Pertama kali melihat penampilan pesawat ini pada ajang Indo Defence
2010, jujur saja, rasanya kurang meyakinkan untuk mengemban fungsi intai
maritim. Maklum, platform pengusungnya adalah pesawat angkut ringan
NC-212 200 Aviocar yang desainnya begitu mini, dan identik dengan
penerbangan perintis komersial di Tanah Air. Berbeda dengan penampakan
pesawat intai maritim CN-235 MPA atau Boeing 737-200 Surveillance
milik Skadron 5 TNI AU yang terkesan sangar. Tapi bila dicermati lebih
detail, pesawat angkut ringan ini sudah dibekali sistem penjejak yang
cukup canggih di kelasnya.
Karena merupakan produksi Dalam Negeri dari PT. Dirgantara Indonesia,
NC (CASA)-212 200 Aviocar menjadi pesawat ‘wajib’ di setiap instansi
penerbangan berlabel BUMN, dan pesawat ini pun dioperasikan oleh TNI AD,
TNI AL, TNI AU, dan Polri. Sifatnya yang low maintenance, dapat
beroperasi secara STOL (short take off and landing), dan bisa mendarat serta tinggal landas dari unprepared runway,
menjadikan sosok NC-212 200 primadona untuk tugas-tugas perintis dan
punya peran besar dalam mendukung logistic di pangkalan-pangkalan udara
terpencil.
Bicara tentang NC-212 200 MPA (Maritime Patrol Aircraft), di
lingkungan TNI dioperasikan oleh Penerbangan TNI AL (Penerbal) dan
menjadi etalase Skadron Udara 800 Patmar (Patroli Maritim). Di
lingkungan Skadron Udara 800 sebagai home base-nya pesawat intai, selain
NC-212 200 MPA, ada N22/N24 Nomad Searchmaster buatan
Australia. TNI AL setidaknya kini memiliki 3 unit NC-212 200 MPA.
Berbeda dengan pengadaan alutsista pada umumnya, maka ketiga unit NC-212
200 MPA adalah hasil konversi dari versi angkut standar. Sebagai
informasi, selain ada Skadron Udara 800, Penerbal juga memiliki Skadron
Udara 600 (Angkut Taktis), sebagai etalase Skadron ini adalah 12 unit
NC-212 200 versi angkut standar yang biasa digunakan paratroop.
Menurut beberapa informasi, order konversi ke NC-212 200 MPA di
tandatangani pada 1996, dan ketiga pesanan pesawat tuntas pada tahun
2007. Setelah dikonversi menjadi pesawat patroli maritim, ada perbedaaan
dari sisi penampakan, yang paling kentara adalah moncong (hidung)
pesawat yang jadi mancung, hal ini untuk menampung hardware dari Ocean
Master Surveillance Radar. Dari segi numbering, karena ada peralihan
tugas dan perpindahan skadron, maka setelah menjadi pesawat intai
maritim, kode pesawat yang tadinya U-6xx, berubah menjadi P-8xx.
Lalu apa yang menjadi keunggulan dari NC-212 200 MPA? Yang paling kentara adalah keberadaan perangkat Thales AMASCOS (Airborne Maritime Situation and Control System)
yang dipadukan dengan radar Ocean Master Surveillance, jarak jangkau
radar ini bisa menjangkau target sejauh 180 km. Perangkat radar tadi
dikombinasikan juga dengan Chlio FLIR (Forward Looking Infa Red)
yang dapat mendeteksi sasaran sejauh 15 km. FLIR disematkan tepat
dibawah moncong pesawat, berkat adanya FLIR maka pesawat dalam kegelapan
malam dapat mengendus keberadaan kapal kecil yang sedang melaju, bahkan
periskop kapal selam dalam kegelapan malam dapat terpantau lewat FLIR
di NC-212 200 MPA.
Dalam operasionalnya, NC-212 200 MPA diawaki oleh enam personel,
terdiri dari pilot, co-pilot, satu engineer, satu operator radar, dan
dua pengamat (observer). Khusus untuk pengamat, dibekali kamera Nikon
dengan lensa zoom untuk mengabadikan momen penting di lautan. Seperti
halnya pesawat intai maritim dengan mesin propeller, NC-212 juga kerap
terbang rendah guna mendekati obyek yang dipantau, tidak jarang pesawat
terbang 100 feet (30,48 meter) dari atas permukaan laut. Secara umum,
NC-212 200 MPA dapat terbang non stop selama 6 jam dengan jangkauan
maksimum 710 nm (nautical mile) atau sekitar 1.349 km.
Selain digunakan oleh Indonesia, jenis pesawat patrol maritim ini
juga digunakan oleh Mexico, Swedia, Spanyol, Sudan, Venezuela, dan
Vietnam. Penempatan di masing-masing negara tak melulu di AL, seperti
Swedia yang menggunakan pesawat ini untuk penjaga pantai, dan Vietnam
mengusung versi terbaru C-212 400 MPA yang digunakan oleh pihak polisi
maritim.
Dilihat dari kelengkapan teknologi yang diusung, NC-212 200 MPA
nampaknya cukup ideal untuk mengawasi perairan Indonesia, meski secara
terbatas. Kemampuannya yang dapat terbang hingga 6 jam, plus jarak
jangkau hingga 1.349 km, menjadi benefit tersendiri dari keberadaan
pesawat ini. Tapi lepas dari itu, sifatnya yang low maintenance,
dan dapat beroperasi di landasan yang terbatas adalah poin terpenting.
Dengan ‘taburan’ ribuan pulau, spesifikasi pesawat intai maritim dengan
kualifikasi seperti ini jelas sangat dibutuhkan. Jumlah NC-212 200 MPA
yang cuma 3 unit jelas kurang memadai, tapi setidaknya Penerbal juga
akan kedatangan 3 unit intai maritim yang lebih canggih, yakni CN-235
220 MPA NG (next generation) yang mengaplikasikan winglet pada sayapnya. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi NC-212 200 MPA
Panjang : 15,2 meter
Lebar (bentang sayap) : 19 meter
Tinggi : 6,3 meter
Mesin : 2 – Garret TPE-331-10R-512C Turboprop
Propeller : empat bilah baling-baling Dowty Rotol dengan diameter 2,75 meter
Kecepatan Max : 370 km/jam
Kecepatan Jelajah : 300 km/jam
Ketinggian Terbang : 7.925 meter
Kecepatan Menanjak : 8,3 meter/detik
Kapasitas Bahan Bakar : 1.600 kg
Berat Max : 2.820 kg
Panjang : 15,2 meter
Lebar (bentang sayap) : 19 meter
Tinggi : 6,3 meter
Mesin : 2 – Garret TPE-331-10R-512C Turboprop
Propeller : empat bilah baling-baling Dowty Rotol dengan diameter 2,75 meter
Kecepatan Max : 370 km/jam
Kecepatan Jelajah : 300 km/jam
Ketinggian Terbang : 7.925 meter
Kecepatan Menanjak : 8,3 meter/detik
Kapasitas Bahan Bakar : 1.600 kg
Berat Max : 2.820 kg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar