Jenis frigat ini memang telah berlalu dari etalase armada kapal
perang TNI AL, meski begitu, Tribal class punya arti penting bagi
sejarah perkembangan alutsista TNI AL. Lewat Tribal class, Satuan Kapal
Eskorta (Satkor) TNI AL untuk pertama kalinya dikenalkan dengan sosok
rudal hanud Sea Cat. Dan, lewat Tribal class TNI AL juga mulai
mengadopsi helikopter AKS (anti kapal selam) Wasp, yakni jenis helikopter pertama yang terintegrasi dengan sistem senjata kapal perang.
Merujuk ke sejarahnya, Tribal class di bangun antara tahun 1958
hingga 1962, atau bisa disebut ini adalah frigat generasi tahun 50-an,
Tribal class digadang sebagai kapal perang general purpose yang
dipersiapkan oleh Inggris untuk misi militer di Luar Negeri, maklum
Inggris harus memikirikan kebijakan luar negerinya dan untuk itu perlu
dukungan perangkat militer yang memadai, terutama misinya di Timur
Tengah. Pada era 50 dan 60-an memang tengah bergejolak di Timur Tengah,
akibat lahirnya negara Israel dan krisis di terusan Suez.
Pada awalnya, Inggris akan membangun 23 unit Tribal class, namun
seiring kebijakan luar negeri yang berubah, akhirnya hanya 7 unit Tribal
class yang diproduksi, yaitu HMS Ashanti F117, HMS Nubian F131, HMS
Gurkha F122, HMS Eskimo F119, HMS Tartar F133, HMS Mohawk F125, dan HMS
Zulu F124. AL Inggris menamai ketujuh Tribal class dengan nama-nama suku
yang kondang sebagai petarung di Dunia. Sementara Tribal mengambil arti
sebagai suku bangsa, yang merangkum nama-nama suku diatas.
Pada tahun 1980, kesemua Tribal class milik AL Inggris masuk masa
pensiun, namun tiga diantaranya diaktifkan kembali menyusul pecahnya
Perang Malvinas pada tahun 1982, ketiga kapal tersebut adalah HMS
Tartar, HMS Zulu, dan HMS Gurkha. Nah, setelah Perang Malvinas berakhir,
pada tahun 1984 ketiga kapal perang tersebut dijual ke Indonesia,
setelah sebelumnya dilakukan perbaikan di galangan Vosper Thornycroft,
Inggris. Sesudah menjadi milik TNI AL, HMS Tartar F133 berubah nama jadi
KRI Hasanuddin 333, HMS Zulu F124 menjadi KRI Martha Kristina Tiyahahu
331, dan HMS Gurkha F122 menjadi KRI Wilhelmus Zakarias Yohannes 332.
Bila diperhatikan dari periode pengadaannya, Tribal class tak beda jauh waktunya dari kehadiran kapal tanker KRI Arun 903 dan KRI Dewa Kembar 932 yang merupakan kapal Hidro-Oseanografi.
Kedua kapal perang yang disebut terakhir juga buatan Inggris, berasal
dari bekas pakai AL Inggris, dan kesemuanya terlibat dalam Perang
Malvinas. Namun, masa bakti Tribal class di TNI AL tidak selama frigat Van Speijk class yang masih eksis hingga saat ini.
Sayangnya, karena usianya sudah sepuh, teknologi persenjatannya sudah
tergolong kuno, plus konsumsi bahan bakar yang tidak efisien, maka
ketiga frigat asal Negeri Ratu Elizabeth ini mulai di non aktifkan
menjelang tahun 2000.
Dari segi rancangan, Tribal class merupakan perpaduan antara kapal model kuno dan teknologi kapal modern. Yang pantas dibilang oldskul
tampak pada adopsi desain cerobong asap bahan bakar yang mencitrakan
kapal-kapal Perang Dunia II. Kemudian sentuhan jadul terlihat dari jenis
meriam ukuran 4.5 inchi (114 mm) yang dipasang di bagian haluan dan
buritan. Meriam ini diambil dari kapal veteran Perang Dunia II yang
sudah dibesituakan. Meriam 114 mm ini masih menggunakan pengisian
amunisi secara manual, namun memakai gun directory yang canggih.
Meski tampil oldskul, namun Tribal class terbilang luar biasa pasa
jamannya. Lantaran Tribal class menggunakan mesin turbin yang dipasok
bahan bakar kombinasi antara gas dan uap (COSAG = Combination of Steam and Gas).
Penggunaan mesin turbin ini menjadikan kapal perang mampu siap melaut
dalam hitungan beberapa menit saja. Bandingkan jika menggunakan mesin
uap biasa, pemanasan mesin akan memakan waktu rata-rata empat jam untuk
siap melaut.
General Purpose Fregate
Tribal class disebut general purpose karena dapat menyerang kapal selam, sasaran pantai, memburu kapal-kapal perang lawan, dan melawan serangan udara. Selain senjata utama berupa dua unit meriam 114 mm, Tribal class dibekali mortir anti kapal selam Limbo Mark 10 yang dipasang di buritan. Yang paling sangar adalah rudal hanud Sea Cat buatan Short Brother. Rudal Sea Cat ini menggantikan peran merian Bofors kaliber 40 mm. Sea Cat terpasang dalam dua unit/quad peluncur dipasang di kiri dan kanan, masing-masing quad terpasang empat peluncur rudal. Sebagai senjata bantuan menghadapi serangan udara dan anti permukaan jarak dekat, ada dua kanon Oerlikon 20 mm.
Tribal class disebut general purpose karena dapat menyerang kapal selam, sasaran pantai, memburu kapal-kapal perang lawan, dan melawan serangan udara. Selain senjata utama berupa dua unit meriam 114 mm, Tribal class dibekali mortir anti kapal selam Limbo Mark 10 yang dipasang di buritan. Yang paling sangar adalah rudal hanud Sea Cat buatan Short Brother. Rudal Sea Cat ini menggantikan peran merian Bofors kaliber 40 mm. Sea Cat terpasang dalam dua unit/quad peluncur dipasang di kiri dan kanan, masing-masing quad terpasang empat peluncur rudal. Sebagai senjata bantuan menghadapi serangan udara dan anti permukaan jarak dekat, ada dua kanon Oerlikon 20 mm.
Frigat ini juga dibekali satu unit helikopter Westland Wasp yang dapat dipersenjatai dengan torpedo anti kapal selam, depth charges (bom laut anti kapal selam) atau
rudal udara ke permukaan. Juga dibekali dengan radar udara yang
berjangkauan jauh dan radar udara penjejak obyek terbang ketinggian
rendah. Kedatangan armada helikopter Wasp Puspenerbal memang satu paket
dalam pembelian Tribal class. Seperti halnya pada korvet SIGMA class, helikopter di Tribal class tak dibekali fasilitas hangar.
Punya kemampuan menjelajah lautan di berbagai belahan dunia, Tribal
class dirancang dengan akomodasi yang terbilang sangat nyaman untuk para
awaknya, ruang-ruang sudah dilengkapi AC untuk menghadapi tugas di
wilayah tropis. Tempat tidur tidak berupa hammock, melainkan menggunakan bunk bed.
Selain itu, Tribal class punya desain yang bagus, sehingga stabil dan
nyaman saat melaju pada kecepatan tinggi. Dari ketiga nama kapal perang
eks Tribal class, baru KRI Hasanuddin yang “dihidupkan” kembali menjadi
nama salah satu korvet SIGMA class, yakni KRI Hasanuddin dengan nomer lambung 366. (Gilang Perdana)
Spesifikasi Tribal class
Tipe : General Purpose Fregate Type 81
Bobot kosong : 2.300 ton
Bobot penuh : 2.700 ton
Panjang : 110 meter
Tinggi : 12,9 meter
Lebar : 5,33 meter
Mesin : Single-shaft COSAG, 1 Steam turbine 12,500 shp (9,300 kW), dan 1 Metrovick G-6 gas turbine 7,500 shp (5,600 kW).
Kecepatan : 28 knots (52 km/jam) mesin COSAG dan 20 knots (37 km/jam) mesin turbin uap.
Jarak jelajah : 8.300 km pada kecepatan 12 knots (22 km/jam)
Awak : 253
Radar : Radar type 965 air-search, type 993 low-angle search, type 978 navigation, type 903 gunnery fire-control, type 262 GWS-21 fire-control
Sonar : Sonar type 177 search, type 170 attack, type 162 bottom profiling, Sonar type 199 variable-depth
Persenjataan : 2 × single 4.5 inch (114 mm) Mark 5, 2 × single 40 mm Mark 7 Bofors guns, 2 × four-rail GWS-20 Sea Cat missile systems, 2 × single 20 mm Oerlikon guns, 1 × Mark 10 Limbo ASW mortar.
Helikopter : Westland Wasp
Tipe : General Purpose Fregate Type 81
Bobot kosong : 2.300 ton
Bobot penuh : 2.700 ton
Panjang : 110 meter
Tinggi : 12,9 meter
Lebar : 5,33 meter
Mesin : Single-shaft COSAG, 1 Steam turbine 12,500 shp (9,300 kW), dan 1 Metrovick G-6 gas turbine 7,500 shp (5,600 kW).
Kecepatan : 28 knots (52 km/jam) mesin COSAG dan 20 knots (37 km/jam) mesin turbin uap.
Jarak jelajah : 8.300 km pada kecepatan 12 knots (22 km/jam)
Awak : 253
Radar : Radar type 965 air-search, type 993 low-angle search, type 978 navigation, type 903 gunnery fire-control, type 262 GWS-21 fire-control
Sonar : Sonar type 177 search, type 170 attack, type 162 bottom profiling, Sonar type 199 variable-depth
Persenjataan : 2 × single 4.5 inch (114 mm) Mark 5, 2 × single 40 mm Mark 7 Bofors guns, 2 × four-rail GWS-20 Sea Cat missile systems, 2 × single 20 mm Oerlikon guns, 1 × Mark 10 Limbo ASW mortar.
Helikopter : Westland Wasp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar