Tak terasa panser kanon FV 601 Saladin Kavaleri TNI AD usianya telah mencapai 50 tahun lebih, kiprah panser berpenggerak 6×6 ini begitu lekat di mata publik saat dilibatkan dalam film G-30S/PKI. Namun, usia pengabdian Saladin tak lama lagi bakal digantikan AFSV (Armoured Fire Support Vehicle) buatan dalam negeri, yakni panser Badak produksi PT Pindad.
Saladin TNI-AD dalam kamuflase tempur
Meski sama-sama berpenggerak roda 6×6, kaliber persenjataan diantara keduanya berbeda, Saladin mengusung kanon eks Perang Dunia Kedua L5A1 kaliber 76 mm, sementara Badak sudah menggunakan kanon digital Cockerill 90 mm. Nah, berapa unit Badak yang di order untuk kebutuhan TNI AD? Kabarnya mencapai 50 unit, atau ideal untuk melengkapi komposisi satu batalyon kavaleri. Order panser Badak tak terpelas dari dukungan pemerintah, terlebih dukungan serius dari Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kala. Jusuf Kala sebelumnya juga berperan mendorong keberhasilan produksi dan order panser Anoa 6×6.
Eksistensi panser Badak memang butuh dukungan serius dari pemangku kebijakan di dalam negeri, mengingat pabrikan asal Korea Selatan, Doosan DST juga giat memasarkan panser kanon Tarantula 6×6, bahkan Tarantula sejak dua tahun lalu sudah aktif menjadi arsenal kavaleri TNI AD. Dikutip dari Janes.com (20/1/2016), nilai kontrak pengadaan panser Badak ditaksir mencapai US$36 juta. Jika tak ada aral melintang, pesanan pertama akan diserahkan ke user pada akhir tahun ini.
Dari segi level proteksi, Badak 6×6 yang disasar untuk kebutuhan korps Baret Hitam, mengadopsi standar NATO STANAG 4569 Level III, atau mampu menahan impak proyektil kaliber 12,7 mm (Armor Piercing) dari jarak 30 meter. Namun untuk proteksi pada kubah meriam/kanon, masih mengadopsi standar NATO STANAG 4569 Level 1, namun nantinya dapat di upgrade ke level 4 sesuai kebutuhan pembeli. Untuk perlidungan kaca pada periskop, menggukan kaca tahan peluru dengan ketebalan 38 mm. Untuk roda menggunakan velg dan ban dengan model runflat berukuran R20-1400. Ban tetap dapat melaju walaupun ban kempes hingga jarak 80 Km.
Untuk senjata utama, dipilih kanon Cockerill CSE 90LP (Low Pressure) MK3M A1 besutan CMI Defence, Belgia, serupa dengan yang dipakai Tarantula 6×6. Meski mengadopsi varian yang lebih lama, tetapi pemakai kanon Cockerill 90 mm cukup laris di lingkungan TNI, sebut saja seperti di tank Scorpion dan tank amfibi PT-76M Korps Marinir TNI AL. Kabar baiknya, untuk Cockerill 90 yang akan dipasang di Badak, komponennya telah berhasil dibuat oleh PT Pindad, hanya bagian laras yang masih di impor dari Belgia. (Haryo Adjie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar