Betapa pun sederhana, alutsista buatan sendiri punya deterrent tinggi. Ke depan TNI akan banyak menggunakan UAV buatan dalam negeri untuk intai taktis.
Aaron Cross harus putar otak “mengalahkan” kelincahan MQ-9 Reaper
yang dikirim dinas intelijen AS untuk menghabisi nyawanya. Eksekutor
untuk operasi terselubung ini harus dimatikan, tapi ia tahu kelemahan
pesawat nirawak bersenjata itu. Adegan saling telikung ala negara yang
sudah maju ini pun jadi bagian paling seru dalam The Bourne Legacy – sekuel ke-4 dari petualangan Jason Bourne, salah satu film laris besutan Holywood tahun 2012.
Benarkah kini pesawat nirawak alias Unmanned Aerial Vehicle
bisa dikerahkan untuk misi pembunuhan? Meski kebenaran kisah dalam film
kerap dipertanyakan, nyatanya dinas intelijen AS memang sudah
menyerahkan misi pemusnahan ke pundak pesawat yang cukup dikendalikan
via satelit ini. Kepercayaan kian meninggi karena teknologi telah
memungkinkan UAV kian presisi dengan jangkauan terbang yang makin
jauh.
Meski tidak bisa menggantikan seluruh fungsi pesawat tempur dan
pesawat pengintai berawak, faktanya UAV kian banyak dioperasikan
berbagai angkatan bersenjata. Seperti dilansir Popular Science,
kini di dunia setidaknya ada 7.000 UAV yang dioperasikan untuk misi
kombatan. UAV memang bisa dikerahkan untuk membunuh, tetapi sebagian
besar masih diandalkan untuk tugas pengintaian.
Dengan demikian memang menarik mendengar kabar bahwa TNI juga
memiliki minat tinggi mengakuisisi alut sista modern ini. Desas-desus ke
arah ini sudah terdengar sejak 1996, setelah Kopassus menggunakannya
dalam operasi pembebasan sandera di Mapenduma, Papua. Sejak itu usaha
untuk membeli pesawat yang cukup dikendalikan dari jarak jauh ini terus
menggelinding. Ketertarikan ini secara tak langsung ikut memacu litbang
dan industri untuk menggubah buatan sendiri.
Wulung dan LSU-02
Salah satu yang kemudian ditawarkan kepada TNI adalah Wulung.
Pesawat Udara Nir Awak dengan panjang badan 4,32 meter dan bentang
sayap 6,34 meter yang mampu menjelajah sampai 200 kilometer ini adalah
primadona dalam ajang Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-18, 29
Agustus – 1 September lalu di TMII, Jakarta. Kementerian Pertahanan
dikatakan tertarik membeli, dan BPPT-PT LEN-PT Dirgantara Indonesia
dilaporkan sedang berkolaborasi menuntaskan model BPPT01A-200-PA7 yang
dianggap cocok untuk keperluan TNI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar