AGM-65K melesat menghantam sasaran
Ketika jet tempur Sukhoi Su-27/Su-30 Flanker mulai memperkuat TNI AU di tahun 2003, meski pengadaannya terbilang lelet, kini deretan rudal canggih telah berjejer di etalase Skadron Udara 11. Untuk segmen rudal udara ke permukaan (air to ground missile) misalnya, Sukhoi TNI AU sudah dibekali pilihan rudal papan atas seperti Kh-29TE, Kh-31P, dan Kh-59ME. Dan jadilah Sukhoi Indonesia kian kuat daya letalnya, meski rudal yang sama lebih dulu digunakan Malaysia dan Singapura. Kemudian bagaimana dengan supremasi jet tempur TNI AU yang berasal dari blok Barat/NATO?
Berbicara khusus ke segmen rudal udara ke permukaan berstandar NATO, yang paling maju masih berkutat di keluarga Maverick. TNI AU pertama kali mulai mengenal Maverick saat pembelian paket 12 unit F-16 A/B Fighting Falcon pada tahun 1990. Yang diadopsi kala itu adalah tipe AGM-65G dengan pemandu infra red. Selain digunakan oleh F-16, TNI AU juga kerap memasang AGM-65G pada jet tempur taktis Hawk 209 dan Hawk 109.
Hawk 200 TNI AU tampak membawa 2 unit Maverick
Nah, jika ditilik dari segi usia, Maverick AGM-65G TNI AU kini sudah berumur seperempat abad, padahal pengoperasian rudal ada batas usianya. Sebagai gantinya lalu dipilih Maverick AGM-65K2 buatan Raytheon Corporation, AS. Rudal ini digadang untuk melengkapi sisa 10 unit F-16 di Skadron Udara 3 dan 24 unit F-16 C/D Block 52ID di Skadron Udara 16.
F-16 TNI AU tampak menggotong Maverick
Merujuk ke Defense Security Cooperation Agency – dsca.mil (22/8/2012), paket pengadaan rudal AGM-65K2 sama persis dengan paket terdahulu untuk AGM-65G, yakni terdiri dari unit misil utama AGM-65K2 sebanyak 18 unit, TGM (Training Groung Missile)-65K2, rudal tiruan (dummy) yang dipakai sebagai prasarana latihan. TGM mempunyai sistem serupa dengan AGM-65K2, cuma tidak dilengkapi motor roket, jadi tidak dapat diluncurkan. TNI AU mendapakan 36 unit TGM-65K2. Kemudian TNI AU mendapatkan 3 unit TGM-65D MTM (Maintenance Training Missile) yang digunakan teknisi guna mengecek sistem alat bidik yang ada di pesawat. Secara keseluruhan paket pengadaan yang masuk dalam program FMS (Foreign Military Sales) ini bernilai US$25 juta.
Uji kalibrasi pada AGM-65G TNI AU
Agar cocok untuk segala tugas, pihak pabrikan sengaja menciptakan Maverick dengan desain modular. Alhasil dengan konsep ini perangkat penuntun bisa digonta-ganti sesuai keinginan pemesan. Sebagai contoh untuk AGM-65 A/B/H menggunakan sistem pemandu TV. Lantas masih ada lagi AGM-65 D/F/G yang memiliki pemandu infra merah. Dengan desain modular, maka Maverick generasi anyar dapat di upgrade ke versi lain, sebagai contoh AGM-65K di AS berasal AGM-65G yang telah di upgrade sistem pemandunya.
Pilihan jenis pemandu dan hulu ledak pada varian Maverick
Bila AGM-65G mengandalkan infra red, maka sistem pemandu AGM-65K adalah sensor charge couple device (CCD) TV 480×480 pixels, ini merupakan sensor cahaya dalam kamera yang berfungsi merekam gambar. Dengan teknologi pemandu ini, maka rudal dapat beroperasi standoff setelah diluncurkan.
Selain urusan sensor, desain modular juga diberlakukan pada kapasitas bopong hulu ledak. Ada dua opsi yang dipilih, standar 57 kg untuk varian AGM-65 A/B/D/H dan 136 kg bagi AGM-65 E/F/G/H/K. Dalam penerapan di lapangan, untuk hulu ledak ringan biasanya dipakai oleh pesawat-pesawat tempur milik US Marine dan USAF. Sedangkan hulu ledak berbobot lebih besar untuk menghantam target diatas permukaan laut lebih condong digunakan oleh pesawat-pesawat US Navy.
Dengan beragam varian yang ditawarkan, Maverick yang awalnya dikenal sebagai rudal perontok tank kini telah bisa diadaptasi ke beragam target. Berangkat mulai berlaga di Perang Vietnam (1972), berlanjut ke Perang Yom Kippur, Perang Irak – Iran, Perang Teluk, Perang Irak, dan Perang di Libya, serta digunakan di lebih 30 negara, maka layak bila TNI AU mengadopsi rudal Maverick generasi baru untuk memperkuat lini persenjataan jet tempur asal AS/Eropa Barat. Debut perdana AGM-65K dibuktikan saat gelar operasi Iraqi Freedom di tahun 2003. (Bayu Pamungkas)
Spesifikasi AGM-65K2 Maverick
– Diameter: 300 mm
– Panjang: 2,49 meter
– Wingspan: 710 mm
– Jarak tembak maks: 24.000 meter
– Jarak tembak minimum: 100 meter
– Berat hulu ledak: 136 kg penetrating blast-fragmentation
– Berat total: 360 kg
– Sistem pemandu: Charge-coupled device TV sensor
– Propulsi: Thiokol SR114-TC-1 (or Aerojet SR115-AJ-1) solid-fuel rocket
– Kecepatan: 1.150 km per jam
Ketika jet tempur Sukhoi Su-27/Su-30 Flanker mulai memperkuat TNI AU di tahun 2003, meski pengadaannya terbilang lelet, kini deretan rudal canggih telah berjejer di etalase Skadron Udara 11. Untuk segmen rudal udara ke permukaan (air to ground missile) misalnya, Sukhoi TNI AU sudah dibekali pilihan rudal papan atas seperti Kh-29TE, Kh-31P, dan Kh-59ME. Dan jadilah Sukhoi Indonesia kian kuat daya letalnya, meski rudal yang sama lebih dulu digunakan Malaysia dan Singapura. Kemudian bagaimana dengan supremasi jet tempur TNI AU yang berasal dari blok Barat/NATO?
Berbicara khusus ke segmen rudal udara ke permukaan berstandar NATO, yang paling maju masih berkutat di keluarga Maverick. TNI AU pertama kali mulai mengenal Maverick saat pembelian paket 12 unit F-16 A/B Fighting Falcon pada tahun 1990. Yang diadopsi kala itu adalah tipe AGM-65G dengan pemandu infra red. Selain digunakan oleh F-16, TNI AU juga kerap memasang AGM-65G pada jet tempur taktis Hawk 209 dan Hawk 109.
Hawk 200 TNI AU tampak membawa 2 unit Maverick
Nah, jika ditilik dari segi usia, Maverick AGM-65G TNI AU kini sudah berumur seperempat abad, padahal pengoperasian rudal ada batas usianya. Sebagai gantinya lalu dipilih Maverick AGM-65K2 buatan Raytheon Corporation, AS. Rudal ini digadang untuk melengkapi sisa 10 unit F-16 di Skadron Udara 3 dan 24 unit F-16 C/D Block 52ID di Skadron Udara 16.
F-16 TNI AU tampak menggotong Maverick
Merujuk ke Defense Security Cooperation Agency – dsca.mil (22/8/2012), paket pengadaan rudal AGM-65K2 sama persis dengan paket terdahulu untuk AGM-65G, yakni terdiri dari unit misil utama AGM-65K2 sebanyak 18 unit, TGM (Training Groung Missile)-65K2, rudal tiruan (dummy) yang dipakai sebagai prasarana latihan. TGM mempunyai sistem serupa dengan AGM-65K2, cuma tidak dilengkapi motor roket, jadi tidak dapat diluncurkan. TNI AU mendapakan 36 unit TGM-65K2. Kemudian TNI AU mendapatkan 3 unit TGM-65D MTM (Maintenance Training Missile) yang digunakan teknisi guna mengecek sistem alat bidik yang ada di pesawat. Secara keseluruhan paket pengadaan yang masuk dalam program FMS (Foreign Military Sales) ini bernilai US$25 juta.
Uji kalibrasi pada AGM-65G TNI AU
Agar cocok untuk segala tugas, pihak pabrikan sengaja menciptakan Maverick dengan desain modular. Alhasil dengan konsep ini perangkat penuntun bisa digonta-ganti sesuai keinginan pemesan. Sebagai contoh untuk AGM-65 A/B/H menggunakan sistem pemandu TV. Lantas masih ada lagi AGM-65 D/F/G yang memiliki pemandu infra merah. Dengan desain modular, maka Maverick generasi anyar dapat di upgrade ke versi lain, sebagai contoh AGM-65K di AS berasal AGM-65G yang telah di upgrade sistem pemandunya.
Pilihan jenis pemandu dan hulu ledak pada varian Maverick
Bila AGM-65G mengandalkan infra red, maka sistem pemandu AGM-65K adalah sensor charge couple device (CCD) TV 480×480 pixels, ini merupakan sensor cahaya dalam kamera yang berfungsi merekam gambar. Dengan teknologi pemandu ini, maka rudal dapat beroperasi standoff setelah diluncurkan.
Selain urusan sensor, desain modular juga diberlakukan pada kapasitas bopong hulu ledak. Ada dua opsi yang dipilih, standar 57 kg untuk varian AGM-65 A/B/D/H dan 136 kg bagi AGM-65 E/F/G/H/K. Dalam penerapan di lapangan, untuk hulu ledak ringan biasanya dipakai oleh pesawat-pesawat tempur milik US Marine dan USAF. Sedangkan hulu ledak berbobot lebih besar untuk menghantam target diatas permukaan laut lebih condong digunakan oleh pesawat-pesawat US Navy.
Dengan beragam varian yang ditawarkan, Maverick yang awalnya dikenal sebagai rudal perontok tank kini telah bisa diadaptasi ke beragam target. Berangkat mulai berlaga di Perang Vietnam (1972), berlanjut ke Perang Yom Kippur, Perang Irak – Iran, Perang Teluk, Perang Irak, dan Perang di Libya, serta digunakan di lebih 30 negara, maka layak bila TNI AU mengadopsi rudal Maverick generasi baru untuk memperkuat lini persenjataan jet tempur asal AS/Eropa Barat. Debut perdana AGM-65K dibuktikan saat gelar operasi Iraqi Freedom di tahun 2003. (Bayu Pamungkas)
Spesifikasi AGM-65K2 Maverick
– Diameter: 300 mm
– Panjang: 2,49 meter
– Wingspan: 710 mm
– Jarak tembak maks: 24.000 meter
– Jarak tembak minimum: 100 meter
– Berat hulu ledak: 136 kg penetrating blast-fragmentation
– Berat total: 360 kg
– Sistem pemandu: Charge-coupled device TV sensor
– Propulsi: Thiokol SR114-TC-1 (or Aerojet SR115-AJ-1) solid-fuel rocket
– Kecepatan: 1.150 km per jam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar