Selain pengadaan 16 jet tempur Sukhoi SU-35 dan 6 kapal selam Kilo, TNI juga sedang mendatangkan 8 Helikopter Apache Guardian, serta 12 helikopter angkut pasukan (multirole) Black Hawk. Tidak itu saja, tiga kapal selam Changbogo serta dua frigate Sigma 10514 juga dalam proses pengadaan. Bahkan frigate Sigma 10514 akan dibuat hinggak 10 kapal. Mulai kapal kedua, frigate Sigma akan dibangun di PT PAL Surabaya. (Harian Kompas, 03/10/2014).
Bersamaan dengan pengadaan helikopter Apache dan Black Hawk tersebut, digelar pula latihan perang antara TNI AD dengan US army di Situbondo, Jawa Timur. Latihan Garuda Shield tahun ini bisa dikatakan sudah termasuk skala besar dalam latihan taktik pertempuran di hutan, berupa pelatihan dan mengintegrasikan operasi Batalyon Mekanis (Stryker dan Anoa) dari tentara kedua negara.
Yang menonjol dari latihan berjangka satu bulan ini terutama dikirimnya empat helikopter serang Apache ke ujung timur Pulau Jawa.
Latihan ini memuncak dengan serangan Operasi gabungan helikopter Apache, Black Hawk, dan Stryker berdampingan dengan helikopter MI-35P Indonesia buatan Rusia, serta pasukan lapis baja Indonesia.
TNI, tahun depan akan menerima satu dari delapan Apache, versi Echo terbaru (Guardian), dan sisa diharapkan an dikirim hingga tahun 2017.
Beberapa pejabat TNI berencana menyebarkan empat helikopter Apache di Kepulauan Natuna, Laut China Selatan sebagai pelindung terhadap klaim China yang semakin tegas di perairan tersebut.
Keempat helikopter Apache dibawa ke Indonesia untuk latihan Garuda Shield, diterbangkan ke kota Surabaya untuk parade militer besar-besaran 7 Oktober, yang menandai ulang tahun ke-69 berdirinya TNI.
Meskipun penerbang Indonesia tidak pernah benar-benar menerbangkan Apache, namun mereka mengambil langkah pertama dengan mengakrabkan diri dengan helikopter tersebut.
“Kami mulai dalam apa yang kita sebut skenario merangkak-jalan-lari, yang kita mulai dengan pelajaran akademik, sosialisasi, hingga menerbangkannya,” kata Letnan Kolonel Hunter Marshall, 25th Aviation Regiment. Setelah itu kita bekerja melalui perencanaan, bagaimana melakukan misi bersama-sama.”
Letkol Marshall menggambarkan tentara Indonesia sebagai “penerbang yang sangat mahir,”. Ia menambahkan TNI akan memiliki pilot yang mampu menerbangkan Apache dengan cara yang hebat.
Selama latihan serangan udara tersebut, Apache dengan kemampuanya yang unik selalu masuk dalam skenario perang yang dibangun.
Chief Warrant Officer 2 Jesse Brenay Sr, salah satu pilot helikopter apache yang ikut dalam latihan penembakan itu, melakukannya berdampingan dengan pilot Indonesia. “Teknologi baru Apache akan menuntut para pilot Indonesia untuk menyesuaikan taktik dan teknik perang mereka”, ujar Brenay.
“Cara mereka berperang akan berubah”, ujar Brenay. “Semacam apa yang kami demonstrasikan di sini, mencoba untuk mengajarkan kepada mereka. Sistem komunikasi di Apache akan membuat komunikasi mereka dengan pasukan di darat, akan lebih baik.
“Jadi kita mengajarkan latihan perang yang mengintegrasikan pasukan udara dan darat,” katanya. “Ini semacam konsep baru bagi mereka. Ini sesuatu yang kami lakukan dengan sangat baik dalam 13 tahun terakhir di Irak dan Afghanistan, jadi kita menyampaikan pelajaran. ”
Integrasi Apache adalah “alasan besar kami di sini,” kata Brenay.”. Apache membawa mereka ke dalam status baru di wilayah ini karena tetangga mereka mulai meng-upgrade alutsistanya, dan saya pikir mereka ingin menjaga kekuatan TNI. Ini adalah kemajuan besar untuk mereka. ”
Jepang, Korea Selatan dan Singapura adalah salah satu negara yang telah membeli Apache dari Boeing.
Brenay dijelaskan uji coba helikopter Apache di Indonesia sebagai “semacam culture shock bagi kami” karena mereka biasa menerbangkan Apache di high altitude, di Fort Carson, Colo.
“Ini benar-benar pertama kalinya kami membawa Echoes ini ke permukaan laut di luar Hawaii dan menjalankan Apache ini, melihat apa yang bisa dilakukan Apache,” katanya. “Apache ini cukup mengesankan.”
Pilot Angkatan Darat lainnya, Capt. Josh Brown, antusias tentang Indonesia yang membeli Apache, tetapi signifikansi lebih besar dari pembelian pesawat tersebut adalah pasukan AS dan Indonesia belajar untuk beroperasi secara efisien bersama-sama, apakah itu dalam pertempuran atau untuk kemanusiaan bantuan / bencana.
Koordinasi antara kedua pasukan, baik di udara atau di darat, menunjukkan “bagaimana kita akan melakukan pekerjaan di masa depan,” kata Letnan Kolonel Michael Trotter, komandan Batalion 2, Resimen Infanteri 1, dari Lewis -McChord, yang memberikan kontribusi banyak pada elemen di Garuda Shield.
“Kami tidak akan berperang lagi saja,” kata Trotter. “Kami harus bermitra, apakah itu untuk operasi tempur atau apabila diminta oleh pemerintah tuan rumah untuk bantuan, baik bantuan kemanusiaan atau bantuan bencana. Kita bisa berjalan setelah latihan ini, menjadi sanga percaya diri.” (stripes.com).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar