Minggu, 10 November 2013
Peringatan Anonymous Australia untuk Hacker Indonesia
Kelompok peretas asal Negeri Kanguru yang menamakan diri Anonymous
Australia meminta kepada hacker asal Indonesia tidak menyasar
situs-situs milik organisasi amal dan bisnis kecil dalam melampiaskan
dendam atas aksi penyadapan. Mereka meminta kelompok peretas asal
Indonesia hanya menyasar situs milik Pemerintah Australia saja.
Antonov An-12B Cub: Eksistensi Pesawat Angkut Berat TNI AU Yang Terlupakan
Dalam benak orang di Republik ini, pesawat angkut berat TNI AU akan
merujuk pada satu nama, yakni C-130 Hercules buatan Lockheed Inc. Hal
tersebut terasa lumrah, mengingat pengabdian Hercules di Tanah Air sudah
lebih dari 50 tahun, pesawat ini dikenal punya mobilitas tinggi dalam
menunjang operasi militer dan operasi militer bukan perang. Tapi,
tahukah Anda bila sejatinya Hercules di Indonesia punya ‘rekan sejawat’
yang sama-sama digolongkan sebagai pesawat angkut berat?
Tepatnya guna mempersiapkan operasi Trikora, di awal tahun 60-an
Indonesia berupaya keras mendatangkan alutsista dari Uni Soviet dan
Negara Pakta Warsawa. Selain nama-nama sangar seperti KRI Irian, KRI Ratulangi, pembom Tu-16, jet MiG-21, kapal selam kelas Whiskey, dan tank amfibi PT-76,
rangkaian pengadaan sista juga mencakup pesawat transportasi berat.
Memang faktanya sejak Maret 1960, TNI AU sudah mengoperasikan C-130
Hercules yang tergabung dalam skadron udara 31 dengan kekuatan 10 unit
C-130B Hercules. Hadirnya 10 unit Hercules ini tak lepas dari jasa
Presiden Soekarno yang langsung melobi Presiden AS, John F. Kennedy saat
kunjungannya ke Washington pada tahun 1959. Konfigurasi yang didapatkan
yakni, 8 unit tipe cargo dan 2 unit tipe tanker.
Jumlah 10 unit pesawat angkut berat dirasa tidak memadai kala itu,
apalagi guna mempersiapkan operasi militer dalam skala besar. Untuk itu,
pada Desember 1960, Jenderal AH. Nasution bertolak ke Moskow, Rusia
untuk menegosiasikan pengadaan tambahan alutsista, dimana salah satu
item-nya adalah kebutuhan akan pesawat angkut berat jarak jauh. Hingga
kemudian, TNI AUberhasil memperoleh pesawat turbo propeller Antonov
An-12B Cub. Jumlah yang dibeli sebanyak 6 unit, dan mulai berdatangan
pada tahun 1964 – 1965.
Keenam pesawat mendapat registrasi, T-1201 hingga T-1206. Kedatangan
Antonov An-12 sekaligus melahirkan skadron angkut kedua di lingkungan
TNI AU, yakni skadron udara 32 yang resmi berdiri pada 27 Juli 1965.
Skadron udara 32 awal berdirinya ditempatkan di lanud Hussien
Sastranegara, Bandung. Menurut beberapa informasi, ada dua An-12 TNI AU
yang mengalami crash, T-1203 crashed pada 16 oktober 1964 saat take off
dari Palembang. Kemudian ada satu tipe lagi yang crash di area lanud
Halim Perdanakusumah menjelang operasi Dwikora.
Namun akibat peristiwa G-30S/PKI membawa dampak besar pada arah
perpolitikan dan kekuatan tempur Indonesia. Akibatnya, Antonov An-12
ikut menjadi korban dan di non-aktifkan akibat tiadanya pasokan suku
cadang dari Uni Soviet. Lewat sistem kanibalisasi suku cadang, An-12 TNI
AU masih ada yang sempat terbang hingga tahun 1970 hingga kemudian
dinyatakan di grounded.
Akibat grounded total Antonov An-12, praktis skadron udara 32 menjadi
kosong tanpa kekuatan sama sekali. Melalui Keputusan Menhankam/Pangab
No. Skep/14/IV/1976, skadron udara 32 dipindah ke lanud Abdulrachman
Saleh, Malang, meskipun saat itu tanpa kekuatan pesawat. Baru kemudian
pada 11 Juli 1981, skadron 32 diaktifkan kembali dengan perkuatan
pesawat C-130B Hercules.
Antonov An-12B Cub
An-12 tergolong pesawat medium size medium range transport aircraft.
Serupa dengan C-130 Hercules, An-12 juga dilengkapi dengan empat mesin
turbo propeller dan ramp door pada bagian ekor untuk cargo . Identitas
‘Cub’ merupakan pemberian dari NATO. An-12 pertama kali meluncur pada 15
Desember 1957, dan resmi diperkenalkan ke khalayak pada 1959.
Dilihat dari spesifikasinya, Antonov An-12 mampu terbang dengan
kecepatan maksimum 777 Km per jam, serta kecepatan jelajah 670 km per
jam. Tenaganya dipasok empat buah mesin Progress AI-20L or AI-20M
turboprops, dengan kekuatan 4.000 eHP (3.000 KW) untuk tiap mesin.
Kapasitas bahan bakar keseluruhan bisa mencapai 1.390 liter, dan dapat
ditambahkan dengan ekstra fuel tanks . Untuk urusan daya angkut, An-12
lebih unggul dari C-130B Hercules yang bermesin turboprop Allison
T56A-7. An-12 dapat mengangkut muatan maksimum hingga 20.000 kg,
sementara C-130B Hercules hanya 16.363 kg. Bobot maksimum saat take off
mencapai 61.000 kg, sedangkan C-130B bisa mencapai 79.380 kg.
An-12 diawaki oleh 5 personel, yakni pilot, co pilot, flight
engineer, navigator, dan operator radio. Dari sisi teknis, An-12 dengan
kapasitas bahan bakar maksimum, sanggup terbang hingga 5.700 km non
stop. Sementara bila terbang dengan muatan maksimum 20 ton, jarak
terbangnya menyusut hingga 3.600 km. Kecepatan menanjaknya mencapai 10
meter/detik dengan ketinggian terbang maksimum 10.200 meter.
Sebangun dengan C-130 Hercules, An-12 juga diluncurkan dengan cukup
banyak varian, diantaranya ada versi intai maritim, SAR, angkut rudal
balistik, cargo, linud, dan juga lumayan laris dipakai oleh penerbangan
sipil, seperti Aeoroflot, Air Guinee, Alada , British Gulf International
Airlines, Avial Aviation, Heli Air Service, Tiramavia, Aerovis
Airlines, Veteran Airlines, KNAAPO and Vega Airlines, ATRAN Cargo
Airlines. Total ada 77 airlines di seluruh dunia pernah menggunakan
An-12.
Desain Hybrid
Hadir dikala berkecamuknya perang dingin, An-12 pun tidak sekedar di desain murni sebagai pesawat angkut. Keunggulan An-12 terletak pada adopsi ruang kanon pada bagian ekor (tail turret). Wujudnya berupa kompartemen juru tembak, jenis kanonnya bukan abal-abal, melainkan tipe Nudelman-Rikhter NR-23 kaliber 23 mm dengan dua laras. Kanon ini dapat memuntahkan 850 proyektil dalam satu menit, dengan kecepatan tembak 690 meter per detik. Keberadaan kanon ini dipersiapkan sebagai elemen pertahanan jika sewaktu-waktu pesawat dicegat atau dibuntuti lawan.
Hadir dikala berkecamuknya perang dingin, An-12 pun tidak sekedar di desain murni sebagai pesawat angkut. Keunggulan An-12 terletak pada adopsi ruang kanon pada bagian ekor (tail turret). Wujudnya berupa kompartemen juru tembak, jenis kanonnya bukan abal-abal, melainkan tipe Nudelman-Rikhter NR-23 kaliber 23 mm dengan dua laras. Kanon ini dapat memuntahkan 850 proyektil dalam satu menit, dengan kecepatan tembak 690 meter per detik. Keberadaan kanon ini dipersiapkan sebagai elemen pertahanan jika sewaktu-waktu pesawat dicegat atau dibuntuti lawan.
Jenis kanon ini juga ditempatkan pada pembom Tu-16 dan
Tu-95. Tentu pada versi sipil, ruang kompartemen kanon ini ditiadakan.
Khusus An-12B milik TNI AU terlihat ada kompartemen juru tembak, meski
dalam foto tidak tampak keberadaan laras kanonnya. Keunikan lain dari
An-12 yakni pada rancangan bagian hidung yang bergaya ala pembom Tu-16, dimana pada moncong pesawat ditempatkan jendela/kaca intai.
Di negara asalnya, An-12 diprioduksi terakhir pada tahun 1973, total
ada 1.248 yang berhasil diproduksi. Dan, seperti yang sudah-sudah, Cina
pun mengembangan pesawat laris ini, tapi dengan identitas baru, yakni
Shaanxi Y-8 (Yunshuji-8). Y-8 terbilang pesawat angkut militer/sipil dan
cargo yang paling populer di Cina. Bahkan, Y-8 pun cukup laris di
pasaran ekspor. Hingga tahun 2010, Y-8 telah diproduksi sebanyak 169
unit.
Bila Y-8 laris manis di pasar ekspor, lain hal dengan An-12. Karena
usia yang sudah tua dan kian penuh risiko bagi awak dan penumpangnya,
beberapa negara telah melarang terbang pesawat ini. Contohnya pada 12
Januari 2009, pemerintah Uni Emirat Arab resmi melarang setiap An-12
yang terbang atau melitas di wilayah udaranya.
Sayangnya, tidak ada satu pun An-12 TNI AU yang tersisa untuk
diabadikan sebagai koleksi museum atau monumen. Meski waktu
pengabdiannya terbilang singkat di Indonesia, selayaknya pihak museum
Dirgantara Yogyakarta juga memiliki koleksi pesawat ini. Walau bagaimana
pun, An-12 telah menjadi bagian dari sejarah eksistensi TNI AU.
Spesifikasi Antonov An-12 Cub:Manufacture : Antonov
Payload: 20.000 kg
Length: 33,10 meter
Wingspan : 38 meter
Height : 10.53 meter
Wing area : 121.7 m²
Empty weight : 28,000 kg
Max. takeoff weight: 61,000 kg
Powerplant : 4 × Progress AI-20L or AI-20M turboprops, 4,000 ehp (3,000 kW) each
Maximum speed : 777 km/h
Cruise speed: 670 km/h
RangeWith maximum fuel: 5,700 km
RangeWith maximum load: 3,600 km
Service ceiling: 10,200 m
Rate of climb: 10m/s
Armament : Guns: 2× 23 mm (0.906 in) Nudelman-Rikhter NR-23 cannons
Indomil.
Situs intelijen Australia rontok dihajar hacker Indonesia
Ancaman hacker Indonesia yang akan membombardir situs pemerintah
Australia ternyata bukan isapan jempol. Seperti sudah dikobarkan
sebelumnya, peretas Indonesia menggempur habis-habisan situs penting
pemerintah Australia, di antaranya situs intelijen yang down 100 persen
hanya dalam hitungan jam saja.
Situs Badan Intelijen Australia atau Australian Intelligence Service yang beralamat di www.asis.gov.au sudah tidak bisa dibuka. Dan jika kita melihat status situs ini, dinyatakan bahwa situs vital keamanan Australia itu 100% down atau mati total.
Menurut Indonesia ICT Institute, memang sempat beberapa hacker kebingungan soal sasaran apa yang akan dituju. Jika sebelumnya begitu banyak situs yang diganti tampilannya alias di deface, nampaknya malam ini serangan fokus ke situs yang berpengaruh.
Apalagi, banyak pihak mengatakan bahwa situs yang diretas sebelumnya tidak berkualitas, padahal hacker Indonesia saat ini diakui kualitasnya sebagai peretas nomor satu di dunia. Selain situs www.asis.gov.au, ada situs intelijen lain yang sempat disasar, tapi kemudian akhirnya mengarah ke situs ini.
Situs www.asis.gov.au yang diserang hacker-hacker Indonesia ini terlihat sempat pingsan sebelum akhirnya mati total. Situs yang dibuat down oleh para peretas Indonesia sesekali hidup kembali.
Kondisi situs ini bisa dilihat di status.ws untuk mengetahui situs-situs apa saja yang down dan terlihat situs vital Australia ini beberapa kali down, sampai terlihat bahwa situs ini tidak bisa dibuka.
Serangan terhadap situs penting Australia diprediksi masih akan berlanjut hingga keesokan harinya. Serangan dari hacker Indonesia merupakan pembalasan atas penyadapan yang dilakukan pemerintah Australia terhadap jaringan internet Indonesia.
Situs Badan Intelijen Australia atau Australian Intelligence Service yang beralamat di www.asis.gov.au sudah tidak bisa dibuka. Dan jika kita melihat status situs ini, dinyatakan bahwa situs vital keamanan Australia itu 100% down atau mati total.
Menurut Indonesia ICT Institute, memang sempat beberapa hacker kebingungan soal sasaran apa yang akan dituju. Jika sebelumnya begitu banyak situs yang diganti tampilannya alias di deface, nampaknya malam ini serangan fokus ke situs yang berpengaruh.
Apalagi, banyak pihak mengatakan bahwa situs yang diretas sebelumnya tidak berkualitas, padahal hacker Indonesia saat ini diakui kualitasnya sebagai peretas nomor satu di dunia. Selain situs www.asis.gov.au, ada situs intelijen lain yang sempat disasar, tapi kemudian akhirnya mengarah ke situs ini.
Situs www.asis.gov.au yang diserang hacker-hacker Indonesia ini terlihat sempat pingsan sebelum akhirnya mati total. Situs yang dibuat down oleh para peretas Indonesia sesekali hidup kembali.
Kondisi situs ini bisa dilihat di status.ws untuk mengetahui situs-situs apa saja yang down dan terlihat situs vital Australia ini beberapa kali down, sampai terlihat bahwa situs ini tidak bisa dibuka.
Serangan terhadap situs penting Australia diprediksi masih akan berlanjut hingga keesokan harinya. Serangan dari hacker Indonesia merupakan pembalasan atas penyadapan yang dilakukan pemerintah Australia terhadap jaringan internet Indonesia.
Ketika tentara Indonesia-China unjuk bela diri militer
Seorang personel Korps Pasukan Khas TNI AU (kiri) menangkis tendangan
koleganya dari Pasukan Khusus Angkatan Udara China, di Margahayu, Jawa
Barat, beberapa hari lalu. Kedua pasukan berlatih anti teror bersandi
Shark Knife 2013. (Dinas Penerangan Korps Pasukan Khas TNI AU)
Lapangan dekat
rumah latihan di bekas Markas Komando Detasemen B-90 Bravo Korps
Pasukan Khas TNI AU, Margahayu, Jawa Barat, Rabu siang. Puluhan personel
korps baret jingga TNI AU berbaris rapi dalam pakaian olahraga lapangan
loreng, barisan sama juga ada oleh Pasukan Khusus Angkatan Udara
China.
Di depan mereka, berdiri Sersan Dua
Yudi Pramono, juga dengan seragam sama. Di sampingnya ada dua personel
korps baret jingga itu pada jarak cukup jauh, didampingi dua koleganya
dari China dengan disaksikan belasan personel militer TNI AU dan
Angkatan Udara China itu.
"Perhatikan gerakan
ini, kuda-kuda disiapkan… Tangan kiri mengepal dan siku kanan
dibebaskan… Kaki kanan diayun sedikit ke depan, agak jinjit sambil
mengayun ke atas siku kanan… " aba-aba diutarakan Pramono. Instruksinya
itu diulang dalam bahasa Mandarin.
Satu persatu
langkah dan gerakan bela diri militer dibagikan kepada personel
Angkatan Udara China yang datang ke Markas Komando Korps Pasukan Khas
TNI AU, Pangkalan Udara TNI AU Sulaeman, Jawa Barat, itu. Mereka menjadi
bagian dari latihan bersama korps baret jingga itu dengan Pasukan
Khusus China, dalam latiihan bersandi Sharp Knife 2013.
Ini
pertama kalinya kedua pasukan di angkatan udara masing-masing bertemu
untuk berlatih bersama. Korps Pasukan Khas TNI AU pernah membeli peluru
kendali panggul anti serangan udara QW-1 buatan China dan tidak lagi
memperbarui kontrak pembelian.
"Pihak China
yang melayangkan surat untuk berlatih bersama ini," kata Komandan Satuan
B-90 Bravo, Kolonel Pasukan Novlan Mirzah. Satuan khusus anti teror
Korps Pasukan Khas TNI AU yang dia pimpin ini "kebagian" jatah cukup
banyak kegiatan dalam Sharp Knife 2013 pada 6-13 November ini.
China
tidak memiliki komando utama yang sama dengan Korps Pasukan Khas TNI AU
yang dahulu bernama Pasukan Gerak Tjepat AURI itu. Korps ini memang
sesuai namanya, yaitu memiliki kekhasan pada medan tugas dan fungsi
asasinya sebagai unsur pendarat dan penguasaan di lapangan di dalam
organisasi TNI AU.
Bahkan di dunia, cuma
sedikit negara yang memiliki pasukan seperti mereka; dengan fungsi dan
tugas utama pada pertahanan pangkalan udara, pengendalian tempur udara,
dan SAR tempur. "Salah satu prinsipnya, semua pesawat udara militer
memerlukan pangkalan udara sebagai basis operasi dan itu menjadi
tanggung jawab kami," kata Komandan Pusat Pendidikan Korps Pasukan Khas
TNI AU, Kolonel Pasukan Rolland DG Waha.
Kemampuan
dasar pasukan komando, mutlak harus mereka kuasai yang sama juga dengan
pasukan elit lain negara manapun. Beberapa yang cukup membedakan adalah
kemampuan merebut, menguasai, dan mengoperasikan pangkalan udara; di
sini aspek-aspek lain harus bisa dikuasai juga, di antaranya
meteorologi, komunikasi operasi udara, radar, hingga peran kendali
lalu-lintas udara, hingga logistik.
Pensiunan Special Air Service, Hugh McMannan dalam Ultimate Special Forces, mengurai, Angkatan Darat Kerajaan Inggris memiliki Para Resiment yang mengkhususkan diri pada operasi dari udara, mirip dengan batalion lintas udara pada TNI AD.
Angkatan Darat Amerika Serikat, menurut McMannan, mempunyai 160th Special Operations Aviations Regiment,
tugas intinya operasi lintas udara dan dukungan misi pasukan khusus
militer negara itu. Mereka bagian dari Komando Operasi Khusus Angkatan
Darat Amerika Serikat (USASOC).
China tidak
demikian; angkatan udaranya tidak memiliki pasukan dengan tugas utama
dan kemampuan operasionalisasi pangkalan udara serta parameter tambahan
lain. Yang mereka miliki adalah Pasukan Khusus Angkatan Udara China,
dengan tugas pokok kontra terorisme.
Tidaklah heran jika dalam sambutan upacara pembukaan Sharp Knife 2013,
Komandan Delegasi Angkatan Udara China, Kolonel Senior Lie Zhanghua,
menegaskan kepentingan penanggulangan serangan terorisme yang dikatakan
sebagai tanggung jawab semua pihak. Komandan Korps Pasukan Khas TNI AU,
Marsekal Muda TNI Amarullah, berdiri di samping kirinya di podium, di
pasukan masing-masing.
Dengan alasan itulah, maka kemampuan individual personel masing-masing angkatan udara harus terus diasah; yang dalam Sharp Knife 2013 ini diwujudkan dalam saling berbagi pengetahuan bela diri militer.
"Kami mengenalkan Bravo Martial Art,
temuan kami yang diperas dari bela diri kebanggaan kita, silat, dan
bela diri milter Rusia, Sistema. Hasilnya adalah bela diri yang pas
dengan keperluan kami, yaitu gerakan mematikan yang senyap, cepat,
tepat, dan mudah dipelajari," kata Pramono.
Sebagai
instruktur bela diri militer di komando utama TNI AU itu, dia memberi
langkah-langkah melumpuhkan dan mematikan lawan secara praktis kepada
puluhan tentara Angkatan Udara China itu. Yang unik, semuanya tanpa
senjata alias tangan kosong; hanya dalam tiga gerakan, lawan sudah
terpelanting.
Pada giliran China, seorang
instruktur juga di siapkan plus penerjemah dari bahasa Mandari ke bahasa
Indonesia. Kini personel-personel Korps Pasukan Khas TNI AU yang
mencoba keampuhan "jurus-jurus" China, juga dalam langkah demi langkah.
Yang
membedakan, setiap gerakan pukul atau tendang diperagakan, kekuatan
penuh instruktur dikerahkan sehingga "korban" kerap sampai tergoyang
dari kuda-kudanya sambil nafas bertahan disalurkan. China sampai
memeragakan cara melumpuhkan lawan yang bersenjata sangkur hingga
senapan serbu bull-pup standar mereka, Type 95.
Walau
sudah sangat menguasai teknik bela diri standar mereka itu, namun
puluhan tentara China itu tetap sangat serius mengikuti gerakan sang
instruktur, dengan penuh kedisplinan. Satu personel Korps Pasukan Khas
TNI AU suka rela maju mencoba sebagai penyerang, dalam sekejap dia
terpelanting dan tangannya dikunci.
Begitupun
saat personel TNI AU diminta menjadi pihak yang melumpuhkan;
"musuh"-nya, personel Angkatan Udara China sebagai penyerang dengan Type
95 di tangan bisa dijatuhkan secara mudah dan cepat sebelum mata ini
sempat berkedip.
Bahasa yang berbeda bukan
masalah untuk memahami bahwa "teman" menang dan "musuh" sudah tidak
berdaya. Suara tawa kedua pasukan yang berbeda bahasa itu ternyata sama
saja, begitupun ekspresi kesenangan yang terpancar.
Torpedo SUT Buatan PT. DI
SUT Torpedo adalah Surface and Underwater Target Torpedo produksi PT Dirgantara Indonesia dibawah lisensi AEG (Allgemeine Elektrizitäts-Gesellschaft) Jerman.
Uji
tembak senjata taktis berupa Torpedo SUT (Surface and Underwater
Target) dari KRI Cakra-401 saat Latgab TNI Juni 2008 lalu, sukses
menghantarkan eks KRI Karang Galang ke peraduan terakhirnya di dasar
laut. Kapal ini jugalah yang menjadi sasaran tembak rudal C-802 yang
diluncurkan KRI Layang-805. Dengan berat hulu ledak 260 Kg, torpedo SUT
mampu menjangkau sasaran dengan jarak tembak efektif maksimal 40 Km.

Ada ciri khusus yang membedakan Torpedo SUT dengan Torpedo lainnya, yakni adanya kabel sebagai pemandu ketarget yang dituju. Kabel berfungsi memberikan data-data akustik guna mengendalikan arah tujuan torpedo, dan juga berfungsi sebagai penangkal jamming karena datalink dipandu dua arah.
Torpedo SUT digerakkan dengan motor listrik, dengan tingkat kebisingan rendah. Setelah torpedo dirasa aman dari reduksi jamming sonar lawan, kabel akan terlepas dan kendali diambil alih secara mandiri oleh data prosesor yang ada di dalamnya.
Spesifikasi :
- Tipe: Heavyweight Torpedoe
- Diameter: 533 mm
- Panjang dengan kasket: 6,620 mm
- Panjang tanpa kasket: 6,150 mm
- Berat varian perang: 1,414 kg
- Berat varian latihan: 1,224 kg
- Jarak operasional: 28 km
- Kecepatan/ jarak: 35 knots/24,000 yd; 23 knots/ 56,000 yd
- Hulu ledak: 225 kg
- Maksimal kedalaman menyelam: 100 m
Torpedo SUT buatan PTDI menggunakan sistem pemandu sonar pasif,
pengembangan kedepannya akan diintegrasikan juga dengan sonar aktif.
Sejatinya torpedo SUT dibuat pertama kali oleh Jerman saat perang dunia
II, namun kini sudah tidak diproduksi lagi.
Ada 2 varian Torpedo SUT.
Ada 2 varian Torpedo SUT.
- Dibuat Korsel, yakni White Shark (SUT/SST-3) dan Blue Shark (SUT/SST-4). Kisaran harga pasar internasional untuk kedua Torpedo ini antara 1,6 s/d 2 juta dolar, tergantung dari kuantitas dan kondisi pengiriman.
- Dibuat PTDI adalah varian SST4.
Berikut negara (regional Asia-Australia) pengguna Kapal Selam (KS) dan jenis torpedo yang digunakan saat ini :
- Australia – Mk 48 Model 6/7 (KS Collins)
- Taiwan – SUT (produksi Indonesia) (KS Hai Lung)
- Indonesia – SUT/SST-4 (KS cakra/ 209 Type)
- Malaysia – Blackshark (KS Scorpene)
- Singapore – Type 617 dan 43X2 (KS Challenger) rumor akan diupgrade ke blackshark
- Korea Selatan – LG K731 Whiteshark/ SUT (KS Changbogo)
Salah satunya MK-48 buatan AS yang telah menggunakan pemandu sonar pasif dan aktif, serta VA-111 Shkval buatan Rusia yang menggunakan efek pendorong motor ‘superkavitasi’, sehingga torpedo dapat mencapai kecepatan 200 knot atau 370 km/jam.
Arah Minimum Essential Force dan Alutsista TNI (Antonov)
Jet tempur SU 27 TNI AU
Saya ingin berkomentar tentang MEF (Minimum Essential Force) dan
ALUTSISTA Indonesia. Dari kacamata awam saya, sejak awal tampak tidak
ada logika dalam perencanaannya, ataupun kalau ada master plan, di
tikungan disalip oleh tindakan-tindakan yang dadakan. Kalau pun ada
Master Plan, semacam defence white paper, tidak pernah dipublikasikan,
paling tidak kepada DPR. Kalau dikatakan rahasia, ok lah, tapi apa,
siapa dan bagaimana mengontrolnya ?. Tidak jelas PDCA-nya (Plan, Do,
Check, Act).
Di sini saya komentari tentang tujuan MEF dan implikasinya. Dari
namanya yang minimum, bisa diartikan bukan parity/ paling tidak sama,
tetapi deterrent/ daya tangkal. Selama defence budget kita hanya sekitar
1 % dari GDP, tidak mungkin kita mencapai parity, yang memerlukan 5 –
10%.
Dengan begitu, secara logika urutan prioritas adalah TNI AU, TNI AL
dan TNI AD. Kuncinya adalah jenis alutsista yang dipilih harus mempunyai
daya tangkal besar, secara politik/ diplomasi, maupun militer.
Kacamata awam saya melihat yang paling berhasil menerapkannya adalah TNI AU. Matra yang lain masih gamang.
Apa jenis alutsista kunci untuk maksimum daya tangkal? Pendapat saya adalah sebagai berikut :
TNI AU : tujuannya adalah air superiority di atas wilayah RI. Alatnya
adalah (1) Heavy fighter generasi 4++, semacam SU-35, dan (2)
Integrated air defence system (IADS), semacam S-300/400.
TNI AL : tujuannya adalah sea superiority/ sea denial di ALKI dan
sekitarnya. Alatnya adalah (1) Kapal selam, semacam Kelas Improved Kilo,
dan (2) shore based anti ship missile, semacam Yakhont versi darat.
TNI AD : tujuannya adalah basis kekuatan darat, yaitu:
(1)memperkuat semua batalyon infanteri tempur kita dari segi pelatihan, perlengkapan personil (rompi anti peluru, tidak ada lagi “sumbangan” dari Freeport), standarisasi senjata (semua buatan Pindad, tidak ada lagi M-16), SMR Minimi tingkat regu dan FNMAG tingkat kompi, senjata anti tank, anti serangan udara, alat komunikasi, NVG, transportasi ringan dan lain-lain sehingga dapat bertempur siang dan malam di segala medan,
(1)memperkuat semua batalyon infanteri tempur kita dari segi pelatihan, perlengkapan personil (rompi anti peluru, tidak ada lagi “sumbangan” dari Freeport), standarisasi senjata (semua buatan Pindad, tidak ada lagi M-16), SMR Minimi tingkat regu dan FNMAG tingkat kompi, senjata anti tank, anti serangan udara, alat komunikasi, NVG, transportasi ringan dan lain-lain sehingga dapat bertempur siang dan malam di segala medan,
(2) memperkuat semua batalyon senjata bantuan mekanis dan artileri medan dan penangkis serangan udara.
Pasti ada yang ingin menambah, tapi ya constraint –nya adalah defence
budget kita hanya sekitar 1 % dari GDP, dan ini akan berkelanjutan
karena situasi dan ekonomi dunia, yang menurut pakar ekonomi berlanjut
jangka pendek ke depan.
Catatan :
-Leo bisa disebut mempunyai daya tangkal, tetapi daya tangkalnya kecil, hanya ditujukan ke Malaysia, bukan regional.
-Leo bisa disebut mempunyai daya tangkal, tetapi daya tangkalnya kecil, hanya ditujukan ke Malaysia, bukan regional.
- Jumlah alutsista kunci, tentu disesuaikan dengan anggaran, namun
determinasi kita untuk punya saja sudah menjadi deteren yang ampuh. (by
Antonov).
Ini Cara Elegan RI Desak AS Akui Penyadapan
Situs Kedubes AS di jejaring sosial.
Aksi penyadapan yang dilakukan Amerika Serikat memicu reaksi keras
dari berbagai kalangan di Indonesia. Salah satunya adalah untuk meninjau
ulang hubungan diplomatik antara Indonesia dan AS.
Menurut Ganetawati Wulandari, Pengamat Hubungan Internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), perlu smart diplomacy untuk menyelesaikan masalah penyadapan itu.
"Maksud dari smart diplomacy adalah menggunakan cara-cara
persuasif. Jadi, Indonesia tidak perlu menggunakan kekuatan yang
berlebihan. Sudah tidak zaman lagi kita melakukan protes dengan
menggunakan hard power," kata Ganetawati.
Dia menambahkan, dalam konteks penyadapan ini, dirinya yakin tidak
ada yang mau berperang dengan negara yang melakukan penyadapan.
"AS adalah negara besar yang memiliki kemampuan keuangan dan
dukungan militer yang global. Apakah kita mampu menghadapinya? Itu
adalah yang perlu diukur sebelum memutuskan hubungan diplomatik," ujar
Ganetawati.
Ganetawati juga menyampaikan pemutusan aksi diplomatis itu akan
menyebabkan nilai kerugian yang jauh lebih besar bagi Indonesia. Dan
tidak ada manfaat positif dari pemutusan hubungan diplomatik dengan AS.
Menurutnya, salah satu contoh untuk menyelesaikan masalah ini
adalah dengan menawarkan isu-isu terkait dengan kepentingan suatu
negara. Misalnya, data dalam masalah terorisme, AS sangat membutuhkan
data-data tersebut.
"Untuk membuat AS mengaku telah melakukan penyadapan apa saja,
Indonesia harus mengunci data mengenai terorisme yang dibutuhkannya. Ada
proses tawar menawar untuk mendesak AS mengakui penyadapannya," kata
Ganetawati.
Selain itu, tambah Ganetawati, Indonesia juga harus meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia dalam bidang teknologi. Sebab, peran
teknologi dalam menangkal penyadapan sangat penting.
"Sekarang model penyadapan semakin canggih dan rumit. AS mungkin
saja melakukan penyadapan dengan menggunakan satelit di ruang angkasa,"
kata Ganetawati.
Langganan:
Komentar (Atom)