Mungkin banyak orang mengira bahwa kapal patroli tercepat ada di
armada TNI AL, pasalnya di TNI AL ada Satuan Kapal Cepat (Satkat) yang
menaungi jenis KCR (Kapal Cepat Rudal) dan KCT (Kapal Cepat Torpedo).
Ditambah lagi Satuan Komando Pasukan Katak (Kopaska) punya X38 Combat
Boat. Namun fakta sebenarnya kapal patroli tercepat justru ada di Satuan
Bea Cukai Kementerian Keuangan.
Jika ditelaah, armada kapal dari Satkat dan Satuan Kapal Patroli
(Satrol) TNI AL, punya kecepatan maksimum di kisaran 30 knot. Sementara
X38 Combat Boat milik satuan elite Kopaska, kecepatan maksimumnya 40
knot. Dan kesemuanya ‘tumbang’ saat harus berhadapan dengan Lurssen VSV
15 buatan Lurssen Werft, Jerman. Nama Lurssen sendiri sudah tak asing,
pasalnya galangan kapal inilah yang berlaku sebagai principal atas
desain kapal patroli seri FPB-57. Sementara banyak publik yang belum
tahu bahwa selain FPB-57, nyatanya Lurssen masih sangat eksis di dunia
perkapalan Tanah Air.
Lurssen VSV 15 memang bukan kapal patroli biasa, desainnya mengacu pada model VSV (Very Slender Vessels)
menjadi desain kapal ini begitu pipih dan terkesan runcing. Desain ini
sekilas mengingatkan pada KCR Klewang Class yang dibangun PT Lundin
Industry Invest (NorthSeaBoats). Dalam pakem pasukan elite Inggris SAS
(Special Air Service), model kapal jenis ini juga disebut ultra high speed boat. Karena VSV pada hakekatnya disasar lebih untuk tugas sebagai interceptor,
melakukan perburuan, penyergapan sampai infiltrasi. Bahkan Korea Utara
di tahun lalu sempat terendus sedang melakukan uji coba VSV yang
disinyalir punya kemampuan stealth. VSV milik satuan elite SAS Inggris.Melaju dengan kecepatan tinggi menimbulkan impact besar, jika dipasangi RCWS harus dilengkapi kubah pelindung.Nah, tentang Lurssen VSV 15 secara spesifikasi punya kecepatan
maksimum 50 knot (setara 92,6 km per jam), sementara kecepatan
jelajahnya 30 knot (setara 55,5 km per jam). Sungguh kecepatan yang luar
biasa untuk ukuran wahana yang melaju di permukaan laut. Selain harus
ditunjang bodi super streamline, material pada kapal juga harus dirancang khusus untuk menahan impact
yang begitu keras dari air dan angin, untuk itu Lurssen VSV 15
dilengkapi bahan kevlaar, yang juga membuat lambung kapal jadi anti
peluru dan mampu ‘memecah’ gelombang tinggi.
Lurssen VSV 15 dirancang oleh biro desain Paragon Mann, secara
keseluruhan kapal ini punya panjang 16 meter dan lebar 2,9 meter.
Dirunut dari kehadirannya, Lurssen VSV 15 bukan lagi barang baru bagi
Korps Bea Cukai, kapal dengan kapasitas lima penumpang ini datang di
Indonesia dengan cara dirakit pada tahun 1999, kemudian mulai bergabung
dengan Armada Barat Pangkalan Sarana Operasi Bea Cukai Tanjung Balai
Karimun pada tahun 2000. Sampai saat ini Bea Cukai mengoperasikan
sembilan unit Lurssen VSV 15. VSV Korea Utara yang berhasil difoto, kapal ini diduga akan digunakan untuk misi infiltrasi.Berdasarkan keterangan dari pihak Bea Cukai, kapal ini sangat efektif
digunakan pada perairan Kepulauan Riau (Kepri). Beberapa kali aksi
penyelundupan dapat digagalkan dengan mengerahkan Lurssen VSV 15. (Gilang Perdana)
Banyak pemerhati alutsista yang bertanya-tanya, setelah KRI Sultan
Thaha Syaifuddin 376, siapa lagi diantara armada korvet Parchim Class
TNI AL yang akan dipasangi kanon CIWS (Close In Weapon System)
Type 730 kaliber 30 mm? Maklum saja, jumlah Parchim Class total ada 16
unit dan sejak akhir tahun 2014 sampai saat ini, baru satu unit yang
telah menggunakan kanon Type 730. Mengingat keuangan negara yang
terbatas dan antrian jadwal docking kapal perang, proses instalasi pun nyatanya tetap berjalan secara bertahap.
Setelah korvet KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376, maka yang beruntung
mendapat giliran kedua di upgrade senjatanya adalah KRI Silas Papare
386, kesemua korvet Parchim Class masuk ke dalam Satkor (Satuan Kapal
Eskorta). Dikutip dari Janes.com (24/8/2016), pada 23 Agustus
lalu telah dilakukan pendatanganan kontrak antara pihak manufaktur,
yakni Norinco dan TNI AL di Mabes TNI AL Cilangkap, Jakarta Timur.
Selanjutnya untuk proses instalasi, yakni dengan mengganti kanon
jenis lama AK-230 kaliber 30 mm ke Type 730 akan dilakukan di galangan
PT PAL, Surabaya. Menurut rencana, proses instalasi akan rampung pada
tahun 2017 mendatang. KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376 saat masih menggunakan kanon AK-230Selain karena urusan harga, rancang bangun CIWS ini pun memang
mencomot aroma senjata khas Rusia, sehingga ada kecocokan untuk korvet
Parchim. Sebagai kanon CIWS modern, Type 730 menggunakan modul terpadu
untuk penempatan laras putar, perangkat sensor optik penjejak dan radar.
Pihak AL Cina memberi kode Type 730 dengan identitas H/PJ12 . Di
lingkungan AL Cina, Type 730 sudah diadopsi di banyak kapal perang,
mulai dari kelas korvet, frigat, perusak, hingga kapal patroli cepat.
Bila diperhatikan dari segi desain, nampak paduan elemen Type 730 agak
menyerupai Goalkeeper, CIWS buatan Belanda. Sementara, untuk teknologi
laras putar Gatling-nya, banyak disebut-sebut mencontek GAU-8/A Avenger
buatan General Electric yang terpasang pada pesawat A-10Thunderbolt II.
KRI Sultan Thaha Syaifuddin 376 setelah rampung dipasangi kanon Type 730Lalu bagaimana dengan daya hancur Type 730? Bila AK-230 hanya mampu
memuntakan 1.000 proyektil per menit, maka Type 730 jauh lebih sadis,
kanon dengan kendali elektrik dan hydraulic driven ini maksimum bisa
mengumbar 5.800 proyektil dalam satu menit. Jelas urusan daya hancur dan
kemampuan mengentikan laju rudal anti kapal pun meningkat drastis.
Jarak tembak efektif kanon ini mencapai 3.500 meter. Jenis amunisi yang
digunakan mulai dari armour-piercing discarding sabot (APDS), high explosive incendiary (HEI) dan target practice
(TP) untuk latihan. Menurut rilis, sasaran yang melesat hingga
kecepatan Mach 2 masih dapat ditangkal Type 730. Jumlah stok amunisi
yang siap digunakan adalah 1.000 peluru.
Bekal radar menjadi elemen vital dari sistem CIWS, Type 730
menggunakan jenis radar TR-47C. Pihak Xi’an Research Institute of
Navigation Technology menyebutkan radar tracking ini berjalan di J-band
dengan frekuensi 15.7 Ghz dan 17.3 Ghz. Jangkauan deteksi radar TR-47C
mencapai 9.000 meter. Dalam teorinya, 48 sasaran dapat dipindai secara
bersamaan. Dalam konsol senjata, tempatnya berada di samping radar
ditempatkan perangkat optronics (electro optics) dari jenis OFC-3. Dalam
bentuk modular, OFC-3 merangkum beberapa sensor, seperti laser range
finder, color TV camera, dan infra red camera. Dalam versi yang lebih
maju, laser range finder dapat diganti laser designator untuk membaca manuver SAM (suface to air missile).
Juga TV camera dapat diganti dengan night vision camera. Kemudian infra
red camera bisa diganti dengan ImIR, tentunya semuanya berdampak pada
harga jual CIWS.
Dalam simulasi tempur, radar dapat melacak sasaran di permukaan laut
seukuran 0,1 meter persegi pada jarak 8 km, bisa diperpanjang hingga 15
km untuk deteksi sasaran 2 berukuran dua meter persegi. Kemudian ukuran
sasaran 10 meter persegi dari jarak 20 km. Kemampuan deteksi radar
mencakup sasaran yang melaju sea skimming, terbang rendah diatas
permukaan laut untuk menhindari deteksi radar. Namun tentunya, sistem
penembakkan kanon baru dapat merespon saat sasaran berada di jarak
jangkau tembakan (3 ribuan meter).
Untuk sistem kendali penembakkan (fire control system)
mengusung teknologi autonomous closed-loop system, teknologi ini
digadang bakal memberi reaksi lebih cepat ketimbang CIWS jenis AK-630
buatan Rusia. Sebagai informasi, AK-630M telah
digunakan oleh TNI AL di Kapal Cepat Rudal (KCR) KRI Clurit 641 dan KRI
Kujang 642. Untuk misi pemasaran di Luar Negeri, Type 730 dirancang
full kompatibel dengan combat data system dari buatan Tiongkok dan
Eropa. Dari Tiongkok dikenal model ZKJ-1, ZKJ-4, ZKJ-4A-3, ZKJ-5, ZKJ-6,
ZKJ-7, H/ZBJ-1, dan dari Eropa/NATO seperti Thomson-CSF TAVITAC. Agar
lebih memikat calon pembeli, sistem Type 730 dapat diintegrasikan secara
langsung dengan combat data system tadi tanpa perlu dilakukan
modifikasi. (Haryo Adjie)
KRI Nanggala 402Kapal Selam KRI Nanggala 402 saat melaksanakan operasi di utara Pulau
Sapudi mengalami kerusakan pada sistem Udara Tekanan Tinggi (UTT),
sehingga kapal selam tidak dapat timbul ke permukaan. Sebagai upaya
terakhir kapal selam melaksanakan peran peninggalan. Dengan kondisi ini,
seluruh awak kapal selam melaksanakan free escape ke permukaan dengan menggunakan MK-10 melalui conning tower.
Melewat masa yang penuh adrenalin, akhirnya para escapees
muncul ke permukaan dan melaksanakan recovery oleh tim Dislambair
Koarmatim serta tim Paramedis. Selanjutnya para korban dibawa ke Element Gear Ship (EGS) yang didalamnya terdapat tim kesehatan Hyperbaric untuk melaksanakan Medical Theratment di Chamber.
Para personil yang mengalami trauma hipotermia kemudian di evakuasi ke
Lakesla dengan Evakuasi Medis Udara (EMU) dengan menggunakan helikopter.
Hal diatas adalah skenario dalam praktek SAR kapal selam yang
berlangsung 12 Agustus lalu di Kolam Basin Koarmatim, dipimpin oleh
Komandan Satuan Kapal Selam (Dansatsel) Koarmatim, Kolonel Laut (P)
Indra Agus Wijaya selaku Perwira Pelaksana Latihan (Papelat). Yang
menarik dalam latihan tersebut digunakan MK-10 untuk penyalamatan. Yang
jadi pertanyaan apakah MK-10 tersebut?
Identitas lengkapnya adalah Submarine Escape Immersion Equipment
(SEIE) MK-10 Suite, yakni berupa kostum (pakaian khusus) yang menutupi
keseluruhan tubuh awak ini, dilengkapi dengan kemampuan menahan tekanan
air, memberi perlindungan dari penyakit dekompresi, hipotermia, dan
perubahan iklim yang ekstrim. Maklum saja, awak kapal selam yang telah
berhasil keluar dan mencapai permukaan, bakal menghadapi situasi yang
rawan, seperti tinggi gelombang dan temperatur air yang dingin. Selama
proses evakuasi, pakaian sudah dilengkapi dengan tabung oksigen dan raft tools kit.
Submarine Escape Immersion Equipment yang dilengkapi raft tools kit.Raft tools ketika mengembang di permukaan.SEIE suite yang digunakan TNI AL adalah jenis MK-10 buatan Inggris.
MK-10 suite dapat digunakan untuk evakuasi awak kapal selam dari
kedalaman maksimum 182 meter. Selain AL Inggris, MK-10 sejauh ini telah
digunakan di kapal selam USS Toledo (SSN-769) dan USS Los Angeles
(SSN-688). KRI Nanggala 402 dan KRI Cakra 401 memang tidak dilengkapi
pintu darurat yang bisa terkoneksi dengan DSRV (Deep Submergence Rescue
Vehicle), baru pada kapal selam Nagabanda Class (aka – Changbogo Class) telah dilengkapi pintu khusus untuk evakuasi.
Musibah Saat Latihan Evakuasi di KRI Cakra 401
Untuk pertama kalinya, Korps Hiu Kencana TNI AL pada 7 Februari 2012,
melaksanakan latihan basah untuk proses evakuasi kapal selam. Sebagai
wahana uji dipilih KRI Cakra 401 yang berada di perairan Pasir Putih,
Situbondo, Jawa Timur.
Skenario dari latihan ini adalah karamnya KRI Cakra 401 bersama 6
awaknya, karena mengalami kerusakan mesin. Satu persatu awak akan
diselamatkan dari conning tower kapal selam, untuk kemudian naik ke
permukaan laut. Keenam personel dibagi ke dalam tiga gelombang dan
setiap gelombang dua orang. Dalam simulasi pertama dan kedua, para
korban muncul ke permukaan air dalam waktu 15 menit. Namun dalam proses
penyelamatan ketiga terjadi masalah.
Tim yang ada di permukaan telah menunggu sekitar 30 menit akan tetapi
kedua awak kapal belum muncul juga. Setelah lama ditunggu, Kolonel Laut
Jeffry Stanley Sanggel, Komandan Satuan Kapal Selam Koarmatim dan Mayor
Laut Eko Indang Prabowo, muncul ke permukaan dengan kondisi yang cedera
parah. Hidung dan telinga mereka mengeluarkan darah, serta tidak
sadarkan diri, hingga akhirnya nyawa mereka tak dapat diselamatkan.
Diduga tabung oksigen yang melekat di baju khusus mereka tidak
berfungsi/selangnya lepas. Karena tidak ada oksigen, mereka terpaksa
naik ke permukaan laut dengan cepat, sehingga mengalami dekompresi.
Dekompresi adalah akumulasi nitrogen yang terlarut saat menyelam dan
membentuk gelembung udara yang menyumbat aliran darah serta system
syaraf. Udara yang kita hirup adalah oksigen dan nitrogen. Namun gas
nitrogen tidak digunakan tubuh. Akibatnya, gas Nitrogen akan
terakumulasi didalam tubuh penyelam, proporsional dengan durasi dan
kedalaman penyelaman.
Masalah terjadi, bila penyelam naik dengan cepat dari kedalaman
tertentu, ke permukaan air. Hal ini seperti botol bir yang dikocok lalu
kita buka tutupnya. Akumulasi nitrogen di dalam cairan tubuh penyelam
dilepas dalam bentuk gelembung udara akibat penurunan tekanan secara
drastis. Buih-buih inilah yang menyumbat aliran darah maupun sistem
syaraf tubuh manusia dan berakibat fatal. (Haryo Adjie)
Tampilannya lumayan mencolok di sudut utara Jalan Merdeka Barat,
dibalut warna hijau loreng, sosok Raisa yang berjarak tak jauh dari
gerbang Istana Negara sontak menjadi perhatian banyak orang. Inilah
Raisa (Kendaraan Pengurai Massa) yang digelar untuk suatu waktu
diperlukan guna mengurai konsentrasi massa di depan Istana dan area
sekitar lapangan Monas saat perayaan HUT RI ke-71 hari Rabu lalu.
Siapakah Raisa? Dari tampilannya Raisa diusung oleh kendaraan offroad
4×4 dari jenis Nissan Frontier. Mengingatkan pada rantis Direction
Finder YonHub TNI AD yang juga memakai kendaraan yang sama. Meski
berbalut cat loreng, Raisa berplat hitam, yang artinya kendaraan ini
berstatus milik sipil. Yang membuat Raisa menarik adalah adanya dua unit
speaker dalam ukuran besar yang ditempatkan di bagian belakang.
Meski tampil sangar bak rantis (kendaraan taktis), sejatinya Raisa
diciptakan untuk menjalankan dua fungsi, pertama untuk mengurai massa
dan kedua untuk public announcement bila terjadi bencana alam atau
tsunami. Khusus untuk fungsi yang pertama, apabila dipasang frekuensi
tertentu, bunyi speaker Raisa akan sangat memekakkan telinga dan membuat
demonstran lari dan bubar. Yang menjadi istimewa pancaran suara dari
kendaraan ini bisa didengar hingga jarak satu kilometer.
Raisa sendiri merupakan produksi dalam negeri, yakni diciptkan oleh
perusahaan V8sound.com. Keterlibatan Raisa di sekitar area Istana
diperkirakan tak lepas dalam upaya mendukung tugas dalmas kepolisian.
Raisa belum lama ini ditampilkan dalam ajang Prolight and Sound Messe di
Frankfurt Jerman, 5 – 8 April 2016 lalu. Kabarnya teknologi speaker ini
banyak diminati pihak asing. (Hans)
Jika dirunut dari awal kehadirannya, kini usia pakai pesawat tempur taktis EMB-314 Super Tucano batch
pertama baru menapaki empat tahun penugasan di Skadron Udara 21. Sesuai
asasinya, Super Tucano menjadi tumpuan dalam beragam ajang latihan
tempur TNI AU, terutama dalam misi BTU (Bantuan Tembakan Udara). Maklum
porsi Super Tucano dituntut mampu mengimbangi pedahulunya OV-10F Bronco
yang telah pensiun pada tahun 2007 silam.
Setelah diterbangkan dari Brasil dalam beberapa gelombang, formasi 16
unit EMB-314 Super Tucano resmi terbentuk pada Februari 2016. Melihat
kedatangan yang bergelombang, lantas seperti apa postur senjata yang
melengkapi armada Super Tucano TNI AU? Bagi pemerhati alutsista mungkin
dapat langsung menebak, bahwa racikan senjata Super Tucano TNI AU tak
akan jauh beda dari generasi pesawat COIN (Counter Insurgency) OV-10F Bronco, yakni masih berkutat pada kombinasi senapan mesin internal, roket FFAR (Folding Fin Aerial Rocket
) 2.75 Inchi, dan dumb bomb dari berbagai tipe. Belum ada tanda-tanda
bahwa Super Tucano akan dilengkapi rudal, pasalnya spesifikasi Super
Tucano memungkinkan untuk dipasangi jenis rudal udara ke udara AIM-9 Sidewinder dan rudal udara ke permukaan AGM-65 Maverick. Dua jenis rudal yang eksisiting ada di arsenal kesenjataan TNI AU. Peluncur Avibras AV-LM 70/7 SF M9 MK2.Uji statis peluncur Avibras AV-LM 70/7 SF M9 MK2.Namun karena diproyeksi untuk mengatasi lawan (sasaran)
berkualifikasi rendah – menengah, fokus senjata Super Tucano ya masih
akan di zona senapan mesin, roket dan bom. Secara sistem, Super Tucano
dilengkapi dua pucuk SMB (Senapan Mesin Berat) FN Herstal M3 kaliber 12,7 mm (varian Browning M2HB).
Masing-masing pucuk SMB ada di sayap, sementara untuk bom bersifat
fleksibel, tak ada pantangan untuk menebar bom MK81/MK82 atau bom P-100L
sekalipun.
EMB-314 Super Tucano TNI AU membawa tiga bom MK82.Nah, untuk roket memang merujuk ke jenis FFAR yang juga sangat
populer di lingkungan TNI AD. Tentang roket di Super Tucano TNI AU,
didatangkan jenis peluncur baru AV-LM 70/7 SF M9 MK2. Yang menarik,
sejatinya AV-LM 70/7 digadang sebagai bagian dari sistem roket Skyfire
70. Baik peluncur AV-LM 70/7 dan roket Skyfire adalah buatan Avibras
Industria Aerospacial, Brasil, holding manukftur yang juga memproduksi MLRS ASTROS II MK6 untuk Armed TNI AD.
Skyfire 70 dan roket FFAR 2.75 produksi PT Dirgantara Indonesia (PT
DI) mengusung jenis kaliber 70 mm. Di kelas roket ini, juga ada Hydra 70
produksi General Dynamics Armament and Technical Products (GDATP) yang
akrab digunakan pada helikopter serbu AH-64 Apache. Karena stok roket
FFAR yang cukup melimpah, ditambah PT DI telah mampu memproduksi
berdasarkan lisensi dari Force de Zeeburg Belgia. Paket rudal Skyfire 70 dan peluncurnya.Melihat spesifikasi, dimungkinkan untuk meluncurkan roket FFAR PT DI
dari peluncur AV-LM 70/7 SF M9 MK2, maka untuk menjamin akurasi dan
kompabilitas, TNI AU telah melakukan uji coba penembakan, baik secara
statis di ground, dan uji langsung di udara. Dari pelaksanaan uji
didapatkan kesimpulan bahwa Roket Launcher AV-LM dapat meluncurkan Roket
FFAR kaliber 2.75 inchi MK 4 MOD 10 dengan aman baik secara single maupun ripple.
Tentang peluncur roket AV-LM 70/7 SF M9 MK2 pada Super Tucano,
sejatinya mirip dengan peluncur roket FFAR di pesawat OV-10F Bronco yang
mengadopsi jenis XM157 Rocket Pod. Kedua peluncur roket (dispenser)
sama-sama berisi tujuh slot peluncur. Berikut spesifikasi peluncur roket
AV-LM 70/7 SF M9 MK2:
Number of rockets per launcher: 7 Tube material: Aluminium Reusable: Yes Method of firing: Ripple or Single Weight (empty and without frontal fairing): 37.2 kgf Length (without frontal fairing): 1650 mm External diameter: 257 mm Operational temperature: -40 ºC to +70 ºC Storage temperature: -30 ºC to +65 ºC
PT. DI membuat dua varian dari roket FFAR, yakni RD 701 berbasis FFAR
Mk 4 dan RD 7010 berbasis FFAR Mk 40. RD 701 digunakan pesawat tempur (
hi-speed aircraft ), sedang RD 7010 untuk Helikopter (low-speed
aircraft). PT DI juga membuat beberapa jenis hulu ledak untuk roket ini.
Diantaranya WD 701 (HE), WD 703 (smoke) dan WD 704 (inert ). Untuk tipe
FFAR MK4 yang digunakan pada EMB-314 Super Tucano, punya berat 5 kg
serta panjang 1005,9 mm, roket ini dapat melesat dengan kecepatan 600
meter per detik, sementara jarak tembaknya mencapai 6 Km. (Haryo Adjie)
Urusan merancang dan produksi rantis (kendaraan taktis) lapis baja
beroda ban sudah dikuasai industri di dalam negeri, tebaran jenis
rantis, mulai dari sebatas prototipe sampai yang sudah operasional
ragamnya lumayan banyak di kesatuan TNI dan Polri. Namun dari sekian
nama-nama rantis lapis baja, tak banyak yang lahir karena tuntutan dalam
operasi militer yang sesungguhnya. Dan bila bicara rantis lapis baja
yang ‘born to fight,’ maka tak bisa dilupakan sosok APR-1V buatan PT
Pindad.
APR (Angkut Personel Ringan)-1V yang masuk kategori Armoured
Personnel Carrier (APC) diciptakan PT Pindad terkait kebutuhan operasi
militer di NAD (Nanggroe Aceh Darussalam) pada tahun 2003 – 2004. Pada
awalnya Pindad telah memproduksi APR 4×4 yang menggunakan rangka dan
mesin (undercarriage) Isuzu 120PS. Dengan latar aroma embargo peralatan
militer oleh AS sejak 1999, turut mendorong percepatan rekayasa rantis
lapis baja, selain juga karena kebutuhan operasi militer di NAD yang
menuntut kehadiran kendaraan lapis baja sekelas panser ringan untuk
menumpas separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Sebagai produk yang dirancang serba ekspres, tampilan APR-1V bisa
dibilang terkesan jadoel, tidak mencerminkan rantis lapis baja modern.
Jika dibandingkan dengan Pindad Komodo Halilintar 4×4 dan Komodo Intai,
maka APR-1V jelas kalah sangar. Desainnya terlihat kaku, dan sekilas
mengingatkan pada desain kaku rantis lapis baja milik Paspampres
(Pasukan Pengamanan Presiden) Commando Ranger atau BTR-40 Kompi Kavaleri
TNI AD.
Interior APR-1VAPR-1V diambil dari sasis truk Isuzu NKR 55Meski begitu, APR-1V sudah menyandang gelar battle proven
dalam operasi Darurat Militer di Aceh. Melihat keandalan dan
kebandelannya beroperasi di segala medan plus kemampuannya yang sudah
teruji dilapangan, termasuk di kemiringan 60 derajat, maka tak salah
jika APR-1 menjadi salah satu ranpur buatan Indonesia yang mendapat
predikat battle proven. Dari 40 APR-1 yang digelar di Aceh,
hanya dua unit yang mengalami kerusakan (satu kecelakaan dan satu lagi
karena diterjang Tsunami).
Panser beroda empat ini menggunakan sasis dan mesin truk ringan Isuzu
Elf NKR 55 berpenggarak 4×4. Jika melihat sosoknya, panser ini lebih
menyerupai mobil Kijang dengan bodi ramping dan memanjang yang dipasangi
“baju” lapis baja anti peluru. Walaupun mengadopsi sasis truk sipil,
kemampuan panser ini tak bisa dianggap remeh. Lihat saja kemampuannya
dalam melahap berbagai medan berat dan terjal. Tak ketinggalan
kemampuannya bermanuver dengan lincah dan gesit menjadi keunggulan
tersendiri.
Ketahanan lapis bajanya memang belum sanggup menahan terjangan RPG,
namun untuk terjangan proyektil kaliber 7,62 mm dari segala arah dapat
ditahan. Selain itu dibagian atas panser terdapat turret atau
menara putar yang dapat berputar 360 derajat sebagai kubah tempat
penembak. Sayangnya, kubah gunner masih semi terbuka dan serba manual,
sehingga juru tembak rawan dibidik oleh sniper.
Gunner pelontar granat otomatis AGL-40 di APR-1V.Dari aspek persenjataan, APR-1 mampu menggotong beragam senjata standar, mulai dari pelontar granat otomatis AGL-40, senapan mesin berat (SMB) kaliber 12,7 mm,
dan senapan mesin sedang GPMG (General Puspose Machine Gun) FN MAG
kaliber 7,62 mm. Untuk perlindungan dan pelarian, pada sisi kubah
terdpat pelontar granat asap kaliber 60 mm.
Gunner FN MAG 7,62 di kubah APR-1VWalau dari segi persenjataan dan fungsinya lebih cocok untuk
ditempatkan pada level Batalyon Infanteri Mekanis, namun sampai saat ini
APR-1V masih setia melengkapi etalase tempur Batalyon Kavaleri 11/Serbu
Kodam Iskandar Muda. (Bayu Pamungkas)
Spesifikasi APR-1:
– Produsen: PT Pindad
– Awak: 12 (1 pengemudi, 1 navigator radio, dan 10 personel)
– Kecepatan maksimum: 100 km/jam
– Berat maksimum: 5,2 ton
– Ground Clearance: 35 cm
– Sasis: Isuzu NKR 55
– Mesin: Turbodiesel 2.771 cc – 3.200 PK
– Kapasitasn BBM: 75 liter
Dikenal punya tugas khusus dalam pertempuran bawah air, menjadikan
kelengkapan persenjataan Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL
terbilang spesial dibanding unit tempur TNI lainnya. Selain sista dan
alat menyelam yang punya kualifikasi khusus, seperti Combat boat
X38, senjata APS dan alat selam close circuit, dalam menunjang misi
senyap di bawah air, satuan elit ini juga punya wahana transportasi
bawah air yang terbilang sangat khas.
Nah, bicara tentang wahana transportasi Kopaska, di artikel terhahulu telah kami kupas mengenai Sea Shadow
buatan Anteon Corporation, Panama City Beach, Florida – AS. Dan,
seiring tuntutan operasi yang kian meningkat, belum lama ini Kopaska
telah dilengkapi sosok siluman bawah air anyar. Yang dimaksud adalah
SEAL Carrier. Beda dengan wahana transport bawah air Kopaska sebelumnya,
SEAL Carrier bisa dibilang paling sangar, desain alutsista buatan
Defence Consulting Europe AB, Swedia menyerupai rancangan kapal selam
mini dengan balutan warna hitam, lengkap dengan dua buah sirip pada
bagian depan.
SEAL Carrier kodratnya adalah wahana khusus untuk misi infiltrasi
melalui bawah permukaan dengan sasaran khusus berupa dermaga laut, kapal
perang, dan misi anti pembajakan. SEAL Carrier dapat menyelam hingga
kedalaman 40 meter dengan kecepatan 3 – 4 knots. Saat menyelam, SEAL
Carrier mengandalkan dua propeller dengan tenaga baterai 25kWh. Jenis
baterai pemasok tenaga mengadopsi jenis lithium polymer. Hebatnya,
selain bisa melaju di bawah air, SEAL Carrier dapat melaju dengan
kecepatan tinggi di permukaan, ibarat speed boat, SEAL Carrier di atas
permukaan air dapat melaju hingga 30 knots. Pada saat melaju di
permukaan, sumber tenaga beralih ke dua unit mesin diesel Rolls Royce
FF270 water jet yang menghasilkan tenaga 350HP.
Secara umum, SEAL Carrier dapat beroperasi dalam tiga mode yang
berbeda, yaitu di permukaan, setengah tenggelam, dan melaju di bawah
permukaan air, seperti halnya kapal selam. Saat menyelam, kapal akan
dibanjiri air dengan membuka katup di bagian bawah lambung. Sementara
pada moda setengah tenggelam, wastafel kapal menjadi sebuah tempat
setengah terendam air. Moda setengah tenggelam di definisikan sebagai
titik ketika kapal masih memiliki udara dalam tangki ballast saat
dibanjiri air.
SEAL Carrier dioperasikan oleh dua operator (pilot dan copilot) yang
memahami tentang olah gerak kapal di bawah permukaan dan atas permukaan.
Setiap operator dan penyelam tempur harus sudah siap dengan kelengkapan
alat selam ketika menaiki SEAL Carrier, baik alat selam open dan close
circuit yang tidak menimbulkan gelembung udara. Dari segi kapasitas
angkut, siluman ini dapat membawa 6 personel pasukan katak yang siap
tempur.
SEAL Carrier pertama kali sosoknya terlihat saat defile HUT TNI ke-68
bulan Oktober silam. Dan, lima hari setelah HUT TNI, satuan Kopaska
Armabar melaksanakan uji coba wahana ini. Kapal saat uji coba diawaki
dua teknisi dari Swedia dan empat personel Kopaska. Di Asia, baru
Indonesia yang memiliki SEAL Carrier, sementara di negara asalnya, SEAL
Carrier ditempatkan di Resimen Marinir I di Berga Naval Base. Wahana
dengan bobot 4,3 ton ini juga punya peran taktis dan strategis, semisal
berguna dalam tugas patroli terbatas, dan misi pengintaian. Dengan laju
30 knot, kapal ini dapat bergerak hingga radius 277,80 km di permukaan,
dan jejalah di bawah air menggunakan tenaga baterai hingga 18,52 km. (Gilang Perdana)
Spesifikasi SEAL Carrier
Panjang : 9,25 meter Panjang Lambung : 8,45 meter Beam : 2,21 meter Tinggi : 1,65 meter Kru dan Beban : 700 kg Mesin : 2 unit mesin diesel Rolls Royce FF270 water jet Bobot Max : 4,360 kg Kecepatan permukaan : 30 knot Kecepatan menyelam : 3 – 4 knot Jangkauan jelajah di permukaan : 150 nautical mile (277,80 km) Jangkauan jelajah di bawah air : 10 nautical mile (18,52 km) Kedalaman maksimum : 40 meter