Perusahaan SAAB Swedia, optimis Malaysia akan memilih pesawat tempur
lightweight single engine multirole JAS-39 C/D Gripen, sebagai pengganti
MiG-29N Fulcrum Tentera Udara Diraja Malaysia (TUDM) yang akan
dipensiunkan. Juru bicara SAAB Internasional, Thimas Linden mengatakan
(20/11/2013), TUDM sedang mengkaji pesawat JAS-39 C/D Gripen dan pejabat
Malaysia telah melakukan kunjungan ke SAAB Swedia.
Pesawat tempur JAS-39 C/D Gripen, merupakan satu dari empat calon
pengganti MiG-29N Fulcrum TUDM. Pesaing lainnya: Boeing F/A-18E/F Super
Hornet AS, Rafale Perancis dan Eurofighter Typhoon Inggris.
SAAB merasa cukup optimis karena Angkatan Tentera Malaysia (ATM) juga
menggunakan berbagai produk buatan SAAB termasuk: Multirole
man-portable shoulder-fired weapon Carl-Gustaf, Combat Management System
Saab 9LV Mk4 untuk frigate Tentera Laut Diraja Malaysia (TLDM) 9LV,
serta Radar Pertahanan Udara Giraffe 40.
SAAB Swedia juga menyuplai Radar Sea Giraffe untuk (KD) Lekiu, Radar
ARTHUR “Artillery Hunting Radar”, Electronic warfare (EW) system untuk
Sukhoi 30 MKM, serta radar maritim. Kerjasama militer Malaysia denga
SAAB cukup meningkat pesat, untuk itu SAAB optimis akan didaulat sebagai
pemenang tender pengganti Mig 29N TUDM.
Namun Perancis melalui Dassault Aviation tidak kalah cerdik dalam
menawarkan pesawat tempur Rafale. Dassault Aviation menawarkan perakitan
pesawat tempur Rafale di Malaysia. Mereka juga siap berbagi teknologi
dan Malaysia didaulat untuk ikut memasok sebagian komponen pesawat
tempur Rafale.
Menurut perwakilan Dassault Aviation, Daniel Fremont, apa yang
ditawarkan Dassault Aviation merupakan proyek khusus, untuk membangun
pesawat masa depan Malaysia. “Objektif utama bukan ekonomi, tetapi
pendidikan agar anda dapat menyelenggarakan sendiri jet berkenaan”, ujar
Daniel Fremont merayu.
Tidak hanya Dassault Aviation dan SAAB, Eurofighter Typhoon Inggris
juga optimis karena merasa memiliki kedekatan sesama negara
persemakmuran, begitu pula dengan Boeing F/A-18E/F Super Hornet AS, yang
mempunyai tekanan politik tinggi untuk suplai suku cadang dan
persenjataan F/A- 18 yang dimilii Malaysia saat ini. Di saat-saat
terakhir, Rosoboronexport Rusia juga masuk menawarkan paket upgrade
Mig-29N Malaysia, untuk memperpanjang usia pesawat 40 tahun.
Yang mana akan dipilih Malaysia ?.
Malaysia masuk dalam situasi dilematis. Meng-upgrade atau mengganti Mig 29N Fulcrum dengan pesawat-pesawat generasi ke 4 di atas, tidak memecahkan persoalan, ketika negara tetangga seperti Singapura akan dilengkapi pesawat siluman generasi ke 5, F-35 dari Amerika Serikat. Sementara Indonesia pun belum menentukan pilihannya.
Malaysia masuk dalam situasi dilematis. Meng-upgrade atau mengganti Mig 29N Fulcrum dengan pesawat-pesawat generasi ke 4 di atas, tidak memecahkan persoalan, ketika negara tetangga seperti Singapura akan dilengkapi pesawat siluman generasi ke 5, F-35 dari Amerika Serikat. Sementara Indonesia pun belum menentukan pilihannya.
Jika negara tetangganya Singapura akan dilengkapi pesawat siluman
generasi ke 5, F-35, maka membeli pesawat tempur generasi ke 4, untuk
proyeksi masa depan, adalah sesuatu yang mubazir.
Pada bulan Februari 2003 Singapura bergabung dalam program pembuatan
pesawat tempur siluman F-35. Sebagai anggota Security Cooperative
Participant (SCP), Singapura diberi kesempatan untuk mengeksplorasi F-35
sesuai kebutuhan khusus yang diinginkan. Singapura kemungkinan memilih
model F-35B yang memiliki fungsi STOVL(short take-off and vertical
landing). F-35 Joint Strike Fighter (JSF) programme, melibatkan 10
negara di luar AS yakni: Inggris, Italia, Kanada, Norwegia, Turki,
Denmark, Belanda, Australia, Jepang dan Korea Selatan.
Setelah digelarnya Langkawi International Maritime and Aerospace
Exhibition LIMA, 26 Maret 2013, Malaysia mulai tertarik dengan SU 35
Hunter Killer atau Sukhoi T-50 PAK FA. Namun dalam Paris Airshow 21 Juni
2013, Wakil Rosoboronexport Victor Komardin hanya menawarkan tambahan
Sukhoi SU-30M Flanker, yang merupakan jet tempur tercanggih yang
dioperasikan Royal Malaysian Air Force/ RMAF.
Atas keinginan Malaysia untuk mendapatkan Sukhoi T-50 PAK FA, Victor
Komardin menjelaskan:”Rusia sedang menimbang permintaan pesawat generasi
kelima, seperti yang diinginkan pemerintah Malaysia. Pilihannya mungkin
Sukhoi PAK FA atau versi flanker yang lebih advance, yakni SU-35″.
Malaysia belum mendapatkan jawaban.
Akibatnya, tanggal 9 September 2013 Menteri Pertahanan Malaysia Datuk
Seri Hishammuddin Hussein menyampaikan pernyataan yang cukup
mengejutkan. Menurutnya tidak ada rencana dari pemerintah saat ini untuk
mengganti skadron Mig-29 dengan pesawat tempur yang baru. Penggantian
dan pembelian pesawat tempur baru, harus dilihat dalam konteks keamanan
dan ancaman negara Malaysia.
“Untuk saat ini, pemerintah belum memiliki rencana untuk mengganti
Mig-29 ataupun Sukhoi. Kami justru mengupayakan pemenuhan persenjataan
untuk skadron helikopter Agusta dan upgrade Helikopter Nuri”, ujar
Menteri Pertahanan Malaysia.
Situasi serupa juga dialami oleh Korea Selatan. Namun Korsel telah
mengambil keputusan dengan mendepak F-15 Silent Eagle – Boeing, atau pun
Typhoon – Eurofighter, dan langsung lompat membeli pesawat generasi
kelima F-35 Lockheed Martin. Korea Selatan mengambil langkah tersebut
karena negara tetangganya seperti China, Jepang dan Rusia juga
menyiapkan pesawat generasi ke 5. Prototype Sukhoi T-50 PAK FA pertama
kali terbang 29 Januari 2010. Angkatan Udara Rusia diproyeksikan
menerima 60 pesawat Sukhoi T-50 PAK FA pada tahun 2016.
Bagaimana dengan Indonesia ?
Posisi Indonesia hampir sama dengan Malaysia. Indonesia lebih sulit lagi karena RAAF Australia sebentar lagi menerima pesawat F-35 pertamanya, yakni bulan Juni 2014. Tidak terbayangkan pesawat F-35 Singapura dan Australia bisa menari-nari di dekat wilayah atau di atas wilayah udara Indonesia, tanpa kita mampu mendeteksinya.
Posisi Indonesia hampir sama dengan Malaysia. Indonesia lebih sulit lagi karena RAAF Australia sebentar lagi menerima pesawat F-35 pertamanya, yakni bulan Juni 2014. Tidak terbayangkan pesawat F-35 Singapura dan Australia bisa menari-nari di dekat wilayah atau di atas wilayah udara Indonesia, tanpa kita mampu mendeteksinya.
Jika Singapura berkonflik dengan Malaysia, tentunya F-35 Republic of
Singapore Air Force’s (RSAF) bisa diposisikan sebagai armada pemukul,
untuk menusuk ke dalam wiayah Malaysia. Sementara F-16 block 52
diposisikan sebagai air defence. Skenario yang sama diterapkan Korea
Selatan dalam mengantisipasi ancaman Korea Utara. Australia pun
tampaknya tidak jauh dari skenario tersebut.
Seperti apa skenario Indonesia untuk menghadapi tantangan dan
perubahan ini ?. Belum jelas. langkah Indonesia dan Malaysia, sama sama
belum jelas dalam mengantisipasi kehadiran F-35 atau pesawat siluman
dari tetangganya.
Untuk mengisi kurangan pesawat saat ini, Indonesia justru membeli 24
pesawat bekas F-16 block 25 dari AS. Indonesia telah melepas salah satu
kartu truf-nya dengan pembelian pesawat lawas tersebut. Dalam 5-10 tahun
ke depan pesawat SU-30 MK2 dan F-16 block 25 Indonesia, harus
berhadapan dengan F-16 block 52 dan F-35 Singapura, atau F/A 18 Hornet
dan F-35 Australia.
Australia dan Singapura terlihat memiliki agenda yang lebih terukur.
Indonesia belum bisa berharap banyak dengan proyek pesawat tempur
KFX. AS masih mencoba menarik proyek KFX ini agar menjadi KFX E, singgle
engine yang lebih sebagai upgrade single TA-50 atau F-16. Sementara
Korea Selatan bersikukuh untuk membangun KFX C103 twin engine dengan
fitur weapons bay (stealth). Tanpa didukung AS, Korea Selatan akan
kesulitan untuk mendapatkan fitur stealth tersebut. Kasus Korea Selatan
ini mirip dengan cerita saat Jepang ingin membangun pesawat tempur
sendiri namun diredam oleh AS.
Kalau pun jadi, pesawat KFX akan operasional sekitar tahun 2023-atau
2025. Untuk menutup gap tersebut, Korea Selatan memesan 40 pesawat F-35
dalam menghadapi tantangan di depan mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar