TNI AD kembali menorehkan prestasi
gemilang di pentas internasional dengan menjadi Juara Umum Lomba Tembak
bergengsi antar Angkatan Darat dari 20 negara yang diselenggarakan oleh
Royal Australian Army, dengan event Australian Army of Skill Arms at
Meeting (AASAM) selama 16 hari dari tanggal 3 sampai 19 Mei 2016, di
Puckapunyal Military Range, Victoria, Australia.
Pangkostrad Letjen TNI Edy Rahmayadi Dalam penutupan lomba dan penyerahan medali AASAM, Pangkostrad Letjen
TNI Edy Rahmayadi turut hadir dalam acara ini serta menyerahkan Medali
dan Trophy kejuaraan kepada para peserta AASAM 2016 yang berhasil meraih
prestasi serta memberikan apresiasi kepada para prajurit TNI AD yang
telah berhasil mempertahankan gelar juara umum. Pangkostrad juga
menekankan kepada Tim Lomba AASAM TNI AD agar lebih meningkatkan
kemampuannya dan tidak lengah, karena pada AASAM 2017 akan lebih banyak
negara yang akan berpartisipasi dan diperkirakan 35 negara akan ikut
lomba AASAM 2017.
Kepala Bidang Penerangan Umum Puspen TNI Kolonel Czi Berlin G.
S.Sos., M.M. di Mabes TNI Cilangkap, (20/05/2016) mengatakan TNI AD
keluar sebagai Juara Umum AASAM tahun 2016 setelah meraih 23 medali emas
dari 50 medali emas di berbagai materi lomba tembak yang diperebutkan.
Sebagai runner up adalah kontingen dari Angkatan Darat Tiongkok dengan perolehan 9 emas disusul peringkat ketiga yaitu kontingen dari Angkatan Darat Jepang yang memperoleh 4 medali emas.
“AASAM 2016 diiikuti 20 negara maupun gabungan negara seperti
Kontingen ANZAC (Autralia New Zealand Army Corps). Negara-negara yang
ikut berpartisipasi pada lomba tembak internasional tahunan ini antara
lain : Amerika Serikat, Perancis, Kanada, United Kingdom, Australia,
Tiongkok, Jepang, Uni Emirat Arab, PNG, Malaysia, Singapura, Korea
Selatan, dan Indonesia,” ujar Kabidpenum.
Kontingen TNI AD pada AASAM 2016 berjumlah 19 orang dipimpin Mayor
Inf Syafruddin (Akmil 2000) yang sehari-hari menjabat Kasiops Sops
Divisi 1 Kostrad. Sedangkan sebagai Komandan AASAM 2016 adalah Letkol
Angus Bell selaku Perwira Menengah dari Angkatan Darat Australia.
“Selama berpartisipasi pada Lomba Tembak AASAM, TNI AD senantiasa
menjadi juara umum sejak pertandingan di Puckapunyal 2008, dengan
menggunakan senjata jenis SS-2 V4 buatan PT Pindad yang merupakan
senjata organik pasukan Kostrad,” ujar Kolonel Czi Berlin.
AASAM dimulai tahun 1984 di Singleton Pusat Pendidikan Infanteri
Angkatan Darat Australia. Beberapa materi lomba yang diperlombakan
meliputi Senapan, Senapan Otomatis (SO), Pistol dan Sniper. Indonesia
dalam hal ini TNI AD baru mengikuti AASAM pada tahun 1996/1997. Dalam
sejarah AASAM, TNI AD sejak tahun 2008 hingga 2016 selalu menempati
peringkat teratas dan sebagai pemenang lomba dengan predikat sebagai
juara umum.
keberhasilan TNI AD dalam menjuarai Lomba Tembak AASAM menunjukkan
profesionalisme prajurit-prajurit TNI tidak kalah dengan
prajurit-prajurit negara lain seperti United States Marines Corps
(USMC), US Army, Anzac, maupun UK, Perancis, Tiongkok dan Australia
sendiri. Dan yang lebih membanggakan lagi bahwa senapan yang digunakan
untuk menembak di AASAM adalah jenis SS-2 V4 buatan PT Pindad, salah
satu industri strategis dalam negeri kebanggaan anak bangsa Indonesia.
Namanya memang kalah kondang dibanding C-130 Hercules, tapi C-160
tergolong pesawat angkut taktis yang kenyang berbagai pengalaman operasi
militer. Debutnya sebagai pesawat angkut (kargo) sipil juga tak kalah
moncer, bahkan dua dekade lebih C-160 aktif mengundara di langit
Nusantara. Meski resminya tak menjadi pesawat militer di Indonesia,
C-160 adalah pesawat yang fenomenal, seperti wara wirinya pesawat ini
saat mendukung operasi INTERFET (International Force for East Timor) di
Timor Timur.
Transall C-160 AU Jerman dalam mendukung operasi INTERFET di Timor Leste
Punya dimensi ruang kargo yang mirip C-130 Hercules. Tampak di foto ranpur Wiesel di pintu rampa C-160.
Dari segi desain alias penampakan, C-160 terlihat mirip dengan C-130
Hercules buatan Lockheed Martin. Tampak depan (hidung), samping, dan
bagian ekor amat kental nuansa Hercules. Tak sedikit orang yang
menyangka C-160 adalah Hercules. Bahkan, desain ruang kargo dan pintu
rampa juga identik dengan C-130 Hercules, maka itu apa yang muat di
perut Hercules, biasanya juga dapat masuk ke kargo C-160.
Letak pembeda C-130 dan C-160 nampak pada mesin, bila C-130 Hercules
menggunakan empat mesin, maka C-160 hanya mengadopsi dua mesin. Sebagai
imbasnya, C-130 Hercules tentu lebih unggul dalam urusan payload,
kecepatan, dan jarak terbang. Di Indonesia, C-160 mulai menapaki
sejarahnya pada awal dekade 80-an. Pengguna pertamanya adalah Pelita Air
Service, kemudian berlanjut ke tangan Manunggal Air Service.
Karena punya kemampuan STOL (Short Take Off Landing), medan
operasi pesawat ini lebih banyak di wilayah Indonesia Timur. C-160 dapat
mendarat hanya butuh landasan 400 meter, dan lepas landas hanya butuh
landasan 700 meter. Roda dan suspensensinya juga tak kalah kuat dari
Hercules, yakni mampu take off and landing di landasan rumput atau
tanah. Oleh manufakturnya, C-160 memang dipersiapkan untuk beroperasi di
landasan yang semi prepared.
Merujuk ke sejarahnya, C-160 lahir di era berkecamuknya Perang
Dingin, maka hadirnya pesawat angkut taktis menjadi kebutuhan penting
untuk mendukung mobiltas pasukan dan alat tempur. Produksi C-160 digarap
patungan antara Jerman (d/h Jerman Barat) dan Perancis. Perjanjian
kerjasama penggarapan pesawat diteken pada tahun 1957. Awalnya Italia
juga ikut dalam proyek ini, tapi kemudian mengundurkan diri karena sudah
punya pesawat andalan sendiri. Sebagai wujud persiapan produksi, pada
tahun 1959 dibentuk konsorsium berupa perusahaan Joint Venture
antara Nord Aviation (Perancis), Weser Flugzeugbau (Jerman)
dan Hamburger Flugzeugbau (Jerman), dengan label perusahaan Transall
(Transporter Allianz). Namun kelanjutan produksinya kemudian di-handle
Aérospatiale (Perancis) dan Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB), manufaktur
dirgantara dari Jerman.
Guna mendukung operasi militer NATO, Transall mensyaratkan pesawat
harus mampu membawa muatan kargo seberat 16 ton dan terbang sejauh 1.720
Km. Atau membawa muatan kargo 8 ton tapi mampu terbang sejauh 4.540 Km.
Syarat bisa STOL di landasan yang kurang apik juga ikut jadi perhatian.
Akhirnya prototipe C-160 terbang perdana pada tahun 1963, dan
selanjutnya produksi perdana dimulai pada tahun 1965.
Penyerahan perdana C-160 dilakukan pada tahun 1967. Meski dirancang
untuk kebutuhan militer Perancis dan Jerman. Karena terkait bisnis,
akhirnya C-160 juga dipasarkan ke negara-negara lain. Pengguna untuk
kebutuhan militer diantaranya ada Turki dan Afrika Selatan. Sementara
konsumen sipil ada Indonesia, Swiss, Perancis, dan Gabon.
Landing gear dan perangkat APU (Auxiliary Power Unit)
Versi yang digunakan Indonesia adalah C-160NG (Next Generation),
masuk dalam kategori generasi kedua. C-160NG mulai diproduksi pada tahun
1981, dengan tambahan kata ‘NG,’ pesawat dapat dilengkapi tangki bahan
bakar cadangan pada bagian sayap. C-160NG dapat membawa 28.000 liter
bahan bakar. Bahkan dimungkinkan dipasangnya fasilitas probe untuk air
refueling. Berbeda dengan versi lainnya, C-160NG telah menghilangkan
pintu kargo di bagian depan sebelah kiri. Sistem teknologi avioniknya
juag telah diperbaharui. Todal 29 unit C-160NG telah diproduksi, sebagai
besar untuk kebutuhan AU Perancis, termasuk konfigurasi untuk pesawat
tanker, dan enam diantaranya diproduksi khusus untuk Indonesia.
Produksi C-160 resmi ditutup pada tahun 1985, dan total pesawat yang
diproduksi mencapai 214 unit. Pengguna utamanya adalah AU Jerman (110
unit) dan AU Perancis (50 unit) . Meski sudah lumayan berumur,
rencananya C-160 baru akan dipensiunkan Jerman dan Perancis pada tahun
2018. Perancis terbilang kreatif memoles pesawat ini, diantaranya
merilis C-160G (Gabriel). C-160G menyandang gelar sebagai pesawat intai
dengan adopsi antena khusus dan perangkat optronic (optical electronic).
Ada lagi C-160H Asterte, perannya sebagai Airborne Relay Station For Special Transmissions untuk mendukung operasi kapal selam nuklir AL Perancis.
C-160G (Gabriel)
C-160 (PK-VTQ) milik Manunggal Air di Bandara Wamena
Sayangnya debut C-160 telah redup di Indonesia, kabar terakhir
tentang pesawat ini adalah saat jatuhnya C-160 (PK-VTQ) milik Manunggal
Air di Bandara Wamena, Papua pada 15 Juni 2001. Dikutip dari
Wikipedia.org, penyebab kecelakaan adalah kerusakan teknis pada mesin
pesawat yang berujung pesawat gagal landing. Dalam musibah ini
menewaskan seorang penumpang. (Gilang Perdana)
Spesifikasi Transall C-160NG
– Crew: 3 men
– Length: 32.4 m
– Wing span: 40 meter
– Height: 11,65 meter
– Weight (empty):29 ton
– Weight (maximum take off): 51 ton
– Engines: 2 x Rolls-Royce Tyne Rty.20 Mk.22 turboprop
– Engine power: 2 x 6 100 shp
– Maximum speed: 513 km/h
– Cruising speed: 495 km/h
– Service ceiling: 8.200 meter
– Range (with 8.5 t payload) 5 000 km
– Range (with 16 t payload) 1 850 km
– Ferry range: 8 850 km
– Maximum payload: 16 ton
– Troops: 93 men
– Cargo compartment: 17,2 x 3,15 x 2,98 meter
Menko Perekonomian Darmin Nasution
mengatakan investor Rusia berminat mengembangkan sarana kereta api di
Pulau Kalimantan. “Menteri BUMN Rini Soemarno masih di Rusia untuk
mengecek bukan cuma mencoba keretanya yang katanya kecepatannya 250 km
per jam, tapi juga lihat kompleks pabrik dan industrinya,” ujar Darmin,
dalam konferensi pers di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Sabtu
(21/5).
Dalam kunjungan ke Rusia, Presiden Jokowi dan rombongan melakukan
pertemuan satu per satu dengan perusahaan besar Rusia. “Ada sejumlah
perusahaan besar yang bergerak di berbagai bidang misalnya Rusian
Railways yang bergerak di perkeretaapian, mereka ada di Kalimantan,”
ujar Darmin.
Menurut Darmin, kesempatan untuk mengembangkan kerja sama BUMN kedua
negara, termasuk yang khusus bergerak di perkeretaapian, sangat terbuka.
Selain pembicaraan di KTT ASEAN-Rusia, Pemerintah Indonesia dan Rusia
juga membahas tentang pekerja kawasan yang disebut Euro-ASEAN.
“Rusia menawarkan agar Indonesia menjalin kerja sama juga dalam
Euro-ASEAN itu dan ternyata beberapa negara ASEAN seperti Singapura dan
Vietnam sudah menandatangani kesepakatan terkait itu, jadi kita akan
mempelajarinya, dan kita tidak boleh ketinggalan kereta,” ujarnya.
Dalam pertemuan satu per satu, investor Rusia juga akan membangun
kilang minyak dan pabrik petrokimia. “Investasi dan rencana bisnis akan
dilakukan besar-besaran untuk petrokimia, bahkan akan dijadikan sebagai
basis ekspor selain untuk kebutuhan dalam negeri,” ujar Menko
Perekonomian Darmin Nasution.
Rusia juga berminat bekerja sama dengan Inalum untuk memproses
alumina agar menghasilkan produk lebih lanjut menjadi produk hilir.
“Jadi cukup banyak, dan kelihatannya Presiden Rusia Vladimir Putin
mengetahui satu per satu proyek ini dengan baik. Karena itu pada
dasarnya investor Rusia merupakan BUMN yang bergerak secara nasional di
sana,” ujar Darmin.
Menko Perekonomian Darmin Nasution Banyak peminat serius dari Rusia dan pemerintah menganggap pertemuan
kali ini tidak sekedar janji janji, tapi telah mulai direalisasikan
seperti sektor pariwisata. Mereka sudah lihat tinggal perlu blessing
dari pemerintah.
Untuk kilang dan petrokimia yang akan dibangun itu di Indonesia, pada
hari Kamis nanti, akan ditandatangani kesepakatan kerja samanya antara
Pertamina dengan perusahaan Rusia.
Adapun hasil kunjungan rombongan Presiden Jokowi ke Korea Selatan,
Darmin menyebutkan selain ada forum bisnis yang dihadiri ratusan
pengusaha Korea, juga ada pertemuan “business luncheon”.
“Dalam business luncheon kita berbincang-bincang dengan investor yang
sudah ada di Indonesia, apa dia mau mengembangkan usahanya di Indonesia
atau baru mau memulai bisnis di Indonesia,”ujar Darmin.
Dalam pertemuan itu mereka bersemangat dan ada keinginan besar untuk
mengembangkan bisnisnya lebih lanjut di Indonesia. Dalam pertemuan
dengan Lotte, perusahaan yang selama ini dikenal bergerak di
supermarket, ternyata berminat mengembangkan usaha di sektor lain.
Lotte mau masuk ke petrokimia, karena mereka grup bisnis yang luas
yang juga menggarap sektor lain termasuk properti, perhotelan,
petrokimia dan lainnya.
Dalam kunjungan ke Korea juga dicapai kesepakatan kerja sama
perusahaan baja Korea Posco yang melanjutkan kerja samanya dengan PT
Krakatau Steel.
“Ini adalah rencana mengembangkan kapasitas produksi di mana akan ada
joint venture antara KS dengan Posco dan kita sangat membutuhkan produk
besi baja dalam waktu dekat ini,” katanya.
Pembangunan pembangkit listrik juga harus diikuti dengan pembangunan
transmisi yang diperkirakan mencapai sepanjang 43.000 km. “Dan itu pasti
memerlukan besi dan baja,” ujar Darmin Nasution.
Bila pada dekade silam, ikon senjata Paskhas TNI AU adalah kanon
triple gun, maka saat ini ada dua ikon senjata Paskhas yang terbilang
populer, yaitu rudal MANPADS (Man Portable Air Defence System) QW-3 dan
kanon PSU (Penangkis Serangan Udara) Oerlikon Skyshield. Dan bila
sebelumnya rudal QW-3 terlihat selalu disuguhkan dalam moda dipanggul,
kini QW-3 andalan Korps Baret Jingga juga ditampilkan dalam platform twin launcher.
Melihat QW-3 dalam platform twin launcher, sontak mengingatkan pada
jenis rudal hanud Mistral Atlas buatan MBDA, yang dioperasikan Arhanud
TNI AD. Twin launcher memang dipersiapkan untuk adopsi rudal pada vehicle mounted.
Kebetulan platform QW-3 twin launcher ini sempat kami pergoki saat
ditampilkan dalam demo pekan dirgantara HUT TNI AU ke-70 di Lanud Halim
Perdanakusuma.
QW-3 twin launcher punya beberapa keunggulan dibanding model panggul,
pasalnya posisi penembakan lebih stabil, gunner pun dalam posisi duduk
manis, sehingga bisa membidik sasaran lebih fokus dan tenang. Kabar
baiknya, twin launcher QW-3 sudah bisa diproduksi di dalam negeri, meski
rudalnya sendiri masih di impor dari China Aerospace Science and
Industry Corporation (CASIC), Cina. Di artikel terdahulu, kami telah
mengupas cukup detail tentang seluk beluk rudal yang juga belakangan
digunakan Arhanud TNI AD ini.
Posisi standar penembakkan QW-3 dengan dipanggul.
QW-3 milik Paskhas dipasang dalam platform tripod di kendaraan jip
Bagi personel Denhanud (Detasemen Pertahanan Udara) Paskhas,
bercerita tentang rudal ini menjadi sangat menyenangkan, pasalnya dalam
beberapa kali uji coba penembakkan, rudal yang mampu melesat 750 meter
per detik ini memang tak pernah gagal dalam menghajar sasaran berupa target drone.
Lepas dari bahasan tentang QW-3 yang sudah pernah kami sajikan,
nyatanya ada beberapa poin menarik yang rasanya menarik untuk kami bagi
dalam tulisan ini.
Tampilan rudal QW-3 dan tabung peluncur.
Diantara yang menarik adalan proses reload (isi ulang), satu tabung
peluncur memang bisa dipakai lebih dari satu kali penggunaan, tapi
maksimum hanya bisa sampai tiga kali penggunaan, termasuk penggunaan
dalam latihan akan mengurangi masa pakai tabung peluncur. Kemudian waktu
untuk reload, rudal memang dapat diisi ulang dengan cepat ke tabung,
namun untuk mempersiapkan sensor dan IFF (Identification Friend or Foe) interrogator bisa makan waktu 10 menit. Bila gunner terdesak untuk meluncurkan rudal secara kilat, dengan modal nekat tentu QW-3 dapat siap tembak setiap saat.
Beragam
perlengkapan Satuan Tembak QW-3. Mulai dari helm pembidik, teropong,
GPS, dan IFF interrogator. Yang disebut terakhir nampak berupa tas mini
berwarna loreng. Perangkat ini menyambungkan kabel yang berisi data
informasi ke sistem rudal atau TDR (target data receiver),
Inilah perangkat battery coolant unit.
Dalam gelar operasinya, satuan tembak (Satbak) QW-3 akan sangat
bergantung pada koordinasi dari radar Smart Hunter. Pasalnya Smart
Hunter yang akan menginformasikan data IFF, dan perintah Satbak QW-3
mana yang harus merespon datangnya sasaran di suatu area pertahanan.
Adanya informasi dari Smart Hunter juga berperan untuk keselamatan awak
Satbak dari potensi serangan udara, dimana arah datangnya lawan dapat
diketahui lebih dini.
Tampilan alat pembidik sasaran pada QW-3 twin launcher.
Close up QW-3 twin launcher.
Elemen lain yang tak kalah penting adalah battery coolant unit,
bentuknya berupa tabung yang terdapat dibawah ujung peluncur rudal.
Karena vitalnya baterai ini, dalam operasinya setiap peluncur harus
mempersiapkan cadangan sampai empat unit baterai. Agar rudal senatiasa
siap digunakan, secara berkala dilakukan jadwal maintenance.
Populasi QW-3 di arsenal Paskhas sendiri lumayan besar, dipercaya ada
lebih dari 200 unit, belum lagi QW-3 yang ada dioperasikan Arhanud TNI
AD. Boleh jadi saat ini QW-3 adalah tulang punggu rudal hanud di
Indonesia, terutama dalam hal kekuatan logistik. (Haryo Adjie)
Sebanyak 450 personel dari Satuan Batalyon Infanteri Para Raider
330/Tri Dharma Kostrad dikirim untuk melaksanakan pengamanan perbatasan
wilayah Republik Indonesia (RI) – Papua Nugini. Pasukan yang dipimpin
oleh Mayor Inf Kamil Bahrain Pasha itu diberangkatkan menggunakan KRI
TNI AL Teluk Manado-537.
Panjang perbatasan RI – Papua Nugini yang akan dijaga memiliki
panjang sekitar 250 kilometer dan dibagi dalam 16 pos. Pasukan dari
satuan Yonif Para Raider 330/Tri Dharma Kostrad itu akan menjaga
perbatasan selama sembilan bulan kedepan dan direncanakan kembali ke
Jakarta pada bulan Februari 2017.
Dalam Amanat tertulis Panglima Divisi Infanteri 1 Kostrad Mayjen TNI
Sudirman yang dibacakan Kepala Staf Divisi Infanteri 1 Kostrad Brigjen
TNI Agus Suhardi menyampaikan kepada seluruh prajurit satgas untuk
memahami situasi dan kondisi wilayah perbatasan RI – Papua Nugini dengan
permasalah dan ancaman yang mungkin timbul, serta lakukan analisa
situasi dengan akurat agar terhindar dari kesalahan pengambilan
keputusan.
Pada kesempatan tersebut, Panglima Kostrad Letjen TNI Edy Rahmayadi
juga berkesempatan memberikan pengarahan. Pangkostrad mengatakan bahwa
tugas pasukan selain melaksanakan Pamtas RI – Papua Nugini adalah
melaksanakan tugas teritorial yaitu BinKomsos, Bakti TNI dan Bin Wanwil
serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Papua, khususnya tempat
pasukan bertugas.
Kapal selam Scorpene-1000, merupakan keturunan langsung dari Scorpene
2000, yang menggabungkan desain mutakhir tingkat tinggi siluman,
manuver dan kecepatan. Ukurannya yang kecil memungkinkan untuk unggul di
perairan pantai dan tetap menjadi lawan tangguh di perairan dalam.
Scorpene-1000 bisa dibilang merupakan miniatur dari Scorpone 2000 secara
keseluruhan.
Sistem tempur generasi terbaru dalam Scorpene-1000 dapat membawa
torpedo berat, rudal anti pesawat dan rudal anti–kapal. Berkat senjata
yang dibawanya, membuat kapal selam ini memiliki efek deteren yang
tinggi dan mematikan.
Scorpene-1000 dapat digunakan untuk membawa pasukan khusus dan dapat
membawa modul di kedua sisinya untuk perenang mengirim kendaraan atau
peralatan lainnya. Kemampuan dan desain yang melekat dengan adanya
penambahan bobot sekitar 10 ton memungkinkan DCNS untuk menawarkan
pilihan A3SM Anti-Air Missile Sistem dan Survellance UUVs terpasang di
kapal selam Scorpone-1000.
Misi S-1000
Misi kapal selam S-1000 meliputi peperangan anti-kapal selam, peperangan
anti-permukaan, pengumpulan intelijen, operasi khusus, ofensif mooring
tambang, pelacakan rahasia dari kegiatan ilegal, operasi kapal tunggal
dan operasi kerja sama dengan kapal lain atau aset maritim.
Scorpene-1000 dapat diintegrasikan untuk berkomunikasi dengan mudah
dengan kapal lainnya dan pusat komando .
Desain Hull S-1000
Struktur double- hull memberikan bertahan hidup yang baik dan mampu
menjaga karakteristik laut. Sebuah kemudi konfigurasi – X beroperasi
secara indepedent untuk tingkat manuver yang tinggi termasuk dalam
radius putar yang kecil. Lambungnya yang kecil membantu kapal selam ini
memilki karakteristik siluman. Kapal selam Scorpene 1000 memiliki
kedalaman menyelam hingga 200m dan daya tahan di dalam air selama 5
hari (tanpa AIP) dan 30 hari (dengan Fuel Cell AIP) sehingga memiliki
akustik dan visual yang sangat rendah .
Komando dan Kontrol
Scorpene-1000 dilengkapi dengan sistem tempur DCNS SUBTICS kapal selam
taktis yang terintegrasi. (Sistem SUBTICS ini salah satu yang ditawarkan
pihak DCNS untuk mengoverhaull KS Cakra Indonesia).
Combat Management System CMS yang ditawarkan sudah terintegrasi
dengan sonar dan sensor lainya (Optik, Optronic, Electronic Support
Measures dan Radar), mencari lokasi dan mengidentifikasi kapal,
pelacakan sasaran, analisis taktis, pengambilan keputusan, Manajemen
aksi, pertukaran data taktis via data link, kontrol sistem senjata dan
keterlibatan target.
Senjata
Scorpene-1000 dapat mengakomodasi generasi baru torpedo kelas berat
seperti: Black Shark/F21 , rudal anti – kapal seperti Exocet SM–39,
rudal anti pesawat A3SM dan Mine-Laying system.
Pasukan Khusus
Kapal selam Scorpene-1000, bisa membawa dua penumpang ditambah tim dari
enam penyelam, dapat digunakan untuk misi pasukan khusus yang memberikan
kemampuan serang sebanding dengan kapal selam yang lebih besar. Kapal
selam ini dilengkapi dengan kunci luar / kunci dalam ruang untuk
perenang bertempur .
Dari spesikasi kapal selam Scorpon 1000 di atas, bisa dibilang sudah
cukup lengkap untuk sebuah kapal selam dengan bobotnya yang kecil.
Bahkan sangat mengagumkan jika dilihat dari kemampuan senjata yang
dibawa. Memang ada beberapa jenis kapal lain yang sejenis yang bisa
dibandingkan seperti: U-210Mod dan Amur 950 (S-1000).
Dari kedua rivalnya yang ada, kapal selam mempunyai kekurangan dan
kelebihan masing-masing. kekurangan yang mencolok Scorpene-1000 jika
dibandingkan U-210 Mod dan S-1000 (Rusia-Italia) adalah dari segi
endurance. Kemampuan menyelamnya yang hanya 200 meter dan daya tahan
menyelam di air yang hanya 5 hari.
Untuk daya tahan sendiri masih tertolong rendah dengan adanya
penambahan Fuel Cell AIP. Tapi sebagai kapal selam yang disiapkan untuk
dipesisir pantai, kemampuan Scorpone-1000 sudah cukup baik dan hanya
selisih 50 meter untuk kemampuan menyelam dengan U-210 Mod. Kelebihan
lain dari U-210 Mod adalah speed dalam berenang. U-210Mod sendiri
mempunyai kelemahan, yaitu tidak adanya VLS Missile dan anti-ship
missile. U-210 Mod sendiri merupakan hasil gado-gado teknologi yang ada
di kapal selam jerman (automation level acoustic concept U-209,
Propulsion System (Permasyn Motor) U-212A dan Automation Concept
Hydroplane Hydrodynamic sall design U-214) yang saat ini teknologinya
sudah ada di changbogo class.
Kalo melihat dari kebutuhan TNI AL sebagai User, yang paling
mendekati Scorpene-1000 dan Amur 950 / S-1000 (Rusia-Italia). Dimana
“kapal selam Indonesia bisa menembakan rudal sejauh 300KM”. Seperti yang
kita tahu, Rusia sangat pelit dalam memberikan TOT kepada negara lain.
Kalaupun mau memberikan, harga yang harus dibayar sangatlah mahal.
Kita bisa lihat kasus India dalam mengadakan tender kapal selam dan
pesawat tempur yang mengharuskan adanya Transfer of Technology (TOT),
terlalu mahalnya harga yang dibayarkan dan kurang komitmennya Rusia
berbagi teknologi (Program Pakfa) sampai India harus berpaling ke
Prancis (tender Rafale dan Scorpene).
Mungkin penawaran Scorpone-1000 ada kaitannya yang seperti bung B.
Stephanus bilang, Indonesia sedang negosiasi 4 buah kapal selam selain
Kilo (Amur 950 / S-1000). Yang jika gagal hasil negosiasinya akan
berpaling ke Scorpene-1000.
Ada yang menarik kenapa pemerintah Indonesia tertarik dengan Scorpene
1000 adalah penawaran ToT DCNS terhadap pemerintah Indonesia. Dimana
DCNS 2 bulan sebelum menawarkan ke Indonesia, memberikan penawaran Paket
ToT untuk peremajaan kapal selam Polandia di acara International
Defence Industry Exhibition di Polandia pada tanggal 1-4 September 2015.
DCNS menawarkan proposal untuk angkatan laut Polandia berupa, Highly
performing acoustic discreation, meningkatkan kemampuan menyelam dengan
teknologi generasi terbaru Air Iindpendent Propulsion ( AIP ) dan
Scorpone memiliki kemampuan menggunakan MBDA Naval Cruise Missile (NCM).
Xavier Mesnet, (Surface Ship and Submarines Marketing Director at
DCNS) menjelaskan bahwa akan ada Transfer of Technolgy (TOT) untuk
pembangunan kapal selam di Polandia. “Kami ingin memberikan Polandia
otonomi penuh dan kedaulatan penuh pada kapal selam ini (Scorpene) yang
dicover oleh dua aspek : Yang pertama adalah Naval Cruise Missile yang
akan memberikan kemampuan pencegahan, dan aspek kedua adalah propulsi
otonom dengan AIP sel bahan bakar yang dirancang oleh DCNS”.
Angkatan Laut Polandia rencananya akan menonaktifkan empat kapal
selam Kobben Class (Type 207) pada akhir 2016 dan ORP Orzel (kelas Kilo)
tahun 2022, DCNS memiliki solusi untuk mempertahankan keterampilan
pelaut Angkatan Laut Polandia sampai kapal selam pesanannya
beroperasional.
Kalau dilihat dari penawaran yang diberikan ke Polandia, kemungkinan
bisa juga ditawarkan kepada Indonesia. Jika tidak adanya ToT, tidak
mungkin pemerintah Indonesia tertarik dengan kapal selam ini. Jika
memang dibalik penawaran 6 unit Scorpene-1000 ini yang membuat
pemerintah Indonesia tertarik, ini merupakan batu lompatan yang besar
dengan adanya kerjasama dengan DCNS.
Kalaupun tidak diberikan ijin menggunakan MBDA Naval Cruise Missile
(SCALP air-launched cruise missile), setidaknya bisa memberikan ToT
untuk sistem VLS rudal lain dan Fuel Cell AIP seperti yang didapat India
untuk dipasang di kapal selam Indonesia dan mengintegrasikan antara
sistem barat dan timur (Rusia) yang ada di Angkatan Laut Indonesia. Ada
kemungkinan juga Korea Selatan tidak mampu / memberikan ToT untuk Fuel
Cell AIP yang ada di Chang Bogo. Karena AIP merupakan teknologi terbaru
dan baru beberapa negara saja yang mampu membuat Sistem AIP. Di Asia
sendiri baru Jepang (hasil kerjasama Swedia), India (hasil ToT DCNS) dan
China (sedang mengembangkan sendiri).
Untuk menerima penawaran ini, pemerintah Indonesia harus berani
mengocek uang lebih dari hasil ToT ini. Kalau melihat dari pengalaman
india, mereka sampai harus mengeluarkan USD 8,1 Milyar untuk pengadaan 6
unit Scorpene 2000 beserta ToT nya. Yang pasti jika penawaran ini
diterima, akan mempengaruhi pengadaan kapal selam kilo. Karena biaya
yang cukup besar untuk menerima penawaran DCNS ini.
Dengan adanya penawaran baru dari DCNS mudah-mudahan tidak
mempengaruhi proses Transfer of Technology yang sedang berjalan dengan
Korea Selatan. Dengan adanya penawaran baru dengan DCNS nantinya
berharap mampu meningkatkan kapal selam Indonesia yang sedang dibangun
sekarang dan sesuai dengan doktrin, kondisi geografis dan geopolitik
Indonesia bahkan mampu bersaing dengan negara yang sudah lebih maju
dalam industri militer minimal dikawasan.
Dibanding negara lain di Asia Tenggara, boleh dibilang militer
Indonesia menjadi yang paling ‘kaya’ dalam keragaman rudal hanud
(pertahanan udara). Sebut saja yang saat ini aktif ada RBS-70, SA-7 Strela, Grom, Mistral, QW-3, Chiron, dan Starstreak.
Meski masing-masing punya sisi kehandalan tersendiri, namun kesemuanya
masuk dalam kategori MANPADS (Man Portable Air Defence Sytem) VSHORAD
(Very Short Air Defence). Soal keunggulann mobilitas dan perawatan,
tentu tak usah diragukan.
Tapi yang jadi soal, jarak tembak yang amat terbatas tentu tidak
sesuai dengan kebutuhan hanud titik secara komprehensif. Taburan MANPADS
yang tersebar digunakan oleh TNI AD, TNI AL, dan TNI AU, hanya sanggup
meladeni sasaran yang terbang rendah, pada ketinggian maksimum 4.000
meter. Kemampuan menguber sasaran pun paling banter dipatok sejauh 8.000
meter. Dalam doktrin Kohanudnas, untuk merespon sasaran yang terbang
lebih tinggi, dikedepankan peran hanud terminal, yakni jet interceptor.
Tidak ada yang keliru dari stategi hanud diatas, tapi jelas sudah
sangat ketinggalan jaman, mengingat konsep diatas tidak disiapkan untuk
merespon meluncurnya rudal jelajah yang dilepaskan dari kejauhan, plus
jumlah pesawat tempur TNI AU yang terbatas, dipastikan coverage suatu
hotspot belum tentu bisa optimal saat dibutuhkan.
MERAD
Meski sampai saat detik ini, Arhanud TNI masih berkutat di zona SHORAD,
untungnya itikad untuk melakukan pembebahan pada sistem alutsista hanud
mulai mendapat titik terang. Seperti dikutip dari pernyataan Komandan
Korpaskhas Marsekal Muda TNI Adrian Watimena di majalah Commando edisi
No2 Tahun 2016, disebutkan bahwa saat ini sedang dalam proses pengadaan
sista hanud MERAD (Medium Air Defence). “MERAD ini jaraknya antara 50 – 100 km dan masuk dalam program MEF (Minimum Essential Force) II periode 2015 – 2019.”
Dalam segmen MERAD, beberapa kandidat telah dilirik dan dikunjungi
oleh tim terkait. Sebut saja ada nama NASAMS (National Advanced Surface
to Air Missile System) dari Norwegia, LY-80, Flying King, dan Sky Dragon
50. Ketiga yang disebut terakhir berasal dari Cina. Belum jelas siapa
diantara keempat kandidat yang nantinya akan dipilih Kemhan (Kementerian
Pertahanan) RI. Namun melihat potensi konflik di Laut Cina Selatan,
alangkah bijak bila TNI dan Kemhan tak memilih produk dari Cina. Selain
juga sudah terlalu banyak alutsista TNI yang berasal dari Negeri Tirai
Bambu.
NASAMS
Bila diasumsikan yang dipilih adalah NASAMS, maka ini pertama kali bagi
Norwegia memasok sistem rudal untuk TNI. NASAMS dibuat oleh Kongsberg,
dan Kongsberg selama ini telah akrab di lingkungan TNI AL, yakni sebagai
pemasok Combat Management System (CMS) MSI-90U MK2 untuk kapal selam
Nagabanda Class (aka – Changbogo Class) dan Hugin 1000 AUV
(Autonomous Underwater Vehicle) yang ada di KRI Rigel 933 dan KRI Spica
934. Jadi untuk urusan lobi penjualan bukan memulai dari nol lagi.
Lebih tepatnya sistem NASAMS digadang oleh Kongsberg Defence &
Aerospace dan Raytheon. Karena ada nama Raytheon, maka basis pemasaran
rudal ini mampu menembus paar Amerika Serikat. Bahkan NASAMS dipercaya
sebagai rudal hanud yang melindungi obyek vital di Washington DC,
termasuk Gedung Putih. Dengan label Raytheon, bisa ditebak basis
pengembangan rudal mengacu pada basis rudal eksisting. Dan kemudian bisa
disebut NASAMS adalah versi SAM (Surface to Air Missile) AIM-120 AMRAAM
(Advanced Medium Range Air-to-Air Missile), rudal udara ke udara jarak
sedang yang sangat kondang nan letal di kalangan NATO.
Kolaborasi Kongsberg dan Raytheon disepakati dalam kontrak kerjasama
selama 10 tahun, dimulai sejak 2015 sampai 2025. Sistem hanud NASAMS
secara keseluruhan dapat memantau, mengidentifikasi, dan mengeliminasi
sasaran berupa pesawat tempur, helikopter, rudal jelajah, dan drone
(UAV).
Sistem ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi, terlibat dan
menghancurkan pesawat, helikopter, rudal jelajah dan kendaraan udara tak
berawak (UAV). Sejak generasi pertama diperkenalkan pada tahun 1998,
kini Kongsberg telah merilis NASAMS II. Varian terbaru ini sudah
menggunakan jenis radar baru, dan 12 peluncur rudal untuk merespon
sasaran yang dinamis. Selain Norwegia dan AS, NASAMS II telah digunakan
oleh Oman, Finlandia dan Belanda.
Apa yang membuat NASAMS terlihat special? Salah satunya adalah sudah
mengadopsi network centric, seperti yang digadang jet tempur Saab Gripen
NG. Dengan network centric menydiakan open architecture yang mampu
membuat sistem pertahanan terintegrasi dapat lebih tahan terhadap
peperangan elektronika. NASAMS secara simultan dapat memindai 72 sasaran
sekaligus dalam mode akif dan pasif.
Modul radar MPQ-64F1.
Modul sensor IR dan Electro Optic.
Command Post atau FCU (Fire Control Unit).
Dalam sistem NASAMS terdiri dari peluncur rudal AIM-120 AMRAAM
berpemandu active radar homing, radar Raytheon MPQ-64F1 Sentinel
high-resolution, sensor infra red (IR) dan electro optic (EO), dan
command post atau FCU (Fire Control Unit). MPQ-64F1 adalah 3D beam
surveillance radar yang punya jarak pantau hingga 75 km. Nah, untuk
rudal AIM-120 AMRAAM bisa dipilih, Raytheon menyediakan empat opsi,
AIM-120 A/B dengan jarak tembak 55- 75 km, AIM-120C (105 km), AIM-120D
(180 km), dan AIM-120 ER (Extended Range) dengan jarak tembak 40 – 50 km
lebih jauh dari AIM-120D. Namun AIM-120 ER baru akan diproduksi pada
tahun 2019.
Suasana di dalam kabin Command Post.
Apakah nantinya NASAMS yang akan memperkuat MERAD Arhanud TNI di masa
depan? Kita tunggu saja kabar berikutnya. Yang jelas vendor dari Cina
tak akan tinggal diam, fitur canggih dengan harga miring pastinya selalu
menggoda. (Gilang Perdana)
Tahun depan jadi momen yang ramai dengan kehadiran alutsista gress TNI, di segmen helikopter dipastikan akan hadir AS565 MBe Panther,
helikopter AKS (Anti Kapal Selam) untuk Puspenerbal TNI AL, sementara
dari matra darat, helikopter tempur sangar AH-64D Apache Block III
Longbow (aka – Guardian) dari Boeing untuk pesanan Puspenerbad
TNI AD juga akan mulai berdatangan. Lewat proram FMS (Foreign Military
Sales) yang dikucurkan tahun 2012 lalu, Indonesia memang akan
mendapatkan delapan unit AH-64D Apache yang jadwal kedatangannya di
Tanah Air pada tahun 2017.
Sebagai sistem senjata canggih yang terintegrasi penuh, AH-64D Apache
yang didatangkan ke Indonesia tentu dalam wujud paket lengkap. Dengan
nilai kontrak senilai US$1,42 miliar, selain delapan unit helikopter,
TNI AD juga akan menerima 19 mesin T-700-GE-701D (16 sudah dalam kondisi
terinstall dan 3 unit mesin sebagai cadangan). Tiap AH-64D menggunakan
dua unit mesin. Dalam paket semiliar dollar juga termasuk 9 Modernized
Target Acquisition and Designation Sight/Modernized Pilot Night Vision
Sensors, 4 AN/APG-78 Fire Control Radars (FCR) dengan Radar Electronics
Units (Longbow Component), 4 AN/APR-48A Radar Frequency Interferometers,
10 AAR-57(V) 3/5 Common Missile Warning Systems (CMWS) dengan 5th
Sensor and Improved Countermeasure Dispenser, 10 AN/AVR-2B Laser
Detecting Sets, 10 AN/APR-39A(V)4 Radar Signal Detecting Sets, dan 24
Integrated Helmet and Display Sight Systems (IHDSS-21).
Sementara dari sisi persenjataan, nantinya Puspenerbad tak lagi
ketinggalan dari Singapura, pasalnya telah di order 32 unit peluncur
rudal Hellfire M299A1. Logistik rudalnya pun dipersiapkan sampai 140
unit Hellfire AGM-114R3. Plus tentu bekal amunisi 30 mm untuk kanon M230
chain gun, logistik, spare part, dan pelatihan semua sudah terangkum
dalam paket FMS. Sebagai itikad baik, saat HUT TNI ke-69 di Dermaga
Ujung, Surabaya, empat unit Apache pinjaman dari US Army ikut serta
dalam defile udara.
AH-64 Apache US Army dan Mi-35P TNI AD.
Sebagai helikopter termpur dengan letalitas tinggi, keluarga heli
Apache jelas sarat perangkat sensor dan senjata yang serba jempolan.
Apache menjadi pelopor penggunaan IHADSS (Integrated Helmet and Display
Sight System). Dan dikemudian hari, IHADSS menjadi platform sistem
sensor dan senjata yang favorit dipasang di beragam heli tempur modern.
Selain AH-64 Apache, IHADSS kini diadopsi heli tempur Eurocopter Tiger,
A1289 Mangusta, dan CSH-2 Rooivalk. Khusus tentang IHADDS dan koneksinya
dengan kanon M230, telah kami kupas secara khusus pada artikel dibawah
ini. AH-64D Apache Longbow Block III, punya identitas lain sebagai
AH-64E Apache Guardian. Label inilah yang kemudian populer di Indonesia.
AN/APG-78 Fire Control Radars
Adanya modul radar yang berada tepat diatas poros bilah baling-baling
utama menjadi ikon tersendiri bagi AH-64D Apache Longbow. Ini yang
secara visual tegas membedakan antara varian lama, AH-64A Apache. Radar
ini pada hakekatnya bagian dari sistem Longbow, sistem yang dibesut
patungan antara Lockheed Martin dan Northrop Grumman, yang menawarkan
integrasi pada sistem radar dan rudal Hellfire.
AN/APG-78 masuk ke dalam jenis radar pengendali tembakkan. Radar ini
berjalan di frekuensi Ka band 35Ghz untuk fungsi deteksi, lokasi,
klasifikasi dan prioritas pada sasaran taktis. Jarak jangkau radar
AN/APG-78 mencapai radius 8 km. Sistem radar ini memang dipersiapkan
untuk mampu mengendus kehadiran musuh meski dalam cuaca buruk dan
operasinya mendukung pada medan berbukit. (Samudro)
Panglima TNI Gatot Nurmantyo berencana
menjadikan pulau-pulau terluar menjadi ‘kapal induk’ yang diharapkan
menjadi basis pertahanan Indonesia.
“Kita tidak butuh kapal induk. Pulau-pulau kita jadikan kapal induk.
Daripada kita beli kapal induk, berapa harganya ? Lebih baik pulau-pulau
yang ada, kita buat (sebagai markas militer),” ujar Jenderal Gatot saat
mengunjungi Pulau Biak, Papua, Sabtu (30/4/2016).
Realisasi pembangunan pulau sebagai ‘kapal induk’ akan dilakukan
dalam waktu dekat. ‘Kapal induk’ ini akan menambah kekuatan di daerah
perbatasan.
“Saya sih maunya cepet-cepetan, supaya angkatan perang kita siap
dengan segala kemungkinan”. Pulau ‘kapal induk’ akan menjadi markas alat
militer melakukan pertahanan.
“Kalau di sini (Biak) bisa ada pesawat tempur, pesawat transportasi,
kemudian kapal-kapal logistik, terus apa bedanya dengan kapal induk ?.
Fungsinya sama menjaga wilayah timur,” jelas Panglima TNI.
Kedatangan Panglima TNI ke Pulau Biak merupakan bagian dari kunjungan
empat hari, untuk meninjau pembangunan dermaga di Pulau Kaimana, Mako
Lantamal Sorong, dan terakhir di Pulau Biak. Tujuan utamanya adalah
untuk menyusun Rencana Pembangunan Kekuatan (Renbangkuat TNI).
“Ini semuanya sedang kita hitung, setelah itu saya paparkan kepada
pemerintah. Nah kita tunggu pemerintah bagaimana. Saya mengusahkan agar
sehemat mungkin, agar bekas Jepang Belanda yang kita bisa gunakan kita
perbaiki dan kita manfaatkan,” tuturnya.
Panglima TNI ingin dilakukan perbaikan sejumlah dermaga. Nantinya ada
dua dermaga untuk bersandar kapal besar dan kecil di pulau tersebut
serta berguna pula sebagai penjaga keamanan nantinya.
“Dermaga ini sudah rusak, ya kita lapisi saja. Kita benahi lagi.
Pokoknya ada dua dermaga, satu untuk kecil dan satu untuk kapal besar,”
ujang Panglima TNI.
Jenderal Nurmantyo memberi contoh beberapa pulau terluar yang menjadi
ujung tombak keamanan. Pulau tersebut adalah Pulau Natuna untuk wilayah
barat dan Biak karena berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik yang
menjadi lalu lintas laut utama perdagangan menuju Australia.
“Biak itu paling ujung. Contohnya Natuna terdepan di wilayah Barat,
Biak di timur langsung menghadap ke Pasifik, Morotai di Utara, Saumlaki
di wilayah Selatan,” jelas Gatot Nurmantyo..
Tak hanya penambahan keamanan wilayah laut, pemerataan pesawat tempur
pun akan dilakukan. “Yang sementara terpusat di Madiun dan Makassar,
Riau itu kan sebagian, harus rata. Karena sekarang kita tidak bisa
memprediksi musuh darimana. Nah yang sekiranya kosong kita isi,” ujar
Jenderal Nurmantyo.