Sukarno pernah dikawal yakuza. Petinggi yakuza sekaligus agen CIA kemudian menyalurkan dana untuk menggulingkan Sukarno. | |
PRESIDEN
Sukarno berencana mengunjungi Jepang awal 1958. Konsul Jenderal
Indonesia di Tokyo, Iskandar Ishak, kelabakan mencarikan pengamanan yang
memadai. Padahal beredar rumor bahwa kelompok anti-Sukarno diam-diam
masuk Jepang dan mencoba membunuhnya.
“Kelompok
itu diduga dari PRRI/Permesta,” kata sejarawan Aiko Kurasawa kepada
Historia beberapa waktu lalu. Namun, lanjut Aiko, Kepolisian Tokyo
menolak menyediakan pengamanan dengan dalih Sukarno melakukan kunjungan
tidak resmi.
Menurut Masashi Nishihara dalam Japanese and Sukarno’s Indonesia: Tokyo-Jakarta Relations,
1951-1966, orang kepercayaan Sukarno, Kolonel Sambas Atmadinata,
menteri muda urusan veteran, menghubungi kawannya semasa perang, Oguchi
Masami. Dari Masami, dia mendapat saran menggunakan pengawal pribadi.
Mengikuti saran ini, Ishak meminta Yoshio Kodama, tokoh sayap kanan dan
organisasi bawah tanah yakuza.
Kodama
menyerahkan tugas itu kepada salah satu pengikutnya yang menonjol,
Kobayashi Kusuo. Kobayashi adalah direktur utama Dai Nihon Kyogyo,
perusahaan konstruksi Jepang –diduga kedok dari organisasi bawah tanah
“Polisi Ginza” yang berkuasa di distrik Ginza, Tokyo. Kobayashi juga
penasihat kelompok patriotik kekaisaran, Kusunoki Kodotai.
“Kobayashi
setuju untuk merekrut duapuluh anggota kelompok ini untuk menjaga
Sukarno,” tulis Nishihara. “Kubo Masao kemudian diminta bertindak
sebagai penghubung antara para gangster, polisi, dan presiden. Dia
dipilih mungkin karena dia bisa berbicara bahasa Inggris dan bos
Kobayashi, Kodama, adalah dewan direksi perusahaan milik Kubo, Tonichi
Trading Company.”
Keamanan
Presiden Sukarno dan rombongannya pun terjamin selama delapan hari di
Jepang. Selain itu, Sukarno mendapatkan hiburan dari perempuan-perempuan
cantik. Dengan pengamanan dan hiburan yang diberikannya, Tonichi
Trading Company mendapat banyak proyek pembangunan di Indonesia yang
didanai dari pampasan perang.
Di
balik semua itu, Kodama bukan hanya menggandeng sayap kanan dan yakuza
tapi juga dinas intelijen Amerika Serikat (CIA). Kodama adalah bekas
penjahat perang yang kemudian menjadi agen CIA. Dia juga salah seorang
pendiri Liga Antikomunis Rakyat Asia.
Menurut Robert Whiting dalam Tokyo Underworld,
Kodama menyalurkan dana CIA secara rahasia kepada orang-orang Partai
Liberal Demokrat (LDP) dan kelompok-kelompok antikomunis. Dana tersebut
berasal dari perusahaan pembuat pesawat terbang Amerika Serikat,
Lockheed Aircraft Corporation.
Selama
puluhan tahun Lockheed mengalirkan uang lebih dari US$12,6 juta dolar
ke Jepang; sebagian besar digunakan untuk menyuap tokoh-tokoh politik
terkuat di Jepang. Tujuannya untuk memuluskan penjualan pesawat Lockheed
senilai US$1 milyar ke perusahaan All Nippon Airlines dan Badan
Pertahanan Jepang.
Ketika
Sukarno berkunjung ke Jepang, Kodama mendapat tugas menyediakan hiburan
dan memberikan penilaian tentang potensi Sukarno sebagai pemimpin
nasionalis populer beralih menjadi komunis. “Kodama juga merupakan salah
satu pemrakarsa pernikahan Presiden Sukarno dengan Naoko Nemoto atau
dikenal dengan nama Dewi Sukarno,” tulis Whiting.
Menurut Peter Dale Scott dalam American War Machine,
penggulingan Presiden Sukarno pada 1965 dicapai sebagian oleh bantuan
rahasia melalui dana Lockheed Corporation dan sebagian lagi oleh
intervensi Ryoichi Sasakawa, seorang agen CIA berpengaruh, bersama
temannya Yoshio Kodama, serta yakuza di Jepang.
Pada
Mei 1965, lima bulan sebelum kudeta anti-Sukarno pada September 1965,
dana Lockheed dialirkan melalui dua perantara yang mendukung Jenderal
Suharto. “Setelah CIA mendukung kudeta dan pembantaian tahun 1965 serta
melihat penggantian Sukarno oleh Suharto, salah satu dari dua perantara
tersebut, Mohamad ‘Bob’ Hasan menjadi salah satu dari dua sekutu
keuangan terkemuka keluarga Suharto,” pungkas Scott.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar