"Yang paling penting, kita disadap tapi tidak bisa dimengerti mereka."
"Sudah ada (sistem sandi), tapi butuh waktu merealisasikannya.
Sumber daya manusianya harus dilatih, agar bisa mengawal organisasi,"
kata Agus kepada VIVAnews.
Agus menjelaskan, ada peralatan otomatis yang disebut enkripsi,
yang dapat dikembangkan oleh Pemerintah. Namun, sayangnya belum semua
alutsista yang dimiliki RI menggunakan alat tersebut.
"Untuk alusista kita, dilengkapi dengan peralatan pengamanan yang
pertama sandi yang sifatnya manual, yang jika dibaca dia harus melihat
buku. Seperti pesawat dan alat tempur kita. Sekarang masalahnya, belum
semua dilengkapi enkripsi. Akibatnya adalah manakala salah satu
menggunakan enkripsi atau tidak, itu tidak akan berguna. Oleh karena
itu, alusista kita harus dilengkapi dengan enkripsi," katanya.
Agus menilai, aksi sadap yang dilakukan Amerika Serikat dan
Australia dilancarkan untuk memperkuat strategi negara mereka. Maka,
langkah yang harus dilakukan untuk mencegah penyadapan asing, menurut
dia, adalah memperkuat sistem persandian.
"Yang paling penting, kita disadap tapi tidak bisa dimengerti oleh
mereka. Oleh karena itu sistem persandian itu penting," ujarnya.
Sementara, karena belum adanya pernyataan yang jelas dan memuaskan
hingga kini, Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin 11 November 2013 akan
mengundang Duta Besar Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty dan Wakil
Dubes Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Madam Bauer ke Gedung
Parlemen.
Menurut Wakil DPR, Priyo Budi Santoso DPR ingin berdialog soal isu
penyadapan yang dilakukan kedua negara itu kepada pejabat tinggi
Indonesia. (eh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar