX Raksaka Dharma (Papua)
-    Satyalencana Dwiwidya Sista
-    Satyalencana Seroja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar