Pesawat Tempur F-5E Tiger II (foto : indomiliter.com)
Dari beberapa jenis pesawat tempur yang
dimiliki TNI AU, salah satu yang sangat terkenal dan fenomenal sebagai
unsur udara strategis adalah F-5E Tiger II. Pesawat ini kini dinilai
sudah tua, berusia 34 tahun dan mulai ketinggalan jaman dinilai dari
sisi performance, khususnya avionik dan sistem persenjataan dibandingkan
pesawat tempur lainnya. Dari sejarahnya, TNI AU sejak tanggal 21 April
1980 menerima beberapa pesawat F-5E/F Tiger II buatan Northrop, AS yang
diangkut oleh pesawat C-5A Galaxi dalam bentuk rakitan, diterima di
Lanud Iswahjudi, Madiun.
Rakitan pesawat tersebut kemudian
dirakit oleh para teknisi TNI AU dibawah supervisi Northrop.
Pesawat-pesawat F-5E/F selanjutnya secara resmi ditempatkan pada Skadud
14 pada tanggal 5 Mei 1980 sebagai pesawat buru sergap
menggantikan pesawat-pesawat F-86 Sabre yang telah dinyatakan habis jam
terbangnya. Kini TNI AU telah memiliki pesawat-pesawat tempur handal
seperti F-16-C52ID asal hibah dari pemerintah AS, Sukhoi SU-27SK dan
Sukhoi-30MK, disamping pesawat tempur T-50 Golden Eagle, F-16 A/B, juga
Hawk 109/209. Oleh karena itu TNI AU menilai sudah waktunya dilakukan
penggantian F-5E Tiger tersebut.
Sejarah Skadron Udara 14 dan Sekilas F-5E Tiger II
Situs
dari Pangkalan TNI AU Iswahjudi (sandi IWY) menyebutkan bahwa Skadron
Udara (Skadud) 14 dibentuk pada tanggal 1 Juli 1962. Skadron ini sejak
awal sudah menyandang predikat sebagai skadron tempur sergap (striker interceptor)
pada jajaran Wing Operasional (Wing Ops) 300 di bawah Komando
Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas). Pesawat mutakhir yang saat itu
digunakan adalah MIG-21 Fishbed yang ikut andil dalam operasi Trikora,
Dwikora dan Tumpas. TNI AU (AURI) saat itu mempunyai alutsista sangat
terkemuka selain MIG-21 juga TU-16/KS, IL-28 dan beberapa versi pesawat
tempur Mig lainnya.
Dengan terjadinya perubahan suhu
politik, dibekukannya hubungan diplomatik tahun 1967 dengan
Rusia, menyebabkan tidak terbangnya MIG-21 serta pesawat eks
Rusia karena kekurangan suku cadang, maka pada akhir 1970-an, memaksa
pemerintah RI, Departemen Pertahanan dan Keamanan serta TNI AU menoleh
ke Barat untuk mengaktifkan kembali unsur pertahanan udara ini. Sebagai
pengganti MIG-21, Skadud 14 kemudian diisi dengan pesawat F-86 Sabre
hibah dari Australia pada tahun 1973 melalui proyek "Garuda Bangkit".
Pada 19 Pebruari 1973 pesawat F-86 Sabre kiriman pertama tiba di
Lanud Iswahjudi. Tanggal 10 Mei 1974 Skadud 14 menjadi unsur organik
Komando Satuan Buru Sergap (Kosatsergap) yang disebut dengan Satuan Buru
Sergap F-86 (Satsergap-86). F-86 kemudian aktif dan berfungsi sebagai
pesawat buru sergap sekitar 7 tahun.
Tanggal 21 April 1980 TNI AU menerima
beberapa pesawat F-5 Tiger II buatan Northrop dari AS menggantikan F-86
yang kemudian di-grounded. F-5 Tiger II dibeli dari Pemerintah Amerika
melalui program Foreign Military Sales (FMS) dan Military Asistance Program. Pada
tanggal 5 Mei 1980 penggunaan pesawat F-5 Tiger E/F Tiger II diresmikan
oleh Menhankam/Pangab Jenderal M Yusuf, sebagai pesawat buru sergap TNI
Angkatan Udara menggantikan F-86 Avon Sabre. Dan pada bulan Juli 1980
Pesawat C-5 Galaxy mendarat kembali di Lanud Iswahjudi mengangkut
kekurangan F-5 yang dibeli dari Northrop Co USA, sehingga Skadron Udara
14 memiliki kekuatan penuh satu Skadron Tempur F-5 E/F Tiger II dengan
kekuatan 12 F-5E TigerII dan 4 F-5F (kursi ganda).
Dengan kedatangan pesawat-pesawat F-5E/F
yang mampu terbang dengan kecepatan 1,6 Mach (kecepatan suara) tersebut
membawa TNI AU kembali ke era supersonik seperti pada masa MIG-21.
Dengan dilengkapi rudal udara ke udara side winder menjadikan
F-5 Tiger satu-satunya pesawat buru sergap milik Angkatan Udara pada
saat itu. Northrop memberi nama awal penempur mungil yang lincah ini
F-5A Freedom Fighter, si Pejuang Kebebasan. Freedom Fighter pada awalnya
bisa melesat dengan kecepatan 1,4 Mach di ketinggian 36 ribu kaki,
berkat dorongan sepasang mesin J85-GE-13 Turbo Jet, buatan General
Electric. Mampu mencapai ketinggian terbang hingga 50.500 kaki.
Dengan kapasitas tanki penuh, F-5 mampu
menjangkau jarak 1.387 mil, sementara radius tempur dengan perlengkapan
penuh, mencapai 195 mil. Atau dengan tanki penuh plus dua bom, mencapai
558 mil. Lima cantelan di sayap dan badan, mampu menggendong beban
seberat 6.200 pounds. Bisa berupa tangki cadangan, bom, misil udara ke
darat, serta 20 roket. Di moncongnya yang mancung, dipasangi sepasang
kanon 20 mm jenis M39 dengan 280 putaran. Northrop kemudian melakukan
modifikasi airframe dan fuselage, kemampuan Tiger tanki serta dua rudal
side winder di wingtip-nya, meningkat radius tempurnya menjadi 656
mil. Jarak jangkau maksimalnya menjadi 1.543 mil. Dengan modifikasi
engine J85-GE-21 Turbojet, kecepatan maksimumnya terakhir tercatat 1,6
Mach.
Dengan dilakukannya beberapa modifikasi,
air frame, fuselage, engine, avionic dan fire control system, tercipta
Tiger baru yang lebih hebat, pantas digunakan untuk misi dalam meraih
keunggulan udara (air superiority). Northrop mengganti kode dan
seri penempur mungil ini dengan kode F-5E Tiger II. Versi tempat
duduk gandanya diberi kode F-5F, versi terakhir inilah yang kini masih
dipergunakan di TNI AU dan yang akan diganti. Tahun 1995 pernah
dilakukan peningkatan program elektronik dan senjata, dalam program
MACAN (Modernize of Avionics Capabilities for Armament & Navigation),
yang dikerjakan perusahaan Belgia SABCA. Program yang meningkatkan
kemampuan elektronik dan persenjataan, agar kemampuan F-5E Tiger II
bisa setara dengan kemampuan F-16 Fighting Falcon.
Operasi Udara yang sering dilaksanakan
adalah operasi pertahanan Udara. Latihan bersama yang pernah diikuti
adalah Elang Malindo, Elang Indopura, Elang Thainesia, Elang Ausindo dan
Cope West. Penulis mempunyai pengalaman menjadi bagian sebagai air intelligence officer pada saat para penerbang F-5E melaksanakan latihan di Pangkalan AU Thailand Korat.
Beberapa tokoh TNI AU pernah menjabat
sebagai Komandan Skadron 14 (hari jadi 1 Juli 1962), diantaranya,
sebagai komandan pertama adalah Mayor Udara Roesman (marsda Pur) yang
mengawaki MIG-21F. Sementara penerbang Skadron Udara 14 lainnya yang
penulis ketahui dan ingat diantaranya Letkol Pnb Rudy Taran (Marsda
Pur), Letkol Pnb Suyitno (Marsda Pur), Letkol Pnb Holki Alm (Marsda),
Mayor Pnb Budihardjo Alm, Letkol Pnb Lambert Silooy (Marsda Pur), Mayor
Pnb Zeky Ambadar (Marsda Pur), Mayor Pnb Suryadarma (Marsda Pur), Letkol
Pnb Suprihadi (Marsdya Pur), Letkol Pnb Djoko Suyanto (Marsekal Pur),
Mayor Pnb Toto Riyanto (Marsdya Pur), Mayor Pnb IB Sanibari (Marsdya
Pur), Letkol Pnb Basri Sidehabi (Marsdya Pur), Letkol Pnb Eris
Herryanto (Marsdya Pur), Kapten Pnb Syaugi (Marsda), Letkol Pnb Ismono
(Marsdya), Letkol Pnb Yuyu Sutisna (Marsda).
Masing-masing penerbang Skadud 14 yang
lulus dalam konversi pesawat F-5Tiger kemudian mendapat Eagle Number
yang jumlahnya sudah diatas 100 buah, khusus Eagle zero-zero untuk call
sign Komandan Skadron 14. Skadron Udara 14 telah melahirkan para
penerbang F-5E Tiger II yang kemudian menjadi pejabat tinggi di TNI dan
negara. Diantaranya yang paling menonjol adalah Marsekal (Pur) Djoko
Suyanto menjadi Kasau, Panglima TNI dan terakhir sebagai Menko
Polhukkam. Marsekal (Pur) Imam Sufaat terakhir sebagai Kasau. Marsdya
(Pur) Suprihadi dan Marsdya Eris Herriyanto terakhir sebagai Sekjen
Dephan. Marsdya Dede Rusyamsi, Wagub Lemhannas, Marsdya (Pur) Ismono
sebagai Dansesko TNI.
Menurut Marsdya (Pur) Suprihadi yang
juga adik ipar penulis, kemampuan para penerbang tempur TNI AU lebih
terasah setelah menerbangkan F-5E Tiger II, dimana para penerbang
dilatih dalam operasi tempur udara. Pemerintah AS pernah mengundang tiga
penerbang tempur TNI AU mengikuti pendidikan Instructor Weapon System Course di Arizona yang setara dengan pendidikan Top Gun.
Mereka adalah Marsekal (Pur) Djoko Suyanto, Masdya (Pur) Suprihadi dan
Marsdya (Pur) Eris Herriyanto yang saat itu masih berpangkat perwira
menengah. Itulah sejarah Skadron 14 "Macan Terbang" serta sedikit tentang F-5 E Tiger II serta mereka yang mengawakinya.
Pemilihan Calon Pesawat Pengganti
Setelah digunakan selama 33 tahun sejak
tahun 1980 TNI AU menilai bahwa perlu dilakukan pergantian pesawat
tempur F-5E Tiger II dengan pesawat tempur strategis baru yang lebih
modern dan handal serta mampu menjawab tantangan tugas operasi udara
modern sesuai dengan tugas Skadron Udara 14. Pertimbangan perlunya
penggantian karena tingkat operasional menurun disebabkan karena usia,
terbatasnya sumber pasokan suku cadang yang mengakibatkan sulit dan
mahalnya perawatan pesawat tersebut.
Sukhoi SU-35 Lengkap dengan Senjata (sumber foto : almogaz.com)
Menurut sumber dari Dispenau, pemilihan
pesawat sebagai kandidat pengganti F-5E TNI AU dimulai dengan menilai
berbagai jenis pesawat tempur modern, diantaranya pesawat tempur Sukhoi
Su-30 MKI, F-15 SE Silent Eagle, Eurofighter Typhoon, F-16 E/F Block
60/62, Rafale-B, F-18 E/F Super Hornet, Sukhoi SU-35 Flanker dan JAS-39
Gripen NG. Semuanya adalah pesawat tempur modern generasi terbaru
generasi 4.5 yang secara kasar diperkirakan memenuhi kriteria pesawat
tempur strategis TNI AU.
Karakteristik Umum pesawat, Performance,
Persenjataan, dan Avionics pesawat tersebut. Semuanya melalui analisa
mendalam terkait dengan aspek operasi, tehnis dan non tehnis. Kemudian
dilakukan perbandingan kemampuan pesawat yang menjadi kandidat pesawat
tempur strategis. Semuanya calon diukur, apakah memenuhi kriteria
penilaian yaitu, pesawat jenis multi roleminimal generasi 4.5, mampu
menjangkau sasaran strategis dengan radius of action jauh, baik sasaran
permukaan dan bawah permukaan, mampu melaksanakan misi pertempuran siang
dan malam hari segala cuaca, memiliki radar modern dengan jangkauan
jauh, mampu melaksanakan network centric warfare, perawatan
mudah, peralatan avionic, navigasi dan komunikasi modern yang tersandi,
peralatan perang elektronika pasif dan aktif serta memiliki kemampuan
meluncurkan senjata konvensional, senjata pintar dan senjata pertempuran
udara jarak sedang atau beyond visual range.
Ilustrasi Pesawat Tempur F-16 Block 60 UEA (Sumber foto : en.wikipedia.com)
Kemudian dibandingkan kemampuan
kandidat dalam hal kecepatan, ketinggian operasional, kemampuan tinggal
landas, kemampuan jangkauan radar, kemampuan combat radius of action dan kemampuan agility
pesawat. Kemampuan agility bisa diartikan tingkat kelincahan manuver
dan kecepatan reaksi pesawat untuk bertindak menyerang dan bertahan
terhadap situasi baru tanpa penundaan waktu.
Juga dilakukan analisa aspek bidang aeronautic yang meliputi enam katagori yaitu ; usia perawatan air frame,
engine, biaya perawatan, biaya operasi, dan perbandingan usia pakai.
Dalam bidang avionic, konfigurasi yang human machine interface,
ketersediaan dukungan suku cadang, tingkat kegagalan, publikasi
pemeliharaan dan operasional, kehandalan, teknologi, populasi dan
kemudahan pemeliharaan.
Dari sisi aspek non tehnis meliputi :
tinjauan politis terkait kebijakan pemerintah, transfer teknologi,
tingkat ekonomis, perbandingan dengan kemampuan pesawat yang berpotensi
menjadi calon lawan, perkiraan biaya operasional nyata, kesulitan dan
kemudahan pengadaan serta yang terpenting kemampuan menghasilkan efek
detterent atau penggentar.
TNI AU mengajukan ke Mabes TNI dan
kemudian pembahasan selanjutnya serta keputusan penentuan tentang
pesawat yang dipilih masih berada di pihak pemerintah yang diwakili
Kementerian Pertahanan. Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro
mengatakan, "Ada beberapa usulan pesawat tempur yang saat ini masih
dikaji untuk memilih yang paling tepat. Apakah pesawat tempur dari
Rusia, Amerika, Eropa atau dari negara lain," katanya.
SAAB JAS 39 Grippen (Sumber foto : military-today.com)
Menhan berharap agar keputusan untuk
memilih pesawat tempur pengganti itu segera diputuskan agar pada rencana
strategis (Renstra) II 2015-2020 dapat dilakukan pembelian sehingga
datang tepat pada waktunya "Saya berharap pesawat tempur yang canggih
tersebut mampu membawa peluru kendali jarak jauh," katanya. Sementara
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mengatakan, TNI AU telah membuat
kajian untuk pesawat tempur pengganti F-5 Tiger, yaitu Sukhoi SU-35,
F-15, F-16 dan pesawat tempur buatan Swedia. "Kajian itu sedang kami
pelajari, tergantung dari kemampuan keuangan negara," kata Panglima.
Kepala Staf TNI AU (Kasau) Marsekal TNI
Ida Bagus Putu Dunia menambahkan, TNI AU menginginkan satu skuadron (16
unit) dalam pengajuan pesawat tempur pengganti F-5 Tiger. Dikatakannya,
"Kami ikuti renstra yang ada. Selanjutnya kami masih revisi sesuai
arahan Panglima TNI dan Kemhan sesuai kemampuan negara untuk membuat
masterlist."
Dari informasi yang disampaikan para
pejabat, serta informasi lainnya, penulis perkirakan kini tersisa ada
empat pesawat tempur canggih yang memenuhi kriteria penilaian awal.
Menurut Panglima TNI, F-15 Strike Eagle masih disebut sebagai salah satu
kandidat. Pesawat-pesawat yang penulis rekam tersebut adalah SAAB
Gripen E/F, Dassault Rafale, Su-35BM,serta F-16 Blok 60. Secara umum
harga perkiraan Su-35BM adalah US$ 75 juta hingga 85 juta dollar
perbuah, tergantung spesifikasinya, F-16 Blok 60 sekitar US$ 85 juta,
Gripen E/F, US$ 110 juta dan Rafale dengan harga US$ 125 juta.
Pesawat Tempur Dassault Rafale (sumber : military-today.com)
Melihat dan memperkirakan pemilihan ke
empat jenis pesawat tempur tersebut, nampaknya tidak perlu diragukan
hasil penilaian team evaluasi TNI AU, dipastikan ke-empatnya telah lolos
dan memenuhi kriteria esensial maupun tambahan. jenispesawat itu tak
usah diragukan lagikecanggihannya. Semuanya penulis perkirakan akan
mampu menjalani multi misi, daya jangkau juga mumpuni, kelengkapan
avionik dan sistem canggih dan lain sebagainya.
Dari beberapa jenis pesawat, apabila
dinilai dari sisi penyederhanaan jenis, maka para pelaku tehnis dan
sistem manajemen penerbangan serta alih tehnologi, maka pesawat Sukhoi
SU-35BM serta F-16 Block 60 yang akan lebih kuat sebagai kandidat
pengganti si Macan Terbang F-5E. Apabila Sukhoi-35BM yang akan dipilih,
maka Australia sebagai tetangga terdekat Indonesia kembali akan gundah,
walaupun pemerintahnya sudah memutuskan akan membeli pesawat F-35 JSF
(Joint Strike Fighter).
The Business Spectator di Australia
pernah menyatakan, "Indonesia merencanakan akan membeli pesawat tempur
Sukhoi dari Rusia/India yaitu PAK-FA T-50 atau Su-35S. Jadi
pertanyaannya lebih baik (Australia) dipilih F-35 daripada Hornet.
Apabila Indonesia kemudian dimasa depan ikut memperkuat Angkatan
Udaranya dengan SU-35S atau T-50, maka AU Australia akan menjumpai
masalah besar, demikian kesimpulannya.
Lebih jauh analis Bisnis Spectator menyatakan, "Sebagai contoh, JSF (Joint Srike Fighter)
dapat beroperasi secara efektif hanya untuk ketinggian maksimal sekitar
40.000 kaki (walau masih bisa beroperasi lebih tinggi tetapi kalah di
tingkat yang lebih tinggi). Sebaliknya, Sukhoi dapat beroperasi pada
kapasitas penuh di tingkat yang jauh lebih tinggi dan dengan kelebihan
dan keuntungan, mereka memiliki sistem dan senjata yang bisa meruntuhkan
sebuah JSF Australia sebelum mereka (RAAF) memiliki kesempatan
menerapkan slogannya (first look, first shoot, first kill’). Ditegaskan
oleh BS bahwa tidak ada pertempuran udara yang diperlukan. Pesawat
Australia sudah runtuh sebelum bertempur, karena disergap jauh sebelum
dia menyadarinya.
Sukhoi dinilai jauh lebih unggul
dibandingkan JSF. SU-35 memiliki jangkauan efektif sekitar 4.000 km
dibandingkan dengan hanya 2.200 km untuk F-35. Ini berarti JSF
membutuhkan dukungan pesawat tanker untuk menutup ruang (wilayah
Australia) yang lebarnya 4.000km. Selain itu, kecepatan Su-35 adalah
Mach 2,4 (hampir dua setengah kali kecepatan suara), sedangkan F-35
terbatas pada Mach 1.6. Menurut Victor M. Chepkin, wakil direktur umum
NPO Saturn, mesin AL-41f yang baru akan memungkinkan jet Rusia untuk supercruise (terbang pada kecepatan supersonik untuk jarak jauh.) Dengan tidak harus beralih ke afterburner.
Dengan demikian, pesawat dapat mengirit bahan bakarnya. Kesimpulannya
baik F-35 maupun F-18 performance-nya berada dibawah SU-35.
Khusus untuk F-16 Block 60, perbedaan
utama dari blok sebelumnya adalah dilakukannya modifikasi avionik dan
radar dengan Northrop Grumman AN / APG-80 Active elektronik Scanned
Array (AESA) radar, yang membuat pesawat mampu secara bersamaan melacak
dan menghancurkan ancaman darat dan udara. Sistem Electronic Warfare
cukup maju dan termasuk sistem terpadu antara Elektronik Warfare Suite
RWR bersama AN / ALQ-165 Self-Protection Jammer.
Pesawat F-16 Block 60 memungkinkan
mengangkut semua persenjataan F-16 Blokck 50/52 yang kompatibel serta
AIM-132, Advance Short Range Air-to-Air Missile (ASRAAM) dan AGM-84E
Standoff Land Attack Missile (SLAM). Khusus untuk block 60 ini, UEA
mendanai seluruh pengembangan dengan biaya sebesar US$ 3.000.000.000,
dimana UAE akan menerima royalti jika ada pesawat F-16 block 60 yang
dijual ke negara-negara lainnya.
Kesimpulan
Rencana penggantian pesawat tempur F-5E
Tiger II kini terus dalam penjajakan baik pejabat di Mabes TNI AU, Mabes
TNI maupun Kementerian Pertahanan. Sebagai pengguna yang faham dengan
kebutuhan sebuah pesawat pengganti, dipastikan TNI AU sudah menyimpulkan
akan kebutuhan akan peran pesawat, multirole combat aircraft atau air superiority. Pertimbangan kedua jelas pertimbangan dari sisi commonality/
penyederhanaan. Yaitu pesawat baru sebaiknya tidak terlalu jauh dalam
transfer teknologi dikaitkan dengan keberadaan pesawat tempur yang sudah
dimiliki. Disinilah nilai tambah baik Sukhoi-35BM ataupun F-16 Block
60, dua jenis yang sudah akrab dengan personil TNI AU.
Hal lain menurut penulis yang juga patut
dipertimbangkan yaitu perbandingan dengan kekuatan tempur udara
negara-negara tetangga. Australia terutama sudah memutuskan akan membeli
pesawat F-35 Joint Strike Fighter, oleh karena itu apabila SU-35 BM
yang dipilih, penulis setuju dengan pendapat akan ada peningkatan
signifikan pada unsur tempur TNI AU. Australia akan tetap khawatir
dengan kemampuan alutsista TNI AU.
Sebagai penutup, pembelian alutsista yang jelas harganya sangat mahal dan memakan waktu cukup lama akan sangat tergantung kepada political will
pemerintah yang baru dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Di
negara manapun, keputusan pembelian sebuah alutsista akan sangat
dipengaruhi dengan kondisi dan kepentingan politik sebuah pemerintah.
Karena itu TNI AU jangan terlalu berharap F-5E Tiger II dalam waktu
dekat akan cepat proses keputusan dan pengadaan karena keputusannya
belum tentu juga bisa dilaksanakan pada renstra 2015-2020. Dinamika
politik diperkirakan masih akan mewarnai dan mempengaruhi hubungan
antara pemerintah dengan DPR.
Berdoa dan memberikan alasan yang tepat
kepada pemerintahan yang baru tentang perkembangan situasi kawasan,
akan sangat pentingnya pertahanan negara, khususnya mempertahankan
sumber daya alam dan energi yang sebentar lagi dimungkinkan terancam
oleh kekuatan militer negara agresor. Itulah kira-kira kesimpulan
penulis.
Oleh : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen www.ramalanintelijen.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar